Anda di halaman 1dari 17

SYOK

Syok adalah sebuah sindroma klinis yang dihasilkan dari ketidakadekuatan perfusi jaringan.
Perfusi jaringan yang tidak adekuat ini memicu hipoksia sel dan memicu disfungsi multipel
organ. Hal ini ditandai dengan menurunnya tekanan darah sistolik <90 mmHg atau Mean
Arterial Pressure (MAP) <65 mmHg yang dibuktikan dengan tanda-tanda hipoperfusi
jaringan; kulit pucat, urine output <0,5 mL/kgBB/jam, serum laktat >2mmol/L. Selain itu
diperoleh pula penurunan GCS, pucat, akral dingin, capillary reffil time menurun, dan
oliguria.
Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, karakteristik, dan pola hemodinamik yang
ditimbulkan, yaitu
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kegagalan perfusi dan suplai oksigen yang disebabkan oleh
hilangnya sirkulasi volume intravaskular sebesar >20-25% sebagai akibat dari
perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan, atau akibat sekunder dari dilatasi arteri
dan vena.

Pada syok hipovolemik, terdapat tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik dan tanda-


tanda kehilangan volume darah yang pasti. Syok ini menjadi sulit diketahui bila sumber
perdarahan tidak tampak, misalnya pada saluran cerna atau trauma tumpul abdomen.
Resusitasi awal membutuhkan cairan kristaloid isotonis dengan volume 1-2 L selama
20-30 menit atau sebesar 20 mL/kgBB secara bolus cepat bila fungsi jantung normal.
Tujuan resusitasi ini adalah tercukupinya volume intravaskuler, terkoreksinya asidosis
metabolik, dan mengobati penyebab. Selama pemberian resusitasi, perlu dilakukan
pemantauan perfusi, urine output, dan tanda vital.

2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh
adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi
volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload,
kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab terbanyak adalah infark
miokard akut, keracunan obat, infeksi/ inflamasi, gangguan mekanik.

Syok kardiogenik dicirikan dengan depresi berat pada indeks cardiac, yaitu < 2,2
L/menit/m2 dan hipotensi atrial sistolik <90 mmHg. Syok kardiogenik biasanya
disebabkan oleh kegagalan myocardial primer, infark miokard, dan cardiomyopathy
atau myocarditis.

Pasien dengan syok kardiogenik mengalami pergeseran left shift pada hitung sel darah
putih. Terdapat pula kenaikan transaminase hepar karena adanya hipoperfusi hepar.
Tatalaksana pada syok kardiogenik adalah dengan pemberian cairan. Bila masih tidak
terdapat adanya perbaikan, maka diberikan inotropik.
3. Syok distributif
Syok distributif adalah kegagalan perfusi dan suplai oksigen yang disebabkan oleh
menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan
redistribusi aliran darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif
pada syok anafilaksis; bakteri dan toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari
SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik. Syok anafilaktik biasanya
disebabkan oleh alergi pada makanan atau suatu obat tertentu.

4. Syok obstruktif
Syok obstruktif adalah kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan
terganggunya mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan
intratorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli
udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis
konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis.

SEPSIS
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Istilah sepsis menurut konsensus terbaru
adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi
respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama
dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang setiap tahunnya. Sepsis berat adalah sepsis
disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan
respon prokoagulan terhadap infeksi.
Syok septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah
sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20-40 mL/kg).
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai
dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel
endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari
aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor
nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species,
nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.
Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6
akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang
teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan
meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi. Aktivasi
komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan
sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua
hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang
peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.
Tatalaksana pada sepsis adalah meliputi:
1. Pemberian oksigen,
2. Kultur darah dan lainnya
3. Pemberian antibiotik broad spectrum.
4. Pemberian cairan intravena segera dalam waktu 6 jam,
5. Mengukur Hb dan laktat
6. Memonitor produksi urine.

SEPSIS PADA PEDIATRI


Sepsis pada pediatri dibagi menjadi beberapa kriteria berdasarkan umur.
1. Early set neonatal sepsis terjadi pada usia seminggu setelah bayi lahir, dan sering pada
usia 24-48 jam.
Pada kategori ini biasanya bayi terinfeksi pada saat dalam kandungan atau sesaat
setelah lahir. Biasanya pada GBS pada kehamilan, KPD, kelahiran preterm, dan
infeksi plasenta.
2. Late set neonatal sepsis terjadi pada usia 7 hari-30 hari pasca kelahiran.
Hal ini biasanya terjadi karena adanya kateter pada pembuluh darah
3. Sepsis in older children terjadi pada usia lebih dari 30 hari pasca kelahiran. Hal ini
biasanya terjadi karena anak mendapat infeksi dari lingkungan sekitar.

RESUSITASI DAN CAIRAN RESUSITASI YANG ADA DI RSDM


Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi tubuh kepada keadaan
fisiologis. Kehilangan cairan dapat berupa kehilangan yang normal
(keringat, penguapan, urine) atau kehilangan yang patologis. Kehilangan cairan yang
patologis bisa disebabkan oleh karena perdarahan atau non perdarahan (dehidrasi).
Resusitasi cairan adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh
sebab patologis kembali menjadi normal.
Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini :
Berat badan Kebutuhan air perhari
Sampai 10 kg 100 ml/kgBB
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB
(untuk tiap kg diatas 10 kg)
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB
(untuk tiap kg diatas 20 kg)
Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari

Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :


Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian


diantaranya:
1. Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C )
2. Hiperventilasi
3. Suhu lingkungan yang tinggi
4. Aktivitas yang ekstrim / berlebihan
5. Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya


yaitu:
1. Hipotermi (kebutuhannya menurun 12% setiap 1ᵒ C, jika suhu 37ᵒC)
2. Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi
3. Oliguria atau anuria
4. Hampir tidak ada aktivitas
5. Retensi cairan misal gagal jantung

Cairan resusitasi terdiri dari koloid dan kristaloid. Cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan adalah normal saline dan ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki
komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan
koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial
dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan
jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya
peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat. Larutan dekstrose 5%
sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau memiliki kadar
natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena
komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas, hiperglikemik, diuresis
osmotik, dan asidosis serebral. Cairan kristaloid yang dimiliki RSDM ialah NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, Ringer Asetat, dan D5.
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume
plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan
kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4
bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap
dalam ruang intravaskular. Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan
ruang intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar
daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal
sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada
volume yang diberikan. Cairan koloid yang dimiliki RSDM adalah Albumin, HES, dan
gelatin atau gelofusal.
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk
meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi.
Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap
bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut
NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin (Haemaccel) dengan pelarut
NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L. Pemberian gelatin
agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid yang lain. Berkisar
dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-
reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek
langsung gelatin pada sel mast. Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular
sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti dekstran.
Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu
gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil 17 dieliminasikan lewat
usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada
pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi.
Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien
yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada
hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah infark
miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.
Senyawa kanji hidroksietil (HES) merupakan suatu kelompok koloid sintetik
polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji
hidroksi (HES) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-laporan
adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan laporan
tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan kecenderungan
perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian preparat HES berat
molekul tinggi (HMW-HES).
Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid
lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan
kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan profilaksis
defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan
dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik),
kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung
kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177
mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa).
Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

DIARE
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair (mencret)
sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Diare dapat disebabkan oleh adanya
infeksi pada saluran cerna.
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan
diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
 Diare
o frekuensi buang air besar (BAB) anak
o lamanya diare terjadi (berapa hari)
o apakah ada darah dalam tinja
o apakah ada muntah
 Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
 Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
 Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).
Pemeriksaan fisis
 Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
o rewel atau gelisah
o letargis/kesadaran berkurang
o mata cekung
o cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
o haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
 Darah dalam tinja
 Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
 Tanda-tanda gizi buruk
 Perut kembung.
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan
status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang atau tanpa dehidrasi dan
beri pengobatan yang sesuai.

DIARE DEHIDRASI BERAT


Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat dengan
pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera setelah anak membaik.
Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera, berikan pengobatan antibiotik yang efektif
terhadap kolera.
Diagnosis
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
 Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik)
 Tidak bisa minum atau malas minum.
Tatalaksana
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan
terapi rehidasi oral. Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri
larutan oralit jika anak bisa minum
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman
untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak
tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa)
tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
Pemantauan
Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika hidrasi
tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali anak
dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak untuk minum, sedikitnya
setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan
membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam
pemantauan.
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status hidrasi anak.
1. Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah pemberian
rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus
menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
2. Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan,
hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa menyusu
dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan ASI pada anaknya.
3. Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, berikan makanan dan minuman, anjurkan ibu
untuk menyusui anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam
sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan
penanganan hidrasi anak dengan memberi larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika anak bisa
minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4 jam untuk bayi, atau 1–2 jam pada anak
yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup
disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi larutan oralit, dalam
waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam pemantauan dan ibunya diajari cara
menyiapkan dan memberi larutan oralit.
Diagnosis
Jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi ringan/sedang:
a. Gelisah/rewel
b. Haus dan minum dengan lahap
c. Mata cekung
d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan salah satu tanda
dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum), berarti anak menderita dehidrasi
sedang/ringan.
Tatalaksana
1. Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan
berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui). Namun
demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
2. Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 –
2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar, berikan
minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
3. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
a. Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat
(misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
b. Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum
air matang atau ASI.
4. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
5. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu
agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari
berikutnya.
6. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa
minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
a. Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan
di rumah
1) beri cairan tambahan.
2) beri tablet Zinc selama 10 hari
3) lanjutkan pemberian minum/makan
4) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
a) anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
b) kondisi anak memburuk
c) anak demam
d) terdapat darah dalam tinja anak
b. Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan
untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri
anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin
c. Jika timbul tanda dehidrasi berat, beri penanganan sesuai petunjuk,
d. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa
minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus
dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan
Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)
yang dibagi sebagai berikut :

UMUR Pemberian 70 ml/kg


selama

Bayi (di bawah umur 12 5 jam


bulan)

Anak (12 bulan sampai 5 2,5 jam


tahun)

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.


 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan Dehidrasi.
Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan
penanganan.
Beri tablet Zinc
 Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak:
o Di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
o 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
Pemberian Makan
Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang penting dalam
tatalaksana diare.
 ASI tetap diberikan
 Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan
pada anak berumur 6 bulan atau lebih.
Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai lagi
pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa diberikan. Jika anak
berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan
secara segar – dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang
direkomendasikan:
 Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan kacang-
kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh minyak
sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
 Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
 Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk
penambahan kalium.
Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri
makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya selama 2
minggu.

DIARE TANPA DEHIDRASI


Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan cairan
tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet
yang sesuai dengan umur mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI.
Diagnosis
Diagnosis Diare tanpa dehidrasi dibuat bila anak tidak mempunyai dua atau lebih tanda
berikut yang dicirikan sebagai dehidrasi ringan/sedang atau berat.
1. Gelisah/ rewel
2. Letargis atau tidak sadar
3. Tidak bisa minum atau malas minum
4. Haus atau minum dengan lahap
5. Mata cekung
6. Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat (Turgor jelek)
Tatalaksana
a. Anak dirawat jalan
b. Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
1) beri cairan tambahan
2) beri tablet Zinc
3) lanjutkan pemberian makan
4) nasihati kapan harus kembali
c. Beri cairan tambahan, sebagai berikut:
1) Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih
sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI
eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif
kepada anak, sesuai dengan umur anak.
2) Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan
dibawah ini:
a) larutan oralit
b) cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
c) air matang
d. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan tambahan –
sebanyak yang anak dapat minum:
1) untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50–100 ml setiap kali anak BAB
2) untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100–200 ml setiap kali anak
BAB.
e. Ajari ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan menggunakan
cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali dengan lebih lambat.
Ibu harus terus memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti.
f. Ajari ibu untuk menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk
dibawa pulang.
g. Beri tablet zinc
1) Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya:
a) Di bawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b) Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
2) Ajari ibu cara memberi tablet zinc:
a) Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang,
ASI perah atau larutan oralit.
b) Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan
3) Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya selama 10 hari penuh.
h. Lanjutkan pemberian makan.
i. Nasihati ibu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang.
Tindak lanjut
1. Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah parah, atau
tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam, atau ada
darah dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda ini namun tetap tidak
menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang pada hari ke-5.
2. Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada anak di waktu
yang akan datang jika anak mengalami diare lagi.

DEMAM BERDARAH
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dan
menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue,
masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal.
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak, sakit kepala
hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan, mual-mual dan
ruam. Gejala pada anak-anak dapat berupa demam ringan yang disertai ruam. Demam
berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41◦C
selama dua sampai tujuh hari, wajah kemerahan, dan gelaja lainnya yang menyertai demam
berdarah ringan. Berikutnya dapat muncul kecenderungan pendarahan, seperti memar, hidung
dan gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada kasus yang sangat parah, mungkin
berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, shock dan kematian.
Demam berdarah ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang
terinfeksi virus dengue. Penyakit ini tidak dapat ditularkan langsung dari orang ke orang.
Penyebar utama virus dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti, tidak ditemukan di Hong Kong,
namun virus dengue juga dapat disebarkan oleh spesies lain yaitu Aedes albopictus.
Tidak ada perawatan khusus untuk demam berdarah. Obat-obatan diberikan untuk
meringankan demam dan rasa sakit. Penderita sebaiknya segera dirawat, dan terutama dijaga
jumlah cairan tubuhnya. Dengan perawatan yang tepat dan segera, tingkat kematian tidak
mencapai 1%.
Komplikasi DBD yang terjadi biasanya dikaitkan dengan syok yang
nyata/berlangsung lama sehingga menyebabkan asisdosis metabolik dan perdarahan hebat
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan kegagalan multiorgan
seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting diperhatikan adalah bahwa
pemberian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma dapat menyebabkan
efusi yang masif dan gangguan pernafasan, bendungan paru akut dan/atau gagal jantung.
Cairan yang terus diberikan setelah berakhirnya periode kebocoran plasma dapat
berakibat edema paru akut ataupun gagal jantung, khususnya dengan adanya reabsorbsi
cairan yang sebelumnya mengalami ekstravasasi. Selain itu, syok yang nyata/berlama-lama
serta pemberian cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik/elektrolit.
Gangguan metabolik yang paling sering ditemukan adalah hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Hal ini dapat berakibat munculnya berbagai
manifestasi yang jarang, misalnya ensefalopati.

Anda mungkin juga menyukai