Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI (GANGGUAN KONDUKSI SISTEM SYARAF)

Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang bekerja sendiri dan
memerlukan penggunaan energi oleh syaraf. Konduksi impuls syaraf walaupun cepat,
namun berlangsung lebih lambat daripada listrik, karena jaringan syaraf merupakan
konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Syaraf memerlukan potensial beberapa volt
untuk dapat menghasilkan impuls, sebab sel syaraf mempunyai ambang yang rendah
terhadap perangsangan (impuls).
Kata “epilepsy” berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti serangan. Dan
menunjukkan bahwa “sesuatu dari luar yang menimpa dirinya, sehingga ia jatuh.”
Epilepsy tidak dianggap sebagai suatu penyakit, tetapi lebih diyakini sebagai suatu
kutukan roh jahat atau kekuatan gaib yang merasuki seseorang. ( doengoes : 1999)
Epilepsi sudah dikenal sekitar 2000 tahun SM didaratan Cina, namun
Hipocrateslah orang pertama yang mengenalkan epilepsy sebagai suatu penyakit
dalam bukunya “On the Sacred Disease” yang mengatakan bahwa terjadinya epilepsy
bukan karena kekuatan supranatural, tetapi berasal dari dalam diri penderita itu sendiri.
Di Indonesia epilepsy lebih dikenal dengan istilah-istilah berikut ini : sawan, ayan dan
gila babi, sehingga sampai saat ini pengobatannya masih menggunakan cara-cara
mistik dan pemasangan. Epilepsy merupakan suatu masalah neurologis yang relatif
sering terjadi dan dapat menyerang semua kelompok usia, juga segala jenis bangsa dan
keturunan di seluruh dunia. Lebih kurang 70% dapat terjadi sebelum usia 20 tahun dan
lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak.

Definisi
Epilepsy adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasan muatan listrik
abnormal sel-sel syaraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi, dengan
ciri khas serangan yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba
pula( smerltzon,2006)
Etiologi

Perlu diketahui bahwa epilepsy bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala yang dapat
timbul karena penyakit. Secara umum serangan epilepsy dapat timbul jika terjadi
pelepasan aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga
mengganggu kerja otak. Otak akan segera mengkoreksinya dan kembali normal dalam
beberapa saat. Secara umum epilepsy dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Epilepsi primer atau epilepsy idiopatik yang sampai pada saat ini belum ditemukan
penyebabnya dan sebagian besar terjadi pada anak-anak. Pada kasus ini tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak.

2. Epilepsi sekunder : penyebabnya diketahui, antara lain :

 Faktor herediter : yang mengalami kelainan seperti neurofibromatosis,


hipoparatiroidisme, hipoglikemi

 Faktor genetik : pada kejang demam

 Kelainan congenital otak : atropi, agenesis korpus kolosum

 Gangguan metabolic : hipoglikemia, hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia

 Infeksi : radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya
seperti toksoplasmosis, meningitis

 Trauma : contusio cerebri, hematoma sub arachnoid, hematoma subdural

 Neoplasma otak dan selaputnya

 Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen


 Keracunan timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin

 Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi cerebral

Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya gejala

1. Faktor sensoris : cahaya yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-bunyi yang


mengejutkan, air, dll.

2. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (fenotiazin,


klorpropamid, barbiturat, valium), perubahan hormonal (hipoglikemia), kelelahan fisik.
Faktor mental : stress, gangguan emosional, kurang tidur

Patofisiologi

Secara umum, epilepsy dapat terjadi karena menurunnya potensial membran sel syaraf
akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik, atau toksik, yang selanjutnya
menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel syaraf tersebut.
Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan acetilkolin sebagai zat yang
merendahkan potensial membran prosinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang
terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manisfestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu.
Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan
otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin
diproduksi oleh sel-sel syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.
Pada kesadaran awas waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari
permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin daripada
dalam otak sehat. Pada tumor cerebri atau adanya sikatriks setempat pada permukaan
otak sebagai gejala sisa dari meningitis, encephalitis, kontusio atau trauma lahir, dapat
terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Pada epilepsy idiopatik, tipe grandmal,
secara primer muatan listrik dilepas oleh nuclei intralaminerase talami, yang dikenal
juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan terminal lintasan asendens
spesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input korteks cerebri melalui lintasan
ini menentukan derajat kesadaran. Bilamana tidak ada sama sekali input, maka
timbullah koma. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang
seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf yang memelihara kesadaran
menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga hilang kesadaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis dibagai rostral dari
mesensepalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar
talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot
skeletal, yang dikenal dengan petit mal.

Manisfestasi klinik

Menurut Commission of Classification and Terminology of the International League


Against Epilepsy

(ILAE) tahun 1981, epilepsy diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Epilepsi parsial (fokal, lokal)

a. Sawan parsial sederhana : kesadaran tetap normal.


 Dengan gejala motorik :

- Fokal motorik tidak menjalar

- Fokal motorik menjalar (dikenal dengan Epilepsi Jackson)

- Versif : disertai gerakan memutar tubuh, mata, kepala

- Postural : disertai lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu


- Fonasi : disertai dengan arus bicara terhenti atau menimbulkan bunyi-bunyian
tertentu

 Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (melibatkan pancaindera)


- Somatosensoris Æ timbul rasa kesemutan atau seperti ditusk jarum
Visual : terlihat kilatan cahaya
Auditorius : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhidu sesuatu Disertai vertigo

 Dengan gejala atau tanda gangguan syaraf otonom : sensasi


epigastrium,pucat, berkeringat, dilatasi pupil.

 Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

- Disfasia : mengulang suku kata, kata atau bagian kalimat

- Dimnesia : gangguan fungsi ingatan seperti pernah mengalami,


merasakan,melihat atau sebaliknya tidak pernah.

- Kognitif : gangguan orientasi waktu

- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut

- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat

- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yangbicara, musik,


melihat suatu fenomena tertentu

b. Epilepsi parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)


 Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran

- Dengan gejala parsial sederhana disertai dengan menurunnya kesadaran


Dengan automatisme Æ gerakan-gerakan tidak terkendali dan tidak disadari
Dengan penurunan kesadaran sejak permulaan serangan

- Hanya dengan penurunan kesadaran

- Dengan automatisme

c. Epilepsy parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,


klonik)

 Sawan parsial sederhana yang berkembangan menjadi bangkitan umum

 Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum

 Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu


berkembang menjadi bangkitan umum

2. Epilepsi umum (konvulsif dan non-konvulsif)

a. Epilepsi lena (absence) : kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tidak ada reaksi bila diajak bicara,
biasanya berlangsung ¼ - ½ menit dan sering dijumpai pada anak. Ciri khasnya :

 Hanya penurunan kesadaran

 Dengan komponen klonik ringan


 Dengan komponen atonik

 Dengan komponen tonik

 Dengan automatisme

 Dengan komponen autonom : kombinasi

b. Epilepsi lena tak khas (atypical absence) : dapat disertai dengan gangguan tonus
yang lebih jelas ; permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

c. Epilepsi mioklonik : terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah
sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau berulang-ulang.

d. Epilepsi klonik : tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot.

e. Epilepsi tonik : tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku.

f. Epilepsy tonik-klonik (Grandmal epilepsy) Serangan dapat diawali dengan aura, klien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung
selama kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang kelonjot diseluruh badan. Bangkitan ini
biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah meningkat saat kejang, mulut menjadi berbusa karena hembusan
nafas kuat. Mungkin pula klien miksi. Setelah kejang selesai, klien dapat bangun
dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah dan nyeri kepala.

g. Epilepsi atonik : otot-otot seluruh badan mendadak lemas sehingga klien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik dan dapat juga menurun sebentar.
h. Status epileptikum : aktifitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30
menit tanpa pulihnya kesadaran.

3. Epilepsi tak tergolongkan

Ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah,
gerakan seperti berwenang, menggigil atau pernafasan yang mendadak berhenti
sejenak.

Pemeriksaan penunjang

- EEG
- CT Scan
- MRI

Diagnosa banding

Sinkop, gangguan sirkulasi, hipoglikemia, hysteria, paralysis tidur, migren, dsb.

Penatalaksanaan medik

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya epilepsy tanpa mengganggu kapasitas


fisik dan intelek klien. Pengobatan epilepsy meliputi pengobatan medikamentosa dan
pengobatan psikososial.

Prognosis
Klien berobat teratur, 1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih
dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dapat dihentikan, klien tidak mengalami
epilepsy lagi. Hati-hati kemungkinan akan berulangnya serangan dapat terjadi dikenal
dengan istilah remisi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN

1. Aktifitas / istirahat, : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas,


perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/kontaksi otot.

2. Sirkulasi : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis, tanda vital dapat normal atau
depresi.

3. Integritas ego : stressor internal/eksternal, peka rangsang, perasaan tidak berdaya


atau tidak ada harapan, perubahan dalam berhubungan, pelebaran rentang respons
emosional.

4. Eliminasi : inkontinensia episodic, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


sfingter, otot relaksasi mengakibatkan inkontinensia.

5. Makanan dan cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual-muntah yang


berhubungan dengan aktifitas kejang, kerusakan jaringan lunak/gigi selama kejang,
hiperplasia gingival (selama penggunaan dilantin jangka panjang)

6. Neurosensori : riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing,


riayat trauma kepala, anoksia, infeksi cerebral, aura, karakteristik kejang
(diuraikan).

7. Nyeri/Kenyamanan : sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posikal, nyeri


abnormal paroksismal selama fase iktal, sikap dan tingkah laku yang berhati-hati,
perubahan tonus otot, tingkah laku distraksi atau gelisah.

8. Pernafasan : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/cepat, peningkatan seresi


mucus, apnea.
9. Keamanan : riwayat terjatuh atau trauma, adanya alergi, trauma jaringan
luak/ekimosis, penurunan kekuatan otot secara menyeluruh.

10. Interaksi social : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
ligkungan sosialnya, pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial.

11. Penyuluhan dan pembelajaran : riwayat epilepsy dalam keluarga, penggunaan atau
ketergantungan obat (termasuk alkohol).

II. PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Mencegah/mengendalikan aktifitas kejang

2. Melindungi klien dari cedera

3. Mempertahankan jalan nafas/fungsi pernafasan

4. Meningkatkan harga diri yang positif

5. Memberikan informasi tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya

III. TUJUAN PEMULANGAN

1. Serangan terkontrol
2. Komplikasi/cedera dapat dicegah

3. Mampu menunjukkan citra diri

4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Trauma atau henti nafas b/d kelemahan/kesulitan keseimbangan ; keterbatasan


kongnitif

akibat perubahan kesadaran ; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil ; kesulitan
emosional.

Kriteria hasil :

 Mengungkapkan pemahaman faktor yang menunjang kemungkinan


trauma, dan atau penghentian pernafasan dan mengambil langkah untuk
memperbaiki situasi.
 Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk mengurangi
faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan

 Mempertahankan aturan pengobatan untuk mengontrol atau


menghilangkan aktifitas kejang
 Perawat mengidentifikasi tindakan yang perlu diambil bika terjadi kejang

2. Resiko tinggi tidak efektif bersihan jalan nafas / tidak efektif pola nafas b/d
kerusakan
neuromuskuler ; obstruksi tracheobronchial ; kerusakan persepsi atau kongnitif.

Kriteria hasil :

 Mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten/ aspirasi


dicegah

3. Gangguan harga diri atau Identitas pribadi b/d Stigma berkenaan dengan
kondisi ; persepsi tentang

tidak terkontrol d/d pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan,
perasaan
negatif tentang tubuh, perubahan persepsi diri tentang peran, perubahan pola tanggung
jawab dari biasanya.

Kriteria hasil :

 Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi


negatif pada diri sendiri
 Mengungkapkan peningkatan rasa harga diri dalam hubungannya
dengan diagnosis
 Mengungkapkan persepsi realistis dan penerimaan diri dalam
perubahan dan gaya hidup

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan b/d kurangnya


informasi ;
kesalahan interpretasi informasi ; kurang mampu mengingat ; keterbatasan kognitif ;
kegagalan untuk berubah d/d banyak bertanya, kurang kontrol aktifitas kejang, kurang
mengikuti aturan terapi.

Kriteria hasil :

 Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsang


yang dapat meningkatkan aktifitas kejang
 Memulai perubahan perilaku atau gaya hidup sesuai indikasi
 Mentaati aturan obat yang diresepkan

V. INTERVENSI

1. Trauma atau henti nafas b/d kelemahan/kesulitan keseimbangan ;


keterbatasan kongnitif

Rencana / intervensi Rasional


Mandiri
Gali bersama-sama pasien berbagai Alkhol , berbagai obat dan stimulus lain
stimulus yang dapat menjadi pencetus ( seperti kurang tidur, lampu yang
kejang. terlalu terang, menonton televise terlalu
lama) dapat meingkatkan aktivitas otak.
yang selnjutnya meningkatkan risiko
terjadinya kejang.
Pertahankan bantalan lunak pada Menggurangi trauma saat kejang terjadi
penghalang tempat tidur yang terpasang selama pasien berada di tempat tidur.
dengan posisi tempat tidur rendah
Anjurkan pasien untuk merokok hanya Mungkin dapat menyebabkan kebakaran
selama dapat diawasi jika rokok tersebut terjatuh secara tidak
sengaja selama fase aura / aktivitas
kejang yang terjadi.
Evaluasi kebutuhan untuk / berikan Penggunaan penutup kepala ( semacam
perlindungan pada kepala. helm ) dapat memebrikan perlindungan
tambahan terhadap seseorang yang
mengalami kejang terus menerus/
kejang berat.
Atur kepala , tempatkan di atas daerah Mengarahkan ekstremitas dengan hati-
yang empuk ( lunak ) atau bantu hati menurunkan risiko trauma secara
meletakkan pada lantai jika keluar dari fisik ketika pasien kehilangan kontrol
tempat tidur. jangan melakukan restrein. terhadap otot volunteer.
Catat tipe dari aktivitas kejang ( seperti Membantu melokalisasi daerah otak
lokasi / lamanya aktivitas motoric , yang terkena.
hilangnya / perubahan kesadaran ,
inkontensia , dan lain-lain) dan
beberapa kali terjadi ( frekuensi /
kambuhnya )
Kolaborasi Obat antiepilepsi meningkatkan amabng
Beriakan obat sesuai indikasi : kejang dengan menstabilkan membrane
Obat antiepilepsi sel saraf , yang menurunkan eksitasi
neuron atau melalui aktivitas langsung
pada sistem limbik.

2. Resiko tinggi tidak efektif bersihan jalan nafas / tidak efektif pola nafas b/d
kerusakan

Rencana / intervensi Rasional


Mandiri
Anjurkan pasien untuk mengosongkan Menurunkan risiko aspirasi atau
mulut dari benda-benda / zat tertentu / masuknya sesuatu benda asing ke
gigi palsu atau alat yang lain jika fase faring.
aura terjadi dan untuk menghindri
rahang mengatup jika kejang terjadi
tanpa ditandai gejala awal
Letakkan pasien pada posisi miring, Meningkatkan aliran ( draenase )
permukaan datar , miringkan kepala sekret , mencegah lidah jatuh dan
selama serangan kejang. menyumbat jalan nafas.
Tanggalkan pakaian pada daerah leher/ Untuk memfalitasi usaha bernafas /
dada dan abdomen ekspansi dada.
Berikan tambahan oksigen/ ventilasi Dapat menurunkan hipoksia serebral
manual sesuai kebutuhan pada fase sebagai akibat dari sirkulasi yang
posiktal menurun atau oksigen sekunder
terhadap spasme vaskuler selama
serangan kejang

3. Gangguan harga diri atau Identitas pribadi b/d Stigma berkenaan dengan
kondisi ; persepsi tentang

Rencana/ intervensi Rasional


Mandiri
Diskusikan perasaan pasien mengenaik Reaksi yang ada bervariasi diantara
diagnostik , persepsi diri terhadap individu dan pengetahuan / pengalaman
penanganan yang dilakukannya. ajurkan awal dengan keadaan penyakitnya akan
untuk mengungkapkan / mempengaruhi penerimaan terhadap
mengekspresikan perasaanya aturan pengo batan
Identifikasi / antisipasi kemungkinan Memberikan kesempatan untuk respon
reaksi orang pada keadaan penyakitnya. pada proses pemecahan masalah dan
anjurkan pasien untuk tidak memebrikan tindakan kontrol terhadapa
merahasiakan maslahnya. situasi yang dihadapi
Hindari pemebrian perlindungan yang Partisipasi dalam sebanyak mungkin
amat berlebihan pada pasien. anjurkan pengalaman dapat mengurangi depresi
aktivitas dengan memberikan tentang keterbatasan . observasi perlu
pengawasan / dengan memantau jika diberikan pada beberapa aktivitas
ada indikasi seperti latih tubuh ( senam)
Tekankan pentingnya staf/ orang Ansietas dari pemberi asuhan adalah
terdekat untuk tetap dalam keadaan menjalar dan bila sampai pada pasien
tentang selama kejang dapat meningkatkan persepsi negatif
terhadap keadaan limgkungan / diri
sendiri.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan b/d


kurangnya informasi ;

Rencana/ intervensi Rasional


Mandiri
Jelaskan kembali mengenai Memberikan kesempatan untuk
patofisiologi / prognosis penyakit dan mengklasifikasikan kesalahan persepsi
perlunya pengobatan / penanganan dan keadaan penyakit yang ada sebagai
dalam jangka waktu yang lama sesuai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara
indikasi hidup yang normal.
Berikan petunjuk yang jelas pada Dapat mengurangi iritasi lambung ,
pasien yang minum obat bersama mual/ muntah
dengan waktu makan jika
memungkinkan
Anjurkan pasien untuk menggunakan Mempercepat penanganna dan
semacam gelang identifkasi petunjuk menentukan diagnosa dalam kedaruratan
untuk memberitahukan bahwa anda
penderita epilepsi
Bicarkan lagi kembali kemungkinan Gangguan kadar hormonal yang terjadi
efek dari perubhan hormone selam menstruasi dan kehamilan dan
meningkatkan risiko kejang.
Tinjau kembali pentingnya kebersihan Menurunkan risiko infeksi mulut dan
mulut dan perawatan gigi yang teratur hiperplasia dan gusi.

DAFTAR PUSTAKA

marilyna E doengoes ;1999 ; Rencana asuhan keperawatan ;Jakarta ; EGC

Amin huda ; 2016 ;asuhan keperawatan praktis ;Yogyakarta : mediaaction

Anda mungkin juga menyukai