Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN

DISUSUN OLEH :
 ALYA RAHMA SEPTIANI : PO.71.31.1.17.003
 THERESIA GINA K : PO. 71.31.1.17.027

PROGRAM STUDI : D IV GIZI

DOSEN PEMBIMBING : M. ZAM ZAM, S.Pd.I, M.Pd.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebagai umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu
dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang olehnya di abad
21 ini, mungkin banyak diantara kita yang masih berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak.
Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita
utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba
terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.

Namun, pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai


lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa
akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia,
taat kepada Allah dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada sesama mahluk ciptaan
Allah.

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh


dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang
terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten

B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa arti akhlak ?
2. Apa arti pembentukan Akhlak
3. Bagaimana membentuk akhlak mulia dalam kehidupan?
4. Apa Manfaat memiliki Akhlak Yang Mulia?
5. Apa saja Macam – macam Ahlak mulia?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui pengertian akhlak mulia


2. Mengetahui arti dan cara pembentukan akhlak dalam kehidupan
3. Mengetahui manfaat memiliki akhlak yang Mulia
4. Mengetahui macam-macam akhlak mulia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arabyang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat. cara membedakan akhlak, moral dan etika yaitu Dalam etika, untuk
menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan
berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan ukuran
Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Aminmenyatakan
bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan
baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Kata akhlak diartikan sebagai suatutingkah laku, tetapi tingkah lakutersebut harus dilakukan
secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu
saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering
diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut
dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.

Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai
studi yangsistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan
sebaginya tentangprinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga
sebagai filsafat moral.

B. Arti Pembentukan Akhlak

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula ahmad D. Marimba
berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim,
yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan
memeluk agama islam
Namun sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu apakah
akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? jika dapat dibentuk apa alasannya dan bagaimana caranya? Dan
jika tidak, apa pula alasannya dan bagaimana selanjutnya!

Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah)
yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari
manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia, dan
dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran. Dengan pandangan
seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan
(ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin
sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah
perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan
dirinya, demikian sebaliknya.

Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan,
latihan, pembinaandan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat
yang kedua ini umumnya datang dari Ulama-ulama Islam yang cendrung pada akhlak. Ibnu Maskawaih,
Ibn Sina, al-Ghazali dan lain0lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah
hasil usaha (muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya mengatakan sebagai berikut :

‫سلَّ َم َح ِسنُ ْوا ا َ ْخ ََلقَ ُك ْم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ظ َوالت َأ ْ ِد ْي َباتُ َو ِل َما قَا َل َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫صا َيا َوال َم َوا ِع‬
َ ‫الو‬
َ ‫ت‬ َ ‫ت اْ ََل ْخ ََل ُق َلَ ت َ ْق َب ُل التَّغَي ُُّر لَ َب‬
ِ َ‫طل‬ ِ َ‫لَ ْوكَان‬

Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan
pendidikan dan tidak ada pula fungsinyahadits nabi yang mengatakan “ perbaikilah akhlak kamu sekalian
“.

Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai lembaga


pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak
memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi
muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, saying
kepada sesame makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-
anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan, dan pendidikan, ternyata
menjdi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan
seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina.

Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin banyak
tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek. Peristiwa yang baik atau yang
buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televise, internet dan lain-lain. Demikian pula produk
obat-obat terlarang, minuman keras, dan pola hidup materialistic dan hedonistic semakin menggejala.
Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam
rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram
dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia
dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

C. Pembentukan Akhlak Yang Mulia Dalam Kehidupan


Perilaku dan Tabiat Manusia, baik yang terpuji maupun tercela disebut akhlak. Dalam bahasa
Indonesia, akhlak sering disebut “moral” atau “etika”. Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab,
akhlaq.

Secara umum kedudukan akhlak adalah universal. Nilai-nilai standar tentang akhlak sudah dihujamkan
oleh Allah SWT ke dalam jiwa manusia sejak mereka lahir :

“Maka Dia ilhamkan dalam jiwa itu kecenderungan untuk berbuat buruk (hawa nafsu) dan
kecenderungan untuk berbuat takwa” (QS asy-Syams [91] : 8).

Di sudut manapun di dunia ini, baik mereka yang mengenal Islam ataupun yang buta sama
sekali, mereka semua akan memandang perbuatan dusta, ingkar-janji, fitnah dan berbagai keburukan
perilaku yang lain sebagai perbuatan yang hina, culas dan salah. Jiwa manusia standar mengakui ini.

“Datangnya Islam, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sesuai dengan sabda
Rasulullah: ‫( األخالق مكارم التمم بعثت انما‬Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak).”

Akhlak dalam ajaran Islam tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan
santun antara sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriyah, dan semata
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang
mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah Ta’ala.

Seorang Muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia
mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian, atau kebanggaan.
Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal pulang
ke negeri akhirat nanti.

Puncak derajat kemanusian seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Bahkan kualitas keimanan
pun juga diukur dari akhlak. Seluas apapun kadar kelimuan seseorang tetang Islam, sehebat apapun
dirinya ketika melakukan ibadah, atau sekencang apapun pengakuannya tetang kuatnya keimanan yang
dia miliki, semua itu tidak memberi jaminan.

Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas
akhlaknya.

Ada beberapa sasaran akhlak dalam Islam :


1. Akhlak terhadap Allah :

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji. Bertasbih kepada-Nya. Memuji kepada-Nya. Bertawakal
kepada Allah. Bersyukur kepada Allah. Bersabar atas segala Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.

2. Akhlak terhadap sesama manusia

Pilar-pilar yang merupakan kunci kemuliaan akhlak :

 Jujur terpercaya

Kejujuran merupakan pondasi terpenting dalam bangunan akhlak. Tanpa kejujuran akan hilang
kepercayaan. Selembut apapun sikap seseorang, seramah apapun tutur katanya, bahkan seproduktif
apapun kegemarannya menolong orang lain, tetap saja semua itu tidak banyak membantu jika tidak jujur.
Orang lemah lembut tapi tidak jujur akan diprasangkai punya maksud buruk di balik keramahannya itu.
Adapun cara untuk bisa jujur terpercaya hal-hal yang mesti dilakukan adalah:

Jujur perkataan : Pastikanlah bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan kita terlebih dulu telah
melalui proses pertimbangan yang matang. Jangan sampai kita tergelincir dengan mengatakan sesuatu
berupa kebohongan, sengaja atau tidak. Ketika sekali saja berbohong, maka kebohongan itu akan terus
menghatui dan memenjarakan dirinya. Dia akan ketakutan jika sewaktu-waktu kebohongannya akan
terbongkar. Dia akan terus menutupi kebohongannya dengan berbohong kembali agar kehormatannya
selamat.
Menepati Janji : Janji itu sejenis sumpah, dan sumpah itu adalah hutang yang akan terbawa sampai
mati. Siapapun yang berjanji, maka janji itu benar-benar harus diperjuangkan mati-matian untuk ditepati.
Kita harus rela berkorban demi janji ini ditepati. Karena kesanggupan menepati janji adalah bukti
kemuliaan akhlak seseorang.

Melaksanakan amanah :

“Hai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad saw) dan
janganlah kalian mengingkari amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kalian
mengetahui.” (QS al-Anfal [8]: 27).

Bertanggung jawablah bila melakukan kesalahan. Seberat apapun hukuman dunia yang harus
dipikul karena kesalahan itu, masihlah lebih ringan dibandingkan hukuman berupa siksa Allah yang
perihnya tiada terlukiskan oleh gambaran apapun. Bertanggung jawablah selaku orang mu’min.
bertanggung jawablah selama di perjalanan. Jangan menyerobot, tak mau antri, dan selalu berbuat bising
di jalan. Dll.

 Ramah dan lemah lembut :

Keramahan merupakan perpaduan dari amal-amal hati, niat yang tulus, serta kegigihan untuk
selalu bersikap baik. Keramahan merupakan tahap awal kemuliaan akhlak. Alasannya adalah :
1. Keramahan adalah tanda kerendahan hati, ketawadhuan. Orang yang sombong cenderung untuk
bersikap kasar, berhati keras, ketus, angkuh, dalam gerak-gerik maupun ucapannya.

2. Keramahan merupakan tanda kesabaran dan kesanggupan mengendalikan diri dalam berinteraksi
dengan aneka macam perilaku orang lain.

3. Keramahan yang tulus merupakan indikasi melimpahnya rasa kasih sayang dan kegemaran hati untuk
menghormati orang lain. Di sana tumbuh rasa persaudaraan yang menjadi dasar sikap mulia dan
kebahagiaan. Keramahan sulit sekali dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan permusuhan.

Bila kita ingin memiliki keramahan, komponen-komponen di bawah ini insya Allah bisa kita
jadikan bahan evaluasi diri sekaligus sebagai program pelatihan mandiri untuk menjadi pribadi yang
ramah :

a. Wajah yang cerah dan jernih


b. Tutur kata yang lembut
c. Sikap yang sopan dan penuh etika
d. Berjiwa lapang-dada dalam menyikapi orang lain

Agar kita berlapang dada, ada beberapa persiapan-persiapan yang harus kita lakukan:

1.Persiapkanlah mental kita bahwa kita harus siap menghadapi orang yang kurang menyenangkan,
orang yang kurang menghargai atau bahkan orang yang hendak meremehkan kita.

2.Belajarlah untuk memaklumi dan memahami bahwa latar belakang seseorang amat beragam, sering
berbeda-beda.
3.Berbaik sangkalah kepada siapapun karena Allah. Jangan biasakan mengawali sesuatu dengan
prasangka buruk, karena itu akan sangat mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap dan bertutur kata.
4. Mengalahlah. Mengalahlah jika sekiranya akan menjadi kebaikan bagi semua.
5.Maafkanlah, dan janganlah mata ini terpejam sebelum berikrar untuk memaafkan orang lain.

- Akhlak terhadap lingkungan.

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang
diajarkan Islam terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap
makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

E. Manfaat Akhlak Yang Mulia

Akhlak yang mulia ini kemudian ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi
individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain
bahwea akhlak pertama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang
bersangkutan.
Al-Qur’an dan al-Hadits banyak sekali memberikan informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu.

Ayat diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia,
yang dalam beriman tak beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik,
mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan
masuknya kedalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah
keberuntungan hidup didunia dan diakhirat. Menurut M. Quraish Shihab, janji-janji Allah yang demikian
itu pasti akan terjadi, karena ia merupakan sunnatullah sama kedudukannya dengan sunnatullah yang
bersifat alamiah, asalkan hal tersebut ditempuh dengan cara-cara yang tepat dan benar.

Selanjutnya di dalam hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan
dari akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah:

1. Memperkuat dan Menyempurnakan Agama

Nabi bersabda :

‫سخَاءِ فَ ِانَّه ُ َلَ َي ْكمِ ُل ا ََِّلَ ِب ِه َما‬


َّ ‫ق َوال‬ َ ‫هللا ت َ َع ٰالى ا ِْخت‬
ِ ُ‫َار لَ ُك ْم ِاَل ْسَلَ َم ِد ْينًا فَا ْك ِر ُم ْوهُ ِب ُحس ِْن ال ُخل‬ َ ‫ا َِّن‬

Allah telah memilihkan agama Islam untuk kamu, hormatilahagama dengan akhlak dan sikap dermawan,
karena islam itu tidak akan sempurna kecuali dengan akhlak dan sikap dermawan itu.

ِ ‫ان فِي ْاَلَ ْع َم‬


‫ار‬ ِ ‫ار َويَ ِز ْي َد‬
َ َ‫الدي‬
ِ ‫ان‬ِ ‫الج َو ِار يَ ْع ُم َر‬ ِ ُ‫ُح ْسنُ ْال ُخل‬
ِ ُ‫ق َو ُح ْسن‬

Berakhlak yang baik dan berhubungan dengan tetangga yang baik, akan membawa keberuntungan dan
kemakmuran.

2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat

Nabi bersabda :

َ َ‫َص ُل َم ْن ق‬
} ‫طعَكَ { رواه الحاكم‬ َ ‫ع َّم ْن‬
ِ ‫ظلَ َمكَ َوت‬ ْ ِ‫سابًا يَ ِسي ًْرا َوا َ ْد َخلَه ُ ْال َجنَّةَ تُعْط‬
َ ‫ي َم ْن َح َر َمكَ َوت َ ْعفُ ْو‬ ٌ ‫ث َ ََل‬
َ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َحا‬
َ ِ‫سبَه ُ هللاُ ح‬

Ada tiga perkara yang membawa kemudahan hisab (perhitungan amal di akhirat) dan akan dimasukkan
ke surga, yaitu engkau member sesuatu kepada orang yang tak pernah memberi apapun kepadamu
(kikir), engkau memaafkan orang yang pernah menganiayamu, dan engkau menymbung tali silaturahmi
kepada orang yang tak pernah kenal padamu. (H.R. Al-Hakim).

3. Menghilangkan kesulitan

Nabi Bersabda :

ِ ‫ع ْنه ُ ُك ْربَةً مِ ْن ُك َر‬


}‫ب يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة {رواه المسلم‬ َ َّ‫ب ال ُّد ْنيَا نَف‬
َ ُ‫س هللا‬ ْ ً‫مِن ُك ْربَة‬
ِ ‫مِن ُك َر‬ ٍ ْ‫ع ْن ُمؤ‬ َ َّ‫َم ْن نَف‬
َ ‫س‬
Barangsiapa yang melepaskan kesulitan orang mu;min dari kehidupannya di dunia ini, maka Allah akan
melepaskan kesulitan tersebut pada hari kiamat. (H.R. Muslim).

4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat

Nabi bersabda :

}‫ص ُد فِي الفَ ْق ِر َو ْال ِغنَى {رواه ابوا الشيخ‬


ْ َ‫ب َو ْالق‬ َ َ‫ضا َو ْالغ‬
ِ ‫ض‬ ِ ‫ َخ ْشيَة ُ هللاِ تَعَالَى فِي الس ِِر َو ْالعَ ََلنِيَ ِة َو ْالعَ ْد ُل فِي‬: ٌ‫ث ُم ْن ِجيَات‬
َ ‫الر‬ ٌ ‫ث َ ََل‬

Ada tiga perkara yang menyelamatkan manusia, yaitu takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi
maupun di tempat yang terang, berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan hidup
sederhana pada waktu miskin, maupun waktu kaya. (H.R. Abu Syaikh).

Banyak bukti yang dapat dikemukakan yang dijumpai dalam kenyataan social bahwa orang yang
berakhlak mulia semakin beruntung. Orang yang baik akhlaknya pasti disukai oleh masyarakatnya,
kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipcahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya.
Peluang, kepercayaan, kesempatandatang silih berganti kepadanya.

Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan akhlak yang tercela, maka
kehancuran pun akan segera datang menghadangnya.

Penyair Syauki Bey pernah mengatakan,

‫اِنَّ َما ْاَلُ َم ُم ْاَلَ ْخ ََل ُق َما بَ ِقيَتْ َوا ِْن ُه ُم ْوا ذَ َهبَتْ ا َ ْخ ََلقُ ُه ْم ذَ َهب ُْوا‬

Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka bangsa itu pun
akan binasa.

F. Macam – macam Ahlak mulia

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam merupakan sistem moral yang berdasarkan Islam, yakni
bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya untuk disampaikan kepada
umatnya. Secara garis besar akhlak dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:

Akhlak Al-Karimah

Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:

a. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki
sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau
hakekatnya.
b. Akhlak terhadap Diri Sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan
menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah
Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman
yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang
tercela.

c. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak
bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang
lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta
mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan
dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
pembentukan akhlak. Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah
insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah
pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri
manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran. Dengan
pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau
diusahakan (ghair muktasabah).

akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Akhlak Terhadap Allah


2. Akhlak terhadap Diri Sendiri
3. Akhlak terhadap sesama manusia

Anda mungkin juga menyukai