Anda di halaman 1dari 2

DEFEKASI

I. FISIOLOGI
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa
kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-
kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya,
yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik
keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan
penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir
(Pearce, 2002)

MEKANISME

Proses defekasi terjadi baik secara disadari (volunter), maupun tidak disadari (involunter) atau refleks. Gerakan
yang mendorong feses ke arah anus terhambat oleh adanya kontraksi tonik dari sfingter ani interna yang terdiri
dari otot polos dan sfingter ani eksterna yang terdiri dari otot rangka. Sfingter ani eksterna diatur oleh N.
Pudendus yang merupakan bagian dari saraf somatik, sehingga ani eksterna berada di bawah pengaruh kesadaran
kita (volunter). Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung – ujung serabut saraf rectum
terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme
continence dan juga sensasi pengisian rectum merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut : pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu
kontraksi dengan mengosongkan isinya ke dalam rectum. Studi statistika tentang fisiologi rectum ini
mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rectum yaitu :

(1) Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit ;


(2) Slower contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH2O ; dan
(3) Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi.

Distensi dari rectum menstimulasi reseptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis analis. Bila feses
memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal afferent yang menyebar melalui pleksus mienterikus
yang merangsang terjadinya gelombang peristaltic pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses
terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh
adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus; dan sfingter ani eksterna pada saat tersebut mengalami
relaksasi secara volunter,terjadilah defekasi. Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan
intraabdominal oleh kontraksi otot–otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, muskulus obliqus
interna dan eksterna, muskulus transversus abdominis dan diafraghma. Muskulus puborektalis yang mengelilingi
anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat bahwa area
anorektal membuat sudut 90o antara ampulla rekti dan kanalis analis sehingga akan tertutup. Jadi pada saat lurus,
sudut ini akan meningkat sekitar 130o – 140 o sehingga kanalis analis akan menjadi lurus dan feses akan
dievakuasi. Muskulus sfingter ani eksterna kemudian akan berkonstriksi dan memanjang ke kanalis analis.

Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran (
volunteer ). Bila defekasi ditahan, sfingter ani interna akan tertutup, rectum akan mengadakan relaksasi untuk
mengakomodasi feses yang terdapat di dalamnya. Mekanisme volunter dari proses defekasi ini nampaknya diatur
oleh susunan saraf pusat. Setelah proses evakuasi feses selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus sfingter ani
interna dan muskulus puborektalis akan berkontraksi dan sudut anorektal akan kembali ke posisi sebelumnya. Ini
memungkinkan muskulus sfingter ani interna untuk memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis analis. Hal ini
menyebabkan m. sphincter ani externus dan m. levator ani berkontraksi untuk menahan defekasi. Jika kita
memutuskan untuk meneruskan proses defekasi, maka impuls akan turun menuju ke
berbagai saraf:
 N. facialis (VII) untuk mengkontraksikan otot-otot wajah.
 N. vagus (X) untuk menutup epiglottis.
 N. Phrenicus untuk memfiksasi diapraghma.
 N. Thoracales segmen yang berhubungan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding abdomen.

 N. splanchnicus pelvicus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m. sphincter ani internus.

 N. pudendus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m. sphincter ani externus dan m. levator ani.
 N. ischiadicus, untuk mengkontraksikan otot-otot hamstring.

Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan
glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan, dasar
pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses. Pada akhir defekasi, tunica mucosa
kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding canalis analis serta penarikan ke atas
oleh m. puborectalis (bagian dari m. levator ani). Kemudian lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh
kontraksi tonik m. sphincter ani.

Refleks dalam Proses Defekasi


1. Refleks Defekasi Intrinsik
Berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan
pada fleksus mesenterika dan terjadilah gerakan perilstaltik. Feses tiba di anus, secara sistematis spingter interna
relaksasi maka terjadilah defekasi
2. Refleks Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal
cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,
relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh :


 Kontraksi otot abdomen
 Tekanan diafragma
 Kontraksi otot elevato

Anda mungkin juga menyukai