Pagi masih belum beranjak dari peraduannya, begitu juga aku yang masih belum ingin
beranjak dari kasur kecintaanku. Olahraga pagi yang pertama kali kulakukan adalah
memutar kedua bola mata perlahan sambil memandangi seisi kamar yng masih
berantakan. Poster Eza Gionino masih tertempel rapi, bingkai foto wisuda sudah agak
miring, jam dinding sudah mulai rusak, jarum pendek menunjukkan angka 10.
Oh no! Ini memang sudah jam 10. "Telat!" seruku sambil melompat dari kasur dan
"Tivaniiii! Kamu gimana sih? Acaranya mulai jam 11 dan kamu baru tiba tepat pukul
"Koreksi. Jam 10.59. Tu liat.." Balasku santai sambil menunjuk jam tangan yang kupakai
Nadia tak sempat lagi bicara panjang, hanya mengulurkan beberapa lembar kertas yang
harus kubaca saat on air hari ini. Segera kubaca daftar panjang yang telah disediakan.
"Gimana, udah mantap kan? Kamu gak gugup kan Ni?"Tanya Nadia mengagetkanku.
"Ah kamu. Biasa aja keleus.. acara wawancaranya biasa aja, jadi ngapain gugup?"
balasku
"Yaakiin? Yasudah. Jangan lupa teksnya dibaca sampai habis." Ujarnya menyudahi
pembicaraan.
"Oke, acaranya akan dimulai. Kamu siap kan Tivani?" ujar David buru-buru. Akupun
segera bersiap-siap memasuki ruang on air. Seperti biasa, yang pertama kali kulakukan
saat mengudara adalah menyapa para pendengar setia dengan suara cetar
membahana, "Halooo pendengar setia Tulalit Fm, apa kabar kalian di siang yang agak
mendung ini? Tapi gue harap hati kalian nggak mendung juga ya.."
Begitulah urutan acara demi acara terlewati, sampai pada menu utama yaitu bincang-
bincang dengan bintang tamu. "Well, untuk menambah semangat kalian di siang ini,
Tivani punya kejutan spesial buat kalian setelah jeda pariwara berikut ini, so, stay tune
at Tulalit Fm." ujar Tivani memberi jeda untuk acara segment berikutnya, lagu terbaru
ayu Ting-Ting pun mulai mengudara. Sementara Tivani sibuk mengusir kantuknya yang
masih tersisa.
"Silahkan masuk, mas." suara Nadia membuyarkan kantuk Tivani yang seakan
bertambah parah. Sontak Tivani menoleh untuk mengecek siapa yang dipanggil 'mas'
oleh Nadia
"Yaampun! Mati gue!" Ucap Tivani kaget saat melihat siapa yang baru saja masuk
ruangan on air.
"Sudah siap? Semua? Dalam hitungan ketiga kita mulai ya." ujar Nadia lagi-lagi
Dan wawancara dengan Eza Geraldino pun dimulai. Kali ini tidak ada alasan bagi Tivani
untuk nggak gugup menghadapi Eza, aktor yang selama ini ia puja-puja ketampanannya
kini hadir tepat di depan matanya, bahkan ia berkesempatan untuk mewawancarai Eza.
Wawancara 15 menit itu teras bagaikan wawancara yang amat panjang bagi Tivani
karena ia gugup setengah mati, mati kutu dihadapan artis kesayangannya. Sementara
padanya.
"Jadi bagaimana dengan tipe wanitamu? Wanita seperti apa? Yang menja...di
jawaban Eza.
"Sederhana. Kayak kamu ini. Lugu. Lucu. Gemesin." jawab Eza ringan sambil tertawa
kecil khas Eza. Tivani tersipu malu di puji oleh aktor kesayangannya seperti itu, hingga
tak terasa waktu berlalu. Usai sudah acara bincang-bincang mereka. Tapi buat Tivani
Tivani tak melewatkan kesempatan untuk berpoto bareng Eza. Kini ia sudah tak
secanggung tadi, karena ternyata Eza memang sosok yang hangat dan penuh
persahabatan. Eza bahkan mengajak Tivani minum kopi di Kafe depan gedung radio.
Jadi, di sinilah mereka berdua, duduk santai menikmati dua cangkir kopi yang siap
diseruput kapan saja. "Makasih ya." ucap Tivani membuka pembicaraan. Eza
"Makasih sudah luangkan waktu untuk ngopi sama aku." ujar Tivani malu-malu.
"Ah, biasa aja, aku tau kamu ngefans berat sama aku, jadi aku gak bisa biarin kamu
sadar dari mimpi indahmu sebelum ngopi bareng aku." canda Eza ringan dan berhasil
Dorr! Lagi-lagi terdengar seperti suara tembakan dan, "Dengar, selamatkan dirimu,
Tivani panik dan ketakutan setengah mati, tapi hanya punya waktu beberapa detik
untuk sadar bahwa Eza sudah lenyap dari pandangannya, berlari mengejar entah siapa,
sepertinya segerombolan anak muda, cepat sekali. "Apa yang terjadi?" seru Tivani pada
siapapun di sekitarnya.
"Sembunyi, atau kau akan mati." teriak seorang penjaga Cafe yang tadi senyum pada
Tivani ketika menyambut kedatangannya. Tivani yang belum mngerti keadaan buru-
Kepala Tivani berdenyut lebih cepat dari jantungnya, darah bercucuran dari dahinya.
Gerombolan yang tadi dikejar oleh Eza balik mengejar Eza. Eza lari sekuat tenaga ke
arah Tivani, seolah-olah ingin berlindung dibalik Tivani. Sedangkan Tivani dengan
segala emosinya mendukung setiap gerakan Eza agar cepat sampai padanya. Dorr!
sebuah suara yang memekakkan telinga sekali lagi bergema di kedua telinga Tivani.
Dengan satu gerakan terakhir, jasad Eza jatuh tepat di kaki Tivani.
hadapannya.
"Ni….! Tivani! Banguuun! Udah jam 11 malah tidur lagi." gertak mama di telinga Tivani.