DASAR TEORI
Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) bersifat lunak, kekuatan relatif
rendah, tetapi keuletannya tinggi atau sering disebut baja lunak (mild steel)
dengan kandungan karbon kurang dari 0,3%. Baja karbon rendah sangat luas
penggunaannya sebagai baja konstruksi, rangka kendaraan, mur, baut, pipa,
tangki minyak, dan lain-lain karena memiliki sifat pengerjaan yang baik
seperti sifat keuletan, sifat mampu tempa, kelunakan, dan mampu mesin yang
baik. Dengan keadaan tersebut baja karbon rendah sangat baik sekali untuk
disambung dengan proses pengelasan (Wiryosumarto, 2004).
Baja karbon memiliki sifat mampu las yang baik. Baja jenis ini dapat
dilas dengan semua cara pengelasan yang ada di dalam praktek dan hasilnya
akan baik bila persiapan dan semua persyaratannya terpenuhi. Baja karbon
memiliki kepekaan retak las yang rendah bila dibandingkan dengan baja
karbon lainnya atau baja paduan. Retak las pada baja dapat terjadi dengan
mudah pada pengelasan pelat atau bila di dalam baja tersebut terkandung
belerang bebas yang cukup tinggi (Kusmayadi, 2008).
2.1.2 Karakteristik Baja ST. 41
Baja ST 41 adalah salah satu dari baja karbon rendah. Bahan ini termasuk
dalam golongan baja karbon rendah karena dalam komposisinya
mengandung karbon sebesar 0,08%-0,20%. Baja karbon rendah sering
digunakan dalam komponen mesin-mesin industri seperti gear, rantai,skrup
dan poros. Selain itu juga baja ST 41 juga digunakan sebagai handle rem
sepeda motor, bodi mobil, pipa saluran, kontruksi jembatan, rivet. Baja ST 41
juga merupakan baja struktur sifat-sifat yang dimilki oleh baja ST 41
mempunyai kekuatan yang cukup tinggi, mempunyai nilai kekerasan yang
cukup, stabilitas dimensi yang baik. Baja ST 41 merupakan baja konstruksi
dengan kadar karbon rendah yang berarti baja memiliki kekuatan tarik 41
kg/mm2 atau memiliki tegangan 410- 500 N/mm2 (luchsinger, 1981).
Tabel 2.1 Komposisi kimia baja karbon rendah St. 41
Unsur % Komposisi Kimia
Besi (Fe) 98,985
Karbon (C) 0,10
Mangan (Mn) 0,6
Silikon (Si) 0,25
Sulfur (S) 0,035
Phosphor (P) 0,03
(Sumber : A. Nizam, 2014)
Gas Metal Arc Welding (GMAW). GMAW merupakan las busur gas
yang menggunakan kawat las sekaligus sebagai elektroda. Elektroda tersebut
berupa gulungan kawat (rol) yang gerakannya diatur oleh motor listrik. Las
ini menggunakan gas mulia dan gas CO2 sebagai pelindung busur dan logam
yang mencair dari pengaruh atmosfir. Baja karbon rendah dapat dilas dengan
semua cara pengelasan. Sifat mampu las dari baja berbeda-beda tergantung
dari kualitas komposisi kimia dan sifat-sifat mekanik lainnya. Sifat mampu
las ini sangat penting untuk diketahui karena akan menentukan sifat-sifat
mekanik dan konstruksi yang akan dibuat.
Dalam las GMAW, kawat las pengisi yang juga berfungsi sebagai
elektroda diumpankan secara terus- menerus. Busur listrik terjadi antara
kawat pengisi dan logam induk (Basuki, 2009). Arus yang digunakan pada
proses pengelasan GMAW adalah arus searah (DC) dan posisi elektroda
kutub positif atau disebut dengan polaritas terbalik agar transfer logam bias
sempurna.
Daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ) adalah logam
dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan
mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah
ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat
dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.
Gambar 2.3 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan ( sonawan, 2004)
Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik 1 dan titik 2
menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa autensit dan
ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja
mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenite 100%.
Titik 3 menunjukkan temperature pemanasan, daerah itu mencapai daerah
berfasa ferit dan austenite yang disebut transformasi sebagai yang artinya
struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan
austenite
c. Logam Induk
Logam induk adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sturktur dan
sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah
pengaruh panas, yang disebut batas las. (Wiryosumarto,2000)
Gambar 2.4 Perubahan sifat fisis pada sambungan las cair (Malau,2003)
Menurut Widharto, Sri (2013: 456), logam induk adalah bagian logam yang
jauh dari bagian las sehingga tidak terpengaruh oleh suhu panas las dan tetap
dalam struktur mikro dan sifat semula.
Kecepatan pengelasan secara akurasi dapat dilakukan dengan las manual dan
semi otomatis tergantung pada welder. Namun dengan pengelkasan otomatis,
kecepatan diatur pada perjalanan kereta bermotor yang dikendalikan untuk
mengatur jalannya logam induk terhadap pembentukan busur las dari tang
elektroda (Fundeburk,1999)
2. Posisi Tegak
Mengelas posisi tegak apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau
kebawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena
bahan cair yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil
dengan kemiringan elektroda sekitar 10° - 15° terhadap garis vertical dan
70° - 85° terhadap benda kerja.
Gambar 2.7. Posisi Tegak (Sukaini,2005)
3. Posisi Datar (Horisontal)
Mengelas dengan horizontal bias disebut juga mengelas merata dimana
kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti
horizontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5° - 10°
terhadap garis vertical dan 70° - 80° kearah benda kerja.
Pada proses pengelasan terdapat lima jenis desain dasar sambungan las.
Kelima jenis dasar sambungan tersebut adalah sambungan Tumpul (Butt),
Sudut (Corner), T (Tee), Tumpang (Lap), dan Sisi (Edge). Lima jenis dasar
sambungan las dapat dibuat dalam empat posisi pengelasan yang berbeda,
yaitu posisi Flat (datar), Vertical, Horizontal, dan diatas kepala seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
2.11 Kampuh I
Kampuh las disini dipaparkan mengingat ada kaitannya dengan judul
skripsi tersebut. Menurut Sonawan (2006:17) kampuh las merupakan bagian
dari logam induk yang nantinya akan diisi oleh deposit las atau logam las
(weld metal. Kampuh las, awalnya adalah berupa kubangan las (weld pool)
yang kemudian diisi dengan logam las.
Sambungan kampuh I terbuka dipergunakan untuk menyambung pelat
dengan ketebalan 2 - 3 mm dengan jarak akar 2 mm. Alur pengelasan
dinyatakan oleh sepasang sisi ujung dari dua logam yang akan disambung
dengan pengelasan. Sebuah kampuh las harus dirancang untuk pengelasan
yang efisien secara ekonomis dan mudah pelaksanaannya serta untuk
meminimalkan jumlah endapan tanpa menyebabkan cacat las.
Dalam pengujian tarik ini akan dapat pula diamati beberapa fenomena
yang terjadi dalam deformasi antara lain :
1. Elastisitas : Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan terjadinya perubahan bentuk secara tetap (permanen)
setelah tegangan tersebut dihasilkan.
2. Fenomena luluh : Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
mkenerima tegangan berulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh
dibawah batas kekuatan elastis.
3. Plastisitas : Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastis (secara permanen) tanpa mengakibatkan
kerusakan.
4. Bidang patah : Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan atau sebagai ukuran
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja
pada suatu kondisi tertentu
.
Gambar 2.15 Diagram Tegangan-Regangan
Diagram tegangan –regangan teknis
Dari uji teknis diagram pertambahan panas sebenarnya, diagram ini
sebangun dengan diagram tegangan dan regangan. Panjang uji mula-mula
dari regangan teknis diperoleh dari perubahan panjang uji mula-mula dan
kedua pembagi tersebut adalah konstan.
Dimana :
𝞂= Tegangan Teknis (𝑘𝑔/𝑚𝑚2 )
∆𝐿 = Perubahan Panjang (mm)
𝐴0 = Luas Panjang Mula –Mula(𝑚𝑚2)
= Regangan Teknis
P = Bebean (kg)
𝐿0 = Panjang uji mula-mula (mm)
Tegangan Sebenarnya – Rengangan Sebenarnya
Tegangan sebenarnya adalah beban dibagi dengan luas penampang sesaat :
𝑃 𝑃 𝐴0 𝑃 𝐿1
𝞂= = × = ×
𝐴1 𝐴0 𝐴1 𝐴 𝐼1
𝑃(𝐼0 +∆𝐿
=
𝐴 0 𝑙𝑜
= 𝞂 (1 +𝑒)
Regangan sebenarnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang
menggambarkan besarnya deformasi yang sebenarnya, yaitu perubahan
panjang sepecimen ataupun berubahnya luas penmpang.
𝑙𝑛 𝑙𝑜 +∆𝐿
𝞮=𝐿 = 𝑙𝑛 = ln(1 + 𝑒)
𝑂 𝐿𝑂
3. Metode Indentasi
Pengujian metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan
suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang
dihasilkan . Berdasarkan prinsip kerjanya metode uji kekerasan dengan cara
indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Metode Brinell
Pengujian ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan
memakai bola baja yang diperkeras berdiameter 10 mm dan diberi beban
3000 kg. untuk logam lunak menggunakan beban 500 kg untuk menghindari
jejak yang dalam untuk beban yang sangat keras digunakan paduan
karbidatungstan tujuannya untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor.
Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung
diameternya dibawah mickroskop khusus pengukur jejak. Contoh pengukuran
hasil penjajakan diberikan oleh gambar 2.21. pengukuran nilai kekerasan
suatu material diberika rumus :
BHN = 2P = P Kg/mm2
( π D ) (D - D2 - d2 ) πDi
Dimana :
P = beban (kg)
D = diameter indentor (mm)
D = diameter jejak (mm)
T = kedalaman jejak
b. Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
136°, seperti diperlihatkan gambar 2.22. Prinsip pengujian adalah sama
dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur
sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop
pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh :
VNH = 2 P sin α/2 = 1,854 p
d² d²
Dimana (d) = panjang diagonal rata – rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
c. Metode Meyer
Pm = P = 4P kg/mm²
π r² πd²
d. Metode Rockwell