Anda di halaman 1dari 27

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Batu Marmer


Marmer merupakan material penutup lantai yang selalu berada di lapisan paling
atas. Harga di pasaran marmer dari batu prgunungan ini lebih mahal dibandingkan
jenis material penutup lantai lainnya.Terang saja, tampilan marmer memang memikat.
Ukuran yang besar serta karakternya yang mengkilap, membuat marmer lebih unggul
dibandingkan yang lain. Tekstur dan kesinambungan motif yang tidak pernah sama
dari helai ke helai adalah poin plus marmer.
Marmer termasuk batuan jenis “lime” yang bermetamorfosis. Batu-batuan ini
adalah sedimentasi dari bebatuan yang terbentuk oleh peninggalan inorganik yang
biasanya berasal dari proses presipitasi air laut. Batuan jenis “lime” sebagian besar
terdiri atas kalsit (kalsium karbonat)( Yahya Jati Kuncoro, 2011). Marmer telah
bernilai tinggi sejak masa lampau karena memiliki warna-warni yang istimewa serta
penampilan yang elegan. Batuan ini secara alamiah terbentuk ketika bebatuan
terekspos pada tekanan oleh tumbukan kristal dan panas tinggi dari inti bumi(.
Selama proses metamorfosis ini berlangsung, kristal kalsit dari bebatuan
berkurang dalam jumlah dan meningkat dalam ukuran sehingga menciptakan
kekuatan yang bertambah seiring berkurangnya jumlah rongga. Adapun marmer
dengan jumlah rongga yang Cukup banyak memiliki kekuatan yang berkurang.
Marmer yang tersusun dari kristal-kristal berukuran besar menjadi lebih rapuh karena
cenderung memiliki lekukan-lekukan mineral yang lebih banyak.
Wujud dan penampilan marmer yang sangat indah terdapat pada susunan paralel
partikel-partikel yang dimanifestasikan dalam warna, bentuk, ataupun ukuran
partikelnya sehingga dapat dipotong menurut jalur-jalur yang berbeda arah.
Komposisi dari kristal kalsit yang kasatmata memberikan keindahan serta variasi pada
pola-pola marmer.
Bentuk awal marmer adalah berupa bongkahan yang kemudian dipotong-potong
dan dihaluskan, membentuk lembaran-lembaran dengan ukuran tertentu sesuai dengan
kebutuhan pasar. Permukaan marmer memiliki motif yang unik dan natural karena
terbentuk dari proses yang alami. Marmer juga jenis bahan yang tahan api dan lebih
mampu menahan beban-beban yang berat jika dibandingkan dengan jenis penutup
lantai lainnya.

2.2 Proses Pemotongan dan Daya Pemotongan


1. Proses pemotongan batu mamer

Proses pemotongan batu marmer ini sama dengan pemotongan pada


pemotongan logam, hanya saja pisau yang di gunakan berbeda dengan
pemotongan logam. Sebelum bahan batu marmer di potong marmer di jadikan
balok panjang dengan ukuran yang di maksutkan dalam kreteria agar
mempermudah pemotongan.

Setelah batu marmer menjadi balok dengan ukuran yang di kreteriakan,


balok di letakan di dudukan mejar marmer yang dapat di geser. Setalah di kira
tepat pada meja dudukan motor listrik di nyalakan untuk memutar pisau
potong. Batu marmer di dorong ke depan secara perlahan sampai batu marmer
terbelah. Setelah itu di tarik mundur sampai menjahui pisau potong lalu
marmer di ambil untuk selanjutnya di tata pada palet.

Pisau potong

poros

Benda kerja Benda kerja


ukuran jadi

Meja geser Landasan meja geser

Gambar proses pemotongan batu marmer


Proses pemotongan batu marmer ini di lakukan sampai bahan batu marmer
habis, dalam perencanaan ini kapasitas mesin pemotong batu marmer mampu
menghasilkan 200 lembar per jam. Dengan watu pemotong setiap satu lembar 5
detik.

2. Daya pemotongan dan Gaya pemotongan

Sebelum di hitung daya motor, terlebih dahulu ditentukan parameter


pemotongan gaya pemotongan, torsi pisau dan daya pemotongan.

Untuk mencari gaya potong menggunakan rumus ;

𝑭
≤ σc
𝑨

Dengan :

A=Pxl

Keterangan ;

A = luasan ubin marmer

p = panjang ubin marmer

l = lebar ubin marmer

Maka ;

F = 𝝈𝒕 x A
Keterangan ;

F = gaya pemotonga

στ = tegangan geser

A = luasan ubin marmer

Dan untuk torsi di cari dengan rumus ;

T=F.R
Keterangan ;

F = gaya potong pada pisau

R = jari-jari pisau
Maka daya pemotongan adalah

P = 𝑻. 𝟐. 𝝅. 𝒏 (watt)
Keterangan ;

T = torsi pisau

𝜋 = 3,14

n = kecepatan putaran pisau

Transmisi (v-belt)

Belt drives adalah suatu elemen mesin fleksibel yang dapat digunakan dengan
mudah untuk mentramisikan torsi dan gerakan dari suatu komponen ke satu atau
beberapa komponen lainnya , umumnya poros-poros paralel. Belt digunakan sebagai
transmisi langsung yang menghubungkan jarak yang jauh antara dua buah poros
dimana sebuah sabuk dililitkan si pulley pada poros. V-belt yang mempunyai
penampang trapesium V dipasangkan pada pulley dengan alur dan meneruskan torsi
antara dua poros yang dapat berjarak maksimal 5 meter dengan perbandingan putaran
1:1 hingga 1:7

Menurut sularso (1993),daya maksimum yang dapat ditransmisikan V-belt dapat


mencapai 500 kw. Rasio transmisi dari torsi dan kecepatan putaran pada poros
penggerak dan yang digerakan ditentukan oleh ratio diameter pulley. Karena bentuk
yang khusus,belt drives memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan elemen-
elemen mesin lainnya antara lain : instalasi cukup mudah,perawatan
sederhana,putaran yang ditransmisikan tinggi,reliabilitasnya tinngi dan hentakan serta
suara yang dihasilkan rendah.

Menurut sularso (1993) beberapa hal yang perlu diperhitunhkan dalam


perencanna sabuk adalah : jenis dan tipe sabuk , panjang sabuk , sudut kontak , jumlah
sabuk dan gaya-gaya pada sabuk.

Transmisi sabuk ini dibedakan menjadi tiga macam tipe ,yaitu :

1. Sabuk rata (flat belt)


2. Sabuk – V ( V-belt)
3. Sbuk bulat ( circular belt)

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan jenis sabuk – V karena mudah


dalam penangananya dan harganya pun lrelatif lebih murah. Sabuk – V dibelitkan
dikelilingi alur pulley yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit
pada pulley ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan
bertambah besar .
A. Trasmisi sabuk – V

Sabuk-V ini terbuat dari kain dan benang,biasanya katun,rayon,tetoron atau


nylon dan diresapi dengan karet yang mempunyai penampang trapesium.

Kontruksi sabuk-V dapat dilihat pada gambar 2.3.

1. Terpal
2. Bagian penarik
3. Karet pembungkus
4. Bantal karet

Gambar 2.3. Kontruksi Sabuk-V


(Sumber : Sularso, 1993 hal.164)

Gambar 2.4. Ukuran penampang V-belt


(Sumber : Sularso, 1993 : 164)

Pemilihan tipe sabuk

Atas dasar daya rencana atau hasil perhitungan daya motor penggerak dan putaran
poros penggerak, penampang atau tipe sabuk-v yang sesuai dapat diperoleh dari
diagram pemilihan sabuk-v seperti pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5. Diagram pemilihan sabuk-V
(Sumber : Sularso, 1993)

Panjang Sabuk –V
Sedangkan dalam menentukan panjang sabuk digunakan rumus sebagai berikut :
𝝅 𝟏
L = 2.C + (𝒅𝒑 + 𝑫𝒑) + (𝑫𝒑 − 𝒅𝒅) (𝒎𝒎)
𝟐 𝟒.𝑪
Keterangan :
C = jarak sumbu poros (mm)
= 1,5. 𝐷𝑝 − 2. 𝐷𝑝
Dp = diameter puncak pulley yang besar (mm)
Dp = diameter puncak pulley yang kecil (mm)
L = panjang puncak dari sabuk atau panjang efektif (mm)
Gambar 2.6. Perhitungan panjang keliling sabuk
(Sumber : Sularso, 1993 hal.168)

Untuk pengecekan terhadap jarak poros dan panjang sabuk digunakan rumusan
sebagai berikut :

𝒃 + √𝒃² − 𝟖(𝑫𝒑−𝒅𝒑)²
C= 𝟖
Dengan
b = faktor koreksi jarak sumbu poros
= 2L-3,14(Dp+dp)
Sudut kontak Sabuk Dengan Pulley
Sudut lilit atau sudut kontak sabuk pada alur pulley penggerak harus
disuhakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang kontak antara sabuk dan
pulley, agar gaya gesekan tidak berkurang , sehingga terjadinya slip antara sabuk
dan pulley dapat dihindari.

Besarnya sudut kontak , yaitu :


(𝑫𝒑−𝒅𝒑)
Ɵ = 180 ± 2 sinˉ¹ (°)
𝟐−𝑪
Keterangan :
(𝐷𝑝−𝑑𝑝)
Untuk pulley kecil, (Ɵ₅) = 180 – 2 sinˉ¹ 2−𝐶
(𝐷𝑝−𝑑𝑝)
Untuk pulley besar, (Ɵ₁) = 180 + 2 sinˉ¹ 2−𝐶

(sumber : Jaseph E. Shigley, hal. 335)


Jumlah Sabuk – V
Jumlah sabuk (Z) yang digunakan didapat dengan melakukan perbandingan
antara daya perencanaan (Pd) dengan besarnya nilai daya yang dapat
ditransmisikan oleh satu sabuk (P₀) setelah dikalikan dengan faktor koreksi (K₀).
Adapun persamaan untuk menghitung jumlah sabuk adalah sebagai berikut :

𝑷𝒅
Z=
𝑷₀−𝑲₀

Keterangan :
Z = jumlah sabuk
Pd = daya rencana
P₀ = daya ditransmisikan oleh satu sabuk (kW)
K₀ = faktor koreksi
(sumber : sularso, hal 173)

Sedangkan nilai daya dengan sudut kontak Ɵ₂ = 180°, adalah :

𝑪𝟐 𝟏
P₀ = [𝑪𝟏 − − 𝑪𝟑 (𝒓. 𝒅)𝟐 − 𝑪𝟒 𝐥𝐨𝐠(𝒓. 𝒅𝒑)] (𝐫. 𝐝𝐩) + 𝐂₂. 𝐫 {𝟏 − }
𝒅𝒑 𝑲ᴀ

Keterangan :
p₀ = nilai daya tiap sabuk (kW/belt)
C₁,₂,₃,₄ = nilai konstanta tiap penampang sabuk ( tabel 2.3. )
r = putaran poros penggerak dibagi 1000 ( rpm )
dp = diameter puncak pulley kecil ( mm )
Kᴀ = faktor perbandingan kecepatan ( tabel 2.4. )
( Sumber : Joseph E. Shigley, hal. 343 )

Tabel 2.3. konstsnta C dalam persamaan nilai daya


Penampag C1 C2 C3 C4
sabuk
A 0,8542 1,342 24,36.10ˉ⁴ 0,1703
B 1,506 3,520 4,193.10ˉ⁴ 0,2931
C 2,786 9,788 7,460.10ˉ⁴ 0,5214
D 5,922 34,72 1,522.10ˉ³ 1,064
E 8,642 66,32 2,192.10ˉ³ 1,532
(Sumber : Joseph E. Shigley, Perencanaan Teknik Mesin, hal. 342 )
Tabel 2.4. Faktor perbandingan kecepatan dalam persamaan nilai daya
Batas Dp/dp Kᴀ
1,00 sampai 1,01 1,0000
1,02 sampai 1,04 1,0112
1,05 sampai 1,07 1,0226
1,08 sampai 1,10 1,0344
1,11 sampai 1,14 1,0463
1,15 sampai 1,20 1,0586
1,21 sampai 1,27 1,0711
1,28 sampai 1,39 1,0840
1,40 sampai 1,64 1,0972
Di atas 1,64 1,1106
( Sumber : Joseph E. Shigley, Perencanaan Teknik Mesin, hal.342 )

Gaya Pada Sabuk-v


Pulley penggerak atau pulley pada motor akan menarik sabuk pada satu sisi
yang mengakibatkan gaya tarik sabk pada sisi kencang dan sisi kendor.
Persamaan yang digunakan untuk gaya tarik sabuk, yaitu :
1)Kecepatan kelililing sabuk

𝝅.𝒅𝒑.𝒏
V= (m/s)
𝟔𝟎.𝟏𝟎𝟎𝟎

Keterangan :
V= kecepatan keliling sabuk (m/s)
Dp= diameter pulley kecil (mm)
N= putaran pulley kecil (rpm)
(sumber:Sularso, hal.166)

2) Gaya keliling sabuk

𝟏𝟎𝟐.𝑷₀
F= ( ) (kg)
𝒗𝒙

Keterangan :
P₀= daya ditransmisikan per belt
F= gaya keliling sabuk
=F₁-F₂ (kg)
V= kecepatan keliling sabuk (m/s)
(sumber: Sularso,hal.171)

3) Sedangkan besarnya gaya tarik pada masing-masing tarik daya kendor, yaitu :
F₁ / F₂ = eᶣᶱ
F = F₁ - F ₂
𝒆ᶣᶱ−𝟏
=F₁
𝒆ᶣᶱ

Keterangan :
F₁ = gaya tarik pada sisi kencang (kg)
F₂ = gaya tarik pada sisi kendor (kg)
μ = koefisen gesekan antara permukaan sabuk dengan pulley
Ɵ = sudut kontak sabuk dengan pulley (radian)
ɑ = sudut kemiringan alur/groove (°)

Gambar 2.7. Sudut kontak pada sabuk


(Sumber: Sularso,hal.171)

2.4 Pulley

Seperti diketahui pulley berfungsi untuk memutar poros yang ke poros yang lain
sebagai elemen bantu untuk sabuk (belt) .Perbandingan kecepatan nya berbanding
lurus dengan perbandingan lurus dengan perbandingan diameter pulley yang
digunakan .

Adapun macam-macam tipe pulley untuk penggerak diantaranya adalah sebagai


berikut :

1. Pulley datar
Pulley ini kebanayakan terbuat dari besi tuang dan ada juga yang baja dan
didalamnya mempunyai bentuk yang bervariasi.
2. Pulley mahkota
Pulley ini lebih efektif daripada pulley datar, karena sabuknya sedikit
menyudut, sehingga untuk sip relatif lebih sukar dan derajat ketirusannya
bermacam-macam menurut kegunannya.
3. Tipe lain
Pulley tipe lain untuk sabuk penggerak dapat ditemukan dalam berbagai
bentuk.Tetapi ukuran dan tebal pulley ini harus mempunyai alur celah yang
sama dengan alur celah pada sabuk penggeraknya .
Pada umumnya pulley dari besi cor FC 20 atau FC 30. Bentuk-bentuk alur
pulley mempunyai bentuk standar. Profil alur pulley untuk sabuk-v dapat dilihat
pada gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 profil alur pulley sabuk – V


(Sumber : Sularso, hal.165)

A. Putaran Pulley
Untuk mencari putaran pulley kedua atau pulley yang digerakkan digunakan
bersamaan perbandingan reduksi yang yang didapat dari perbandingan diameter
pulley kecil ( pulley penggerak ) terhadap pulley besar (yang digerakkan ),atau
secara matematis adalah :
𝒏₁ 𝒅𝒑
= =i
𝒏₂ 𝑫𝒑

keterangan ∶
n₁ = putaran pulley kecil ( rpm )
n₂ = putaran pulley besar ( rpm )
dp = diameter pulley besar ( mm )
Dp = diameter pulley besar ( mm )
i = perbandingan reduksi (Sumber : Sularso, hal. 166)

B. Lebar Pulley
Lebar permukaan pulley dapat dirumuskan sebagai berikut :
B – (Z-1) + 2s (mm)
Keterangan :
B = lebar permukaan pulley (mm )
Z = jumlah sabuk
t = konstanta ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
s = faktor tambahan ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
( Sumber : Dobrovolsky, hal.221 )

Tabel 2.5. Spesifikasi ukuran pulley menurut tipe sabuk – V


Tipe Luas Ukuran menurut besar pulley
sabuk penampang e c t s Φn
dalam ( cm2
)
A 0,8 12,5 3,5 16 10 34-
40
B 1,4 16 5 20 12,5 34-
40
C 2,3 21 6 26 17 34-
40
( sumber : Dobrovolsky, Machine Element, hal. 216 )

C. Diameter Puncak Dan Diameter Dasar Pulley


1) Untuk diamater puncak pulley
Dp = Dp + 2 . C ( mm )
2) Untuk diameter dasar pulley
Dk = Dp – 2 . e ( mm )
Keterangan :
Dp = Diameter puncak pulley ( mm )
Dk = Diameter dasar pulley ( mm )
Dp = Diameter pulley ( mm )
C dan c = Faktor nilai untuk sabuk ( tabel 2.5. )
( sumber : Dobrovolsky, hal. 221 )

2.5 Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi setiap mesin atau
peralatan bantu. Selain untuk meneruskan daya atau putaran ke elemen mesin lain
juga berfungsi sebagai pendukung beban dengan meneruskan daya atau tanpa
meneruskan daya.
Pada perencanaan poros digunakan dasar teori untuk poros dengan beban
puntir/torsi dan beban lentur/bending. Pada perencanaan ini poros dikenai beban
bending karena berat pulley dan gaya-gaya yang terjadi pada belt sedangkan berat
poros diabaikan. Sedang beban torsi karena poros mentranmisikan daya belt.
A. Klasifikasi poros
Menurut bentuknya dapat digolongkan dalam poros lurus umum, poros engkol,
poros luwes untuk transmisi daya kecil, dan lain-lain. Sedangkan untuk
meneruskan daya diklarifikasikan menurut pembebanannya yaitu sebagai berikut :
1. Poros spindel
Merupakan poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin
perkakas dimana beban utamanya berupa puntiran.
2. Poros transmisi
Poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga salah satu elemen mesin ke
elemen mesin yang lain. Dalam hal ini poros mendapatkan beban gabungan antara
beban puntir ( putar ) dan pembengkokan ( lentur ). Daya yang ditransmisikan ke
poros ini melalui kopling, roda gigi, pulley sabuk atau sproket rantai, dan lain-
lain. Poros transmisi biasanya dibuat bukan dari baja paduan. Baja paduan
dipergunakan apabila disyaratkan ketahanan aus, korosi, panas atau ketahanan
lelah yang besar.

3. Poros pendukung
Poros yang khusus untuk mendukung elemen mesin yang berputar, seperti cakera
tali, piringan kabel, roda jalan dan roda gigi. Poros dukung dibagi dalam poros
tetap atau poros berhenti dan poros berputar. Poros dukung tetap, pada kedua atau
salah satu ujungnya ditumpu atau sering ditahan terhadap putaran. Poros dukung
pada umunya dibuat dari baja bukan paduan dan baja paduan, misalnya : baja
nikel khrom dan besi cor nodular.

B. Hal-hal penting dalam perencanaan poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalamibeban puntir atau lentur atau gabungan
antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan
seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain. Faktor-faktor seperti
kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter diperkecil
( poros bertangga ) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.
Sebuah poros harus direncanakan sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk
menahan beban-beban diatas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika lenturan atau
defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian ( pada mesin
perkakas ) atau getaran dan suara ( misalnya pada turbin dan roda gigi ). Karena
itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan dan
disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan makapada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi
getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut dengan putaran kritis. Hal ini
dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan lain-lain dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,
poros direncanakan sedemikian hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran
kritis.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi ( termasuk plastik ) harus dipilih untuk poros propeler
dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk
poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti
lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap
korosi.
5. Bahan poros
Poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan
difinis, baja karbon kontruksi mesin ( tabel 2.6. ) yang dihasilkan dari ingot yang
di “kill” ( baja yang didoeksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor ; kadar karbon
terjamin ) atau dapat juga dari baja paduan. (tabel 2.7.)
Tabel 2.6. Baja karbon untuk kontruksi dan poros
Standard Lambang Perlakuan Kekuatan Keterangan
dan panas tarik
macam (kg/mm2)
Baja S30C Penormalan 48 -
karbon S35C Penormalan 52 -
kontruksi S40C Penormalan 55 -
mesin ( S45C Penormalan 58 -
JIS G S50C Penormalan 62 -
4501 ) S55C Penormalan 66 -
Batang S35C-D - 53 Ditarik
baja S45C-D - 60 dingin,
yang S55C-D - 72 digerinda,
difinis dibubut,
dingin atau
gabungan
antara hal-
hal tersebut
( Sumber : Sularso, hal.3 )

Poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya
dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keausan.
Beberapa diantaranya adalah baja khrom, baja khrom nikel, baja khrom molibden dan
baja khrom nikel molibden. Tetapi pemakaian baja paduan khusus tidak selalu
dianjurkan jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan beban berat, harus
dipertimbangkan pula pemakaian baja karbon yang diberi perlakuan panas yang tepat
sehingga mempunyai kekuatan yang cukup memadai.
Tabel 2.7. Baja paudan untuk poros
Standard dan Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik
macam (kg/mm2)
Baja khrom nikel SNC 2 - 85
( JIS G 4102 ) SNC 3 - 95
SNC 21 Pengerasan kulit 80
SNC 22 Pengerasan kulit 100
Baja khrom nikel SNCM 1 - 85
molibden SNCM 2 - 95
( JIS G 4103 ) SNCM 7 - 100
SNCM 8 - 105
SNCM 22 Pengerasan kulit 90
SNCM 23 Pengerasan kulit 100
SNCM 24 Pengerasan kulit 120
Baja khrom SCr 3 - 90
( JIS G 4104 ) SCr 4 - 95
SCr 5 - 100
SCr 21 Pengerasan kulit 80
SCr 22 Pengerasan kulit 85
Baja khrom SCM 2 - 85
molibden SCM 3 - 95
( JIS G 4105 ) SCM 4 - 100
SCM 5 - 105
SCM 21 Pengerasan kulit 85
SCM 22 Pengerasan kulit 95
SCM 23 Pengerasan kulit 100
( Sumber : Sularso, hal.3 )

C. Diameter poros
Diameter poros tergantung pada kombinasi tegangan dari momen bending dan
torsi. Penggambaran tegangan geser dan diagram momen sangat diperlukan untuk
menentukan momen maksimum gaya-gaya yang bekerja pada poros dibagi menjadi
dua bagian,yaitu : bidang vertikal dan horizontal (Sularso,1993).
Untuk memperkirakan garis tengah atau memperhitungkan diameter poros perlu
dihitung lrbih dahulu daya yang akan dipindahkan atau ditransmisikan dan putran
kerja saat pentransmisisan daya terjadi. Dari daya yang ditrnsmisikan dan putaran
kerja ini,moment puntir ( momrn torsi) dan momen lentur (momen bending) dapat
dihitung,sehingga diameter dapat dihitung dari momrn puntir dan moment bending
ini.
1.Momen puntir
𝑷𝒅
T = 9,74 x 𝟏𝟎𝟓 (kg.mm)
𝒏𝟏
Keterangan :
T = momen puntir/torsi (kg.mm)
Pd = daya rencana (Kw)
N1 = putaran poros (rpm) (sumber : Sularso,hal 7)

2.Momen lentur

Mb = σb [(𝝅/𝟑𝟐)𝒅𝟑𝒔 ] (kg.mm)

Keterangan :
Mb = momen lentur bending (kg.mm)
σb = tegangan lentur ijin (kg/mm2)
ds = diameter poros (mm) (sumber : Sularso,hal 12)

Momen lentur biasanya diperhitungkan dari beban atau gaya-gaya yang bekerja
pada poros,sedangkan momen puntir diperhitungkan dari gaya yang ditransmisikan
pada poros. Sehingga dengan mengetahui besarnya momen torsi dan momen lentur
maka akan didapat persamaan untuk menghitung diameter poros dengan beban puntir
saja,poros dengan beban lentur saja dan poros dengan beban gabungan antra puntir
dan lentur.
Perhitungan untuk masing-masing diameter poros dengan beban puntir,beban
lentur dan gabungan antara puntir dan lentur adalah sebagai berikut :
Diameter untuk poros dikenai beban puntir saja dihitung sebagai berikut :

𝟑 𝟓,𝟏
ds = √ 𝝉𝒔 Kt CbT ( mm )

Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
𝜏s = tengangan geser ijin ( kg/mm2 )
T = momen torsi ( kg.mm )
Kt = faktor beban kejut
Cb = faktor beban lentur ( Sumber : Sularso, 1993 )
Diameter untuk poros dikenai beban lentur saja, dihitung sebagai berikut :
𝟑 𝟏𝟎,𝟐
ds = √ Mb ( mm )
𝝈𝒃

Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
σb = tegangan lentur ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm ) ( Sumber : Sularso, 1993 )

Menurut Sularso (1993), diameter untuk poros dikenai beban gabungan ( lentur dan
puntir ) , dihitung sebagai berikut :
𝟓,𝟏
ds = [( ) √(𝑲𝒎𝑴𝒃)𝟐 + (𝑲𝒕𝑻)²]1/3 ( mm )
𝝉𝒔

Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
𝜏s = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm )
Km = faktor koreksi momen lentur
T = momen torsi ( kg.mm )
Kt = faktor koreksi momen puntir

2.6 Pasak
Pasak adalah salah satu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, pulley, kopling dan lain-lain pada
poros. Momen yang terjadi diteruskan dari poros ke naff atau dari naff ke poros.
Pasak dapat digolongkan atas beberapa macam : menurut letaknya pada poros
misalnya pasak pelana, pasak rata, pasak benam dan pasak singgung (umumnya
berbentuk segi empat). Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau
tirus. Pasak benam prismatis ada yang khusus digunakan sebagai pasak luncur.
Ada pula pasak tembereng atau pasak jarum. Pasak luncur memungkinkan adanya
pergeseran aksial roda gigi dan lain-lain pada porosnya seperti pada splines. Pasak
yang sering digunakan adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen besar.
Untuk momen dengan tumbukan digunakan pasak singgung ( Sularso : 1992 ).
Gambar 2.9. Macam-macam pasak

( Sumber : Sularso, hal.24 )


Adapun perhitungan dalam perencanaan pasak adalah sebagai berikut .
Gaya tangesial yang terjadi pada poros :
𝑻
Ft = ( kg )
𝒅𝒔/𝟐
Keterangan :
Ft = gaya tangesial pada poros ( kg )
T = torsi ( kg.mm )
ds = diameter poros ( mm ) ( Sumber : Sularso, 1993 )

Tegangan geser ijin ( 𝜏t ) :

𝝉t = 0,8 x σt ( kg/mm2 )

Keterangan :
𝜏t = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )
σt = kekuatan tarik bahan ( kg/mm2 ) ( Sularso, 1993 )

Tegangan geser akibat gaya tangensial ( 𝜏max )


𝑭𝒕
𝝉max = ( kg/mm2 )
𝒃𝒙𝒍

Keterangan :
𝜏max = tegangan geser akibat gaya tengensial ( kg/mm2 )
Ft = gaya tangensial pada poros ( kg )
b = tinggi pasak ( mm )
l = panjang pasak ( mm ) ( Sumber : Sularso, 1993 )

Tekanan permukaan pasak :


𝑭𝒕
P= (kg/mm2 )
𝒍𝒙𝒕

Keterangan :
P = tekanan permukaan ( kg/mm2 )
l = panjang pasak ( mm )
t = kedalaman pasak ke naff ( mm ) ( Sumber : Sularso, hal.27 )

Harga tekanan permukaan pada pasak dibatasi oleh harga tekanan permukaan
yang diijinkan yaitu, pa = 8 kg/mm2 untuk proses dengan diameter kecil, 10
kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga
tersebut jika poros bekerja pada mesin yang mempunyai putaran tinggi.
Tabel 2.8. Pemilihan dimensi pasak

Ukur Ukuran
Ukuran standar t2 Referensi
an standar, h Ukur
Ukuran
stand Pasak an r1 Diameter
nomina Pas Pasak Pas Pa
ar b, Prisma C l* stand dan poros
l pasak ak Prism ak sak
b1 tis ar r2 yang
bxh Tiru atis lunc tir
dan Pasak t1 dapat
s ur us
b2 luncur dipakai
2x2 2 2 0,16- 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08- 6-8
3x3 3 3 0,25 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 8 -10
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 0,16- 10 - 12
5x5 5 5 0,25- 10-58 3,0 2,3 1,7 0,25 12 - 17
6x6 6 6 0,40 14-70 3,5 2,8 2,2 17 - 22
(7 x 7) 7 7 7,2 16-80 4,0 3,0 3,0 20 - 25
8x7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 22 - 30
10 x 8 10 8 22-110 5,0 3,3 2,4 30 - 38
0,40- 0,25-
12 x 8 12 8 28-140 5,0 3,3 2,4 39 - 44
0,60 0,40
14 x 9 14 9 36-160 5,5 3,8 2,9 44 - 50
15x10 15 10 10,2 40-80 5,0 5,0 5,0 50 - 55
16x10 16 10 45-180 6,0 4,3 3,4 50 - 58
18x11 18 11 50-200 7,0 4,4 3,4 58 - 65
0,60- 0,40-
20x12 20 12 56-220 7,5 4,9 3,9 65 - 75
0,80 0,60
22x14 22 14 63-250 9,0 5,4 4,4 75 - 85
24x16 24 16 16,2 70-280 8,0 8,0 8,0 80 - 90
25x14 25 14 70-280 9,0 5,4 4,4 85 - 95
28x16 28 16 80-320 10,0 6,4 5,4 95 - 110
32x18 32 18 90-360 11,0 7,4 6,4 110 - 130
Lebar pasak sebaiknya antara 25-35% dari poros dan panjang pasak jangan
terlalu panjang dibandingkan diamter (0,75-1,5 da) lebar dan tingggi pasak sudah
distandarkan, maka beban yang ditimbulkan oleg gaya tangensial yang besar diatasi
dengan menyesuaikan panjang pasak. Tetapi, yang terlalu panjang tidak dapat
menahan tekanan yang merata pada permukaan . jika ada pembatasan pada ukuruan
naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standar atau diameter poros perlu
dikoreksi. Untuk dimensi pasak standar dapat dilihat pada tabel 2.8 dan untuk bahan
pasak dapat dilihat pada tabel 2.9

Tabel 2.9. Harga-harga pemilihan bahan pasak

Simbol Tipe Nomor Jenis baja Kadar Kekuataan


dengan deoks bahan menurut C (%) σᵦ σsmin S HB
grup idasi EURONOR sampai (N/mm²) min
kualitas M 25 100 mm (%)
Φ
(N/mm²)
St 33-1 - 1.0033 Fe 33-c - 340..490 190 18 -
St 33-2 - 1.0035 - 340..490 190 18 -
St 34-1 U 1.0100 Fe 34-A 0,17 330..410 200 25 95..120
R 1.0150
St 34-2 U 1.0102 Fe 34-B2FU 0,15
R 1.0108 Fe 34-B3FN
St 37-1 U 1.0110 Fe 37-A 0,20 360..440 240 25 105..125
R 1.0111
St 37-2 U 1.0112 Fe 37-B3FU 0,18
R 1.0114 Fe 37-B3FN
St 37-3 RR 1.0116 Fe37-C3 0,17 410..490 250 22 120..140
St 42-1 U 1.0130 Fe42-A 0,25
R 1.031
St 42-2 U 1.032 Fe42-B3FU 0,25
R 1.034 Fe 42-B3FN
St 42-3 RR 1.0136 Fe 42-C3 0,23
St 50-1 R 1.0530 Fe 50-1 0,25 490..590 290 20 140..170
St 50-2 R 1.0532 Fe 50-2 0,30
St 52-3 RR 1.0841 Fe 52-C3 0,2 510..610 350 22 -
St 60-1 R 1.0540 Fe 60 -1 0,35 590..710 330 15 170..195
St 60-2 R 1.0572 Fe 60-2 0,40
St 70-2 R 1.0632 Fe -2 0,5 690..830 300 10 195..240

Keterangan :

Kolom 1: Untuk grupkualitas utama harus mengandung kadar %p,s atau N yang
mudah.
Q : tepi yang tidak retak ; Z : batang tarik ; p : tempa ; Ro : untuk pipa

Kolom 2 : U : tidak stabil ; R : stabil ; RR : dituangk dalam keadaan sangat stabil

Kolom 7 : Harga untuk tebal 16 mm, untuk 16...40 σᵦ-10N/mm² , untuk 40..100,
σᵦ=20N/mm² dipilihan lebih rendah.

(Sumber: G.Nieman, hal.34)

2.7 Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penumpu oros yang
berbeban dan berputar. Bantalan harus mempunyai ketahanan terhadap getaran
maupun hentakan. Banatalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta
elemen mesinlainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik
maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara
semestinya (Sularso :1992)

Menurut beban yang diterima oleh elemen maka bantalan dibagi menjadi dua macam,
yaitu :

1. Bantalan radial, bila arah dari beban yang ditumpu oeh bantalan dibagi tegak
lurus sumbu poros
2. Bantalan aksial, bila arah beban yang ditumpu oleh bantalan searah dengan
sumber poros

Menurut dasar gerakan bantalan terhadap poros dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.Bantalan gelinding

Pada bantalan ii terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dan yang dim,
melalui elemen peluru seperti bola, rol tirus dan rol silindrik.

2.Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan.
Gambar 2.10. Bantalan luncur dan bantalan gelinding

A.Beban Ekivalen
Beban Ekivalen adalah suatu beban yang besarnya sedemikian rupa, sehingga
memberikan umur yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan
putaran yang sebenarnya.
Jika suatu deformasi permanen, ekivalen dengan deformasi permanen
maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis yang sebenarnya pada bagian
dimana elemen gelinding membuat kontak dengan cincin pada tegangan
maksimum, maka beban yang menimbulkan deformasi tersebut disebut beban
ekivalen statis.
Besarnya beban ekivalen dinamis untuk bantalan bola radial adalah sebagai
berikut :

Pr = X . V . Fr + Y . Fa ( kg ) ( Sularso, 1993 )
Keterangan :
Pr = beban ekivalen dinamis ( kg )
X = faktor beban radial
Y = faktor beban aksial
Fr = beban radial ( kg )
Fa = beban aksial ( kg )
V = faktor rotasi
Faktor-faktor untuk beban radial, beban aksial dan faktor rotasi dapat dilihat pada
tabel 2.13. berikut :
Tabel 2.10. Bantalan untuk permesinan serta umurnya

Umur Faktor 2000-4000 5000-15000 20000-30000 jam 40000-60000 jam


, Lh beban, fw jam jam
Pemakaia Pemakaian Pemakaian terus Pemakaian terus
n jarang sebentar- menerus menerus dengan
sebentar keandalan tinggi
(tidak terus
menerus)
1-1,1 Kerja Alat listrik Konveyor, Pompa, poros Poros transmisi
halus rumah mesin transmisi, separator, utama yang
tanpa tangga, pengangkat pengayak, mesin memegang peranan
tumbuka sepeda lift, tangga perkakas, pres putar, penting, motor-motor
n jalan separator sentrifugal, listrik yang penting
sentrifus pemurni
gula, motor listrik
1,1- Kerja Mesin Otomobil, Motor kecil, roda pompa penguras,
1,3 biasa pertanian, mesin jahit meja, pemegang mesin pabrik kertas,
gerinda pinion, roda gigi rol kalender, kipas
tangan reduksi, kereta rel angin, kran,
penggiling bola,
motor utama kereta
rel api
1,2- Kerja Alat-alat Penggetar,
1,5 dengan besar, unit penghancur
getaran roda gigi
atau dengan
tumbuka getaran
n besar,
rolling mill
Tabel 2.11. Faktor-faktor V , X , Y dan Xo , Yo

Beban Beban Baris tunggal Baris ganda


putar putar Baris Baris
pada pada tunggal ganda
Jenis Bantalan
cincin cincin e
dalam luar
V X Y X Y X Y Xo Yo X Yo
o
𝐹𝑎 0,56 2,30 2,30 0,19
𝐶𝑜
= 0,014
1,99 1,90 0,22
= 0,028
1,71 1,71 0,26
Bantala = 0,056
1,55 1,55 0,28 0
n bola = 0,084 0,
1 1,2 1,45 1 0 0,56 1,45 0,30 0,5 , 0,5
alur = 0,11 6
1,31 1,31 0,34 6
dalam = 0,17
1,15 1,15 0,38
= 0,28
1,04 1,04 0,42
= 0,42
1,00 1,00 0,44
= 0,56
α = 20o 0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
Bantala = 20o 0,41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
0,
n bola = 20o 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80 0,33 1 0,66
5
sudut = 20o 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
= 20o 0,35 0,56 0,55 0,57 0,93 1,14 0,26 0,52
(Sumber : Sularso, hal.135)

Sedangkan kapasitas nominal statis dan dinamis untk berbagai jenis bantalan dapat
dilihat pada tabel 2.12. berikut ini.

Tabel 2.12. Kapasitas nominal statis dan dinamis pada bantalan

Nomor bantalan Ukuran luar (mm) Kapasitas Kapasitas


Jenis Dua Dua sekat D D B R nominal nominal statis
terbu sekat tanpa dinamik spesifik Co
ka kontak spesifik C (kg)
(kg)
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001ZZ 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 6002ZZ 6002VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 6004ZZ 6004VV 20 42 12 1 735 465
6005 6005ZZ 6005VV 25 47 12 1 790 530
6006 6006ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007 6007ZZ 6007VV 35 62 14 1,5 1250 915
6008 6008ZZ 6008VV 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009VV 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 6010ZZ 6010VV 50 80 16 1,5 1710 1430
6011 6011ZZ 6011VV 55 85 18 2 1850 1475
6012 6012ZZ 6012VV 60 90 18 2 2200 1510
6200 6200ZZ 6200VV 10 30 9 1 400 236
6201 6201ZZ 6201VV 12 32 10 1 535 305
6202 6202ZZ 6202VV 15 35 11 1 600 360
6203 6203ZZ 6203VV 17 40 12 1 750 460
6204 6204ZZ 6204VV 20 47 14 1,5 1000 635
6205 6205ZZ 6205VV 25 52 15 1,5 1100 730
6206 6206ZZ 6206VV 30 62 16 1,5 1530 1050
6207 6207ZZ 6207VV 35 72 17 2 2010 1430
6208 6208ZZ 6208VV 40 80 18 2 2380 1650
6209 6209ZZ 6209VV 45 85 19 2 2570 1880
6210 6210ZZ 6210VV 50 90 20 2 2750 2100
6211 6211ZZ 6211VV 55 95 22 2,5 3100 2500
6212 6212ZZ 6212VV 60 100 22 2,5 3450 2710
6300 6300ZZ 6300VV 10 35 11 1 635 365
6301 6301ZZ 6301VV 12 37 12 1,5 760 450
6302 6302ZZ 6302VV 15 42 13 1,5 895 545
6303 6303ZZ 6303VV 17 47 14 1,5 1070 660
6304 6304ZZ 6304VV 20 52 15 2 1250 785
6305 6305ZZ 6305VV 25 62 17 2 1610 1080
6306 6306ZZ 6306VV 30 72 19 2 2090 1440
6307 6307ZZ 6307VV 35 80 20 2,5 2620 1840
6308 6308ZZ 6308VV 40 90 23 2,5 3200 2300
6309 6309ZZ 6309VV 45 100 25 2,5 4150 3100
6310 6310ZZ 6310VV 50 110 27 3 4850 3650
6311 6311ZZ 6311VV 55 120 30 3 5200 4210
6312 6312ZZ 6312VV 60 130 30 3 5850 4700
(Sumber : Sularso, hal.143)

B.Umur bantalan
Umur bantalan biasanya dihitung dalam hitungan putaran atau dalam
hitungan jam umur bantalan pada mesin harus memenuhi syarat minimum yang
telah ditentukan, tergantung jenis mesin dan beban yang dikenakan. Untuk
menghitung umur nominal bantalan baik bantalan rol maupun bantalan bola,
maka harus dihutung terlebih dahulu faktor kecepatan untuk bantalan, fn yaitu :
33,3 1/3
fn = ( ) , untuk bantalan bola
𝑛
33,3 3/10
fn = ( ) , untuk bantalan rol
𝑛

keterangan :
fn = faktor kecepatan bantalan
n = putaran bantalan ( rpm )
(Sumber : Sularso, 1993)
Sedangkan faktor umur untuk bantalan adalah :
C
fh = fn , untuk kedua jenis bantalan
P

Keterangan :
fh = faktor umur untuk bantalan
fn = faktor kecepatan untuk bantalan
C = beban nominal dinamis spesifik ( kg )
P = beban ekivalen dinamis ( kg )
(Sumber : Sularso, 1993)

Dan umur nominal bantalan, Lh dihutung sebagai berikut :


Lh = 500 . fh3 , untuk bantalan bola
Lh = 500 . fh10/3 , untuk bantalan rol
Keterangan :
Lh = umur nominal bantalan ( jam )
Fn = faktor umur untuk bantalan
2.8 Motor penggerak
Motor penggerak digunakan untuk menggerakkan poros pemotong.Putaran motor
ditransmisikan ke puli dengan menggunakan sabuk (belt), adapun jenis motor yang
digunakan pada pada mesin pemotong ini adalah motor listrik dengan pertimbangan
sebagai berikut:
1. Getaran yang ditimbulkan halus
2. Pengoperasiannya mudah
3. Perawatannya mudah
4. Ringan dan Hemat

Daya penggerak diperlukan untuk menggerakkan mekanisme kerja pengiris talas.


Perhitungan daya penggerak dapat menggunakan Persamaan berikut
𝟐𝛑×𝐌𝐭 ×𝐍
𝐏= (khurmi, 2002)
𝟔𝟎
Dimana :
P = Daya yang dibutuhkan (watt)
N = Jumlah putaran puli (RPM)
Mt = Momen puntir (Nm)

Anda mungkin juga menyukai