Konsep Dan Askep Balita Kelompok 3
Konsep Dan Askep Balita Kelompok 3
TAHUN 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “Konsep Keluarga dan
Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Anak Usia Balita” ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata
kuliah Keperawatan Keluarga.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah
ini, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB III PROSES KEPERAWATAN .................................................................................. 32
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 56
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga berasal dari bahasa sansekerta kulu dan warga atau kuluwarga yang
berarti anggota kelompok kerabat (Padila,2012). Friedman (2010) menyatakan keluarga
adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional
serta yang menidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga. Sedangkan menurut Depkes
(1988 dalam Sudiharto, 2014) bahwa keluarga adalah suatu unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal satu
atap dalam keadan saling ketergantungan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dibentuk karena
adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi, yang hidup dalam satu rumah tangga
dan tiap-tiap anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan berperan sesuai dengan
perannya masing masing.
Harmoko (2012) menyebutkan bahwa keluarga memiliki delapan tahap
perkembangan. Tahap perkembangan keluarga mempunyai tugas perkembangannya
masing-masing. Tahap keempat dari perkembangan keluarga adalah keluarga dengan
anak usia sekolah. Tahap ini dimilai pada saat anak tertua memasuki sekolah pada usia 6
tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas
sekolah, masing-masing akan memiliki aktifitas dan minat sendiri-sendiri. Demikian pula
orang tuas yang mempunya aktifitas berbeda dengan anak ( Harmoko, 2012).
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan , dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan
metodelogi proses keperawatan, berpedomen pada standar praktik keperawatan, dilandasi
etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui
praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan
masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan pendidikan proses
1
keperawatan. Secara umum, tujuan keperawatan keluarga adalah ditingkatkannya
kemampuan keluarga dalam mengantasi masalah kesehatan keluarga secara mandiri.
Asuhan keperawatan keluarga pada anak prasekolah adalah suatu rangkaian kegiatan
yang diberikan kepada keluarga dengan anak usia prasekolah. Dimana, pada anak usia
inilah yang rentan dan memiliki masalah tertentu dalam menghadapi proses tumbuh
kembangnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan sehingga proses tumbuh dan kembang
anak dapat mencapai hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, terutama dalam pola
hidup sehat.
Anak merupakan individu yang yang berada dalan satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak – anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dar bayi ( 0-1 tahun ), usia bermain/
toddler ( 1-2, 5 tahun ), prasekolah ( 2,5 – 5 tahun ) usia sekolah ( 5-11 tahun), hingga
remaja (11- 18 tahun ).
Anak merupakan bagian atau anggota keluarga, sering dikatakan sebagai potret atau
gambar dari orang tuanya saat masih kecil. Namun tidaklah demikian, karena anak
merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak
dapat diulang setelah usianya bertambah.
Keluarga dengan tahap anak balita memerlukan perhatian yang khusus terhadap
perkembangan fisik, social, emosional dan kognitif anak. Di usia ini anak-anak rentan
dengan sakit penyakit, karena itu orang tua perlu ekstra waspada dengan situasi dan
kondisi anak-anaknya. Untuk itu pada kesempatan ini, akan dibahas mengenai
asuhan keperawatan keluarga dengan anak balita. Didalamnya juga dapat
melibatkan perawat untuk melaksanakan proses keperawatan, guna
membantu dan membimbing keluarga menjadi keluarga yang mandiri
d a l a m m e n g a t a s i masalah-masalah kesehatan berkaitan dengan anak balita.
2
8. Apa saja tahap perkembangan keluarga?
9. Apa saja tugas perkembangan keluarga?
10. Apa saja tahap perkembangan keluarga dengan anak balita?
11. Apa saja tugas perkembangan keluarga dengan anak balita?
12. Bagaimana konsep keluarga sejahtera?
13. Bagaimana peran perawat keluarga?
14. Apa saja prinsip perawatan kesehatan keluarga?
15. Bagaimana karakteristik dan tumbuh kembang anak usia balita?
16. Bagaimana trend dan isu dalam keperawatan keluarga?
17. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga secara teori?
18. Bagaimana pengkajian yang dilakukan sesuai kasus?
19. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga sesuai kasus?
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau
lebih masing & masingmempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak,
ibu, kakak, dan nenek.
2. Duval
Duval menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional
serta sosial dari setiap anggota keluarga.
3. Spradley dan Allender
Keluarga adalah satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai
ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
4. Departemen Kesehatan RI
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
4
1. Terdiri dari dua individu atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan
atau adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikansatu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik.
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
1. Ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkunganya.
2. Ibu
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurusrumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya,
pelindung dan sebagaisalah satu kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungannya,disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya.
3. Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai
anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota keluarga
(Marilyn M.Friedman, hal 86: 2010).
3. Fungsi reproduksi
5
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan
untuk keberlangsungan hidup masyarakat (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya (Marilyn M.
Friedman, hal 86: 2010).
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010).
6
Yaitu keluarga Inti (Ayah, Ibu dan Anak) yang tinggal dalam satu rumah yang
ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, dimana salah
satu ataukeduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Niddle Age/Aging Couple
Yaitu suatu keluarga dimana suami sebagai pencari uang dan istri di rmah atau
kedua-duanya bekerja di rumah, sedangkan anak-anak sudah meninggalkan rumah
karena sekolah menikah meniti karier.
c. Dyadic Nuclear
Yaitu suatu keluarga dimana suami istri sudah berumur dan tidak mempunyai
anak yang keduanya atau salah satunya bekerja di luar rumah.
d. Single Parent
Yaitu keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai akibat
perceraian ataukematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah
atau di luar rumah.
e. Dual Carrier
Yaitu Keluarga dengan suami dan istri yang kedua-duanya orang karier dan
tanpa memiliki anak.
f. Three Generation
Yaitu keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam
satu rumah.
g. Comunal
Yaitu keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan suamiistri
atau lebih yang monogamy berikut anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
h. Cohibing Couple/Keluarga Kabitas/Cahabitation
Yaitu keluarga dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa ikatan perkawinan.
i. Composite / Keluarga Berkomposisi
Yaitu sebuah keluarga dengan perkawinan poligami dan hidup tinggal secara
bersama-sama dalam satu rumah.
j. Gay and Lesbian Family
Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.
7
II.6 Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga
1. Patriakal Ayah
Keputusan berada pada ayah sebagai kepala keluarga keputusan seperti ini
merupakan keputusan yang dominan digunakan dalam pengambilankeputusan
keluarga di Indonesia.
2. Patriakal Ibu
Keputusan berada pada ibu. Biasanya cara pengambilan keputusan seperti ini
diterapkan pada keluarga dengan latar belakang ibu (isteri) memiliki garis keturunan
bangsawan/raja.
3. Equalitarian Ayah dan Ibu
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hierarki kekuatan.
2. Struktur peran
Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan.
Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. Posisi/ status adalah posisi
individu dalam masyarakat misal status sebagai istri/ suami.
3. Struktur kekuatan
Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau mengubah
perilaku orang lain, Hak mengontrol (legitimate power), ditiru (referent power),
keahlian (exper power), hadiah (reward power_, paksa (coercive power), dan effektif
power.
4. Strukur nilai dan norma
a. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat
mempersatukan annggota keluarga.
b. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
c. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan
dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu keluarga itu
melaksanakan fungsinya dalam masyarakat.
8
1. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi,dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi,dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal
Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal
Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5. Keluarga Kawin
Adalah hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
9
4. Tahap IV ( keluarga dengan anak sekolah/ families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas sekolah,
masing-masing anak memiliki aktifitas di sekolah, masing-masing akan memiliki
aktifitas dan minat sendiri. Demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas
berbeda dengan anak. (Harmoko, hal 56; 2012).
5. Tahap V ( keluarga dengan anak remaja/ families with teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap V dari siklus atau perjalanan
kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh
tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meningglakan keluarga lebih awal atau
lebih lama jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.
Anak lainnya yang tinggal di rumah biasanya anak usia sekolah. Tujuan utama
keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggrakan kebebasan remaja yang lebih
besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda. (Duvall & Miller,
1985 dalam Marilyn M. Friedman, hal 115: 2010)
6. Tahap VI ( keluarga dengan anak dewasa/ launching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lama tahap
ini bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tujuan utama pada tahap ini adalah
mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepaskan anaknya
untuk hidup sendiri. (Harmoko, hal 59; 2012)
7. Tahap VII ( keluarga usia pertengahan/ middle age families)
Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Beberapa pasangan pada
fase ini akan dirasakan sulit karena masalah usia lanjut, perpisahan dengan anak, dan
perasaan gagal sebagai orang tua. Pada tahap ini semua anak meninggallkan rumah,
maka pasangan berfokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.
(Harmoko, hal 60; 2012)
8. Tahap VIII ( keluarga usia lanjut)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah satu
atau kedua pasangan, dan berakhir dengan kematian pasangan lainnya. (Duvall &
Miller, 1985 dalam Marilyn M. Friedman, hal 122: 2010)
10
II.9 Tugas Perkembangan Keluarga
11
6. Keluarga Dengan Anak Pertama Usia Remaja
a. Menjaga keseimbangan tanggung jawab dan kebebasan bagi remaja
b. Konflik antara orang tua dan remaja
7. Keluaraga Dengan Anak Usia Dewasa Muda
a. Melepaskan anak untuk membina perkawinan
b. Orang tua membantu anaknya untuk tidak tergantung
c. Menerima anggota keluarga baru
d. Menghargai nilai/sikap
e. Bapak mencapai puncak karir
f. Lebih banyak menghabiskan waktunya dengan pekerjaan.
8. Orang Tua Dengan Usia Pertengahan
a. Menjalin kembali hubungan perkawinan
b. Membina hubungan dengan generasi baru
9. Keluarga Usia Tua
a. Penyesuaian terhadap pensiun
b. Penghasilan yang berkurang
c. Hidup sendiri
d. Salah satu pasangan meninggal
12
II.11 Tugas Perkembangan Keluarga dengan Balita
Pada tahapan ini kelurga berperan untuk mengajarkan pada anak nya untuk
mengembangkan kemampuannya, seperti :
1. Belajar berjalan
2. Belajar memakan makanan padat
3. Belajar berbicara
4. Belajar buang air kecil dan buang air besar
5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis
7. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam
8. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara / orang lain
9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk (mengembangkan kata hati).
13
d. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
e. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
3. Tahapan Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I dan 8
(delapan) indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 (lima) indikator
Keluarga Sejahtera III (KS III), atau indikator ”kebutuhan pengembangan”
(develomental needs) dari keluarga.
Delapan indikator Keluarga Sejahtera II (KS II) atau indikator ”kebutuhan
psikologis” (psychological needs) keluarga
a. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
b. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam
setahun.
d. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah.
e. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan
tugas/fungsi masing-masing.
f. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh
penghasilan.
g. Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin.
h. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat
kontrasepsi.
4. Tahapan Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8
(delapan) indikator KS II, dan 5 (lima) indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah
satu dari 2 (dua) indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator
”aktualisasi diri” (self esteem) keluarga.
Lima indikator Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator ”kebutuhan
pengembangan” (develomental needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu:
a. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang.
c. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan
untuk berkomunikasi.
14
d. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
e. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/ radio/tv/internet.
5. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 (enam) indikator
tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5 (lima) indikator KS III, serta 2 (dua)
indikator tahapan KS III Plus.
Dua indikator Kelarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator
”aktualisasi diri” (self esteem) dari 21 indikator keluarga, yaitu:
a. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materiil untuk
kegiatan sosial.
b. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial/yayasan/
institusi masyarakat.
15
II.14 Prinsip Perawatan Kesehatan Keluarga
Setiadi (2008) mengatakan ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan
dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga yaitu :
1. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.
2. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat sebagai
tujuan utama.
3. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan
kesehatan keluarga.
4. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan peran aktif
seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan ebutuhan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatannya.
5. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan preventif dengan
tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
6. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan
kesehatan keluarga.
7. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
8. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan
Keperawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah
dengan menggunakan proses keperawatan.
9. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah
penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan kesehatan dasar atau perawatan
dirumah.
10. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.
Keluarga-keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang kesehatan
antara lain adalah :
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah :
1) Tingkat sosial ekonomi yang rendah.
2) Keluarga kurang tahu atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
sendiri.
3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga dengan
penyakit keturunan.
16
b. Keluarga dengan Ibu dengan resiko tinggi kebidanan yaitu :
1) Umur Ibu (16 tahun/lebih dari 35 tahun).
2) Menderita kekurangan gizi (anemia).
3) Menderita hipertensi.
4) Primipara dan Multipara.
5) Riwayat persalinan atau komplikasi
c. Keluarga dalam anak menjadi resiko tinggi karena :
1) Lahir prematur (BBLR).
2) Berat badan sukar naik.
3) Lahir dengan cacat bawaan.
4) ASI Ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.
5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi dan anaknya.
d. Keluarga mempunyai masalah hubungan antara anggota keluarga
1) Anak yang tidak pernah dikehendaki pernah mencoba untuk digugurkan.
2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering
timbul cekcok dan ketegangan.
3) Ada anggota keluarga yang sering sakit
4) Salah satu anggota (suami atau istri) meninggal, cerai, lari
meninggalkan rumah.
17
dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya.
Karakteristik balita Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami pertumbuhan
fisik yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan meningkat cepat
(Hatfield, 2008). Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara intensif seperti anak
akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat bekerja atau terjadi,
mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya, sikap yang negatif dan keras
kepala (Hockenberry, 2016). Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki
karakteristik yang berbeda-beda di setiap tahapannya. Karakteristik perkembangan pada
balita secara umum dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Negativism, Negativism adalah anak cenderung memberikan respon yang negatif
dengan mengatakan kata “tidak”.
2. Ritualism, Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang sederhana untuk
melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita akan melakukan hal secara
leluasa jika ada seseorang seperti anggota keluarga berada disampingnya karena
mereka merasa aman ada yang melindungi ketika terdapat ancaman.
3. Temper tantrum, Temper tantrum adalah sikap dimana anak memiliki emosi yang
cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika dia tidak dapat
melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan.
4. Egocentric, Erikson tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan fase di
perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi bertambah pada masa
balita. Berkembangnya ego ini akan membuat anak menjadi lebih percaya diri,
dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mulai mengembangkan kemauan dan
mencapai dengan cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam
mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016).
Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini
anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak”
terhadap setiap ajakan.
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008):
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal).
Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha
menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.
18
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan
lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia
mampu meraih benda dengan jemarinya.
3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-
lain.
19
Karakteristik Profesi yaitu:
1) Memiliki dan memperkaya tubuh pengetehuan (body of knowledge)
melalui penelitian
2) Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
3) Pendidikan yang memenuhi standar
4) Terdapat pengendalian terhadap praktik
5) Bertanggungjawab dan bertanggung gugat(Accounttable) terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan gabung
6) Merupakan karier seumur hidup
7) Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi
Menurut Friedman dkk (2013, hal. 41-42), berdasarkan kajian kami terhadap
literatur dan diskusi profesional dengan kolega di bidang keperawatan keluarga, 8
isu penting dalam keperawatan keluarga saat ini:
a. Isu Praktik:
1) Kesenjangan bermakna antara teori dan penelitian serta praktik klinis.
Kesenjangan antara pengetahuan yang ada dan penerapan pengetahuan
ini jelas merupakan masalah di semua bidang dan spesialisasi di
keperawatan, meskipun kesenjangan ini lebih tinggi dikeperawatan keluarga.
Keperawatan yang berpusat pada keluarga juga masih dinyatakan ideal
dibanding praktik yang umum dilakukan. Wright dan Leahey mengatakan
bahwa faktor terpenting yang menciptkan kesenjangan ini adalah “ cara
perawat menjabarkan konsep masalah sehat dan sakit. Hal ini merupakan
kemampuan “berfikir saling memengaruhi”: dari tingkat individu menjadi
tingkat keluarga (saling memengaruhi)”. Penulis lain yaitu Bowden dkk
menyoroti bahwa kecenderungan teknologi dan ekonomi seperti pengurangan
layanan dan staf, keragaman dalam populasi klien yang lebih besar.
Sedangkan menurut Hanson kurangnya alat pengkajian keluarga yang
komperehensif dan strategi intervensi yang baik, perawat terikat dengan
model kedokteran (berorientasi pada individu dan penyakit), dan sistem
pemetaan yang kita lakukan serta sistem diagnostik keperawatan
20
menyebabkan penerapan perawatan yang berfokus pada keluarga sulit
diwujudkan.
2) Kebutuhan untuk membuat perawatan keluarga menjadi lebih mudah untuk
di integrasikan dalam praktik.
Dalam beberapa tahun ini, terjadi restrukturisasi pelayanan kesehatan
besar-besaran, yang mencakup perkembangan pesat sistem pengelolaan
perawatan berupa sistem pemberian layanan kesehatan yang kompleks, multi
unit, dan multi level sedang dibentuk. Sebagian dari restruturisasi ini juga
termasuk kecenderungan pasien dipulangkan dalam “keadaan kurang sehat
dan lebih cepat” dan pengurangan jumlah rumah sakit, pelayanan dan staf,
serta pertumbuhan pelayanan berbasis komunitas. Perubahan ini me
nyebabkan peningkatan tekanan kerja dan kelebihan beban kerja dalam
profesi keperawatan. Waktu kerja perawat dengan klien individu dan klien
keluarga menjadi berkurang. Oleh karena itu, mengembangkan cara yang
bijak dan efektif untuk mengintegrasikan keluarga ke dalam asuhan
keperawatan merupakan kewajiban perawat keluarga. Menurut Wright dan
Leahey, mengatasi kebutuhan ini dengan menyusun wawancara keluarga
selama 15 menit atau kurang. Pencetusan gagasan dan strategi penghematan
waktu yang realistik guna mempraktikan keperawatan keluarga adalah isu
utama praktik dewasa ini.
3) Peralihan kekuasaan dan kendali dari penyedia pelayanan kesehatan kepada
keluarga.
Berdasarkan pembincangan dengan perawat dan tulisan yang disusun
oleh perawat keluarga, terdapat kesepakatan umum bahwa peralihan
kekuasaan dan kendali dari penyedia pelayanan kesehatan ke pasien atau
keluarga perlu dilakukan. Kami percaya hal ini masih menjadi sebuah isu
penting pada pelayanan kesehatan saat ini. Menurut Wright dan Leahey
dalam Robinson, mengingatkan kita bahwa terdapat kebutuhan akan
kesetaraan yang lebih besar dalam hubungan antara perawat dan keluarga,
hubungan kolaboratif yang lebih baik, dan pemahaman yang lebih baik akan
keahlian keluarga. Perkembangan penggunaan Internet dan email telah
memberikan banyak keluarga informasi yang dibutuhkan untuk belajar
mengenai masalah kesehatan dan pilihan terapi mereka. Gerakan konsumen
telah memengaruhi pasien dan keluarga untuk melihat diri mereka sebagai
21
konsumen, yang membeli dan mendaptkan layanan kesehatan seperti layanan
lain yang mereka beli. Dilihat dari kecenderungan ini, anggota keluarga
sebaiknya diberikan kebebasan untuk memutuskan apa yang baik bagi
mereka dan apa yang mereka lakukan demi kepentingan mereka sendiri.
4) Bagaimana bekerja lebih efektif dengan keluarga yang kebudayaannya
beragam.
Kemungkinan, isu ini lebih banyak mendapatkan perhatian dikalangan
penyedia pelayanan kesehatan, termasuk perawat, dibandingkan isu lainnya
pada saat ini. Kita tinggal di masyarakat yang beragam, yang memiliki
banyak cara untuk menerima dan merasakan dunia, khusunya keadaan sehat
dan sakit. Dalam pengertian yang lebuh luas, budaya (termasuk etnisitas,
latar belakang agama, kelas sosial, afiliasi regional dan politis, orientasi
seksual, jenis kelamin, perbedaan generasi) membentuk persepsi kita, nilai,
kepercayaan, dan praktik. Faktor lainnya, seperti pengalaman sehat dan sakit,
membentuk cara kita memandang sesuatu. Meskipun terdapat semua upaya
tersebut guna dapat bekerja lebih efektif dengan keluarga yang beragam,
memberikan perawatan yang kompeten secara budaya tetap menjadi
tantangan yang terus dihadapi.
5) Globalisasi keperawatan keluarga menyuguhkan kesempatan baru yang
menarik bagi perawat keluarga.
Dengan makin kecilnya dunia akibat proses yang dikenal sebagai
globalisasi, perawat keluarga disuguhkan dengan kesempatan baru dan
menarik utnuk belajar mengenai intervensi serta program yang telah
diterapkan oleh negara lain guna memberikan perawatan yang lebih baik bagi
keluarga. Globalisasi adalah proses bersatunya individu dan keluarga karena
ikatan ekonomi, politis, dan profesional. Globalisasi mempunyai dampak
negatif yang bermakna bagi kesehatan yaitu ancaman epidemi diseluruh
dunia seperti HIV/AIDS menjadi jauh lebih besar. Akan tetapi sisi positifnya,
pembelajaran yang diperoleh perawat amerika dari perawat diseluruh dunia
melalui konferensi internasional, perjalanan, dan membaca literatur
kesehatan internasional memberikan pemahaman yang bermanfaat. Sebagai
contoh, di Jepang, pertumbuhan keperawatan keluarga sangat mengesankan.
Disana, perawat telah mengembangkan kurikulum keperawatan keluarga
disekolah keperawatan dan telah menghasilkan teori keperawatan yang
22
berfokus pada keluarga dan sesuai dengan nilai dan konteks Jepang. Menurut
Sugishita Keperawatan keluarga mengalami pertumbuhan yang pesat di
Jepang, yang ditandai dengan publikasi dan upaya penelitian yang dilakukan
di Jepang. Negara lain, seperti Denmark, Swedia, Israel, Korea, Chili,
Meksiko, Skotlandia, dan Inggris juga mengalami kemajuan bermakna di
bidang kesehatan keluarga dan keperawatan keluarga. Kita harus banyak
berbagi dan belajar dari perawat dibeberapa negara ini.
b. Isu Pendidikan:
Muatan apa yang harus diajarkan dalam kurikulum keperawatan
keluarga dan bagaimana cara menyajikannya?
Menurut Hanson dan Heims, yang melaporkan sebuah survei pada
sekolah keperawatan di Amerika Serikat yang mereka lakukan terkait cakupan
keperawatan keluarga di sekolah tersebut, terdapat perkembangan pemaduan
muatan keperawatan keluarga dan ketrampilan klinis kedalam program
keperawatan pascasarjana dan sarjana. Masih belum jelas muatan apa yang tepat
diberikan untuk program sarjana dan pascasarjana dan bagaimana cara
mengajarkan ketrampilan klinis. Tidak kesepakatan mengenai fokus program
sarjana dan pascasarjana terkait dengan keperawatan keluarga. Akan tetapi,
terdapat beberapa konsensus bahwa praktik keperawatan tingkat lanjut pada
keperawatan keluarga melibatkan pembelajaran muatan dan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk bekerja dengan seluruh keluarga dan individu anggota
keluarga secara bersamaan. Perawat keluarga dengan praktik tingkat lanjut
dapat bekerja sebagai terapis keluarga pada keluarga yang bermasalah. Akan
tetapi, masih belum jelas muatan dan ketrampilan apa yang dibutuhkan dalam
keperawatan keluarga untuk para perawat yang dipersiapkan di program praktik
tingkat lanjut lainnya (program perawat spesialis klinis dan praktisi). Bahasa
lebih lanjut mengenai cakupan dan level muatan dan ketrampilan klinis perlu
dilakukan.
c. Isu Penelitian:
Kebutuhan untuk meningkatkan penelitian terkait intervensi
keperawatan keluarga. Dibidang keperawatan keluarga, perawat peneliti telah
membahas hasil kesehatan dan peralihan keluarga yang terkait dengan
kesehatan. Teori perkembangan, teori stres, koping, dan adaptasi, teori terapi
keluarga, dan teori sistem telah banyak memandu penilitian para perawat penilti
23
keluarga. Penelitian dilakukan lintas disiplin, yang menunjukkan bahwa “tidak
ada satupun disiplin yang memiliki keluarga” menurut Gillis dan Knafl dalam
Friedman dkk (2013, hal.42). Dengan tidak memadainya jumlah studi
intervensi, kita mengalami kekurangan bukti ilmiah yang dibutuhkan untuk
mendukung evikasi strategi dan program keperawatan keluarga. Selain itu,
dibutuhkan penelitian keperawatan keluarga yang sebenarnya: sebagian besar
penelitian keperawatan keluarga sebenarnya merupakan penelitian yang terkait
dengan keluarga ( yang berfokus pada anggota keluarga), bukan penelitian
keluarga (yang berfokus pada seluruh keluarga sebagai sebuah unit).
d. Isu kebijakan:
Kebutuhan akan lebih terlibatnya perawat keluarga dalam membentuk
kebijakan yang memengaruhi keluarga.
Hanson, dalam bahasanya mengenai reformasi pelayanan kesehatan,
mendesak perawat keluarga lebih terlibat di tiap level sistem politis guna
menyokong isu keluarga. Kami setuju dengan beliau. Praktisnya, semua
legislasi domestik yang dikeluarkan ditingkat lokal, negara bagian atau nasional
mempunyai dampak pada keluarga. Sebagai advokat keluarga, kita perlu baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama menganalisis isu dan kebijakan yang
tengah diusulkan dan membantu merumuskan dan mengimplementasikan
kebijakan dan regulasi yang positif. Mendukung calon dewan yang mendukung
calon keluarga dan menjadi relawan untuk melayani komisi kesehatan dan
komisi yang terkait dengan kesehatan dan dewan organisasi adalah jalan penting
lain untuk “ membuat suatu perbedaan” kita perlu mendukung keluarga agar
mempunyai hak mendapatkan informasi, memahami hak dan pilihan mereka,
serta lebih cakap dalam membela kepentingan meraka sendiri.
1. Pengkajian
a. Definisi
Pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam proses perawatan,menginat
pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data-data yang ada
pada keluarga. Oleh karena itu perawat keluarga doharapkan memahami betul
lingkup ,metode,alat bantu dan format pengkajian yang digunakan.
b. Model pengkajian
24
1) Pengkajian keluarga model Friedman
Asumsi yang mendasariny adalah keluarga sebagai sistem sosial,
merupakan kelompok kecil dari masyarakat. Friedman memberikan batasan 6
katagore dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan saat melakukan
pengkajian:
1. Data pengenalan keluarga
2. Riwayat dan tahapan perkembangan keluarga
3. Data lingkungan
4. Struktur Keluarga
5. Fungsi Keluarga
6. Koping Keluarga
2) Pengkajian Keluarga model Calgary
Teori sistem memberikan kerangka kerja bahwa keluarga sebgai bagin
dari suprasistem dan terdiri dari beberapa subsistem. Komunikasi merupakan
teori bagaimana individu melakukan interaksi secara berkelanjutan. Konsep
berubah menjadikan kerangka kerja bahwa perubahan satu anggota keluarga
yang lainnya.
Tahapan-Tahapan Pengkajian
Untuk mempermudah perawat keluarga saat melakukan pengkajian
,dipergunakan istilah penjajakan.
a) Penjajakan I
Data data yang dikumpulkan pada penjajakan I antara lain :
1. Data umum
2. Riwayat dan tahapan perkembangan
3. Lingkungan
4. Struktur Keluarga
5. Fungsi keluarga
6. Stress dan koping keluarga
7. Harapan keluarga
8. Data tambahan
9. Pemeriksaan Fisik
25
b) Penjajakan II
Pengkajian yang tergolong dalam penjajakan II diantaranya pengumpulan
data data yang berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
menghadapi masalah kesehatn sehingga dpat ditegakkan diagnosa
keperawatan keluarga.
Adapun ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah
diantaranya:
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
2. Ketdakmampuan keluarga mengambil keputusan
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
2. Analisa Data Dan Perumusan Diagnosa Keperawatan
a. Definisi Analisa Data
1) Analisa data merupakan kegiatan pemilahan data dalam rangka proses
klarifikasi dan validasi informasi untuk mendukung penegakan diagnosa
keprawatan keluarga yang akurat.
2) Review data yang dapat menghungkan antara penyebab masalah yang
ditegakan
3) Menghubungkan data dari pengkajian yang berpengaruh kepada munculnya
suatu masalah.
b. Definisi Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa Keperawatan merupakan kumpulan pernyataan,uraian dari hasil
wawancara, pengamatan langsung dan pengukuran dengan menunjukkan
status kesehatan mulai dari potensial, resiko tinggi, sampai masalah aktual.
c. Struktur Diagnosa Keperawatan Keluarga
Struktur diagnosa keperawatan terdiri atas :
1) Problem/masalah
2) Etiologi/penyebab
3) Sign dan Symptom/ tanda dan gejala
d. Tipe Diagnosa Keperawatan Keluarga
1) Aktual
2) Resiko tinggi
3) Potensial
4) Sindrom
5) Kemungkinan
26
3. Prioritas masalah
Mudah 2 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
Tinggi 3 1
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
27
Anggota keluarga ada yang menderita penyakit menular, seperti TBC,
gonore, hepatitis, dll
Jumlah anggota terlalu besar dan tidak sesuai dengan kemampuan
sumber daya keluarga
Keadaan yang menimbulkan sters (hubungan keluarga tidak harmonis,
hubungan orang tua dan anak yang tegang, orang tua yang tidak dewasa)
Sanitasi lingkungan yang buruk
Kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, minuman keras, dll)
Riwayat persalinan sulit
Imunisasi anak yang tidak lengkap
3) Situasi krisis
Perkawinan
Kehamilan
Persalinan
Masa nifas
Penambahan anggota keluarga (bayi)
b) Kriteria II (kemungkinan masalah dapat diubah)
Pengetahuan yang ada sekarang, teknolog dan tindakan untuk menangani
masalah
Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keungan dan tenaga.
Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan waktu
Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam
masyarakat dan sokongan masyarakat.
c) Kriteria III (potensial masalah dapat dicegah)
28
Intervensi sebagai rencana tindakan perawat untuk kepentingan klien atau
keluarga
b. Indikasi Intervensi
Wright dan Leahey dalam Freadman (1998) menganjurkan bahwa intervensi
keperawatan keluarga dapat dilakukan pada :
1) Keluarga dengan satu masalah yang mempengaruhi anggota keluarga lainnya.
2) Keluarga dengan anggota keluarga berpenyakit yang berdampak pada
aanggota keluarga lainnya.
3) Anggota keluarga yang mendukung permasalahan lesehatan yang muncul.
4) Salah satu anggota keluarga menunjukkan perbaikan atau kemunduran dalam
status kesehtan
5) Anggota keluarga yang didiagnosis penyakit pertama kali.
6) Perkembangan anak atau remaja secara emosional.
7) Keluarga dengan penyakit kronik.
8) Keluarga dengan penyakit mematikan.
c. Klasifikasi Intervensi
Friedman (1998) memberikan gamabran berkaitan dengan klasifikasi intervensi
anatara lain:
1) Suplemental
Intervensi yang berkaitan dengan renacana pemberian pelayanan secara
langsung pada keluarga sebagai sasaran..
2) Fasilitatif
Intervensi ini terkait dengan rencana dalam membantu mengatasi hambatan
dari keluarga dalam memperoleh pelayanan medis, kesejahteraan sosial dan
transportasi.
3) Developmental
Intervensi ini terkait denganrencana perawat membantu keluarga dalam
kapasitasnya untuk menolong dirinya sendiri (membuat keluarga belajar
mandiri) dengan kekuatan dan sumber pendukung yng terdapat pada keluarga.
d. Menetapkan Tujuan Intervensi
1) Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan yang lebih menekankan pada pencapaian
akhir sebuah masalah, dimana perubahan perilaku dari ayng merugikan
kesehatan ke arah perilaku yang menguntungkan kesehatan. Tujuan umum ini
29
lebih mengarah kepada kemandirian klien dan keluarga sebagi sasaran
asukahn keperawatan keluarga.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusu dalam rencana perawatan kebih menekankan pada pencapaian
hasil dari masing masing kegiatan.
e. Menetapkan Intervensi
1) Rencana tindakan yang disusun harus berorientasi pada pemecahan masalah.
2) Rencana tindakan yang diibuat dapat dilakukan mandiri oleh keluarga.
3) Rencana tindakan yang dibuat berdasarkan masalah kesehatan.
4) Rencana tindakan sederhana dan mudaah dilakukan.
5) Rencana tindkan perawatn dapat dilakukan scara terus menerus oleh keluarga.
5. Implementasi
Implementasi merupakan aktualisasi dari perencanaan yang telah disusun
sebelumnya. Prinsip yang mendasari implementasi keperawatan keluarga antara
lain :
a. Implementasi mengacu pada rencana perawatan yang di buat.
b. Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatian prioritas masalah.
c. Kekuatan keukuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan sumber-sumber
pendukung lainnya jangan diabaikan.
d. Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah terlupakan
dengan menyertakan tanda tangan petugas sebagi bentuk tanggung gugat dan
tanggung jawab profesi.
6. Evaluasi
a. Sifat Evaluasi
Evaluasi merupakn tahapan akhir dari proses keperawatan keluarga. Evaluasi
merupakan tahapan yang menentukan apakah tujuan dapat tercapai sesuai yang
ditetapkan dalam tujuan di rencana keperawatan. Apabila setelah dilakukan
evaluasi tujuan tidak tercapai maka ada beberapa kemungkinan yang perlu
ditinjau kembali yaitu :
1) Tujuan tidak realistis
2) Tindakan keperawtan tidak tepat
3) Faktor- faktor lingkungan yang tidak bisa diatasi.
b. Kriteria dan standar
30
Kriteria akan memberikan gambaran tentang faktor-faktor tidak tetap yang
memberikan petunjuk bahwa tujuan telah tercapai.
Standar telah menunjukkan tingkat pelaksanaan yang diinginkan untuk
membandingkan dengan pelaksanaan yang sebenarnya.
c. Metode -Metode Evaluasi
1) Observasi langsung
2) Memeriksa laporan atau dokumentasi
3) Wawancara atau angket
4) Latihan stimulasi
d. Catatan Perkembangan
Catatan perkembangan keperawtan keluarga merupakan indikator keberhasilan
tindakan keperawtan yang diberikan pada keluarga oleh petugas kesehatan.
Karaakteristik evaluasi dengan pedoman SOAP memberikan tuntunan pada
perawat dengan uraian sebagai berikut:
1) Subjektif
Pernyataan atau uraian keluarga ,klien atau sumber lain tentang perubahan
yang dirasakan baik kemajuan ataupun kemunduran setelah diberikan
tindkan keperawatan.
2) Objektif
Data yang bisa diaamati dan diukur melalui teknik observasi, palpasi,
perkusi, atau auskultasu sehingga dapat dilihat kemajuan atau kemunduran
padaa sasaran perawatan sebelum dan stelah diberikan tindkan
keperawatan.
3) Analisa
Pernyataan yang menunjukkan sejauh mana maslah keperawtan dapat
tertanggulangi
4) Planning
Rencana yang ada dalam catacatan perkembangan merupakan rencana
tindkaan hasil evaluasi tentang dilanjutkan atau tidak rencana tersebut
sehingga diperluakan inovasi dan modifikasi bagi perawat.
31
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
III.1 Kasus
Perawat T mempunyai keluarga binaan yaitu keluarga Bp. Rs (30 th) dengan anak
pertama, An R berusia 3 tahun. Berdasarkan hasil pengkajian pada keluarga Bp Rs
terdapat beberapa masalah kesehatan yang dialami. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik, berat badan (BB) An R 10 kg, tinggi badan (TB) 89 cm. Menurut hasil
perhitungan BB/ TB anak perempuan usia 2- 5 tahun Depkes RI, An R dikategorikan
memiliki gizi kurang. An. R tidak menentu pola makannya. Terkadang An R tidak
makan nasi dalam sehari, hanya minum susu saja. Kalau An. R sedang mau makan
biasanya 2 x per hari, pagi dan sore. Keluarga Bp Rs makan setiap hari dengan
komposisi nasi, lauk, sayur (2-4 kali per minggu), buah (belum tentu tiap minggu
konsumsi buah) dan susu (khusus untuk An R). Pola makan An R jika dirinci adalah
sebagai berikut: susu 3- 4 botol per hari @ 120 cc dengan perbandingan 3 sendok susu
kental manis dan 120 cc air, nasi 2 x per hari (pagi dan sore) @ 7 sendok makan, sayur
hanya mau kuah nya saja kecuali sayur kangkung. Sayur belum tentu makan setiap hari,
hanya 2-3 x per minggu. Buah belum tentu makan setiap minggu, yang disukai hanya
buah jeruk. Setiap bangun tidur jam 06. 00 pagi An R minum susu, jam 08.00 pagi
makan makanan kecil sambil nonton TV, jam 09.00 makan pagi (belum tentu makan
pagi tiap hari) jam 11.00 minum susu, jam 14.00 minum susu, jam 15.00 makanan
kecil, jam 17.00 makan sore, dan jam 19.00 minum susu. An R alergi telur, tiap makan
telur kelur bintik- bintik merah pada muka AnR. Ibu E tidak mengetahui komposisi
makanan yang tepat dan cara mensiasati An. R yang tidak suka makan sayur dan buah.
Ibu E tidak mengetahui bagaimana mengolah makanan secara variatif dan membuat
makanan camilan yang kaya gizi dan sehat. Ketika An R susah makan, ibu E tetap
membujuk agar An R mau makan. Akan tetapi Ibu E tidak pernah memodifikasi
lingkungan menjadi menyenangkan dan menarik keinginan anak untuk makan. Menurut
Ibu E, posyandu merupakan sarana untuk pemantauan gizi dan berat badan balita. Akan
tetapi Ibu E malas mengajak An R ke posyandu karena saat posyandu banyak pekerjaan
rumah yang belum diselesaikan.selain itu anak R saat ini juga sedang mengalami
masalah kesehatan batuk dan pilek, An R mengalami batuk pilek sudah 3 hari ini,
32
Anak.R mengalami sesak nafas saat tidur sehingga mengganggu tidurnya, ibu E malas
membawa anaknya pergi ke puskesmas dikarenakan biasanya hanya diberikan obat
batuk warung An.R dapat sembuh. Tahap lanjut setelah pengkajian dan merumuskan
masalah adalah menyusun perencanaan dan implementasi. An R juga saat dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan giginya berlubang, terlihat ada gigi yang hitam-hitam,
minum susu saat tidur karena masih minum memakai dot, terkadang juga suka sakit
giginya. Pertumbuhan An R bagus sesuai tahapan perkembangannya di usia 4 tahun,
namun Ibu E ingin memberikan mainan sesuai tahap tumbuh kembang An R tapi tidak
tahu.
Data Tambahan:
Tn.RS dan Ny.E(28th) lulusan SMA. Tn.RS bekerja sebagai buruh sedangkan Ny.E
sebagai ibu rumah tangga.
.......................
III.2 Pengkajian
33
5) Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
6) Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis
7) Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam
8) Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara / orang
lain
9) Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk (mengembangkan kata hati).
3. Data Lingkungan
a. Jenis rumah : petak
b. Jenis bangunan : semi permanen
c. Luas bangunan : 4x6m2
d. Luas pekarangan :0m
e. Status kepemilikan : bukan milik pribadi
f. Kondisi ventilasi : kurang memadai
g. Kondisi pekarangan : tidak memiliki pekarangan
h. Kondisi lantai : ubin
i. Kebersihan rumah secara keseluruhan : cukup bersih
4. Struktur Keluarga
a. Struktur komunikasi : Komunikasi yang digunakan dalam keluarga Tn.RS
yaitu komunikasi terbuka, jika ada masalah maka akan dirembuk bersama, tidak
melibatkan orang lain
b. Struktur peran : Setiap anggota keluarganya mempunyai peran dan dapat
menjalankan peran masing-masing dengan baik. Tn. RS sebagai kepala keluarga
berperan sebagai pengambil keputusan, meskipun tetap lewat musyawarah
keluarga. Tn. RS berperan sebagai kepala keluarga, yang bertanggung jawab
bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Ny. E sebagai
istri,bertugas merawat anak, pendamping suami, juga menyiapkan makanan bagi
anak dan suami. An. R berperan sebagai anak.
5. Fungsi Keluarga
34
a. Fungsi afektif : Keluarga saling memberikan perhatian dan kasih sayang, Tn. RS
selalu mendukung apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain selama dalam
batas kewajaran dan tidak melanggar etika dan sopan santun, diterapkan
demokrasi dalam mengatasi permasalahan keluarga.
b. Fungsi sosialisasi : Tn. RS mengatakan bahwa cara menanamkan hubungan
interaksi sosial pada keluarganyanya dengan tetangga dan masyarakat yaitu
dengan menganjurkan keluarganya berpartisipasi dalam lingkungan sekitar,
misalnya jika ada kerja bakti setiap bulan dan dalam acara perkumpulan dengan
masyarakat sekitar.
c. Fungsi Perawatan Keluarga : Pengetahuan keluarga tentang penyakitnya dan
penanganannya.
6. Stressor dan Koping Keluarga
a. Stresorm yang dihadapi keluarga : Keluarga merasa cemas dan khawatir dengan
keadaan An. R yang mengalami batuk.
b. Keluarga mengatakan merasa ada masalah yang dirasakan dalam waktu kurang
dari enam bulan ini yaitu kecemasan oleh anaknya (An. R sering sekali
menderita batuk pilek dan sering kambuh). Tetapi keluarga memikirkan bersama-
sama sehingga masalah menjadi ringan.
c. Strategi koping: Jika ada masalah keluarga lebih suka berunding bersama atau
konsultasi dengan orang yang lebih tahu atau orang tua mereka
35
membujuk agar An R mau makan. Akan
tetapi Ibu E tidak pernah memodifikasi
lingkungan menjadi menyenangkan dan
menarik keinginan anak untuk makan.
- Menurut Ibu E, posyandu merupakan
sarana untuk pemantauan gizi dan berat
badan balita. Akan tetapi Ibu E malas
mengajak An R ke posyandu karena
saat posyandu banyak pekerjaan rumah
yang belum diselesaikan.
DO:
- berat badan (BB) An R 10 kg, tinggi
badan (TB) 89 cm
- Menurut hasil perhitungan BB/ TB
anak perempuan usia 2- 5 tahun Depkes
RI, An R dikategorikan memiliki gizi
kurang.
2. DS: Perilaku Kesehatan Sikap negatif
- ibu mengatakan An. R mengalami Cenderung Beresiko terhadap
batuk-pilek sudah 3 hari pelayanan
- ibu mengatakan anak mengalami sesak kesehatan
nafas saat tidur sehingga mengganggu
tidur nya
- ibu mengatakan malas membawa
anaknya ke puskesmas dikarenakan
biasanya hanya diberkan obat warung
dan An. R dapat sembuh
DO:
- anak terlihat batuk pilek
- nafas cuping hidung
3. DS: Kerusakan gigi Kurang
Ibu mengatakan tidak mengajarkan pengetahuan
anaknya gosok gigi karena tidak tahu tentang
36
keuntungan menggosok gigi. kesehatan gigi
DO:
An R juga saat dilakukan pemeriksaan
fisik didapatkan giginya berlubang,
terlihat ada gigi yang hitam-hitam,
minum susu saat tidur karena masih
minum memakai dot, terkadang juga
suka sakit giginya
Skoring Masalah
Diagnosa Pentingnya Perubahan Positif Penyelesaian Total
Keperawatan Penyelesaian Untuk Untuk Score
Masalah Penyelesaian Di Peningkatan
Komunitas Kualitas Hidup
0 : tidak ada
1: rendah
0 : tidak ada 1 : rendah
2: sedang
1 : rendah 2 : sedang
3: tinggi
2 : sedang 3 : tinggi
3 : tinggi
Perilaku Kesehatan 3 3 3 9
Cenderung Beresiko
pada keluarga Tn. R
khususnya An. R
berhubungan dengan
sikap negatif keluarga
terhadap pelayanan
kesehatan dengan
masalah ISPA.
Ketidakefektifan 3 3 2 8
Pemeliharaan
Kesehatan pada
keluarga TN. Rs
khususnya An. R
berhubungan dengan
sumber daya tidak
cukup (mis, financial,
social, pengetahuan)
mengenai masalah
kurang gizi
Kerusakan gigi pada 2 2 3 7
An.R berhubungan
dengan kurang
37
pengetahuan tentang
kesehatan gigi dengan
karies gigi
Diagnosa Keperawatan
38
Penapisan Masalah
Kriteria
No Diagnosa Keperawatan Jumlah Keterangan
A B C D E F G H I J K L
1 Perilaku Kesehatan 5 5 5 5 4 3 3 2 3 3 2 3 44 Keterangan kriteria :
Cenderung Beresiko pada A. Sesuai dengan peran perawat
keluarga Tn. R khususnya komunitas
39
2 Ketidakefektifan 5 5 5 5 4 2 3 2 3 3 2 3 42
Pemeliharaan Kesehatan
pada keluarga TN. Rs
khususnya An. R
berhubungan dengan
sumber daya tidak cukup
(mis, financial, social,
pengetahuan) mengenai
masalah kurang gizi
G. Relevan dengan program
H. Tersedianya tempat
I. Tersedianya waktu
J.Tersedianya dana
K. Tersedianya fasilitas
L. Tersedianya sumberdaya
40
3 Kerusakan gigi pada An.R 4 4 4 4 3 2 2 2 3 3 2 3 36 Keterangan pembobotan :
berhubungan dengan
1.sangat rendah
kurang pengetahuan tentang
kesehatan gigi dengan 2.rendah
karies gigi 3.Cukup
4.Tinggi
5.Sangat tinggi
41
Diagnosa Pentingnya Perubahan Penyelesaian Total
Keperawatan Penyelesaian Positif Untuk Untuk Score
Masalah Penyelesaian Di Peningkatan
Komunitas Kualitas
Hidup
1: rendah
0 : tidak ada
0 : tidak ada
2: sedang
1 : rendah
1 : rendah
3: tinggi
2 : sedang
2 : sedang
3 : tinggi
3 : tinggi
Perilaku Kesehatan 3 3 3 9
Cenderung Beresiko
pada keluarga Tn. R
khususnya An. R
berhubungan dengan
sikap negatif
keluarga terhadap
pelayanan kesehatan
dengan masalah
ISPA.
Ketidakefektifan 3 3 2 8
Pemeliharaan
Kesehatan pada
keluarga TN. Rs
khususnya An. R
berhubungan dengan
sumber daya tidak
cukup (mis,
financial, social,
pengetahuan)
mengenai masalah
kurang gizi
Kerusakan gigi pada 2 2 3 7
An.R berhubungan
dengan kurang
pengetahuan tentang
kesehatan gigi
dengan karies gigi
42
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan skoring diatas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas di RW 01 Desa Suka Maju adalah sebagai berikut :
No
Diagnosa Keperawatan Jumlah
Prioritas
1 Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko pada keluarga Tn. R khususnya An. R berhubungan
dengan sikap negatif keluarga terhadap pelayanan kesehatan dengan masalah ISPA. 44
3 Kerusakan gigi pada An.R berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kesehatan gigi
dengan karies gigi 36
43
III.4 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga
44
bergizi. meningkatkan nutrisi pada anaknya
Perilaku Kesehatan Setelah Setelah dilakukan Kognitif - Peningkatan - Kaji pengetahuan keluarga
Cenderung dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan tentang ISPA
Beresiko pada tindakan selama 2 kali keluarga tentang - Jelaskan pada keluarga tentang
keluarga Tn. Rs keperawatan pertemuan, keluarga ISPA pengertian,tanda/gejala
khususnya An. R selama 2 minggu, mampu mengatasai Psikomotor - Keluarga mampu tindakan yang dilakukan bila
berhubungan masalah ISPA masalah ISPA pada mempraktekkan salah satu anggota keluarga
dengan sikap Tn.Rs khususnya An.R dan bersedia latihan napas menderita ISPA.
negative keluarga An. R dapat mencari pelayanan dalam dan batuk - Berikan kesempatan pada
terhadap pelayanan diatasi. kesehatan jika ada efektif keluarga untuk bertanya.
kesehatan dengan keluarga yang sakit Afektif - Merubah pola - Berikan reinforcement positif
masalah ISPA. dengan kriteria : pikir negative atas usaha keluarga.
- Keluarga dapat keluarga terhadap - Bimbing keluarga untuk
menjelaskan pelayanan mengulang kembali apa yang
pengertian ISPA, kesehatan dijelaskan oleh perawat
dapat menyebutkan Psikomotor - Keluarga - Beri pujian atas jawaban yang
tanda dan gejala beresedia disampaikan oleh keluarga.
45
ISPA , dapat membawa - Beri penjelasan tentang
menjelaskan anggota anggota penyakit ISPA dan
perawatan keluarga keluarga yang komplikasinya
yang menderita sakit ke pelayanan - Diskusikan dengan keluarga
ISPA. kesehatan tentang pengertian ISPA
- Keluarga Tn.RS menggunakan lembar
dapat melakukan balik/leaflet.
perawatan - Ajarkan kepada keluarga untuk
kesehatan latihan nafas dalam dan batuk
- Keluarga dapat efektif secara mandiri.
menerapkan pola - Beri pengetahuan keluarga
hidup sehat untuk mencari bantuan
- Keluarga dapat pelayanan kesehatan.
menyebutkan cara
penularan dan
keluarga dapat
mengetahui cara
pencegahan
terjadinya ISPA
- Keluarga Tn. Rs
memeriksakan
anggota keluarga
yang sakit ke
pelayanan
kesehatan
46
Kerusakan gigi Setelah Setelah dilakukan Kognitif - Peningkatan 1. Diskusikan dengan keluarga
pada An. R dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan pengertian karies gigi
berhubungan tindakan selama 3 minggu, keluarga tentang 2. Anjurkan keluarga mengungkapkan
dengan kurang keperawatan keluarga diharapkan : karies gigi kembali pengertian karies gigi
pengetahuan selama 3 minggu dengan bahasa sederhana
tentang kesehatan diharapkan 1. Keluarga dapat Psikomotor - Keluarga mampu 3. Beri pujian atas kemampuan
gigi dengan karies pengetahuan mengenal tentang keluarga
mempraktekkan
gigi keluarga Tn. Rs karies gigi
cara mencegah 4. Identifikasi kemampuan keluarga
tentang karies 2. Menjelaska
dan mengatasi 5. Diskusikan penyebab karies gigi
gigi meningkat pengertian karies 6. Beri kesempatan keluarga bertanya
karies gigi
gigi dengan bahasa 7. Dorong keluarga untuk
yang sederhana Afektif menyebutkan penyebab karies gigi
- Merubah pola
3. Menyebutkan
pikir negative 8. Bantu keluarga mengidentifikasi
penyebab karies gigi penyebab karies gigi pada keluarga
keluarga terhadap
4. Menyebutkan tanda 9. Gali pendapat keluarga tentang
pelayanan
dan gejala karies gigi Karies gigi yang dialami oleh An.R
kesehatan
5. Keluarga mampu 10. Bimbing dan bantu keluarga untuk
-
mengambil mengambil keputusan yang tepat
keputusan untuk 11. Beri kesempatan keluarga
segera mengatasi memikirkan kembali keputusan
karies gigi pada An. yang diambil
R dengan : 12. Beri pujian atas keputusan yang
Menjelaskan akibat diambil keluarga
yang terjadi bila 13. Gali pengalaman keluarga merawat
karies gigi tidak karies gigi selama ini
diatasi dengan baik 14. Beri pujian atas upaya keluarga
6. Keluarga dapat yang sudah benar
menyebutkan cara 15. Diskusikan dengan keluarga
47
menyebutkan beberapa cara merawat karies gigi
mencegah : 16. Klarifikasi pengetahuan keluarga
Menjelaskan cara tentang manfaat fasilitas kesehatan
mencegah karies gigi Diskusikan manfaat fasilitas
di rumah kesehatan
7. Menjelaskan cara
mengatasi karies
gigi
8. Keluarga dapat
memodifikasi
lingkungan sehat
48
III.5 Evaluasi
49
P: Lanjutkan intervensi
Tempat: Diskusikan dengan Keluarga aktif S: Keluarga mengatakan
Rumah keluarga tentang berdiskusi paham tentang karies gigi,
keluarga pengertian karies gigi, dengan penyebabnya, cara
Tn.RS penyebabnya, cara menyebutkan mencegah dan cara
merawat karies gigi tentang karies mengatasinya
Waktu: Gali pendapat gigi sesuai yang O: Keluarga mampu
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara teori
dan kasus yang ada pada klien, faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada lansia meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
Dan di harapkan perawat untuk membantu mengatasi masalah karies gigi yang
diderita oleh An.R, mengatasi hipertensi Ny. Sa dan penyakit maag yang di derita Tn. B
serta membantu memelihara kesehatan semua anggota keluarganya.
51
terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak
hygiene (Siska, 2017).
pada kasus keperawatan Keluarga berbanding lurus dengan Balita Perawat T
mempunyai keluarga binaan yaitu keluarga Bp. Rs (30 th) dengan anak pertama, An R
berusia 3 tahun. An R dikategorikan memiliki gizi kurang. selain itu anak R saat ini
juga sedang mengalami masalah kesehatan batuk dan pilek, An R mengalami batuk
pilek sudah 3 hari ini, Anak.R mengalami sesak nafas saat tidur sehingga mengganggu
tidurnya.
An R juga saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan giginya berlubang,
terlihat ada gigi yang hitam-hitam, minum susu saat tidur karena masih minum
memakai dot, terkadang juga suka sakit giginya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan yang tidak ada pada teori dan
kasus. Tidak terdapat adanya diagnosa yang sama dari teori dan kasus. Pada teori
terdapat diagnosa keperawatan NANDA untuk meningkatkan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan gizi kurang
menurut problem (NANDA, 2015-2017) dan etiologi (Friedman, 2010) adalah:
1. Ketidakseimbangan nurtrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan kekurangan nutrisi.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam melakukan stimulasi pada balita.
3. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengatasi masalah gizi kurang
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan karies gigi menurut
problem (NANDA, 2015-2017) :
a) Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.B khususnya An.R berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies gigi.
b) Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada keluarga Tn.B khususnya
Tn.B berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
dengan gastritis (maag)
52
c) Resiko terjadinya stroke pada keluarga Tn. B khususnya pada Ny. Sa
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
menderita hipertensi
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan ispa menurut
problem (NANDA, 2015-2017) :
a) Ketidakefektifan jalan nafas An. A pada keluarga Tn N berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi
ISPA
b) Resiko terjadinya penyakit TBC berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehat.
Pada tahap perencanaan ini, penulis membuat perencanaan sesuai dengan teori
dan telah di moodifikasi sesuai kebutuhan klien. Perencanaan: kaji kesiapan keluarga
klien mengikuti pembelajaran termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan
anaknya, jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, jelaskan tentang tujuan pemberian
obat,dosis,frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul.
53
makan sayur dan buah. Ibu E tidak mengetahui bagaimana mengolah makanan secara
variatif dan membuat makanan camilan yang kaya gizi dan sehat. Defisit Perawatan
Diri (gigi) pada Keluarga Tn.Rs. Khususnya An.R berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies gigi Akibat minum
susu saat tidur dan terlalu sering minum susu..Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
pada keluarga Tn. R khususnya An. R berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan masalah ISPA (00188) Perilaku kurang mencari
bantuan kesehatan. menyebutkan pengertian kurangnya pengetahuan, penyebab
kurangnya pengetahuan, tanda-tanda kurangnya informasi, cara mencegah kurangnya
informasi dan akibat lanjut kurangnya pengetahuan keluarga khususnya ibu dalam
merawat, dan memberikan nutrisi/gizi yang baik untuk balita.
4.Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
keluarga yang telah disusun. prinsip dalam pelaksanan implementasi keperawatan,
yaitu:
Pada tahap ini merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
keluarga yang telah disusun. prinsip dalam pelaksanan implementasi keperawatan,
yaitu:
54
5. Evaluasi Keperawatan
55
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010).
Balita termasuk kedalam usia berisiko tinggi terhadap suatu penyakit. Kekurangan
asupan zat gizi pada balita dapat mempengaruhi status gizi pada usia balita merupakan
dampak komulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung terhadap status
gizi pada balita, adapun faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita secara
langsung yaitu keluarga.
V.2 Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Dan
lebih memperhatikan masalah masalah dalam keluarga.
56
DAFTAR PUSTAKA
Schwartz, C., Scholtens, P. A. M. J., Lalanne, A., Weenen, H. & Nicklaus, S. (2011).
Development of healthy eating habits early in life: review of recent evidence and selected
guidelines. Appetite, 57, 796-807
Stanhope and Lancaster (2004). Community and Public Health Nursing. New York: Mosby
Year Book
Whaley & Wong. (1995), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta : EGC
Achjar, K.A. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto
Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keparawatan Keluarga: Strategi Mahasiswa
Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas. Jakarta: CV Sagung Seto
Depkes RI. 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/05/BUKU-GIZIBURUK-I-2011.pdf
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC
Gusti, Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV Trans Info
Media
Irianto, Djoko Pekik. 2009. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Ed. I.
Yogyakarta: ANDI Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Alfabeta Kemenkes
RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2011/11/buku-skantropometri-2010.pdf
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Dilengkapi Aplikasi Kasus Askep Keluarga
Terapi Herbal dan Terapi Modalitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Anderson, E.T and Mc Farlane, J. (2006), Community As Partner : Theory and Practice in
Nursing. Lippincott Williams & Wilkins
Allender, J.A., (2010). Community Health Nursing : Promoting and Protecting The Public’s
Health. Lippincott Williams & Wilkins
Brooks, J. (2011) The Process of Parenting. Eight Edition. New York : McGrawHill
57
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.G (2003). Family Nursing : Research Theory &
Practice. New Jersey: Person Education Inc.
Potter, P.A., dan Perry A.G (2005). Fundamental Keperawatan: Teori, Konsep, dan Praktik.
Terj. Y. Asih. Jakarta : EGC
Rahayu, dkk (2011). Keamanan Pangan : Peduli Kita Bersama. Bogor : IPB Press
58