BAB I
PENDAHULUAN
kayu pada arah longitudinal, radial, dan tangensial, mempengaruhi kekuatan kayu,
kekuatan pada arah longitudinal lebih besar dibandingkan dengan arah radial
maupun tangensial (Endom dan Nitibaskara, 2015).
Apabila besarnya manfaat dan kegunaan kayu tersebut dilihat secara lebih
seksama, maka sudah seharusnyalah kalau semua orang yang terlibat dari sejak
ditanam hingga digunakan perlu berfikir dan bertindak secara komprehensif.
Dengan kata lain, barang siapa dalam aktivitasnya, baik langsung maupun tidak
langsung, terlibat dalam pengurusan pohon dan kayunya harus dapat memahami,
menjelaskan, dan menganalisis hubungan antara pertumbuhan dan kualitas kayu.
Dengan demikian, usaha-usaha yang dilakukan memiliki arti bagi banyak pihak.
Untuk memenuhi tuntutan komprehensif seperti dikemukakan di atas masih
memerlukan usaha-usaha mendasar dalam bentuk pengembangan pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan interaksi antara kegiatan penanaman pohon
dan pemanfaatan kayu (Pramono dkk, 2010).
Produksi kayu bulat Indonesia pada tahun 2013 adalah 23.227.012,25 m3.
Kayu bulat tersebut sebagian besar berasal dari hutan tanaman, yaitu 19.554.418
m3 (84,19%) dan sisanya 3.672.594,25 m3 (15,81%) dari hutan alam. Sementara
itu kebutuhan bahan baku kayu industri perkayuan nasional berdasarkan jumlah
kapasitas industri pada tahun 2013 adalah 70.013.474 m3. Rendahnya pasokan
bahan baku kayu dari hutan alam dan hutan tanaman yang telah dibangun sejak
tahun 1990-an sampai saat ini mengindikasikan perlunya penambahan luasan
hutan tanaman, peningkatan keberhasilan penanaman maupun peningkatan
produktivitas hutan tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan kayu
nasional. Kegiatan tersebut dapat dilakukan di kawasan hutan produksi di wilayah
dengan IUPHHK-HTI, IUPHHK-HA, hutan rakyat, hutan desa, hutan hak
maupun kawasan hutan produksi lainnya di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH), dalam hal ini adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produsi (KPHP)
(Njurumana, 2015).
II.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan Kayu pertukangan?
2. Bagaimana karakteristik dan klasifikasi dari Pohon Bambang Lanang (Michelia
champaca)?
3
BAB II
ISI
Genus : Michelia
Spesies : Michelia champaca L.
industri, kapasitas 110.000 m3 per tahun). LVL terdiri dari 1 industri dengan
kapasitas 50.000 m3 per tahun.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Kayu pertukangan adalah kayu yang diperoleh dengan jalan mengkonversi
kayu bulat menjadi kayu berbentuk balok, papan ataupun bentuk-bentuk
lainnya sesuai dengnan tujuan penggunaannya.
2. Bambang lanang merupakan jenis pohon penghasil kayu pertukangan. Kayu
bambang lanang memiliki serat yang halus, digolongkan ke dalam kelas kuat
dan kelas awet II. Kayu bambang lanang dapat digunakan sebagai bahan baku
industri, konstruksi, furniture, veneer, plywood, papan partikel, ukiran dan
barang-barang dekorasi.
3. Manfaat dari dari penggunaan Bambang Lanang antara lain yaitu: Dari
prispek Finansial, Pemasaran, dan juga Industri.
4. Kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk meningkatkan nilai kayu
pertukangan yang dihasilkan antara lain berupa pemupukan, penyiangan dan
pengendalian hama (penyemprotan herbisida dan pestisida).
DAFTAR PUSTAKA
9
Endom. W, dan Nitibaskara. U. 2015. Potensi kayu dan bahan serpih di areal
berkas tebangan hutan rawa. Jurnal Nusa Sylva Fakultas Kehutanan
Universitas Nusa Bangsa. Vol. 15 (1): 25-37.
Edwin, M, dan Premono, B.T. 2010. Hutan tanaman kayu pertukangan adalah
portofolio: pelajaran dari kewasdayaan penyebarluasan Bambang Lanang
di masyarakat. Palembang.
Pramono, A.A, Fauzi, M.A, Widyani, N, Heriansya, I, dan Roshetko, J.M. 2010.
Pengelolaan Hutan Jati Rakyat Panduan Lapangan Untuk Petani. CIFOR.
Bogor.