Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pohon tidak berbeda dengan tanaman lain dalam hal bahwa kedua
kelompok ini bertambah tinggi dengan pertambahan umurnya. Bedanya adalah
bahwa pohon memiliki kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhannya
dalam jangka waktu bertahun-tahun dan memperbanyak lapisan-lapisan
pertumbuhannya dalam arah tinggi dan diameter. Hasil utama dari proses
pertumbuhan berupa kayu telah dimanfaatkan dan menjadi bagian dari kebutuhan
manusia sejak lama, bahkan sejak hasil hutan tersebut dikenal manusia. Dari kayu,
manusia dapat memproduksi berbagai produk untuk bermacam-macam keperluan
dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam pemanfaatannya, kayu yang diambil
dari pohon dapat digunakan langsung sebagaimana adanya. Kayu juga dapat
digergaji dan dibentuk untuk menjadi bahan konstruksi. Dari kayu pula dibuat
produk-produk panel/ komposit, kertas, dan bahan energy
(Yunianti dan Muin, 2009).
Kayu adalah salah satu bahan bangunan yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat dan merupakan bahan yang sangat sering dipergunakan, termasuk
sebagai bahan konstruksi bangunan, yang berfungsi sebagai struktur dan non
struktur bangunan. Di Indonesia terdapat banyak sekali jeniskayu dari banyaknya
jenis pohon yang dihasilkan sebagai hasil yang mempunyai sifat-sifat yang
berbeda. Setiap jenis tumbuhan memiliki hasil kayu yang berbeda sifat-sifat nya
(kayu), sehingga dalam pemilihan atau penentuan jenis untuk tujuan penggunaan
sesuai dengan yang diinginkan, apakah untuk konstruksi (struktur), apakah itu
digunakan sebagai perabot, atau sebagai bahan untuk kebutuhan seni non struktur.
Bahan konstruksi kayu yang berasal dari pohon, dikenal antara lain sebagai papan,
balok persegi, balok bulat, multiplek, bahkan bentuk lain hasil rekayasa industri
banyak dijual di pasaran. Kayu adalah bahan alam yang tidak homogen, yang
dipengaruhi oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan pertumbuhan,
karakteristik, sifat fisis dan sifat mekanis kayu berbeda pada arah longitudinal,
radial, dan tangensial. Perbedaan ketiga arah kayu dapat dilihat potongan tampang
2

kayu pada arah longitudinal, radial, dan tangensial, mempengaruhi kekuatan kayu,
kekuatan pada arah longitudinal lebih besar dibandingkan dengan arah radial
maupun tangensial (Endom dan Nitibaskara, 2015).
Apabila besarnya manfaat dan kegunaan kayu tersebut dilihat secara lebih
seksama, maka sudah seharusnyalah kalau semua orang yang terlibat dari sejak
ditanam hingga digunakan perlu berfikir dan bertindak secara komprehensif.
Dengan kata lain, barang siapa dalam aktivitasnya, baik langsung maupun tidak
langsung, terlibat dalam pengurusan pohon dan kayunya harus dapat memahami,
menjelaskan, dan menganalisis hubungan antara pertumbuhan dan kualitas kayu.
Dengan demikian, usaha-usaha yang dilakukan memiliki arti bagi banyak pihak.
Untuk memenuhi tuntutan komprehensif seperti dikemukakan di atas masih
memerlukan usaha-usaha mendasar dalam bentuk pengembangan pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan interaksi antara kegiatan penanaman pohon
dan pemanfaatan kayu (Pramono dkk, 2010).
Produksi kayu bulat Indonesia pada tahun 2013 adalah 23.227.012,25 m3.
Kayu bulat tersebut sebagian besar berasal dari hutan tanaman, yaitu 19.554.418
m3 (84,19%) dan sisanya 3.672.594,25 m3 (15,81%) dari hutan alam. Sementara
itu kebutuhan bahan baku kayu industri perkayuan nasional berdasarkan jumlah
kapasitas industri pada tahun 2013 adalah 70.013.474 m3. Rendahnya pasokan
bahan baku kayu dari hutan alam dan hutan tanaman yang telah dibangun sejak
tahun 1990-an sampai saat ini mengindikasikan perlunya penambahan luasan
hutan tanaman, peningkatan keberhasilan penanaman maupun peningkatan
produktivitas hutan tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan kayu
nasional. Kegiatan tersebut dapat dilakukan di kawasan hutan produksi di wilayah
dengan IUPHHK-HTI, IUPHHK-HA, hutan rakyat, hutan desa, hutan hak
maupun kawasan hutan produksi lainnya di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH), dalam hal ini adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produsi (KPHP)
(Njurumana, 2015).

II.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan Kayu pertukangan?
2. Bagaimana karakteristik dan klasifikasi dari Pohon Bambang Lanang (Michelia
champaca)?
3

3. Apa manfaat dari penggunaan Bambang Lanang (Michelia champaca)?


4. Apa kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk meningkatkan nilai kayu
pertukangan yang dihasilkan dari pohon Bambang Lanang (Michelia
champaca)?

I.3 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kayu pertukangan.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan klasifikasi dari Pohon
Bambang Lanang (Michelia champaca).
3. Untuk mengetahui apa manfaat dari penggunaan Bambang Lanang (Michelia
champaca).
4. Untuk mengetahui apa kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk
meningkatkan nilai kayu pertukangan yang dihasilkan dari pohon Bambang
Lanang (Michelia champaca).
4

BAB II
ISI

II. 1 Pengertian kayu pertukangan


Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil
pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah
diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk
sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industry
maupun kayu bakar. Kayu merupakan hasil hutan dari kekayaan alam, merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan
teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh
bahan-bahan lain. Kayu pertukangan adalah kayu yang diperoleh dengan jalan
mengkonversi kayu bulat menjadi kayu berbentuk balok, papan ataupun bentuk-
bentuk lainnya sesuai dengnan tujuan penggunaannya.
Pada SNI 03-3527-1994, Pasal (4) Penggolongan Kayu pertukangan
dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu:
a. 4.1 Kayu pertukangan structural Ialah kayu pertukangan yang digunakan untuk
bagian struktural bangunan dan penggunaannya memerlukan perhitungan beban.
b. 4.2 Kayu pertukangan non-strukturalIalah kayu bangunan yang digunakan
dalam bagian pertukangan, yang penggunaannya tidak memerlukan perhitungan
beban.
c. 4.3 Kayu bangunan untuk keperluan lain Ialah kayu pertukangan yang tidak
termasuk kedua penggolongan butir 4.1;dan 4.2; tersebut diatas, tetapi dapat
dipergunakan sebagai bahan bangunan penolong ataupun bangunan sementara.

II.3 Karakteristik dan klasifikasi dari Pohon Bambang Lanang (Michelia


champaca).
 Bambang Lanang (Michelia champaca) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Magnoliales
Famili : Magnoliaceae
5

Genus : Michelia
Spesies : Michelia champaca L.

Nama Ilmiah : Michelia champaca


Nama Sinonim : Michelia pilifera Bakh. f., Michelia velutina auct. Non
DC.
 Karakteristik Bambang Lanang (Michelia champaca)
Bambang lanang (Michelia champaca) dikenal oleh masyarakat lokal
dengan nama bambang, medang bambang. Bambang lanang merupakan jenis
pohon penghasil kayu pertukangan yang pada awalnya hanya dikembangkan
oleh orang Lintang. Mereka tinggal di Muara Pinang, Pendopo, Ulu Musi dan
Talang Padang di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan sejak
kira-kira 100 tahun yang lalu. Kayu bambang lanang memiliki serat yang
halus, digolongkan ke dalam kelas kuat dan kelas awet II. Kayu bambang
lanang dapat digunakan sebagai bahan baku industri, konstruksi, furniture,
veneer, plywood, papan partikel, ukiran dan barang-barang dekorasi. Bambang
lanang tumbuh cepat meskipun tanpa perawatan intensif. Batangnya lurus
dengan tinggi bebas cabang pada umur 10 tahun bisa mencapai 20 meter
dengan produksi berupa kayu gergajian mencapai kurang lebih 1 m3 per-pohon
pada umur 15 tahun.

II.3 Manfaat dari dari penggunaan Bambang Lanang (Michelia champaca).


 Prospek Finansial
Kayu bambang lanang dan kayu bawang mempunyai permintaan pasar
yang tinggi terutama di daerah penyebaran aslinya. Hal ini dapat dilihat dari
6

sering tidak terpenuhinya permintaan pasar yang disebabkan oleh keterbatasan


pasokan kayu dari petani. Hasil analisis finasial budidaya jenis bambang lanang
secara monokultur pada tingkat suku bunga 11-13% memberikan nilai NPV lebih
dari 1, IRR di atas tingkat suku bunga dan BCR lebih dari 1, dengan asumsi nilai
lahan tidak diperhitungkan (sudah ada nilai lahan) (Balai Penelitian Kehutanan
Palembang, 2014). Secara umum analisis finansial budidaya kayu bambang
lanang secara murni maupun campuran layak diusahakan pada tingkat suku bunga
12%.
 Pemasaran
Di Kabupaten Lahat, pohon bambang lanang pada umur 10 tahun sudah
dapat dipanen dengan volume 0,5 m3/pohon tetapi harganya lebih rendah
dibanding yang berumur 15 tahun yaitu dengan harga Rp. 900.000/m3. Sedangkan
pada umur 15 tahun volumenya rata-rata 1 m3/pohon dengan harga yang lebih
tinggi yaitu Rp. 1.000.000/m3. Harga kayu bambang lanang di tingkat petani di
Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota pagaralam berkisar antara Rp.
900.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- per m3. Harga kayu bambang lanang di
depot kayu mencapai Rp. 2.000.000,- sampai dengan Rp. 2.600.000,- per m3.
Lebih dari 50% marjin keuntungan dinikmati oleh para pelaku industri kayu
rakyat, mulai dari penggesek/pengumpul kayu, pemilik sawmill, pemilik depot,
atau bahkan sampai ke pengrajin furniture. Jenis industri kayu rakyat sebagian
besar berupa depot kayu (40%), pengusaha atau pengrajin furniture (20%) dengan
hasil berupa meja, kursi, lemari, dan tempat tidur, penggesek/pengumpul (20%),
industri penggergajian kayu atau sawmill (13%) dan depot kayu dan funiture
(7%). Hampir semua pelaku industri kayu rakyat yang termasuk ke dalam kelima
katergori tersebut di atas tersebar merata di tiga wilayah yang menjadi fokus
kegiatan penelitian.
 Industri
Kayu bambang lanang dan kayu bawang, selain ditampung oleh industri
kecil skala lokal, juga mempunyai peluang untuk diserap oleh industri pengolahan
hasil hutan kayu dengan kapasitas produksi diatas 6.000 m3 per tahun. Untuk
Provinsi Sumatera Selatan, terdapat industri 2 kayu lapis (kapasitas 140.000 m3
per tahun), kayu gergajian (5 industri, kapasitas 137.500 m3 per tahun), veneer (3
7

industri, kapasitas 110.000 m3 per tahun). LVL terdiri dari 1 industri dengan
kapasitas 50.000 m3 per tahun.

II.4 Kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk meningkatkan nilai kayu


pertukangan yang dihasilkan dari pohon Bambang Lanang (Michelia
champaca).
Kayu bambang lanang (Michelia sp.) merupakan jenis kayu pertukangan
lokal Sumatera Bagian Selatan yang mempuntai prospek untuk dikembangkan
sebagai komoditas bisnis KPHP. Jenis ini secara finansial layak untuk
dikembangkan, memiliki saluran pemasaran yang jelas serta peluang pasar dan
industri yang terbuka mulai dari tingkat lokal sampai nasional. Kayu bambang
lanang mempunyai daur yang tidak terlalu lama (daur pendek sampai sedang),
teknik budidayanya telah diketahui baik secara tradisional maupun dengan
dukungan penelitian silvikultur. Selain itu, kedua jenis ini bias ditanam secara
monokultur maupun pola campuran. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek
tersebut di atas, jenis kayu pertukangan lokal untuk lahan kering Sumatera bagian
Selatan yang terdiri dari bambang lanang dan kayu bawang merupakan jenis-jenis
yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai komoditas bisnis di
KPHP lahan kering.
Kegiatan pemeliharaan, berupa pemupukan, penyiangan dan pengendalian
hama (penyemprotan herbisida dan pestisida) pada umumnya belum banyak
dilakukan. Pada kebun campuran, kegiatan tersebut ditujukan untuk memupuk dan
menyiangi tanaman kopi atau kakaonya. Pemangkasan cabang pohon bambang
lanang bertujuan agar tanaman kopi di bawahnya tidak ternaungi. Kegiatan
penjarangan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih optimal dengan
menebang individu-individu pohon yang tumbuh jelek pada umumnya juga belum
dilakukan.
8

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Kayu pertukangan adalah kayu yang diperoleh dengan jalan mengkonversi
kayu bulat menjadi kayu berbentuk balok, papan ataupun bentuk-bentuk
lainnya sesuai dengnan tujuan penggunaannya.
2. Bambang lanang merupakan jenis pohon penghasil kayu pertukangan. Kayu
bambang lanang memiliki serat yang halus, digolongkan ke dalam kelas kuat
dan kelas awet II. Kayu bambang lanang dapat digunakan sebagai bahan baku
industri, konstruksi, furniture, veneer, plywood, papan partikel, ukiran dan
barang-barang dekorasi.
3. Manfaat dari dari penggunaan Bambang Lanang antara lain yaitu: Dari
prispek Finansial, Pemasaran, dan juga Industri.
4. Kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk meningkatkan nilai kayu
pertukangan yang dihasilkan antara lain berupa pemupukan, penyiangan dan
pengendalian hama (penyemprotan herbisida dan pestisida).

DAFTAR PUSTAKA
9

Endom. W, dan Nitibaskara. U. 2015. Potensi kayu dan bahan serpih di areal
berkas tebangan hutan rawa. Jurnal Nusa Sylva Fakultas Kehutanan
Universitas Nusa Bangsa. Vol. 15 (1): 25-37.

Endrianto. 2016. Pengantar taksonomi Bambang Langang/Cempaka Kuning


(Michelia champaca). Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Selatan.

Edwin, M, dan Premono, B.T. 2010. Hutan tanaman kayu pertukangan adalah
portofolio: pelajaran dari kewasdayaan penyebarluasan Bambang Lanang
di masyarakat. Palembang.

Njurumana, G.N. 2015. Manajemen sumberdaya kayu pertukangan pada sistem


agroforestri Kaliwu di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pros Sem Nas
Masy Biodiv Indonesia. Vol 1 (3) : 629-634.

Pramono, A.A, Fauzi, M.A, Widyani, N, Heriansya, I, dan Roshetko, J.M. 2010.
Pengelolaan Hutan Jati Rakyat Panduan Lapangan Untuk Petani. CIFOR.
Bogor.

Ulya, N.A. Lestari. S, dan Premono, T. B. 2015. Prospek pengembangan kayu


pertukangan lokal sebagai komoditas bisnis KPHP di lahan kering. Jurnal
penelitian sosial dan ekonomi kehutanan. Vol 12 (2): 89-97.

Yunianti, A. D, dan Muin. M. 2009. Pertumbuhah Pohon dan Kualitas Kayu.


Fakultas Kehutana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai