Disusun oleh :
Samsriati Nugrahani (14030234027/Kimia A 2014)
I Gusti Ngurah A. O. D. (14030234037/Kimia A 2014)
JURUSAN KIMIA
2017
1
6. Efek Toksikologi
Paparan dari Rhodamine B dapat menyebabkan iritasi bila terkena mata,iritasi kulit
dan kemerahan bila terkena kulit. Dalam struktur Rhodamine kita ketahui
mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau
memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena
merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh
dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada
akhirnya akan memicu kanker pada manusia. Beberapa dari hasil penelitian uji
toksisitas menunjukan Rhodamine B memiliki LD 50 , lebih dari 2000mg/kg, dan
dapat menimbulkan iritasi kuat pada membrane mukosa. Rhodamine B bersifat
karsinogenik dan genotoksik. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa
pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan
protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Adapun klasifikasi mutu air menurut PP Nomor 82 tahun 2001 Pasal 8 ayat (1)
ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu
a. Kelas satu, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut
b. Kelas dua, air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk
pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
mengenai bahan tambahan pangan.