DASAR TEORI
Pisau potong
poros
𝑭
≤ σc
𝑨
Dengan :
A=Pxl
Keterangan ;
Maka ;
F = 𝝈𝒕 x A
Keterangan ;
F = gaya pemotonga
στ = tegangan geser
T=F.R
Keterangan ;
R = jari-jari pisau
Maka daya pemotongan adalah
P = 𝑻. 𝟐. 𝝅. 𝒏 (watt)
Keterangan ;
T = torsi pisau
𝜋 = 3,14
Transmisi (v-belt)
Belt drives adalah suatu elemen mesin fleksibel yang dapat digunakan dengan
mudah untuk mentramisikan torsi dan gerakan dari suatu komponen ke satu atau
beberapa komponen lainnya , umumnya poros-poros paralel. Belt digunakan sebagai
transmisi langsung yang menghubungkan jarak yang jauh antara dua buah poros
dimana sebuah sabuk dililitkan si pulley pada poros. V-belt yang mempunyai
penampang trapesium V dipasangkan pada pulley dengan alur dan meneruskan torsi
antara dua poros yang dapat berjarak maksimal 5 meter dengan perbandingan putaran
1:1 hingga 1:7
1. Terpal
2. Bagian penarik
3. Karet pembungkus
4. Bantal karet
Atas dasar daya rencana atau hasil perhitungan daya motor penggerak dan putaran
poros penggerak, penampang atau tipe sabuk-v yang sesuai dapat diperoleh dari
diagram pemilihan sabuk-v seperti pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5. Diagram pemilihan sabuk-V
(Sumber : Sularso, 1993)
Panjang Sabuk –V
Sedangkan dalam menentukan panjang sabuk digunakan rumus sebagai berikut :
𝝅 𝟏
L = 2.C + (𝒅𝒑 + 𝑫𝒑) + (𝑫𝒑 − 𝒅𝒅) (𝒎𝒎)
𝟐 𝟒.𝑪
Keterangan :
C = jarak sumbu poros (mm)
= 1,5. 𝐷𝑝 − 2. 𝐷𝑝
Dp = diameter puncak pulley yang besar (mm)
Dp = diameter puncak pulley yang kecil (mm)
L = panjang puncak dari sabuk atau panjang efektif (mm)
Gambar 2.6. Perhitungan panjang keliling sabuk
(Sumber : Sularso, 1993 hal.168)
Untuk pengecekan terhadap jarak poros dan panjang sabuk digunakan rumusan
sebagai berikut :
𝒃 + √𝒃² − 𝟖(𝑫𝒑−𝒅𝒑)²
C= 𝟖
Dengan
b = faktor koreksi jarak sumbu poros
= 2L-3,14(Dp+dp)
Sudut kontak Sabuk Dengan Pulley
Sudut lilit atau sudut kontak sabuk pada alur pulley penggerak harus
disuhakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang kontak antara sabuk dan
pulley, agar gaya gesekan tidak berkurang , sehingga terjadinya slip antara sabuk
dan pulley dapat dihindari.
𝑷𝒅
Z=
𝑷₀−𝑲₀
Keterangan :
Z = jumlah sabuk
Pd = daya rencana
P₀ = daya ditransmisikan oleh satu sabuk (kW)
K₀ = faktor koreksi
(sumber : sularso, hal 173)
𝑪𝟐 𝟏
P₀ = [𝑪𝟏 − − 𝑪𝟑 (𝒓. 𝒅)𝟐 − 𝑪𝟒 𝐥𝐨𝐠(𝒓. 𝒅𝒑)] (𝐫. 𝐝𝐩) + 𝐂₂. 𝐫 {𝟏 − }
𝒅𝒑 𝑲ᴀ
Keterangan :
p₀ = nilai daya tiap sabuk (kW/belt)
C₁,₂,₃,₄ = nilai konstanta tiap penampang sabuk ( tabel 2.3. )
r = putaran poros penggerak dibagi 1000 ( rpm )
dp = diameter puncak pulley kecil ( mm )
Kᴀ = faktor perbandingan kecepatan ( tabel 2.4. )
( Sumber : Joseph E. Shigley, hal. 343 )
𝝅.𝒅𝒑.𝒏
V= (m/s)
𝟔𝟎.𝟏𝟎𝟎𝟎
Keterangan :
V= kecepatan keliling sabuk (m/s)
Dp= diameter pulley kecil (mm)
N= putaran pulley kecil (rpm)
(sumber:Sularso, hal.166)
𝟏𝟎𝟐.𝑷₀
F= ( ) (kg)
𝒗𝒙
Keterangan :
P₀= daya ditransmisikan per belt
F= gaya keliling sabuk
=F₁-F₂ (kg)
V= kecepatan keliling sabuk (m/s)
(sumber: Sularso,hal.171)
3) Sedangkan besarnya gaya tarik pada masing-masing tarik daya kendor, yaitu :
F₁ / F₂ = eᶣᶱ
F = F₁ - F ₂
𝒆ᶣᶱ−𝟏
=F₁
𝒆ᶣᶱ
Keterangan :
F₁ = gaya tarik pada sisi kencang (kg)
F₂ = gaya tarik pada sisi kendor (kg)
μ = koefisen gesekan antara permukaan sabuk dengan pulley
Ɵ = sudut kontak sabuk dengan pulley (radian)
ɑ = sudut kemiringan alur/groove (°)
2.4 Pulley
Seperti diketahui pulley berfungsi untuk memutar poros yang ke poros yang lain
sebagai elemen bantu untuk sabuk (belt) .Perbandingan kecepatan nya berbanding
lurus dengan perbandingan lurus dengan perbandingan diameter pulley yang
digunakan .
1. Pulley datar
Pulley ini kebanayakan terbuat dari besi tuang dan ada juga yang baja dan
didalamnya mempunyai bentuk yang bervariasi.
2. Pulley mahkota
Pulley ini lebih efektif daripada pulley datar, karena sabuknya sedikit
menyudut, sehingga untuk sip relatif lebih sukar dan derajat ketirusannya
bermacam-macam menurut kegunannya.
3. Tipe lain
Pulley tipe lain untuk sabuk penggerak dapat ditemukan dalam berbagai
bentuk.Tetapi ukuran dan tebal pulley ini harus mempunyai alur celah yang
sama dengan alur celah pada sabuk penggeraknya .
Pada umumnya pulley dari besi cor FC 20 atau FC 30. Bentuk-bentuk alur
pulley mempunyai bentuk standar. Profil alur pulley untuk sabuk-v dapat dilihat
pada gambar 2.8 berikut.
A. Putaran Pulley
Untuk mencari putaran pulley kedua atau pulley yang digerakkan digunakan
bersamaan perbandingan reduksi yang yang didapat dari perbandingan diameter
pulley kecil ( pulley penggerak ) terhadap pulley besar (yang digerakkan ),atau
secara matematis adalah :
𝒏₁ 𝒅𝒑
= =i
𝒏₂ 𝑫𝒑
keterangan ∶
n₁ = putaran pulley kecil ( rpm )
n₂ = putaran pulley besar ( rpm )
dp = diameter pulley besar ( mm )
Dp = diameter pulley besar ( mm )
i = perbandingan reduksi (Sumber : Sularso, hal. 166)
B. Lebar Pulley
Lebar permukaan pulley dapat dirumuskan sebagai berikut :
B – (Z-1) + 2s (mm)
Keterangan :
B = lebar permukaan pulley (mm )
Z = jumlah sabuk
t = konstanta ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
s = faktor tambahan ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
( Sumber : Dobrovolsky, hal.221 )
2.5 Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi setiap mesin atau
peralatan bantu. Selain untuk meneruskan daya atau putaran ke elemen mesin lain
juga berfungsi sebagai pendukung beban dengan meneruskan daya atau tanpa
meneruskan daya.
Pada perencanaan poros digunakan dasar teori untuk poros dengan beban
puntir/torsi dan beban lentur/bending. Pada perencanaan ini poros dikenai beban
bending karena berat pulley dan gaya-gaya yang terjadi pada belt sedangkan berat
poros diabaikan. Sedang beban torsi karena poros mentranmisikan daya belt.
A. Klasifikasi poros
Menurut bentuknya dapat digolongkan dalam poros lurus umum, poros engkol,
poros luwes untuk transmisi daya kecil, dan lain-lain. Sedangkan untuk
meneruskan daya diklarifikasikan menurut pembebanannya yaitu sebagai berikut :
1. Poros spindel
Merupakan poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin
perkakas dimana beban utamanya berupa puntiran.
2. Poros transmisi
Poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga salah satu elemen mesin ke
elemen mesin yang lain. Dalam hal ini poros mendapatkan beban gabungan antara
beban puntir ( putar ) dan pembengkokan ( lentur ). Daya yang ditransmisikan ke
poros ini melalui kopling, roda gigi, pulley sabuk atau sproket rantai, dan lain-
lain. Poros transmisi biasanya dibuat bukan dari baja paduan. Baja paduan
dipergunakan apabila disyaratkan ketahanan aus, korosi, panas atau ketahanan
lelah yang besar.
3. Poros pendukung
Poros yang khusus untuk mendukung elemen mesin yang berputar, seperti cakera
tali, piringan kabel, roda jalan dan roda gigi. Poros dukung dibagi dalam poros
tetap atau poros berhenti dan poros berputar. Poros dukung tetap, pada kedua atau
salah satu ujungnya ditumpu atau sering ditahan terhadap putaran. Poros dukung
pada umunya dibuat dari baja bukan paduan dan baja paduan, misalnya : baja
nikel khrom dan besi cor nodular.
Poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya
dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keausan.
Beberapa diantaranya adalah baja khrom, baja khrom nikel, baja khrom molibden dan
baja khrom nikel molibden. Tetapi pemakaian baja paduan khusus tidak selalu
dianjurkan jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan beban berat, harus
dipertimbangkan pula pemakaian baja karbon yang diberi perlakuan panas yang tepat
sehingga mempunyai kekuatan yang cukup memadai.
Tabel 2.7. Baja paudan untuk poros
Standard dan Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik
macam (kg/mm2)
Baja khrom nikel SNC 2 - 85
( JIS G 4102 ) SNC 3 - 95
SNC 21 Pengerasan kulit 80
SNC 22 Pengerasan kulit 100
Baja khrom nikel SNCM 1 - 85
molibden SNCM 2 - 95
( JIS G 4103 ) SNCM 7 - 100
SNCM 8 - 105
SNCM 22 Pengerasan kulit 90
SNCM 23 Pengerasan kulit 100
SNCM 24 Pengerasan kulit 120
Baja khrom SCr 3 - 90
( JIS G 4104 ) SCr 4 - 95
SCr 5 - 100
SCr 21 Pengerasan kulit 80
SCr 22 Pengerasan kulit 85
Baja khrom SCM 2 - 85
molibden SCM 3 - 95
( JIS G 4105 ) SCM 4 - 100
SCM 5 - 105
SCM 21 Pengerasan kulit 85
SCM 22 Pengerasan kulit 95
SCM 23 Pengerasan kulit 100
( Sumber : Sularso, hal.3 )
C. Diameter poros
Diameter poros tergantung pada kombinasi tegangan dari momen bending dan
torsi. Penggambaran tegangan geser dan diagram momen sangat diperlukan untuk
menentukan momen maksimum gaya-gaya yang bekerja pada poros dibagi menjadi
dua bagian,yaitu : bidang vertikal dan horizontal (Sularso,1993).
Untuk memperkirakan garis tengah atau memperhitungkan diameter poros perlu
dihitung lrbih dahulu daya yang akan dipindahkan atau ditransmisikan dan putran
kerja saat pentransmisisan daya terjadi. Dari daya yang ditrnsmisikan dan putaran
kerja ini,moment puntir ( momrn torsi) dan momen lentur (momen bending) dapat
dihitung,sehingga diameter dapat dihitung dari momrn puntir dan moment bending
ini.
1.Momen puntir
𝑷𝒅
T = 9,74 x 𝟏𝟎𝟓 (kg.mm)
𝒏𝟏
Keterangan :
T = momen puntir/torsi (kg.mm)
Pd = daya rencana (Kw)
N1 = putaran poros (rpm) (sumber : Sularso,hal 7)
2.Momen lentur
Mb = σb [(𝝅/𝟑𝟐)𝒅𝟑𝒔 ] (kg.mm)
Keterangan :
Mb = momen lentur bending (kg.mm)
σb = tegangan lentur ijin (kg/mm2)
ds = diameter poros (mm) (sumber : Sularso,hal 12)
Momen lentur biasanya diperhitungkan dari beban atau gaya-gaya yang bekerja
pada poros,sedangkan momen puntir diperhitungkan dari gaya yang ditransmisikan
pada poros. Sehingga dengan mengetahui besarnya momen torsi dan momen lentur
maka akan didapat persamaan untuk menghitung diameter poros dengan beban puntir
saja,poros dengan beban lentur saja dan poros dengan beban gabungan antra puntir
dan lentur.
Perhitungan untuk masing-masing diameter poros dengan beban puntir,beban
lentur dan gabungan antara puntir dan lentur adalah sebagai berikut :
Diameter untuk poros dikenai beban puntir saja dihitung sebagai berikut :
𝟑 𝟓,𝟏
ds = √ 𝝉𝒔 Kt CbT ( mm )
Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
𝜏s = tengangan geser ijin ( kg/mm2 )
T = momen torsi ( kg.mm )
Kt = faktor beban kejut
Cb = faktor beban lentur ( Sumber : Sularso, 1993 )
Diameter untuk poros dikenai beban lentur saja, dihitung sebagai berikut :
𝟑 𝟏𝟎,𝟐
ds = √ Mb ( mm )
𝝈𝒃
Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
σb = tegangan lentur ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm ) ( Sumber : Sularso, 1993 )
Menurut Sularso (1993), diameter untuk poros dikenai beban gabungan ( lentur dan
puntir ) , dihitung sebagai berikut :
𝟓,𝟏
ds = [( ) √(𝑲𝒎𝑴𝒃)𝟐 + (𝑲𝒕𝑻)²]1/3 ( mm )
𝝉𝒔
Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
𝜏s = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm )
Km = faktor koreksi momen lentur
T = momen torsi ( kg.mm )
Kt = faktor koreksi momen puntir
2.6 Pasak
Pasak adalah salah satu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, pulley, kopling dan lain-lain pada
poros. Momen yang terjadi diteruskan dari poros ke naff atau dari naff ke poros.
Pasak dapat digolongkan atas beberapa macam : menurut letaknya pada poros
misalnya pasak pelana, pasak rata, pasak benam dan pasak singgung (umumnya
berbentuk segi empat). Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau
tirus. Pasak benam prismatis ada yang khusus digunakan sebagai pasak luncur.
Ada pula pasak tembereng atau pasak jarum. Pasak luncur memungkinkan adanya
pergeseran aksial roda gigi dan lain-lain pada porosnya seperti pada splines. Pasak
yang sering digunakan adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen besar.
Untuk momen dengan tumbukan digunakan pasak singgung ( Sularso : 1992 ).
Gambar 2.9. Macam-macam pasak
𝝉t = 0,8 x σt ( kg/mm2 )
Keterangan :
𝜏t = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )
σt = kekuatan tarik bahan ( kg/mm2 ) ( Sularso, 1993 )
Keterangan :
𝜏max = tegangan geser akibat gaya tengensial ( kg/mm2 )
Ft = gaya tangensial pada poros ( kg )
b = tinggi pasak ( mm )
l = panjang pasak ( mm ) ( Sumber : Sularso, 1993 )
Keterangan :
P = tekanan permukaan ( kg/mm2 )
l = panjang pasak ( mm )
t = kedalaman pasak ke naff ( mm ) ( Sumber : Sularso, hal.27 )
Harga tekanan permukaan pada pasak dibatasi oleh harga tekanan permukaan
yang diijinkan yaitu, pa = 8 kg/mm2 untuk proses dengan diameter kecil, 10
kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga
tersebut jika poros bekerja pada mesin yang mempunyai putaran tinggi.
Tabel 2.8. Pemilihan dimensi pasak
Ukur Ukuran
Ukuran standar t2 Referensi
an standar, h Ukur
Ukuran
stand Pasak an r1 Diameter
nomina Pas Pasak Pas Pa
ar b, Prisma C l* stand dan poros
l pasak ak Prism ak sak
b1 tis ar r2 yang
bxh Tiru atis lunc tir
dan Pasak t1 dapat
s ur us
b2 luncur dipakai
2x2 2 2 0,16- 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08- 6-8
3x3 3 3 0,25 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 8 -10
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 0,16- 10 - 12
5x5 5 5 0,25- 10-58 3,0 2,3 1,7 0,25 12 - 17
6x6 6 6 0,40 14-70 3,5 2,8 2,2 17 - 22
(7 x 7) 7 7 7,2 16-80 4,0 3,0 3,0 20 - 25
8x7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 22 - 30
10 x 8 10 8 22-110 5,0 3,3 2,4 30 - 38
0,40- 0,25-
12 x 8 12 8 28-140 5,0 3,3 2,4 39 - 44
0,60 0,40
14 x 9 14 9 36-160 5,5 3,8 2,9 44 - 50
15x10 15 10 10,2 40-80 5,0 5,0 5,0 50 - 55
16x10 16 10 45-180 6,0 4,3 3,4 50 - 58
18x11 18 11 50-200 7,0 4,4 3,4 58 - 65
0,60- 0,40-
20x12 20 12 56-220 7,5 4,9 3,9 65 - 75
0,80 0,60
22x14 22 14 63-250 9,0 5,4 4,4 75 - 85
24x16 24 16 16,2 70-280 8,0 8,0 8,0 80 - 90
25x14 25 14 70-280 9,0 5,4 4,4 85 - 95
28x16 28 16 80-320 10,0 6,4 5,4 95 - 110
32x18 32 18 90-360 11,0 7,4 6,4 110 - 130
Lebar pasak sebaiknya antara 25-35% dari poros dan panjang pasak jangan
terlalu panjang dibandingkan diamter (0,75-1,5 da) lebar dan tingggi pasak sudah
distandarkan, maka beban yang ditimbulkan oleg gaya tangensial yang besar diatasi
dengan menyesuaikan panjang pasak. Tetapi, yang terlalu panjang tidak dapat
menahan tekanan yang merata pada permukaan . jika ada pembatasan pada ukuruan
naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standar atau diameter poros perlu
dikoreksi. Untuk dimensi pasak standar dapat dilihat pada tabel 2.8 dan untuk bahan
pasak dapat dilihat pada tabel 2.9
Keterangan :
Kolom 1: Untuk grupkualitas utama harus mengandung kadar %p,s atau N yang
mudah.
Q : tepi yang tidak retak ; Z : batang tarik ; p : tempa ; Ro : untuk pipa
Kolom 7 : Harga untuk tebal 16 mm, untuk 16...40 σᵦ-10N/mm² , untuk 40..100,
σᵦ=20N/mm² dipilihan lebih rendah.
2.7 Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penumpu oros yang
berbeban dan berputar. Bantalan harus mempunyai ketahanan terhadap getaran
maupun hentakan. Banatalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta
elemen mesinlainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik
maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara
semestinya (Sularso :1992)
Menurut beban yang diterima oleh elemen maka bantalan dibagi menjadi dua macam,
yaitu :
1. Bantalan radial, bila arah dari beban yang ditumpu oeh bantalan dibagi tegak
lurus sumbu poros
2. Bantalan aksial, bila arah beban yang ditumpu oleh bantalan searah dengan
sumber poros
Menurut dasar gerakan bantalan terhadap poros dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.Bantalan gelinding
Pada bantalan ii terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dan yang dim,
melalui elemen peluru seperti bola, rol tirus dan rol silindrik.
2.Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan.
Gambar 2.10. Bantalan luncur dan bantalan gelinding
A.Beban Ekivalen
Beban Ekivalen adalah suatu beban yang besarnya sedemikian rupa, sehingga
memberikan umur yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan
putaran yang sebenarnya.
Jika suatu deformasi permanen, ekivalen dengan deformasi permanen
maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis yang sebenarnya pada bagian
dimana elemen gelinding membuat kontak dengan cincin pada tegangan
maksimum, maka beban yang menimbulkan deformasi tersebut disebut beban
ekivalen statis.
Besarnya beban ekivalen dinamis untuk bantalan bola radial adalah sebagai
berikut :
Pr = X . V . Fr + Y . Fa ( kg ) ( Sularso, 1993 )
Keterangan :
Pr = beban ekivalen dinamis ( kg )
X = faktor beban radial
Y = faktor beban aksial
Fr = beban radial ( kg )
Fa = beban aksial ( kg )
V = faktor rotasi
Faktor-faktor untuk beban radial, beban aksial dan faktor rotasi dapat dilihat pada
tabel 2.13. berikut :
Tabel 2.10. Bantalan untuk permesinan serta umurnya
Sedangkan kapasitas nominal statis dan dinamis untk berbagai jenis bantalan dapat
dilihat pada tabel 2.12. berikut ini.
B.Umur bantalan
Umur bantalan biasanya dihitung dalam hitungan putaran atau dalam
hitungan jam umur bantalan pada mesin harus memenuhi syarat minimum yang
telah ditentukan, tergantung jenis mesin dan beban yang dikenakan. Untuk
menghitung umur nominal bantalan baik bantalan rol maupun bantalan bola,
maka harus dihutung terlebih dahulu faktor kecepatan untuk bantalan, fn yaitu :
33,3 1/3
fn = ( ) , untuk bantalan bola
𝑛
33,3 3/10
fn = ( ) , untuk bantalan rol
𝑛
keterangan :
fn = faktor kecepatan bantalan
n = putaran bantalan ( rpm )
(Sumber : Sularso, 1993)
Sedangkan faktor umur untuk bantalan adalah :
C
fh = fn , untuk kedua jenis bantalan
P
Keterangan :
fh = faktor umur untuk bantalan
fn = faktor kecepatan untuk bantalan
C = beban nominal dinamis spesifik ( kg )
P = beban ekivalen dinamis ( kg )
(Sumber : Sularso, 1993)