Anda di halaman 1dari 75

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang cukup luas,
dengan hasil hutan terutama kayu yang cukup beragam. Hasil hutan yang berupa
kayu ini dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar, maupun diolah
untuk dijadikan produk–produk tertentu. Salah satu proses pengolahan kayu
tersebut adalah proses penyerutan yang bertujuan menghaluskan dan meratakan
permukaan kayu sebelum diolah menjadi produk yang lain. Produk dari bahan
dasar kayu yang dimaksud antara lain adalah kontruksi bangunan, kontruksi,
jembatan, pintu, jendela, kusen, dan juga furniture (meubel, lemari, rak).

Adapun aliran proses produksi kayu adalah sebagai berikut:

BAHAN BAKU (KAYU JATI) PEMOTONGAN (CUTTING)

PENGAMPLASAN PENYERUTAN (PLANERING)


(POLISHING)

Gambar 1.1. Diagram aliran proses produksi kayu

Industri perkayuan yang ada sekarang ini semakin berkembang pesat dan
persaingan antara industri yang satu dengan industri yang lain juga semakin ketat.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi persaingan tersebut
adalah pihak produsen, dalam hal ini yaitu industri perkayuan, harus mampu
menghasilkan produ–produk berkualitas tinggi dalam jangka waktu yang tepat,
dalam arti produk-produk tersedia pada saat diutuhkan. Selain bersaing dalam hal
mutu atau kualitas yang tidak kalah pentingnya adalah harga yang bersaing.
Secara umum hal yang mempengaruhi harga jual produk adalah biaya produksi
yang telah dikeluarkan maka harga jual produk tersebut semakin murah. Untuk
menekan biaya produksi tersebut usaha yang dapat dilakukan antara lain yaitu
dengan mengurangi produk yang cacat serta mempercepat proses produksi.

Pada tugas akhir ini akan direncanakan mesin penyerut kayu yang dapat
meningkatkan produktivitas. Berdasarkan ukuran lebar penyerutan yang biasa
dilakukan, maka akan dilakukan modifikasi proses penyerutan dari ukuran 100 ×
15 cm menjadi 100 × 60 cm.

1
Mesin yang ada hanya mampu menyerut dengan lebar 15 cm sekali jalan,
sedangkan mesin serut yang akan direncanakan akan mampu menyerut kayu
dengan lebar 60 cm sekali jalan. Sehingga mesin yang direncanakan akan dapat
meningkatkan produktivitas proses penyerutan sekitar empat kali lebih cepat
dibandingkan mesin yang sudah ada.

1.2. Rumusan
Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana
merancang mesin penyerut kayu agar produktivitas mesin meningkat dengan
memperlebar bidang penyerutan.

1.3. Tujuan
Penelitian

Tujuan penelitian tugas akhir ini adalah untuk merancang mesin penyerut
kayu dan meningkatkan produktivitas dengan memperlebar bidang penyerutan.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari perencanaan ini adalah:

1. Kualitas produk kayu meningkat produk lebih presisi.


2. Efisiensi waktu produksi, dengan penyerutan yang lebih sekali langkah.
3. Biaya produksi bisa ditekan sehingga produk bisa bersaing di pasaran.

1.5. Batasan Masalah

Agar permasalahan tidak meluas dan pembahasan dapat lebih terarah, maka
perlu adanya batasan-batasan sebagai berikut:

1. Kontruksi dari mesin penyerut kayu yang di rencanakan menggunakan tiga


buah pahat yang di pasang pada sebuah silinder yang berputar.
2. Benda kerja yang dipakai adalah kayu jati mutu A dengan luasan
maksimal 50 × 100 cm, dan kedalaman pemakanan 3 mm.
3. Bahan pahat yang diigunakan adalah HSS.

2
BAB II

DASAR TEORI

Dewasa ini, dengan makin berkembangnya hutan tanaman baru, seperti:


hutan tanaman industri, hutan rakyat, hutan kemasyrakatan dan lain-lain maka
telah ditanam berbagai jenis kayu, baik yang berasal dari jenis unggulan setempat
maupun dari jenis-jenis maupun species yang lain. Dengan demikian, keragaman
sumber bahan baku industri pengolahan saat ini semakin meningkat.

2.1. Jenis-jenis kayu

Di indonesia banyak terdapat jenis pohon dan dari sekian banyak jenis pohon
yang ada tersebut terdapat lebih dari 120 jenis di antaranya yang dianggap penting
dalam dunia industri ataupun perdagangan. Biasany kayu tersebut digunakan
untuk kontruksi bangunan, kontruksi jembatan, perlengkapan rumah tangga
(furniture) dan lain-lain.

Kayu jati

Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat dan tekstur paling
indah. Karakteristiknya yang stabil, kuat dan tahan lama membuat kayu ini
menjadi pilihan utama sebagai material bahan bangunan dan furniture. Kayu jati
mempunyai berat jenis 0,67 (0,62 - 0,75) dan kelas kuat II. (sumber : A.
Martawijaya ,dkk . 1981)

Kayu Merbau

kayu Merbau termasuk jenis kayu yang cukup keras dan stabil sebagai
alternatif pembandingan dengan kayu jati. Merbau juga terbukti tahan terhadap
serangga. Berat jeis kayu ini adalah 0,79 (0,52 - 0,97) dan kelas kuat II ( I - III ).
(sumber : A. Martawijaya ,dkk . 1989)

Kayu Bangkirai

Kayu Bangkirai termasuk jenis kayu yang cukup awet dan kuat. Sifat keras
nya juga disertai tingkat kegetasan yang tinggi sehingga mudah retak. Karena
kuatnya, kayu ini sering digunakan untuk material konstruksi berat seperti atap
kayu. Kayu ini mempunyai berat jenis 0,91 (0,61 - 1,16) dan kelas kuat I - II.
(sumber : A. Martawijaya , dkk . 1981)

Kayu Mahoni

Tersebar di seluruh jawa. Kayu ini memiliki tinggi pohon mencapai 35 m,


diameter sampai 125 cm. Berbentuk silindris, tidak berbanor, tajuk membulat.

3
Kayu ini memiliki berat jenis 0,64 (0,56 - 0,72) dan kelas kuat II - III. (sumber :
A. Martawijaya ,dkk . 1981)

Kayu meranti merah

Kayu meranti merah termasuk jenis kayu keras, tetapi kayu meranti tidak
begitu tahan terhadap cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk dipakai di luar
ruangan. Pohon meranti banyak ditemui di hutan di pulau kalimantan. Kayu ini
memiliki berat jenis ± 0,60 dengan kelas kuat II – III - IV. (sumber : A.
Martawijaya ,dkk . 1981)

Kayu Sonokeling

Tersebar diseluruh jawa. Kayu ini memiliki tajuk bulat dan berdaun jarang.
Tinggi pohon mecapai 43 m, panjang batang bebas cabang 3-5 m. Diameter dapat
mencapai 150 cm, batang umumnya tidak lurus, kebanyakan berlekuk dan tidak
berbanir. Kulit luar putih mengelupas kecil-kecil. Memiliki berat jenis 0,83 (0,77 -
0,86) dan kelas kuat II. (sumber : A. Martawijaya ,dkk . 1981)

Kayu Ulin

Kayu ini banyak digunakan untuk bahan bangunan rumah, kantor, gedung,
serta bangunan lainnya. Berdasarkan catatan, kayu ulin merupakan salah satu jenis
kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami diwilayah sumatra Bagian
Selatan dan Kalimantan. Berat jenis kayu ini adalah 1,04 (0,88 - 1,19) dan kelas
kuat I. (sumber : A. Martawijaya ,dkk . 1989)

Kayu Balau

Kayu ini terapat di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Sumatra
Selatan (Palembang), Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara. Tinggi pohon 20 – 50
m, panjang batang bebas cabang 10 – 35 m, diameter sampai 160 cm, banir dapat
mencapai tinggi 3,5 m. Berat jenis kayu ini 1,01 (0,88 – 1,15) dan kelas kuat I.
(sumber : A. Martawijaya ,dkk . 1989)

2.2. Kayu jati

Salah satu jenis dan sekian banyak jenis kayu di indonesia yang terbaik
mutunya adalah kayu jati atau dikenal dengan nama tectona grandis. Walaupun
harganya relatif lebih mahal tetapi mempunyai kelebihan antara lain kekuatan dan
keawatan yang lebih baik.

Menurut Pusat Pneleitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor,


karakteristik dari kayu jati paling dikenal orang adalah karena keawetannya dan
daya tahnnya perubahan cuaca dibandingkan dengan jenis kayu lain. Selain itu

4
pula karakter serat dan warnanya memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu lah
harga kayu jati lebih mahal . Tinggi pohon bisa mencapai 50 meter dengan Ø
hingga 1,2 meter. Umur pohon jati yang ideal untuk mendapatkan kualitas terbaik
adalah di atas 40 tahun . kecepatan tumbuh pohon jati relatif lambat sehingga
densitas kayunya pun lebih baik. Untuk memperoleh Ø 40cm dibutuhkan minimal
50 tahun masa tumbuh (P3HH Bogor ,2008).

Warna Kayu jati coklat dan emas warna gelap pada kayu terasnya.
Bagiankayu gubal berwarna krem atau bahkan putih kecoklatan . Pada beberapa
jenis lama di letakkan diudara terbuka dan terutama di bawah sinar matahari ,
warna tersebut akan berubah coklat muda. Densistas atau berat jenis kayu jati
berada pada kiaran 700-930 kg/mᶟ (P3HH Bogor,2008)

Kayu jati tergolong pada kayu dengan kelas awet 1. Memiliki daya tahan
yang kuat terhadap jamur, busuk karena udara lembab atau serangan serangga.
Kayu jati juga memiliki daya tahan yang baik terhadap cuaca dan perubahan
minyak pada kayu jati membuat kekuatan jati lebih baik dari jenis kayu yang lain.
Susunan serat kayu jati yang kecil memudahkan proses mesin dengan hasil yang
halus dan rata. Bisa dihasilkan kepala kayu yang halus pada saat proses
pemotongan melawan arah serat. Karena kelebihan kayu jati dari warna serat dan
kelas awetnya, sebagian besar produsen furniture atau pemakai kayu jati tidak
melapiskan bahan finishing karena minyak/lilin alaminya sudah merupakan bahan
pengawet. Di Indonesia kayu jati bisa diperooleh dari Perum Perhutani, sebagai
instansi pemerintah yang bertugas untuk melakukan perawatan dan pengawasan
ditribusi kayu jati di Indonesia, terutama di Pulau Jawa.

2.3. proses penyerutan kayu

Proses penyerutan kayu adalah proses slab milling dengan pahat bergigi
lurus. Proses penyerutan kayu ini hampir sama seperti pada proses penyerutan
logam, kecuali pada material benda kerja yang diserut adalah kayu. Pemakanan
kayu hasil dari gergajian harus melalui proses penyerutan sebelum bisa di
finishing. Penyerutan prinsipnya adalah membersihkan permukaan kayu dari
cuttermark dan meratakan permukaan kayu sehingga seluruh permukaan sama
tinggi dan membuat keempat sisi kayu bersudut 90°.

5
Pisau

Benda kerja
Ketebalan jadi

Meja Meja

Pisau

Gambar 2.1. Proses penyerut kayu

Terdapat sebuah poros (rol) kasar di bagian depan daun meja yang berfungsi
utuk menarik dan mendorong benda kerja ke dalam mesin. Poros ini berputar
dengan kecepatan rendah (kira-kira 30-40 m2/menit) dan permukaannya bergerigi
agar memiliki daya cengkeram terhadap kayu lebih kuat.

Di bagian tengah terdapat poros dengan mata pisau yang mana kedudukan
ujung mata pisau tersebut sudah sama dengan ukuran skala yang diinginkan. Di
belakang pisau terdapat sebuah (atau kadang lebih pada tipe tertentu) poros
penarik benda kerja setelah penyerutan. Posisi/ketinggian poros ini sedikit lebih
turun (sepersekian mm) dengan ketinggian ujung mata pisau terhadap daun meja
agar dapat menarik benda kerja keluar dari mesin. Permukaan poros tersebut halus
agar benda kerja yang telah diserut tidak ada gores.

Proses penyerutan sebaiknya dilakukan selama beberapa kali apabila


ketebalan sisa terlalu banyak. Sekali penyerutan sebaiknya setting dengan
ketebalan maksimal 3-4 mm. Apabila sisa kayu masih terlalu banyak lakukan
kembali penyerutan. Hal ini selain akan menjaga ketajaman mata pisau lebih awet,
kerja mesin akan lebih ringan. Kedua hal tersebut berpengaruh besar terhadap
kehalusan permukaan hasil serutan.

Pada mesin penyerutan yang direncanakan ini pisau penyerut yang digunakan
lebih banyak dan poros pisau lebih panjang sehingga didapatkan keuntungan
sebagai berikut:

- Menghasilkan proses pemotongan yang lebih lebar dan luas dalam sekali
langkah pemakanan.
- Hasil ketebalan produk dapat disesuaikan dan lebih seragam.

6
2.4. perhitungan daya motor

Sebelum dihitung daya motor, terlebih dahulu ditentukan parameter


pemotongan kecepatan potong dan kecepatan pemakanan.

Gambar 2.2. Skema gaya pemotongan

Keterangan:

h = ketinggian potong (cutting height) (m)

Vf = kecepatan pemakanan (feed rate) (m/menit)

Vc = kecepatan potong (cutting speed) (m/det)

Penentuan kecepatan potong

Kecepatan potong secara teoritis dapat ditentukan antara 40-60 m/det dengan
berdasarkan tabel 2.1. berikut dengan catatan bahwa pahat yang dipakai adalah
jenis HSS.

7
Tabel 2.1. kecepatan potong berdasarkan bahan pisau

Pisau frais Gergaji


Material HSS Hard Metal Hard Metal
m/det m/det m/det
Kayu lunak 50 – 80 60 – 90 70 – 110
Kayu keras 40 – 60 50 – 80 70 – 90
Papan serpih 60 – 80 60 – 80
Papan lapis 60 – 80 60 – 80
Hard board 40 – 60 60 – 80
Papan berlapis plastis/logam 40 – 60 60 – 120
lunak
( sumber : A.D. Budianto : 1987 )

Untuk perhitungan yang lebih akurat dan aktual digunakan rumusan berikut :

π .d ,n
Vc = ( sumber : taufiq rochim, 1993 )
1000

Keterangan :

d = diameter pahat (mm)

n = putaran poros (rpm)

Perhitungan kecepatan pemakanan

Kecepatan pemakanan dihitung dengan rumus berikut :

- Untuk kayu lunak :


z.n
Vf = (m/menit) (sumber : A.D Budianto : 1987)
1000
- Untuk kayu keras :
z.n
Vf = (m/menit) (sumber : A.D. Budianto : 1987)
2000

Keterangan :

Vf = kecepatan pemakanan (m/menit)

z = jumlah gigi pisau yang digunakan (buah)

n = jumlah putaran pisau per menit (rpm)

Sedangkan untuk jumlah putaran (RPM) ditentukan berdasarkan tabel berikut :

8
Tabel 2.2 jumlah putaran berdasarkan bahan pisau.

Jumlah putaran baja Jumlah putaran baja


Garis tengah alat dalam
RAPID KERAS
mm
Rpm rpm
Poros kepala bayi 6000 6000
Kepala pisau universal 5000 5000
Kepala ketam 6000 6000
Poros pisau tunggal 6000 6000
(mini)
80 – 100 8000 10000
120 – 140 6000 8000
150 – 200 5000 6000
210 – 250 3000 5000
300 3000 3000
( sumber : A.D, Budianto : 1987 )

Menurut taufiq rochim (1993) perhitungan gaya potong secara teoritis untuk
satu gigi dihitung sebagai berikut :

Fc = K . b . h (sumber : Taufiq Rochim : 1993)

Keterangan :

Fc = gaya potong (kg)

K = tahanan potong spesifik kayu (kg/mm²)

b = lebar pemotongan (mm)

h = tebal geram rata-rata (mm)

tebal geram rat-rata dan tebal pemakanan untuk satu gigi adalah sebagai berikut :

h = fz.
√ a
d

Vf
fz =
n.z

keterangan :

h = tebal geram rata-rata (mm)

fz = tebal pemakanan untuk satu gigi (mm)

9
Vf= kecepatan pmakanan (mm/detik)

N = putaran poros pahat (rpm)

Z = jumlah gigi

A = kedalaman pemakanan (mm)

D = diameter poros pisau (mm)

Daya potong untuk setiap gigi menurut Taufik Rochim (1993) dapat dihitung
sebagai berikut :

Fc x Vc
Pt =
60.000

Keterangan :

Fc = gaya potong untuk satu gigi

Vc = kecepatan potong

Sedangkan daya potong dihitung sebagai berikut :

Pc = Fc . Vc

Keterangan :

Pc = daya potong (kw)

Vc = kecepatan pemotongan ( m/det )

Dan daya potong rata-rata dihitung sebagai berikut :

Pc = Pt . Zt

Keterangan :

Pt = daya potong untuk satu gigi (kw)

Zt = jumlah gigi efektif

Daya motor duhitung dengan menambahkan efisiensi mekanis sistem transmisi

Pc
Pm =
ƞ

2.5 V- belt

Belt drives adalah suatu elemen mesin fleksibel yang dapat digunakan
dengan mudah untuk mentramisikan torsi dan gerakan dari suatu komponen ke

10
satu atau beberapa komponen lainnya , umumnya poros-poros paralel. Belt
digunakan sebagai transmisi langsung yang menghubungkan jarak yang jauh
antara dua buah poros dimana sebuah sabuk dililitkan si pulley pada poros. V-belt
yang mempunyai penampang trapesium V dipasangkan pada pulley dengan alur
dan meneruskan torsi antara dua poros yang dapat berjarak maksimal 5 meter
dengan perbandingan putaran 1:1 hingga 1:7

Menurut sularso (1993),daya maksimum yang dapat ditransmisikan V-belt


dapat mencapai 500 kw. Rasio transmisi dari torsi dan kecepatan putaran pada
poros penggerak dan yang digerakan ditentukan oleh ratio diameter pulley.
Karena bentuk yang khusus,belt drives memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan elemen-elemen mesin lainnya antara lain : instalasi cukup
mudah,perawatan sederhana,putaran yang ditransmisikan tinggi,reliabilitasnya
tinngi dan hentakan serta suara yang dihasilkan rendah.

Menurut sularso (1993) beberapa hal yang perlu diperhitunhkan dalam


perencanna sabuk adalah : jenis dan tipe sabuk , panjang sabuk , sudut kontak ,
jumlah sabuk dan gaya-gaya pada sabuk.

Transmisi sabuk ini dibedakan menjadi tiga macam tipe ,yaitu :

1. Sabuk rata (flat belt)


2. Sabuk – V ( V-belt)
3. Sbuk bulat ( circular belt)

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan jenis sabuk – V karena mudah


dalam penangananya dan harganya pun lrelatif lebih murah. Sabuk – V dibelitkan
dikelilingi alur pulley yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang
membelit pada pulley ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya
akan bertambah besar .

A. Trasmisi sabuk – V

Sabuk-V ini terbuat dari kain dan benang,biasanya katun,rayon,tetoron atau


nylon dan diresapi dengan karet yang mempunyai penampang trapesium.

Kontruksi sabuk-V dapat dilihat pada gambar 2.3.

1. Terpal
2. Bagian penarik
3. Karet
pembungkus

11
4. Bantal karet
Gambar 2.3. Kontruksi Sabuk-V
(Sumber : Sularso, 1993 hal.164)

Gambar 2.4. Ukuran penampang V-belt


(Sumber : Sularso, 1993 : 164)

Pemilihan tipe sabuk

Atas dasar daya rencana atau hasil perhitungan daya motor penggerak dan
putaran poros penggerak, penampang atau tipe sabuk-v yang sesuai dapat
diperoleh dari diagram pemilihan sabuk-v seperti pada gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5. Diagram pemilihan sabuk-V

(Sumber : Sularso, 1993)

Panjang Sabuk –V

Sedangkan dalam menentukan panjang sabuk digunakan rumus sebagai berikut :

π 1
L = 2.C + ( dp+ Dp ) + ( Dp−dd ) (mm)
2 4. C

12
Keterangan :

C = jarak sumbu poros (mm)

=1,5. Dp −2. Dp

Dp = diameter puncak pulley yang besar (mm)

Dp = diameter puncak pulley yang kecil (mm)

L = panjang puncak dari sabuk atau panjang efektif (mm)

Gambar 2.6. Perhitungan panjang keliling sabuk

(Sumber : Sularso, 1993 hal.168)

Untuk pengecekan terhadap jarak poros dan panjang sabuk digunakan rumusan
sebagai berikut :

b+ √ b ²−8(Dp−dp)²
C=
8

Dengan

b = faktor koreksi jarak sumbu poros

= 2L-3,14(Dp+dp)

Sudut kontak Sabuk Dengan Pulley

Sudut lilit atau sudut kontak sabuk pada alur pulley penggerak harus
disuhakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang kontak antara sabuk dan
pulley, agar gaya gesekan tidak berkurang , sehingga terjadinya slip antara sabuk
dan pulley dapat dihindari.

Besarnya sudut kontak , yaitu :

13
( Dp−dp)
Ɵ = 180 ± 2 sinˉ¹ (°)
2−C

Keterangan :

( Dp−dp)
Untuk pulley kecil, (Ɵ₅) = 180 – 2 sinˉ¹
2−C

( Dp−dp)
Untuk pulley besar, (Ɵ₁) = 180 + 2 sinˉ¹
2−C

(sumber : Jaseph E. Shigley, hal. 335)

Jumlah Sabuk – V

Jumlah sabuk (Z) yang digunakan didapat dengan melakukan perbandingan


antara daya perencanaan (Pd) dengan besarnya nilai daya yang dapat
ditransmisikan oleh satu sabuk (P₀) setelah dikalikan dengan faktor koreksi (K₀).
Adapun persamaan untuk menghitung jumlah sabuk adalah sebagai berikut :

Pd
Z=
P ₀−K ₀

Keterangan :

Z = jumlah sabuk

Pd = daya rencana

P₀ = daya ditransmisikan oleh satu sabuk (kW)

K₀ = faktor koreksi

(sumber : sularso, hal 173)

Sedangkan nilai daya dengan sudut kontak Ɵ₂ = 180°, adalah :

[
P₀ = C1−
C2
dp
2
] {
−C3 ( r . d ) −C4 log ( r . dp ) ( r . dp ) +C ₂. r 1−
1
Kᴀ }
Keterangan :

p₀ = nilai daya tiap sabuk (kW/belt)

C₁,₂,₃,₄ = nilai konstanta tiap penampang sabuk ( tabel 2.3. )

r = putaran poros penggerak dibagi 1000 ( rpm )

14
dp = diameter puncak pulley kecil ( mm )

Kᴀ = faktor perbandingan kecepatan ( tabel 2.4. )

( Sumber : Joseph E. Shigley, hal. 343 )

Tabel 2.3. konstsnta C dalam persamaan nilai daya

Penampag C1 C2 C3 C4
sabuk
A 0,8542 1,342 24,36.10ˉ⁴ 0,1703
B 1,506 3,520 4,193.10ˉ⁴ 0,2931
C 2,786 9,788 7,460.10ˉ⁴ 0,5214
D 5,922 34,72 1,522.10ˉ³ 1,064
E 8,642 66,32 2,192.10ˉ³ 1,532
(Sumber : Joseph E. Shigley, Perencanaan Teknik Mesin, hal. 342 )

Tabel 2.4. Faktor perbandingan kecepatan dalam persamaan nilai daya

Batas Dp/dp Kᴀ
1,00 sampai 1,01 1,0000
1,02 sampai 1,04 1,0112
1,05 sampai 1,07 1,0226
1,08 sampai 1,10 1,0344
1,11 sampai 1,14 1,0463
1,15 sampai 1,20 1,0586
1,21 sampai 1,27 1,0711
1,28 sampai 1,39 1,0840
1,40 sampai 1,64 1,0972
Di atas 1,64 1,1106
( Sumber : Joseph E. Shigley, Perencanaan Teknik Mesin, hal.342 )

Gaya Pada Sabuk-v

Pulley penggerak atau pulley pada motor akan menarik sabuk pada satu sisi
yang mengakibatkan gaya tarik sabk pada sisi kencang dan sisi kendor.
Persamaan yang digunakan untuk gaya tarik sabuk, yaitu :

1)Kecepatan kelililing sabuk

π .dp .n
V= (m/s)
60.1000

Keterangan :

V= kecepatan keliling sabuk (m/s)

15
Dp= diameter pulley kecil (mm)

N= putaran pulley kecil (rpm)

(sumber:Sularso, hal.166)

2) Gaya keliling sabuk

F= ( 102.vxP ₀ ) (kg)
Keterangan :

P₀= daya ditransmisikan per belt

F= gaya keliling sabuk

=F₁-F₂ (kg)

V= kecepatan keliling sabuk (m/s)

(sumber: Sularso,hal.171)

3) Sedangkan besarnya gaya tarik pada masing-masing tarik daya kendor, yaitu :

F₁ / F₂ = eᶣᶱ

F = F₁ - F ₂

eᶣᶱ −1
=F₁
eᶣᶱ

Keterangan :

F₁ = gaya tarik pada sisi kencang (kg)

F₂ = gaya tarik pada sisi kendor (kg)

μ = koefisen gesekan antara permukaan sabuk dengan pulley

Ɵ = sudut kontak sabuk dengan pulley (radian)

ɑ = sudut kemiringan alur/groove (°)

16
Gambar 2.7. Sudut kontak pada sabuk

(Sumber: Sularso,hal.171)

2.6 Pulley

Seperti diketahui pulley berfungsi untuk memutar poros yang ke poros yang
lain sebagai elemen bantu untuk sabuk (belt) .Perbandingan kecepatan nya
berbanding lurus dengan perbandingan lurus dengan perbandingan diameter
pulley yang digunakan .

Adapun macam-macam tipe pulley untuk penggerak diantaranya adalah sebagai


berikut :

1. Pulley datar
Pulley ini kebanayakan terbuat dari besi tuang dan ada juga yang baja dan
didalamnya mempunyai bentuk yang bervariasi.
2. Pulley mahkota
Pulley ini lebih efektif daripada pulley datar, karena sabuknya sedikit
menyudut, sehingga untuk sip relatif lebih sukar dan derajat ketirusannya
bermacam-macam menurut kegunannya.
3. Tipe lain
Pulley tipe lain untuk sabuk penggerak dapat ditemukan dalam berbagai
bentuk.Tetapi ukuran dan tebal pulley ini harus mempunyai alur celah
yang sama dengan alur celah pada sabuk penggeraknya .

Pada umumnya pulley dari besi cor FC 20 atau FC 30. Bentuk-bentuk alur
pulley mempunyai bentuk standar. Profil alur pulley untuk sabuk-v dapat dilihat
pada gambar 2.8 berikut.

17
Gambar 2.8 profil alur pulley sabuk – V
(Sumber : Sularso, hal.165)

A. Putaran Pulley
Untuk mencari putaran pulley kedua atau pulley yang digerakkan
digunakan bersamaan perbandingan reduksi yang yang didapat dari
perbandingan diameter pulley kecil ( pulley penggerak ) terhadap pulley
besar (yang digerakkan ),atau secara matematis adalah :
n ₁ dp
= =i
n ₂ Dp
keterangan :
n₁ = putaran pulley kecil ( rpm )
n₂ = putaran pulley besar ( rpm )
dp = diameter pulley besar ( mm )
Dp = diameter pulley besar ( mm )
i = perbandingan reduksi (Sumber : Sularso, hal. 166)
B. Lebar Pulley
Lebar permukaan pulley dapat dirumuskan sebagai berikut :
B – (Z-1) + 2s (mm)
Keterangan :
B = lebar permukaan pulley (mm )
Z = jumlah sabuk
t = konstanta ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
s = faktor tambahan ketebalan dari tipe sabuk ( tabel 2.5. )
( Sumber : Dobrovolsky, hal.221 )

Tabel 2.5. Spesifikasi ukuran pulley menurut tipe sabuk – V

Tipe Luas penampang Ukuran menurut besar pulley

18
sabuk dalam ( cm2 ) e c t s Φn
A 0,8 12,5 3,5 16 10 34-40
B 1,4 16 5 20 12,5 34-40
C 2,3 21 6 26 17 34-40
( sumber : Dobrovolsky, Machine Element, hal. 216 )

C. Diameter Puncak Dan Diameter Dasar Pulley


1) Untuk diamater puncak pulley
Dp = Dp + 2 . C ( mm )
2) Untuk diameter dasar pulley
Dk = Dp – 2 . e ( mm )

Keterangan :

Dp = Diameter puncak pulley ( mm )

Dk = Diameter dasar pulley ( mm )

Dp = Diameter pulley ( mm )

C dan c = Faktor nilai untuk sabuk ( tabel 2.5. )

( sumber : Dobrovolsky, hal. 221 )

2.7. Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi setiap mesin
atau peralatan bantu. Selain untuk meneruskan daya atau putaran ke elemen mesin
lain juga berfungsi sebagai pendukung beban dengan meneruskan daya atau tanpa
meneruskan daya.

Pada perencanaan poros digunakan dasar teori untuk poros dengan beban
puntir/torsi dan beban lentur/bending. Pada perencanaan ini poros dikenai beban
bending karena berat pulley dan gaya-gaya yang terjadi pada belt sedangkan berat
poros diabaikan. Sedang beban torsi karena poros mentranmisikan daya belt.

A. Klasifikasi poros
Menurut bentuknya dapat digolongkan dalam poros lurus umum, poros
engkol, poros luwes untuk transmisi daya kecil, dan lain-lain. Sedangkan untuk
meneruskan daya diklarifikasikan menurut pembebanannya yaitu sebagai
berikut :
1. Poros spindel
Merupakan poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama
mesin perkakas dimana beban utamanya berupa puntiran.
2. Poros transmisi

19
Poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga salah satu elemen mesin
ke elemen mesin yang lain. Dalam hal ini poros mendapatkan beban
gabungan antara beban puntir ( putar ) dan pembengkokan ( lentur ). Daya
yang ditransmisikan ke poros ini melalui kopling, roda gigi, pulley sabuk
atau sproket rantai, dan lain-lain. Poros transmisi biasanya dibuat bukan
dari baja paduan. Baja paduan dipergunakan apabila disyaratkan ketahanan
aus, korosi, panas atau ketahanan lelah yang besar.
3. Poros pendukung
Poros yang khusus untuk mendukung elemen mesin yang berputar, seperti
cakera tali, piringan kabel, roda jalan dan roda gigi. Poros dukung dibagi
dalam poros tetap atau poros berhenti dan poros berputar. Poros dukung
tetap, pada kedua atau salah satu ujungnya ditumpu atau sering ditahan
terhadap putaran. Poros dukung pada umunya dibuat dari baja bukan
paduan dan baja paduan, misalnya : baja nikel khrom dan besi cor nodular.

B. Hal-hal penting dalam perencanaan poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :

1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalamibeban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban
tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.
Faktor-faktor seperti kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi
tegangan bila diameter diperkecil ( poros bertangga ) atau bila poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk menahan beban-
beban diatas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan
ketidaktelitian ( pada mesin perkakas ) atau getaran dan suara ( misalnya
pada turbin dan roda gigi ). Karena itu, disamping kekuatan poros,
kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin
yang akan dilayani poros.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan makapada suatu harga putaran tertentu dapat
terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut dengan putaran
kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan lain-
lain dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian
lainnya. Jika mungkin, poros direncanakan sedemikian hingga putaran
kerjanya lebih rendah dari putaran kritis.

20
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi ( termasuk plastik ) harus dipilih untuk poros
propeler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.
Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros
mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula
dilakukan perlindungan terhadap korosi.
5. Bahan poros
Poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin
dan difinis, baja karbon kontruksi mesin ( tabel 2.6. ) yang dihasilkan dari
ingot yang di “kill” ( baja yang didoeksidasikan dengan ferrosilikon dan
dicor ; kadar karbon terjamin ) atau dapat juga dari baja paduan. (tabel 2.7.)

Tabel 2.6. Baja karbon untuk kontruksi dan poros

Standard Lambang Perlakuan Kekuatan Keterangan


dan macam panas tarik
(kg/mm2)
Baja karbon S30C Penormalan 48 -
kontruksi S35C Penormalan 52 -
mesin ( JIS S40C Penormalan 55 -
G 4501 ) S45C Penormalan 58 -
S50C Penormalan 62 -
S55C Penormalan 66 -
Batang baja S35C-D - 53 Ditarik dingin,
yang difinis S45C-D - 60 digerinda,
dingin S55C-D - 72 dibubut, atau
gabungan
antara hal-hal
tersebut
( Sumber : Sularso, hal.3 )
Poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat
tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom, baja
khrom nikel, baja khrom molibden dan baja khrom nikel molibden. Tetapi
pemakaian baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya
karena putaran tinggi dan beban berat, harus dipertimbangkan pula
pemakaian baja karbon yang diberi perlakuan panas yang tepat sehingga
mempunyai kekuatan yang cukup memadai.

Tabel 2.7. Baja paudan untuk poros

Standard dan Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik


macam (kg/mm2)
Baja khrom nikel SNC 2 - 85
( JIS G 4102 ) SNC 3 - 95

21
SNC 21 Pengerasan kulit 80
SNC 22 Pengerasan kulit 100
Baja khrom nikel SNCM 1 - 85
molibden SNCM 2 - 95
( JIS G 4103 ) SNCM 7 - 100
SNCM 8 - 105
SNCM 22 Pengerasan kulit 90
SNCM 23 Pengerasan kulit 100
SNCM 24 Pengerasan kulit 120
Baja khrom SCr 3 - 90
( JIS G 4104 ) SCr 4 - 95
SCr 5 - 100
SCr 21 Pengerasan kulit 80
SCr 22 Pengerasan kulit 85
Baja khrom SCM 2 - 85
molibden SCM 3 - 95
( JIS G 4105 ) SCM 4 - 100
SCM 5 - 105
SCM 21 Pengerasan kulit 85
SCM 22 Pengerasan kulit 95
SCM 23 Pengerasan kulit 100
( Sumber : Sularso, hal.3 )

C. Diameter poros
Diameter poros tergantung pada kombinasi tegangan dari momen
bending dan torsi. Penggambaran tegangan geser dan diagram momen
sangat diperlukan untuk menentukan momen maksimum gaya-gaya yang
bekerja pada poros dibagi menjadi dua bagian,yaitu : bidang vertikal dan
horizontal (Sularso,1993).
Untuk memperkirakan garis tengah atau memperhitungkan diameter
poros perlu dihitung lrbih dahulu daya yang akan dipindahkan atau
ditransmisikan dan putran kerja saat pentransmisisan daya terjadi. Dari daya
yang ditrnsmisikan dan putaran kerja ini,moment puntir ( momrn torsi) dan
momen lentur (momen bending) dapat dihitung,sehingga diameter dapat
dihitung dari momrn puntir dan moment bending ini.
1.Momen puntir
5 Pd
T = 9,74 x 10 (kg.mm)
n1

Keterangan :
T = momen puntir/torsi (kg.mm)
Pd = daya rencana (Kw)
N1 = putaran poros (rpm) (sumber : Sularso,hal 7)
2.Momen lentur

22
Mb = σb [ ( π /32 ) d s ]
3
(kg.mm)

Keterangan :
Mb = momen lentur bending (kg.mm)
σb = tegangan lentur ijin (kg/mm2)
ds = diameter poros (mm)
(sumber : Sularso,hal 12)

Momen lentur biasanya diperhitungkan dari beban atau gaya-gaya yang


bekerja pada poros,sedangkan momen puntir diperhitungkan dari gaya yang
ditransmisikan pada poros. Sehingga dengan mengetahui besarnya momen
torsi dan momen lentur maka akan didapat persamaan untuk menghitung
diameter poros dengan beban puntir saja,poros dengan beban lentur saja dan
poros dengan beban gabungan antra puntir dan lentur.
Perhitungan untuk masing-masing diameter poros dengan beban
puntir,beban lentur dan gabungan antara puntir dan lentur adalah sebagai
berikut :
Diameter untuk poros dikenai beban puntir saja dihitung sebagai berikut :

ds =

5,1
3

τs
Keterangan :
Kt CbT ( mm )

ds = diameter poros ( mm )
τ s = tengangan geser ijin ( kg/mm2 )
T = momen torsi ( kg.mm )
K t = faktor beban kejut
C b = faktor beban lentur
( Sumber : Sularso, 1993 )

Diameter untuk poros dikenai beban lentur saja, dihitung sebagai berikut :

ds =

10,2
3

σb
Keterangan :
Mb ( mm )

ds = diameter poros ( mm )
σb = tegangan lentur ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm )
( Sumber : Sularso, 1993 )

Menurut Sularso (1993), diameter untuk poros dikenai beban gabungan


( lentur dan puntir ) , dihitung sebagai berikut :

ds = ([ 5,1τs ) √( KmMb ) +(KtT )² ]


2 1/3
( mm )

23
Keterangan :
ds = diameter poros ( mm )
τ s = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )
Mb = momen lentur/bending ( kg.mm )
Km = faktor koreksi momen lentur
T = momen torsi ( kg.mm )
Kt = faktor koreksi momen puntir

2.8. Pasak

Pasak adalah salah satu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, pulley, kopling dan lain-lain pada
poros. Momen yang terjadi diteruskan dari poros ke naff atau dari naff ke poros.
Pasak dapat digolongkan atas beberapa macam : menurut letaknya pada poros
misalnya pasak pelana, pasak rata, pasak benam dan pasak singgung (umumnya
berbentuk segi empat). Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau
tirus. Pasak benam prismatis ada yang khusus digunakan sebagai pasak luncur.
Ada pula pasak tembereng atau pasak jarum. Pasak luncur memungkinkan adanya
pergeseran aksial roda gigi dan lain-lain pada porosnya seperti pada splines. Pasak
yang sering digunakan adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen besar.
Untuk momen dengan tumbukan digunakan pasak singgung ( Sularso : 1992 ).

Gambar 2.9. Macam-macam pasak

( Sumber : Sularso, hal.24 )

Adapun perhitungan dalam perencanaan pasak adalah sebagai berikut .

Gaya tangesial yang terjadi pada poros :

T
Ft = ( kg )
ds /2

24
Keterangan :

Ft = gaya tangesial pada poros ( kg )

T = torsi ( kg.mm )

ds = diameter poros ( mm )

( Sumber : Sularso, 1993 )

Tegangan geser ijin ( τ t ) :

τ t = 0,8 x σt ( kg/mm2 )

Keterangan :

τ t = tegangan geser ijin ( kg/mm2 )

σt = kekuatan tarik bahan ( kg/mm2 )

( Sularso, 1993 )

Tegangan geser akibat gaya tangensial ( τ max )

Ft
τ max = ( kg/mm2 )
b xl

Keterangan :

τ max = tegangan geser akibat gaya tengensial ( kg/mm2 )

Ft = gaya tangensial pada poros ( kg )

b = tinggi pasak ( mm )

l = panjang pasak ( mm )

( Sumber : Sularso, 1993 )

Tekanan permukaan pasak :

Ft
P= (kg/mm2 )
lxt

Keterangan :

P = tekanan permukaan ( kg/mm2 )

l = panjang pasak ( mm )

t = kedalaman pasak ke naff ( mm )

25
( Sumber : Sularso, hal.27 )

Harga tekanan permukaan pada pasak dibatasi oleh harga tekanan permukaan
yang diijinkan yaitu, pa = 8 kg/mm2 untuk proses dengan diameter kecil, 10
kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga
tersebut jika poros bekerja pada mesin yang mempunyai putaran tinggi.

Tabel 2.8. Pemilihan dimensi pasak

Ukur Ukuran
Ukuran standar t2 Referensi
an standar, h Ukur
Ukuran
stand Pasak an r1 Diameter
nomina Pas Pasak Pas Pa
ar b, Prisma C l* stand dan poros
l pasak ak Prism ak sak
b1 tis ar r2 yang
bxh Tiru atis lunc tir
dan Pasak t1 dapat
s ur us
b2 luncur dipakai
2x2 2 2 0,16- 6-20 1,2 1,0 0,5 0,08- 6-8
3x3 3 3 0,25 6-36 1,8 1,4 0,9 0,16 8 -10
4x4 4 4 8-45 2,5 1,8 1,2 0,16- 10 - 12
5x5 5 5 0,25- 10-58 3,0 2,3 1,7 0,25 12 - 17
6x6 6 6 0,40 14-70 3,5 2,8 2,2 17 - 22
(7 x 7) 7 7 7,2 16-80 4,0 3,0 3,0 20 - 25
8x7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 22 - 30
10 x 8 10 8 22-110 5,0 3,3 2,4 30 - 38
0,40- 0,25-
12 x 8 12 8 28-140 5,0 3,3 2,4 39 - 44
0,60 0,40
14 x 9 14 9 36-160 5,5 3,8 2,9 44 - 50
15x10 15 10 10,2 40-80 5,0 5,0 5,0 50 - 55
16x10 16 10 45-180 6,0 4,3 3,4 50 - 58
18x11 18 11 50-200 7,0 4,4 3,4 58 - 65
20x12 20 12 56-220 7,5 4,9 3,9 65 - 75
22x14 22 14 0,60- 63-250 9,0 5,4 4,4 0,40- 75 - 85
24x16 24 16 16,2 0,80 70-280 8,0 8,0 8,0 0,60 80 - 90
25x14 25 14 70-280 9,0 5,4 4,4 85 - 95
28x16 28 16 80-320 10,0 6,4 5,4 95 - 110
32x18 32 18 90-360 11,0 7,4 6,4 110 - 130
Lebar pasak sebaiknya antara 25-35% dari poros dan panjang pasak jangan
terlalu panjang dibandingkan diamter (0,75-1,5 da) lebar dan tingggi pasak sudah
distandarkan, maka beban yang ditimbulkan oleg gaya tangensial yang besar
diatasi dengan menyesuaikan panjang pasak. Tetapi, yang terlalu panjang tidak
dapat menahan tekanan yang merata pada permukaan . jika ada pembatasan pada
ukuruan naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standar atau diameter
poros perlu dikoreksi. Untuk dimensi pasak standar dapat dilihat pada tabel 2.8
dan untuk bahan pasak dapat dilihat pada tabel 2.9

Tabel 2.9. Harga-harga pemilihan bahan pasak

Simbol Tipe Nomor Jenis baja Kadar Kekuataan

26
dengan deoks bahan menurut C (%) σᵦ σsmin S HB
grup idasi EURONOR sampai (N/mm²) min
kualitas M 25 100 mm (%)
Φ
(N/mm²)
St 33-1 - 1.0033 Fe 33-c - 340..490 190 18 -
St 33-2 - 1.0035 - 340..490 190 18 -
St 34-1 U 1.0100 Fe 34-A 0,17 330..410 200 25 95..120
R 1.0150
St 34-2 U 1.0102 Fe 34-B2FU 0,15
R 1.0108 Fe 34-B3FN
St 37-1 U 1.0110 Fe 37-A 0,20 360..440 240 25 105..125
R 1.0111
St 37-2 U 1.0112 Fe 37-B3FU 0,18
R 1.0114 Fe 37-B3FN
St 37-3 Fe37-C3 0,17 410..490 250 22 120..140
RR 1.0116
St 42-1 U 1.0130 Fe42-A 0,25
R 1.031
St 42-2 Fe42-B3FU 0,25
U 1.032
R 1.034 Fe 42-B3FN
St 42-3 Fe 42-C3 0,23
RR 1.0136 0,25 490..590 290 20 140..170
St 50-1 Fe 50-1
R 1.0530 0,30
St 50-2 Fe 50-2
R 1.0532 0,2 510..610 350 22 -
St 52-3 Fe 52-C3
RR 1.0841 0,35 590..710 330 15 170..195
St 60-1 Fe 60 -1
R 1.0540 0,40
St 60-2 Fe 60-2 690..830 300 10 195..240
R 1.0572 0,5
St 70-2 Fe -2
R 1.0632

Keterangan :

Kolom 1: Untuk grupkualitas utama harus mengandung kadar %p,s atau N yang
mudah.

Q : tepi yang tidak retak ; Z : batang tarik ; p : tempa ; Ro : untuk pipa

Kolom 2 : U : tidak stabil ; R : stabil ; RR : dituangk dalam keadaan sangat stabil

Kolom 7 : Harga untuk tebal 16 mm, untuk 16...40 σᵦ-10N/mm² , untuk 40..100,
σᵦ=20N/mm² dipilihan lebih rendah.

(Sumber: G.Nieman, hal.34)

2.9. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penumpu oros yang
berbeban dan berputar. Bantalan harus mempunyai ketahanan terhadap getaran
maupun hentakan. Banatalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros
serta elemen mesinlainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi

27
dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja
secara semestinya (Sularso :1992)

Menurut beban yang diterima oleh elemen maka bantalan dibagi menjadi dua
macam, yaitu :

1. Bantalan radial, bila arah dari beban yang ditumpu oeh bantalan dibagi
tegak lurus sumbu poros
2. Bantalan aksial, bila arah beban yang ditumpu oleh bantalan searah dengan
sumber poros

Menurut dasar gerakan bantalan terhadap poros dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.Bantalan gelinding

Pada bantalan ii terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dan yang
dim, melalui elemen peluru seperti bola, rol tirus dan rol silindrik.

2.Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan

28
Gambar 2.10. Bantalan luncur dan bantalan gelinding

A.Beban Ekivalen

Beban Ekivalen adalah suatu beban yang besarnya sedemikian rupa, sehingga
memberikan umur yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan
putaran yang sebenarnya.

Jika suatu deformasi permanen, ekivalen dengan deformasi permanen


maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis yang sebenarnya pada bagian
dimana elemen gelinding membuat kontak dengan cincin pada tegangan
maksimum, maka beban yang menimbulkan deformasi tersebut disebut beban
ekivalen statis.

Besarnya beban ekivalen dinamis untuk bantalan bola radial adalah sebagai
berikut :

Pr = X . V . Fr + Y . Fa ( kg ) ( Sularso, 1993 )

29
Keterangan :

Pr = beban ekivalen dinamis ( kg )

X = faktor beban radial

Y = faktor beban aksial

Fr = beban radial ( kg )

Fa = beban aksial ( kg )

V = faktor rotasi

Faktor-faktor untuk beban radial, beban aksial dan faktor rotasi dapat dilihat pada
tabel 2.13. berikut :

Tabel 2.10. Bantalan untuk permesinan serta umurnya

Umur Faktor 2000-4000 5000-15000 20000-30000 jam 40000-60000 jam


, Lh beban, fw jam jam
Pemakaia Pemakaian Pemakaian terus Pemakaian terus
n jarang sebentar- menerus menerus dengan
sebentar keandalan tinggi
(tidak terus
menerus)
1-1,1 Kerja Alat listrik Konveyor, Pompa, poros Poros transmisi
halus rumah mesin transmisi, separator, utama yang
tanpa tangga, pengangkat pengayak, mesin memegang peranan
tumbuka sepeda lift, tangga perkakas, pres putar, penting, motor-motor
n jalan separator sentrifugal, listrik yang penting
sentrifus pemurni
gula, motor listrik
1,1- Kerja Mesin Otomobil, Motor kecil, roda pompa penguras,
1,3 biasa pertanian, mesin jahit meja, pemegang mesin pabrik kertas,
gerinda pinion, roda gigi rol kalender, kipas
tangan reduksi, kereta rel angin, kran,
penggiling bola,
motor utama kereta
rel api
1,2- Kerja Alat-alat Penggetar,
1,5 dengan besar, unit penghancur
getaran roda gigi
atau dengan
tumbuka getaran
n besar,
rolling mill

30
Tabel 2.11. Faktor-faktor V , X , Y dan Xo , Yo

Beban Beban Baris tunggal Baris ganda


putar putar Baris Baris
pada pada tunggal ganda
Jenis Bantalan
cincin cincin e
dalam luar
V X Y X Y X Y Xo Yo X Yo
o
Fa 0,56 2,30 2,30 0,19
= 1,99 1,90 0,22
Co
0,014 1,71 1,71 0,26
= 0,028 1,55 1,55 0,28
Bantala 1,45 1,45 0,30
= 0,056 0
n bola 1,31 1,31 0,34 0,
= 0,084 1 1,2 1 0 0,56 0,5 , 0,5
alur 1,15 1,15 0,38 6
= 0,11 6
dalam 1,04 1,04 0,42
= 0,17
= 0,28 1,00 1,00 0,44
= 0,42
= 0,56
α = 20o 0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
Bantala = 20o 0,41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
0,
n bola = 20o 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80 0,33 1 0,66
5
sudut = 20o 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
= 20o 0,35 0,56 0,55 0,57 0,93 1,14 0,26 0,52
(Sumber : Sularso, hal.135)

Sedangkan kapasitas nominal statis dan dinamis untk berbagai jenis bantalan
dapat dilihat pada tabel 2.12. berikut ini.

Tabel 2.12. Kapasitas nominal statis dan dinamis pada bantalan

Nomor bantalan Ukuran luar (mm) Kapasitas Kapasitas


Jenis Dua Dua sekat D D B R nominal nominal statis
terbu sekat tanpa dinamik spesifik Co
ka kontak spesifik C (kg)
(kg)
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001Z 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 Z 6002VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 6002Z 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 Z 6004VV 20 42 12 1 735 465
6005 6003Z 6005VV 25 47 12 1 790 530
6006 Z 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007 6004Z 6007VV 35 62 14 1,5 1250 915
6008 Z 6008VV 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6005Z 6009VV 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 Z 6010VV 50 80 16 1,5 1710 1430
6011 6006Z 6011VV 55 85 18 2 1850 1475
6012 Z 6012VV 60 90 18 2 2200 1510

31
6007Z
Z
6008Z
Z
6009Z
Z
6010Z
Z
6011Z
Z
6012Z
Z
6200 6200Z 6200VV 10 30 9 1 400 236
6201 Z 6201VV 12 32 10 1 535 305
6202 6201Z 6202VV 15 35 11 1 600 360
6203 Z 6203VV 17 40 12 1 750 460
6204 6202Z 6204VV 20 47 14 1,5 1000 635
6205 Z 6205VV 25 52 15 1,5 1100 730
6206 6203Z 6206VV 30 62 16 1,5 1530 1050
6207 Z 6207VV 35 72 17 2 2010 1430
6208 6204Z 6208VV 40 80 18 2 2380 1650
6209 Z 6209VV 45 85 19 2 2570 1880
6210 6205Z 6210VV 50 90 20 2 2750 2100
6211 Z 6211VV 55 95 22 2,5 3100 2500
6212 6206Z 6212VV 60 100 22 2,5 3450 2710
Z
6207Z
Z
6208Z
Z
6209Z
Z
6210Z
Z
6211Z
Z
6212Z
Z
6300 6300Z 6300VV 10 35 11 1 635 365
6301 Z 6301VV 12 37 12 1,5 760 450
6302 6301Z 6302VV 15 42 13 1,5 895 545
6303 Z 6303VV 17 47 14 1,5 1070 660
6304 6302Z 6304VV 20 52 15 2 1250 785
6305 Z 6305VV 25 62 17 2 1610 1080
6306 6303Z 6306VV 30 72 19 2 2090 1440
6307 Z 6307VV 35 80 20 2,5 2620 1840
6308 6304Z 6308VV 40 90 23 2,5 3200 2300
6309 Z 6309VV 45 100 25 2,5 4150 3100

32
6310 6305Z 6310VV 50 110 27 3 4850 3650
6311 Z 6311VV 55 120 30 3 5200 4210
6312 6306Z 6312VV 60 130 30 3 5850 4700
Z
6307Z
Z
6308Z
Z
6309Z
Z
6310Z
Z
6311Z
Z
6312Z
Z
(Sumber : Sularso, hal.143)

B.Umur bantalan

Umur bantalan biasanya dihitung dalam hitungan putaran atau dalam


hitungan jam umur bantalan pada mesin harus memenuhi syarat minimum yang
telah ditentukan, tergantung jenis mesin dan beban yang dikenakan. Untuk
menghitung umur nominal bantalan baik bantalan rol maupun bantalan bola,
maka harus dihutung terlebih dahulu faktor kecepatan untuk bantalan, fn yaitu :

fn = ( 33,3n ) 1/3
, untuk bantalan bola

fn = ( 33,3n ) 3/10
, untuk bantalan rol

keterangan :

fn = faktor kecepatan bantalan

n = putaran bantalan ( rpm )

(Sumber : Sularso, 1993)

Sedangkan faktor umur untuk bantalan adalah :

C
fh = fn , untuk kedua jenis bantalan
P

Keterangan :

33
fh = faktor umur untuk bantalan

fn = faktor kecepatan untuk bantalan

C = beban nominal dinamis spesifik ( kg )

P = beban ekivalen dinamis ( kg )

(Sumber : Sularso, 1993)

Dan umur nominal bantalan, Lh dihutung sebagai berikut :

Lh = 500 . fh3 , untuk bantalan bola

Lh = 500 . fh10/3 , untuk bantalan rol

Keterangan :

Lh = umur nominal bantalan ( jam )

Fn = faktor umur untuk bantalan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data awal

34
Material yang akan diserut adalah kayu jati yang banyak dipakai untuk
bahan pembuatan meubel. Kayu jati ini sudah berupa lembaran didapat dari
hasil pemotongan atau pembelahan kayu jati gelondongan.
Adapun sifat-sifat kayu jati (SNI 03-3524-1994) adalah sebagai berikut :
 Jenis :Kayu jati kelas I mutu A
 Berat jenis : 0,67 (0,62-0,75) gram/cm3
 Tegangan ijin :150 kg/cm2
 Modulus elastisitas :127700 kg/cm2
(Sumber : Martawijaya , Atlas Kayu Indonesia jilid 1)
 Modulud geser :10000 kg/cm2
 Ukuran lebar kayu
 Panjang :150 cm
 Lebar :25 cm
 Tebal :3 s/d 5 cm
Sedangkan pahat yang digunakan pada mesin penyerut kayu ini adalah
pahat freis lurus yang banyak terdapat dipasaran dengan spesifikasi sebagai
berikut :
 Jenis :HSS
 Bahan :Baja paduan tinggi
 Unsur paduan :Chrom, Tungsten dan Wolfram
 Kekerasan :62 HRC
 Density :8,67 x 103 kg/m3
 Modulus elastisitas :200 GPa
 Diameter terluar :60 mm
 Jumlah pahat :3 buah

Gambar 3.1. Pahat freis lurus


3.2. Mekanisme prose penyerutan
Pada silinder pahat yang berisi pisau potong, penyerutan dilakukan
secara bergantian oleh susunan pahat dengan konfiguransi seperti pada
gambar 3.2. sehingga bidang penyerutan dibagi menjadi tiga daerah
memanjang dengan masing-masing lebarnya ± 25 cm. Untuk pisau potong

35
diadopsi dari pisau potong pada mesin serut tangan yang biasa dipakai
secara portabel.

Gambar 3.2. Konfigurasi pisau potong pada silinde

Gambar 3.3. Mesin serut tangan

3.3. Mekanisme kerja mesin penyerut kayu

Mesin penyerut kayu ini adalah merupakan alat yang dapat melakukan
proses penyerutan dengan kecepatan yang konstan serta meningkatkan laju
produksi daripada mesin penyerut kayu secara manual yang ada, dimana

36
mesin penyerut ini mempunyai pahat yang lebih lebar. Dengan
digunakannya pahat yang lebih lebar maka akan dihasilkan prosuk langsung
jadi dalam sekali langkah penyerutan.
Dalam pengoperasiannya terdapat dua macam gerakan, yaitu :
- Gerak utama bawah
Gerak utama bawah ini dilakukan oleh pahat yang berputar pada porosnya.
Gerak ini dinamakan gerak pemotongan.
- Gerak utama atas
Gerak utama atas ini dilakukan oleh pahat yang berputar pada porosnya.
Pahat pada bagian atas ini dapat diubah posisi nya tergantung tebal kayu.
Gerak ini juga dinamakan gerak pemotongan.

Mengenai cara kerja mesin ini adalah sebagai berikut :


1. Benda kerja (kayu jati) diletakkan di atas meja kerja yang
mempunyai penahan.
2. Kemudian pahat pada bagian atas di atur lagi ketinggiannya sesuai
dengan kedalaman pemakanan yang diinginkan
3. Setelah persiapan diatas selesai, tombol ditekan untuk menjalankan
motor penggerak utama. Motor penggerak utama akan memutar
pahat yang dipasang pada sebuah silinder.
4. Benda kerja (kayu jati) akan didorong secara perlahan-lahan
menuju pahat yang berputar.
5. Proses penyerutan ini akan terus berlangsung sampai benda kerja
(kayu jati) telah melewati pahat.
6. Benda kerja dapat segera diambil melalui sisi yang lain dari meja
kerja.
7. Proses penyerutan berikutnya dapat diulangi sesui langkah diatas.

Skema mesin penyerut kayu yang akan direncanakan dapat dilihat pada
gambar berikut :

37
2 3 4 5 6 7 8

Gambar 3.4.a Pandangan depan mesin penyerut kayu

2 4 9

38
10

11

Gambar 3.4.b Pandangan kiri mesin penyerut kayu

12

13

14 14

15 15

Gambar 3.4.c Pandangan kanan mesin penyerut kayu.


Keterangan gambar :

1) Body / Kerangka

39
2) Bearing + Housing
3) Poros silinder pahat atas
4) Mata pahat atas
5) Silinder pahat atas
6) Mata pahat bawah
7) Silinder pahat bawah
8) Poros silinder pahat bawah
9) Meja
10) V - belt
11) Motor penggerak utama
12) Pulley pahat atas
13) Pulley pahat bawah
14) Pulley tambahan
15) Pulley motor penggerak

3.4. Mekanisme pemakanan kayu

Mekanisme pemakanan kayu (feeding) dapat dilihat seperti gambar


berikut .

Silinder pasak

Pisau

Kayu

Rol peluncur

Meja Meja

Gambar 3.5. Mekanisme pemakanan

Pemakanan kayu dilakukan oleh silinder pasak di bagian tengah meja


yang dibantu oleh rol peluncur untuk mendorong benda kerja kedalam
mesin. Dibagian depan meja terdapat rol peluncur yang dipasang pada
meja. Rol ini berfungsi untuk memperkecil gesekan antara kayu dan meja
sekaligus memperlancar jalannya kayu.

40
3.5. Perencanaan dan perhitungan
Perencanaan dan perhitungan yang dilakukan meliputi perencanaan
mekanismepemotongan, perhitungan gaya dan daya, perencanaan
komponen mesin dan lain-lainnya sebagai berikut :

1. Perencanaan mekanisme pemotongan


 Panjang langkah potong
 Perhitungan gerak pemakanan
 Perhitungan gerak mundur
2. Perhitungan gaya dan daya
 Penentuan parameter potong (kecepatan pemotongan,
kecepatan pemakanan dan kedalaman potong)
 Perhitungan gaya potong
 Perhitungan daya potong
 Perhitungan daya motor
3. Perhitungan dan perencanaan elemen mesin
 Perhitungan dan perencanaan pulley dan belt
 Perhitungan dan perencanaan poros
 Perhitungan dan perencanaan pasak
 Perhitungan dan perencanaan batalan
4. Peralatan penunjang yang lain seperti kerangka, meja dan lain-lain.

3.6. Diagram alir

41
Diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut :

MULAI

Data awal : - Spesifikasi kayu jati

- Dimensi dan ukuran bahan awal

- Dimensi dan ukuran produk

- Spesifikasi pahat

Penentuan parameter potong

Perhitungan gaya dan daya

Perencanaan mekanisme pemotongan

Perencanaan dan perhitungan elemen mesin

Perencanaan peralatan penunjang lainnya

Rekapitulasi

SELESAI

Gambar 3.6. Diagram alir penelitian

BAB IV

42
PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN

Perencanaan dan perhitungan yang dilakukan meliputi perencanaan


perhitungan gaya dan daya, mekanisme pemotongan, perancangan komponen
mesin dan lain-lainnya.

4.1. Perhitungan gaya potong

Sebelum dilakukan perhitungan gaya potong perlu dihitung terlebih dahulu


kecepatan potong dan kecepatan pemakanan.

Penentuan kecepatan potong

Kecepatan potong dihitung dari putaran poros, maka kecepatan potong adalah :

π .d .n
Vc = (Sumber : Taufiq Rochim, 1993)
1000

Keterangan :

d = diameter pahat

= 60 mm

n = putaran poros pahat

Sedangkan untuk jumlah putaran (RPM) ditentukan berdasarkan tabel 2.2.,


untuk diameter silinder pahat 60 mm jenis HSS (RAPID), maka jumlah putaran
yang dianjurkan adalah 6000 rpm, dalam perencanaan ini ditentukan putaran
optimal sebesar 4400 rpm.

Sehingga,

π . 60 . 4400
Vc =
1000

= 828,96 m/menit

Perhitungan kecepatan pemakanan

Kecepatan pemakanan dihitung dengan rumus berikut :

z.n
Vf = ( m/menit )
2000

Keterangan :

z = jumlah gigi pisau yang digunakan

43
= 3 buah

n = jumlah putaran pisau per menit

= 4400 rpm

Sehingga kecepatan pemakanan adalah :

3 . 4400
Vf =
2000

= 6,6 m/menit

= 6600 mm/detik

Sebelum menghitung gaya potong terlebih dahulu dihitung tebal geram rata-rata
dan tebal pemotongan untuk satu gigi.

Tebal geram rata-rata dan tebal pemakanan untuk satu gigi adalah :

h = fz .
√ a
d

Vf
fz =
n.z

Keterangan :

h = tebal geram rata-rata ( mm )

fz = tebal pemakanan untuk satu gigi (mm )

Vf = kecepatan pemakanan

= 6600 mm/detik

n = putaran poros pahat

= 4400 rpm

z = jumlah gigi

= 3 buah

a = kedalaman pemakanan

= 3 mm

d = diameter poros pisau

= 60 mm

44
Sehingga,

6600
fz =
4400 . 3

= 0,5

h = 0,5 .
√ 3
60

= 0,014

Gaya potong tiap gigi dihitung sebagai berikut :

Fc = K . b . h

Keterangan :

K = tahanan potong spesifik kayu diambil dari tegangan ijin kayu

= 150 kg/cm2

= 1,5 kg/mm2 ( 15 N/mm2 )

b = lebar pemotongan satu gigi pisau

= 150 mm

h = tebal geram rata-rata

= 0,014 mm

Sehingga,

Fc = 15 x 150 x 0,014

= 31,5 N

Jadi gaya potong untuk satu gigi pisau adalah, Fc = 31,5 N. Gaya tersebut
bekerja pada pasangan pulley dan sabuk seperti pada gambar berikut :

45
D2

Ft1

Ft2

D1 α

D1 – D2

Gambar 4.1. Pasangan pulley dan sabuk

4.2. Perhitungan daya potong

Daya potong untuk setiap gigi pisau dapat dihitung sebagai berikut :

Fc .Vc
Pc =
60000

Keterangan :

Fc = gaya potong untuk satu gigi pisau

= 31,5 N

Vc = kecepatan potong

= 828,9 m/menit

Sehingga daya poting untuk satu gigi pisau adalah :

31,5 x 828,96
Pc =
60000

= 0,435204 kW

Daya motor dihitung dengan menambahkan efisiensi mekanis sistem transmisi.

Pc
Pm =
ƞ

Keterangan :

Pc = daya pemotongan rata-rata

46
= 0,435204 kW

Ƞ = efisiensi

= 90 %

0,435204
Pm =
0,90

= 0,483 kW

Dari hasil perhitungan, daya yang dibutuhkan adalah 0,483 kW, sehingga
dengan pertimbangan beban lebih serta daya dan putaran motor yang tersedia
dipasaran, maka dipilih motor dengan daya 0,37 kW.

Pada perencanaan ini dipilih motor dengan spesifikasi berikut :

 Merk :TECO
 Daya :0,37 kW (1/2 hp)
 Frekuensi :50 Hz
 Putaran :2800 rpm

4.3 Perencanaan Mekanisme Pemakanan

Berat kayu dihitung sebagai berikut:

W = 𝞺.V

𝞺 = berat jenis kayu jati

= 0,67 gram/cm3

V = volume kayu yang diserut

= 150 x 25 cm3

= 3750 cm3

Maka,

W = 0,67 . 3750

= 2512,5 gram ( 25,125N )

Gaya menjadi :

Fc
P> +W
μ

Pr > 6,7 + 25,125

47
Pr > 31,825 N

Jadi gaya minimal yang harus diberikan adalah 31,825 N. Gaya tersebut diberikan
untuk menaikkan benda kerja sejauh 3 mm.

4.4. perhitungan dan perencanaan sabuk-v

Direncanakan sabuk-V digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros


motor ke poros pisau melalui pulley. Data-data yang diperlukan untuk
perencanaan sabuk-V adalah sebagai berikut :

Sabuk – V pertama :

- Bahan : solid-wofen cotton


- Putaran pulley penggerak (n1) : 2800 rpm
- Putaran pulley yang digerakkan (n2) : 4400 rpm
- Daya yang ditransmisikan : 0,37 kW

A. Type sibuk

Pemilihan type sabuk didasarkan pada daya yang digunakan dan putaran
poros motor. Dari diagram pemilihan sabuk-V pada gambar 2.5. dapat ditentukan
type sabuk-V yang digunakan.

Dari diagram pemilihan sabuk didapat bahwa dengan putaran pulley


penggerak 2800 rpm dan daya yang ditransmisikan 0,37 kW, maka untuk
keperluan perencanaan mesin penyerut kayu ini dipilih sabuk-V type A.

B. perbandingan putaran pulley

perbandingan putaran pulley dihitung dari putaran dari pada poros mesin dan
putaran pada motor, dari angka perbandingan putaran ini akan dapat ditentukan
diameter pulley yang digerakkan.

d₁ n₂
R= =
d₂ n₁

Untuk pulley penggerak, diameter minimal yang diijinkan adalah 65 mm dan


diameter minimal yang disarankan adalah 95 mm, pada perencanaan mesin ini
pulley pertama dipilih d₁ = 140 mm diameter pulley digerakkan adalah :

140 4400
= = 1,57
d ₂ 2800

140 x 2800
d₂ =
4400

= 89 mm

48
C. Perhitungan diameter pulley untuk menghitung panjang sabuk

Untuk sabuk – V type A, nilai c untuk pulley = 3,5 (tabel 2.5), maka diameter
puncak pulley dapat dihitung dapat sebagai berikut :

- Diameter puncak pulley penggerak :


dp1 = d1 + 2 . c
= 140 mm + ( 2 . 3,5 )
= 147 mm
- Diameter puncak pulley digerakkan :
dp2 = d2 + 2 . c
= 89 mm + ( 2 . 3,5 )
= 96 mm

D. Perhitungan daya pada pulley

Torsi pada poros pisau adalah :

T2 = Fc x rpisau

Keterangan :

Fc = gaya pemotongan

= 2,7 N

Rpisau = radius pisau

= 100 mm

Sehingga,

T2 = 2,7 x 100

= 270 N.mm

Torsi pada pisau sama besar dengan torsi pada pulley digerakkan, sehingga
besarnya gaya tangensial pada pulley digerakkan adalah :

T₂
Fc2 =
r pulley

Keterangan :

T2 = torsi pada pulley digerakkan

49
= 270 N.mm

Rpulley = radius pulley digerakkan

= 44,5 mm

Sehingga,

270
Fc2 =
44,5

= 6,067 N

Gaya tarik sabuk ( F ) didapat dengan menghitung sudut kemiringan arah gaya :

Fc2 = F . cos α

Fc ₂
F=
cos α

Keterangan :

Fc2 = gaya tangensial pada pulley digerakkan

= 6,067 N

α = sudut kemiringan arah gaya

= 3,08o

Sehingga,

6,067
F=
cos 3,08 °

= 6,076 N

Besarnya gaya tangensial pada pulley penggerak adalah :

Fc1 = F . cos α

Keterangan :

F = gaya tarik sabuk

= 6,076 N

Sehingga,

Fc1 = 6,076 . cos 3,08o

50
= 6,067 N

Torsi pada poros pulley penggerak adalah :

T1 = Fc1 x rpp

Keterangan :

Fc1 = gaya tangensial pada pulleypenggerak

= 6,067 N

rpp = radius pulley penggerak

= 70 mm

Sehingga,

T1 = 6,067 x 70

= 424,69 N.mm

Kecepatan pada pulley penggerak adalah :

π .d .n
V=
1000

Keterangan :

d = diameter pulley penggerak

= 140 mm

n = putaran pulley penggerak

= 2800 rpm

Sehingga,

π . 140 .2800
Vpp =
1000

= 1230,8 m/menit

Daya pada pulley penggerak dihitung sebagai berikut :

Fc ₁. Vpp
Ppp =
60000

Keterangan :

51
Fc1 = gaya tangensial pada pulley penggerak

= 6,067 N

Vpp = kecepatan pulley penggerak

= 1230,8 m/menit

Sehingga daya pada pulley penggerak adalah :

6,07 x 1230,8
Ppp =
60000

= 0,1245 kW

E. Perhitungan panjang sabuk

Panjang sabuk yang digunakan dihitung sebagai berikut :

π 1
L = 2.C + (dp1 + dp2) + (d – dp1) (mm)
2 4. C p2

Keterangan :

C = jarak sumbu poros

= 800 mm

Dp1 = diameter puncak pulley penggerak

= 147 mm

Dp = diameter puncak pulley digerakkan

= 96 mm

Maka panjang sabuk adalah :

π 1
L = 2 . 800 + ( 147 + 96 ) + (147 – 96)2
2 4.800

= 1600 + 381,51 + 0,54

= 1982,05 mm

Dari perhitungan didapat panjang sabuk 1982,05 mm. Untuk panjang sabuk
standar seperti pada tabel 4.1. yang mendekati hasil perhitungan adalah sabuk-V
dengan nomor nominal 79 yang mempunyai panjang sabuk = 2007 mm.

Koreksi terhadap jarak poros dilakukan sebagai berikut :

52
b+ √ b ²−8(d p 2−dp 1)²
C=
8

Keterangan :

b = 2.L – 3,14 (dp1 – dp2)

= 2 . 2007 – 3,14 ( 147 – 96 )

= 3854 mm

Sehingga,

3854+ √ 3854²−8(147−96)²
C=
8

= 963,1 mm

Tabel 4.1. panjang sabuk – V standard

Nomor nominal Nomor nominal Nomor nominal Nomor nominal


inchi Mm inchi mm inchi mm inchi Mm

53
10 254 45 1143 80 2032 115 2931
11 279 46 1168 81 2057 116 2946
12 305 47 1194 82 2083 117 2972
13 330 48 1219 83 2108 118 2997
14 356 49 1245 84 2134 119 3023
15 381 50 1270 85 2159 120 3048
16 406 51 1295 86 2184 121 3073
17 432 52 1321 87 2210 122 3099
18 457 53 1346 88 2235 123 3124
19 483 54 1372 89 2261 124 3150
20 508 55 1397 90 2286 125 3175
21 533 56 1422 91 2311 126 3200
22 559 57 1448 92 2337 127 3226
23 584 58 1473 93 2362 128 3251
24 610 59 1499 94 2388 129 3277
25 635 60 1524 95 2413 130 3302
26 660 61 1549 96 2438 131 3327
27 686 62 1575 97 2464 132 3353
28 711 63 1600 98 2489 133 3378
29 717 64 1626 99 2515 134 3404
30 762 65 1651 100 2540 135 3429
31 787 66 1676 101 2565 136 3454
32 813 67 1702 102 2591 137 3480
33 838 68 1727 103 2616 138 3505
34 864 69 1753 104 2642 139 3531
35 889 70 1778 105 2667 140 3556
36 914 71 1803 106 2692 141 3581
37 940 72 1829 107 2718 142 3607
38 965 73 1854 108 2743 143 3632
39 991 74 1880 109 2769 144 3658
40 1016 75 1905 110 2794 145 3683
41 1041 76 1930 111 2819 146 3708
42 1067 77 1956 112 2845 147 3734
43 1092 78 1981 113 2870 148 3759
44 1118 79 2007 114 2896 149 3785
(sumber : sularso, hal. 168)

F. Perhitungan sudut kontak sabuk dengan pulley

Besarnya sudut kontak sabuk pada pulley dan pulley yang digerakkan
masing-masing dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

Untuk pulley penggerak :

(d p1 – d p 2)
Ɵs = 180 – 2 sin-1
2. C

54
(147−96)
= 180 – 2 sin-1
2 . 948

= 180 – 3,07

= 176,93°

Untuk pulley yang digerakkan :

(d p 2 – d p 1)
Ɵ1 = 180 + 2 sin-1
2. C

(147−96)
= 180 + 2 sin-1
2 . 948

= 180 + 3,07

= 183,07°

G. Perhintungan gaya pada sabuk

Gaya pada sabuk adalah gaya keliling sabuk dan gaya tarik pada sisi kencang
dan sisi kendor. Perhitungan untuk masing-masing gaya tersbut adalah :

Kecepatan keliling sabuk

π .d . n 1
v=
60 x 1000

keterangan :

dp = diameter efektif pulley penggerak

= 147 mm

n1 = putaran pulley penggerak

= 2800 rpm

Sehingga,

π . 147.2800
v=
60 x 1000

= 21,54 m/det

Gaya keliing sabuk

102. P
F=
v

55
Keterangan :

F = gaya kelilingan sabuk ( kg )

P = daya yang ditransmisikan mesin

= 0,37 kW

v = kecepatan keliling sabuk 21,54 m/det

sehingga,

102. 0,37
F=
21,54

= 1,75 kg

Gaya tarik sisi kendor dan sisi kencang sabuk

F1 / F2 = eμ0

F = F 1 – F2

eμ 0−1
= F1
eμ 0

Keterangan :

F1 = gaya tarik sabuk pada sisi kencang

F2 = gaya tarik sabuk pada sisi kendor

F = gaya efektif sabuk dalam hal ini adalah gaya keliling sabuk

= 0,87 kg

μ = koefisien gesekan antara sabuk dengan pulley

42,6
= 0,54 –
152,6+v

42,6
= 0,54 –
152,6+21,54

= 0,244

θ = sudut kontak sabuk dengan pulley dalam radian

= 177,09o . π / 180 rad

= 3 rad

56
Sehingga,

0,87

[
F1 = e 0,244 . 3−1
e 0,244 . 2 ]
0,87
=
0,488

= 1,78 kg

Dari hubungan antara F1 dan F2 maka gaya tarik pada sisi kendor dapat dihitung
sebagai berikut :

F2 = F1 – F

= 1,78 – 0,87

= 0,91 kg

Gaya tarik awal sabuk

F 1+ F 2
F0 =
2

1,78+0,87
=
2

= 1,32 kg

H. Perhitungan jumlah sabuk

Daya yang ditransmisikan untuk tiap sabuk tunggal dihitung sebagai berikut :

( F 1 – F 2)⋅v
P0 = (hp)
75

Keterangan :

F1 = tegangan pada sabuk pada sisi kencang

= 1,78 kg

F2 = tegangan pada sabuk pada sisi kendor

= 0,61 kg

v = kecepatan linier sabuk

57
= 21,54 m/det

sehingga,

( 1,78−0,61 ) . 21,54
P0 =
75

= 0,34 hp ( 0,254 kW)

Sedang jumlah sabuk untuk mentransmisikan daya adalah :

P
Z=

Keterangan :

P = total daya yang ditransmisikan mesin

= 0,254 kW

P0 = daya yang ditransmisikan tiap sabuk (V-belt type A)

= 1,43 kW

Sehingga jumlah sabuk yang diperlukan adalah :

0,254
Z=
1,43

= 0,17 (≈ 1 buah )

Karena daya yang ditransmisikan lebih besar dari daya yang dapat ditransmisikan
oleh satu sabuk, maka dipilih satu buah sabuk.

4.5. Perhitungan pulley

Adapun data perencanaan yang dipelukan adalah :

 Bahan : FC 30
 Berat jenis (p) : 7.25 . 10-6 kg/mm3
 Diameter pulley penggerak : 147 mm
 Diameter pulley digerakkan : 96 mm
 Spesifikasi sabuk tipe B : ( dari tabel 2.5. )

e = 12,5 t = 16

e = 3,5 s = 10

58
A. Perhitugan Lebar Pulley

Pulley penggerak

B1 = (Z – 1 ) . t + 2 . s

= ( 1 – 1 ) . 16 + 2 . 10

= 20 mm

Pulley digerakkan :

B2 = ( Z – 1 ) . t + 2 . s

= ( 1 – 1 ) . 16 + 2 . 10

= 20 mm

B. Perhitungan diameter puncak dan diameter dasar pulley


Masing-masing diameter dihitung sebagai berikut :
Diameter puncak dan diameter dasar untuk pulley penggerak adalah :
dp1 = dp + 2 . c
= 140 + 2 . 3,5
= 147 mm
Dk1 = dp1 – 2 . e
= 147 – 2 . 12,5
= 122 mm
Diameter puncak dan diameter dasar untuk pulley digerakkan adalah :
Dp2 = Dp + 2 . c
= 96 + 2 . 3,5
= 103 mm
Dk2 = Dp2 – 2 . e
= 103 – 2 . 12,5
= 78 mm
C. Perhitungan Berat pulley
Berat pulley dihitung sebagai berikut :
Wp = 𝜋⋅rp2⋅t⋅p
Keterangan :
rp = radius pulley penggerak
= 73,5 mm
rd = radius pulley digerakkan
= 49 mm
t = tebal pulley
= 20 mm
p = berat jenis bahan pulley

59
= 7,25 . 10-6 kg/mm3

Berat pejal pulley penggerak :

Wp1 = 𝜋⋅rp2⋅t⋅p

= 𝜋 . ( 73,5 )2.20 . 7,25 . 10-6

= 2,46 kg

Beraat pejal pulley digerakkan :

Wp2 = 𝜋⋅rd2⋅t⋅p

= 𝜋 (49)2.20.7,25.10-6

= 1,1 kg

4.6. Perhitungan poros

Poros yang diperhitungkan adalah poros pahat, poros pahat merupakan poros
transmisi yang dikenai beban lentur dan puntir, sehingga poros mengalami
tegangan lentur dan tegangan puntir.

Adapun data yang dibutuhkan untuk perhitungan poros pahat adalah :

- Bahan : SNCM 25 (JIS G 4103)


- Panjang poros (L) : 975 mm
- Putaran poros (n) : 4400 rpm
- Daya transmisi (N) : 0,37 KW
- Berat jenis bahan (p) : 7,85.10-6 kg/mm3 (G.Nieman, hal 76)
- Kekuatan tarik bahan (σB) : 120 kg/mm2 (Sularso, hal.3)

Tegangan geser ijin (τs) adalah :

σᵦ
Τs =
Sf 1 xSf 2

Keterangan :

Sf1= faktor keamanan bahan

= 6,0

Sf2= faktor keamanan terhadap konsentrasi tegangan

= 2,0

60
Maka tegangan geser ijin adalah :

120
Τs =
6,0 x 2,0

= 10 kg/mm2

Gaya-gaya yang bekerja pada poros adalah sebagai berikut :

Fp = gaya penyerutan

= 2,7 N

FB = gaya tarikan belt dan berat pulley

= wp+ F1+F2

= 1,1 + 1,78 + 0,61

=3,49 kg (34,9 N)

Wτ = gaya akibat berat pahat

= 12 kg (120 N)

Free body diagram gaya

Gaya reaksi pada bantalan di B

∑ MF = 0

(rBvx 900)- (FBx975)+(Wtx450) = 0

( Fᵦx 975 )+(120 x 450)


RBv =
900

61
= 117,525 N

Gaya reaksi pada bantalan di F

∑ MA =0

(RBV x 75)+(Wt x 525)-(RFVx975) = 0

( Rᵦᵥ x 75 )+(Wt x 525)


RFV =
975

( 117,525 x 75 ) +(120 x 525)


=
975

= 73,656 N

Momen lentur vertkal di tititk B dan D

MB = FB x 75

= 31,9 x 75

= 2392,5 N.mm

MD = Rfv x 450

= 73,656 x 450

= 33145,2 N.mm

Diagram bidang momen vertikal

3982,5 N.mm 33145,2 N.mm

A B D F

Gaya reaksi pada bantalan di B pada arah horizontal

∑ MF = 0

(Fpx 450)
RBH =
900

62
(2,7 x 450)
=
900

= 1,35 N

Gaya reaksi pada bantalan di F pada arah horizontal



MA = 0

[(RFHx975)+(RBHx75)]-(Fpx525)=0

( 2,7 x 525 )−(1,35 x 75)


RFH =
975

( 2,7 x 525 )−(1,35 x 75)


=
975

= 1,56 N

Momen lentur horizontal dititik B dan D

MB = FPx450

=2,7x450

=1215 N.mm

MD = RFH x450

= 1,56x450

= 702 N.mm

Diagram bidang momen horizontal

1215 N.mm

702 N.mm

A B D F

Moemen lentur gaungan dititik B

MBtot = √ MB v 2 + MB H 2

= √ 3982 ,5²+1215²

63
=4136,72 N.mm

Momen lentur gabungan dititik D

MBtot = √ MDv ²+ MDH ²


=√ 33145 ,2²+ 702²

= 33152,6 N.mm

Momen gabungan terbesar terjadi pada titik D yaitu = 33152,6 N.mm,


sehingga kehilangan poros didasarkan pada momen pada titik D tersebut .

Sedangkan besarnya diameter poros (dp) dapat dihitung sebagai berikut :

d3 = [ ( 5,1τs ) √( Km Mb ) +(K , T )¿ ¿
2 1/3

keterangan :

τs = tegangan geser ijin

= 10 N/mm2

Mb = momen lentur /bending maksimum

= 33152,6 N.mm

Kn = faktor koreksi momen lentur

= 2,0

K1 = faktor koreksi momen puntir

= 1,5

T = momen torsi pada poros

0.37
= 9,74 x103x
4400

= 81,9 N.mm

Sehingga besanyar poros adalah :

D2≥[( 5,110 ) √( 2,0 . 33152,6)² + ( 1,5 . 81,9 ) ² ¿ 1/3

≥ 29,34 mm

64
≈ 30 mm

4.7. Perhitungan pasak

Pasak yang dihitung adlah pasak pada pisau. Gaya tangensial yang terjadi
pada poros dihitung sebagai berikut :

T
F1 =
ds /2

Keterangan :

T = torsi pada poros

0,37
= 9,74 x 105 x
4400

= 81,9 N.mm

ds = diameter poros

= 30 mm

Sehingga,

81,9
F1 =
30/2

= 5,5 kg

Bahan pasak dipilih dari baja ST 60 dengan kekuatan tarik (σ 1) = 60


kg/mm jika faktor keamann ,Sf1 = 60 dan Sf2 = 2,0, maka tegangan geser ijin (
2

τ 1) bahan pasak dihitung sebagai berikut :

σ₁
F1 =
Sf 1 x Sfƨ

65
60
=
6,0 x 2,0

= 5 kg/mm2

Tegangan geser akibat gaya tangensial (τmax) :

F1
τ max =
b xl

Keterngan :

b = lebar pasak (mm)

= 12 mm (dari tabel 2.8 untuk diameter poros 30mm)

l = panjang pasak (menyesuaiakan dengan lebar pulley)

= 40mm (dari tabel 2.8 untuk diameter poros 30 mm)

Sehingga,

4,1
τ max =
12 x 40

= 0,00854 kg/mm2

Tekanan permukaan pasak :

F1
P=
lxt

Keterangan :

F1 = gaya tangensial

= 4,1 kg

I = panjang pasak

= 40 mm

T = kedalaman pasak ke naf

= 5,0 mm (dari tabel 2.8 untuk daiameter poros 30 mm)

Sehingga,

4,1
P=
40 x 4

66
= 0,0205 kg/mm2

Tegangan geser dan tekanan permukaan yang terjadi dibatasi oleh harga
tegangan geser ijin dan tekanan permukaan yang diijinkan, p a = 5 kg/mm3.
Dari hasil perhitungan didapat tegangan geser dan tekananan permukaan yang
terjadi masih dibawah harga yang diijinkan (0,00854kg/mm3 < 5 kg/mm3, dan
0,0205 kg/mm2 < 8kg/mm2) sehinga pasak relatif masih aman.

Gamabar 3.9 pasak yang direncanakan

4.8. Perencanan Bantalan

Bantalan yang dihitung adalah bantalan pada poros dimana terdapat


pahat. Untuk perencanan bantalan harus sesuai dengan diameter poros, dalam
hal ini diameter poros direncanakan 30mm maka diameter dalam bantalan juga
30 mm

Adapun data diperlukan dalam perencanan bantalan ini adalah :

Diameter dalam (d) : 30 mm

Putaran poros (n1) : 4400 rpm

Jenis banatalan : Bantalan bola alur tunggal bersekat ganda

Perhitungan beban ekivalen dianamis bantalan

Pr = (x . v . FR + Y . Fs)

Keterangan :

X = faktor beban radial (tabel 2.11)

= 1 (untuk Fa / VFR≤ e )

Y = faktor beban aksial (tabel2.11)

= 0 (untuk Fa / VFR≤ e )

V = faktor rotasi

67
= 1,2 (untukk cincin luar yang berputar)

FR = beban radial

= √ Rbh²+ Rbv ²
= √ 1 ,35²+117 ,656²

= 117,664 N (11,77 kg)

Fa = beban aksial

= 0 kg (tidk ada beban aksial)

Jadi beban ekivalen dinamik bantalan adalah :

Pr = (1 . 1,2 . 11,77) + (0)

= 14,124 kg

Perhitungan untuk bantalan

Untuk memilih bantalan yang sesuai dengan diameter poros (d= 40 mm)
maka dapat dilihat dari tabel 2.12.

Faktor kecepatan bantatalan dihitung sebagai berikut :

Fn= ( 33,3n ) 1/3

Keterangan :

n = putaran bantalan

= 4400 rpm

Sehingga,

Fn = ( 4400
33,3
) 1/3

= 0,196

Jika untuk bantalan dalm jam dienteukan sebasr 20000 jam, maka faktor umur
bantalan dapat dihitung sebagai berikut :

Lh = 500 . fh3

20000 = 500 . fh3

68
20000
fh3 =
500

fh3 = 40

sehingga kapasitas dinamis spesifkasi dari beban adalah :

Ca
fh = fh
P

Keterangan :

fh = faktor kecepatan untuk bantalan

= 0,196

P = beban pada bantalan

= 14,124 kg

CB = kapasitas nominal dinamis spesifikasi beban

Sehingga,

fh . P
CB =
fh

3,4 .14,124
=
0,196

= 246,45,1 kg

Dari tabel 2.15. dapat dipilih bantalan yang sesuai dengan kapasitas nominal
dinamis hasil perhitungan yaitu bantalan nomor seri 6308zz dan kapasitas nominal
dinamik spesifik, C = 3200 kg. Selanjutnya dihitung umur bantalan berdasar
kapasitas dinamis bantalan yang didapatkan dari tabel 2.15.

C
fh = fn
Pr

Keterangan :

fn = faktor kecepatan untuk bantalan

= 0,196

C = beban nominal dinamis spesifik

= 3200 kg (untuk nomor seri 6308)

69
Pr = beban ekivalen dinamis

= 14,124 kg
sehingga,

3200
fh = 0,196 .
14,124

= 44,4

Lh = 500 . fh3 (jam)

Keterangan :

fh = faktor umur untuk bantalan

= 44,4

Sehingga,

Lh = 500 . 44,4 3

= 4374192 jam

Dari perhitngan didapat bahwa bantalan dengan nomor seri 6308zz


memberikan umur 175287,24 jam, dengan spesifiksi sebagai berikut (Sularso,
1993 : hal 143)

- Jenis : bantalan bola alur tunggal sekat ganda


- Diameter dalam, d : 30 mm
- Diameter luar, D : 90 mm
- Kapasitas nominal dinamik spesifik, C : 3200 kg

70
BAB V

REKAPITULASI

Dari hasil perhitungan pada bab IV maka dapat dibuat rekapitulasi sebagai berikut
:

1. Data awal
 Jenis : Kayu jati I mutu A
 Berat Jenis : 0,67 gram/cm3
 Tegangan ijin : 150 kg/cm2
 Modulus Elastisitas : 127700 kg/cm2
 Modulus Geser : 10000 kg/cm2
 Ukuran lebar kayu
 Panjang : 150 cm
 Lebar : 50 cm
 Tebal : 3 s/d 5 cm
2. Motor penggerak pisau
 Daya : 0,37 kW ( 1/2 hp )
 Putaran motor : 2800 rpm
3. Sabuk
 Bahan sabuk : solid woven cotton
 Jenis & type : sabuk – V type A
 Panjang sabuk : 2007 mm
 Jumlah sabuk : 2 buah
4. Pulley
 Bahan : besi tuang FC 30
 Diameter pulley penggerak : 140 mm
 Diameter pulley digerakkan : 89 mm
 Lebar pulley : 20 mm
5. Poros

71
 Bahan : SNCM 25 ( JIS G 4103 )
 Panjang poros : 975 mm
 Diameter poros : 40
 Putaran poros : 4400 rpm
6. Pasak
 Bahan : ST 60
 Lebar, b : 12 mm
 Tinggi, h : 8 mm
 Panjang, I : 40 mm

7. Bantalan
 Jenis bantalan : Groove ball bearing with
two seal (Bantalan bola
alur tunggal dengan sekat
ganda )
 Nomor seri : 6308 ZZ
 Diameter dalam : 30 mm
 Diameter luar : 90 mm
 Tebal : 23 mm

72
DAFTAR PUSTAKA

Dodong Budiarto, A., Mesin Tangan Industri Kayu, penerbit Kanisius,


Yogyakarta, Indonesia, 1995.

Geoffrey Boothroyd, Fundamentals of Metal Machining Tool, International


Student Edition, 1981.

Pedoman penulisan Tugas Akhir, Fakultas Teknik UNMER Madiun, 2010.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH), Petunjuk Praktis Sifat-
sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia, PT. Pusaka Semesta Persada, 2008.

Sularso, dan Suga, Kiyokatsu. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1992.

Taufiq Rochim, Teori dan Teknologi Proses Permesinan, Lab. Teknik Produksi,
Jurusan Teknik Mesin, FTI,ITB, Bandung, 1993.

Martawijaya, A , dkk. Atlas Kayu Indonesia jilid I, CV. Miranti, Bogor, 1981.

Martawijaya, A , dkk. Atlas Kayu Indonesia jilid II, CV. Miranti, Bogor, 1989.

73
74
75

Anda mungkin juga menyukai