Anda di halaman 1dari 38

Tugas : Makalah Perilaku Oraganisasi

“KONFLIK DALAM ORGANISASI”

OLEH:

MOH. RIFAN TANGAHU

NIM : 931418019

SEMESTER : II

KELAS A MANAJEMEN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

T.A 2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Perilaku Oraganisasi dengan judul
“Konflik dalam Oraganisasi”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen kami
yang terhormat Ibu “Dr.ANDI YUSNIAR MENDO, SE, MM” yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Gorontalo, 26 April 2019

Penulis

MOH. RIFAN TANGAHU

2
DAFTAR ISI

COVER ................................................................1

KATA PENGANTR ................................................................2

DAFTAR ISI ................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................4


1.1 Latar Belakang ................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................7
2.1 Definisi Konflik ................................................................7
2.2 Hakikat Konflik ................................................................8
2.3 Pandangan Tentang Konflik ..............................................................11
2.4 Konflik Fungsional dan Disfungsional ..............................................................11
2.5 Tahap-Tahap Konflik Dalam Organisasi ..............................................................13
2.6 Sebab-Sebab Timbulnya Konflik ..............................................................17
2.7 Akibat-Akibat Konflik ..............................................................23
2.8 Jenis-Jenis Konflik ..............................................................24
2.9 Sumber Konflik Organisasi ..............................................................26
2.10 Konflik Struktur ..............................................................27
2.11 Peran Konflik Dalam Organisasi ..............................................................28
2.12 Menghindari Konflik ..............................................................29
2.13 Penanganan Konflik Dalam Oraganisasi ..............................................................30
2.14 Budaya Oranisasi Dan Konflik ..............................................................30
2.15 Kepemimpinan Dan Konflik ..............................................................32
2.16 Konflik Dan Motivasi ..............................................................33
2.17 Solusi Dalam Menyelesaikan Konflik ..............................................................33

BAB III PENUTUP ..............................................................37


3.1 Kesimpulan ..............................................................37
3.2 Saran ..............................................................37

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................38

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi dalam segala macam bentuk dan jenisnya dalam mewujudkan tujuan
bersama dengan seluruh elemen yang ada pasti pernah mengalami situasi yang tidak bisa
memuaskan keinginan semua orang yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Hal
ini sangat wajar karena di dalam organisasi terdiri dari berbagai macam latar belakang suku,
agama, etnis, budaya, sosial, ekonomi, politik, dan bahkan negara yang berda-beda.
Organisasi yang pada umumnya memiliki tingkat heteroginitas tinggi, sangat potensial
terhadap munculnya konflik baik konflik individu maupun konflik organisasi. Dalam
interaksi sosial anatar individu atau antar kelompok atau kombinasi keduanya, sebenarnya
konflik merupakan hal yang alamiah. Konflik yang ditimbulkan oleh masalah-masalah
hubungan pribadi dengan sekup yang kecil kadang-kadang memiliki dampak luas dalam
suatu organisasi. Ketidaksesuaian tujuan dan nilainilai pribadi seseorang dalam jabatan
tertentu yang diembannya seringkali sangat resisten terhadap konflik. Sebaliknya konflik juga
bisa timbul karena adanya stimulus yang besar seperti perebutan sumber daya antar
depertemen/bagian mungkin tidak berakibat luas karena dalam menangani dan mengelolanya
tepat, sehingga dampak yang diakibatkan bisa di minimalisir. Secara umum konflik tidak bisa
dihilangkan sama sekali, tetapi hanya bisa ditekan atau dikurangi kualitas, kuantitas, dan
intensitasnya.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, konflik dapat timbul dan muncul kapan saja
(pagi, siang, sore, malam), dimana saja (di kantor, di rumah, di pasar, di sawah, di jalan, di
stasiun, di bandara, di terminal, di swalayan, di kawasan kumuh, di kawasan elit, dan di
istana) sekalipun. Konflik juga bisa dialami oleh siapa saja (orang tua, remaja, anak-anak,
pria, wanita, orang terpelajar, orang awam, orang miskin, dan orang kaya atau jutawan) atau
siapapun yang hidup berinteraksi dengan orang lain. Dengan kata lain konflik merupakan
realita hidup, mau tidak mau, suka atau tidak, cepat atau lambat pada suatu saat dalam
menjalani kehidupannya orang pasti akan menghadapinya hanya saja tergantung besar
kecilnya tingkat konflik yang dihadapi.
Oleh karena konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, maka
konflik ibarat suatu penyakit harus dikenali apa jenis dan penyebab timbulnya penyakit
tersebut. Setelah mengenali penyebabnya, kita juga harus mengetahui apa obat yang cocok
untuk mengobatinya. Apabila keduanya telah teridentifikasi, maka hal yang harus kita

4
temukan adalah bagaimana menghindari jenis-jenis makanan (pantangan) yang mungkin bisa
menimbulkan kambuh atau parahnya penyakit tersebut. Penyakit seringan apapun, jika tidak
diobati sejak dini akan menggangu kesehatan dan kebugaran tubuh, bukan saja terhadap
orang yang menderita penyakit sendiri tetapi sangat mungkin menyerang orang lain akibat
tertular secara tidak sengaja ketika saling berinteraksi satu sama lain yang menyebabkan
kematian.
Demikian halnya terhadap konflik yang terjadi dalam suatu organisasi, sekecil apapun
konflik yang muncul baik yang berasal dari masing-masing individu atau organisasi secara
luas, harus dikenali apa yang menstimulus munculnya konflik tersebut. Dari aspek waktu,
konflik perlu dilihat kapan munculnya dan pada saat apa konflik tersebut diketahui.
Sedangkan dari aspek tempat, konflik juga perlu dilihat dimana konflik terjadi, serta pada
situasi yang bagaimana konflik tersbut muncul. Kemudian dari sisi pelaku, siapa saja yang
terlibat dalam konflik tersebut, dan mencari tahu jawaban tentang apa akar masalah yang
menjadi penyebab konflik tersebut. Kesadaran, kepekaan, dan kecermatan/kecerdasan dalam
menemukan sebab kemudian mampu mengelolanya merupakan langkah yang sangat
dibutuhkan dalam suatu kpemimpinan organisasi.
Konflik yang muncul dalam suatu organisasi akan mengganggu kelancaran hubungan
antar individu anggota organisasi. Apabila hubungan antar individu terganggu akibat adanya
konflik, maka pribadi-pribadi yang berkonflik akan merasakan suasana kerja dan suasana
psikologis tertekan. Orang-orang yang bekerja di bawah tekanan psikologis dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat motivasi kerja. Akibat dari semua itu prestasi kerja
berkurang sehingga secara luas hal tersebut akan mengakibatkan produktivitas kerja pribadi
dan organisasi/perusahaan menurun.
Konflik pada dasarnya berkaitan erat dengan perasaan (emosi) manusia, seperti
perasaan diabaikan, disepelekan, dan tidak dihargai oleh kawan seprofesi, atasan, maupun
terhadap orangorang yang menjadi bawahan. Perasaan tidak dihargai dan disepelekan
seringkali muncul ketika distribusi informasi organisasi tidak terkomunikasikan dengan baik
sesuai standar operasioanl prosedur yang telah disepakati bersama. Keadaan seperti ini dapat
mempengaruhi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang terlalu sering berbuat salah.

5
1.2 Rumusan Masalah
 Apa definisi konflik?
 Bagaimana hakikat konflik?
 Bagaimana pandangan tentang konflik?
 Bagaimanakah konflik fungsional dan disfungsional?
 Apa saja tahapan-tahapan konflik dalam organisasi?
 Apa saja sebab-sebab timbulnya konflik?
 Apa saja akibat-akibat konflik?
 Apas saja jenis-jenis konflik?
 Apa saja sumber konflik organisasi?
 Seperti apa konflik struktur?
 Bagaimanakah perna konflik dalam organisasi
 Bagaimana cara menghindari konflik?
 Apa saja penangnan konflik dalam organisasi?
 Seperti apakah budaya organisasi dan konflik?
 Bagaimanakah kepemimpinan dan konflik?
 Bagaimanakah konflik dan motivasi?
 Apa saja solusi dalam menyelesaikan konflik?

1.3 Manfaat Penulisan

 Manfaatnya untuk Mahasiswa adalah sebagai panduan atau tunjangan dalam mata kuliah
Prilaku organisasi.

 Manfaatnya Untuk Fakultas adalah sebagai tambahan karya tulis untuk memperkaya
materi mengenai Prilaku Organisasi.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik

Konflik adalah sebuah presepsi yang berbeda dalam melihat situasi dan kondisi yang
selanjutnya teraplikasi dalam bentuk aksi-aksi sehinggs telah menimbulkan perentangan
dengan pihak-pihak tertentu. Untuk lebih jelasnya tentang pengertian konflik dapat kita lihat
definisi dari konflik yang dikemukakan oleh para ahli:

1. Stephen P. RobbinsL: “kami mendefinisikan konflik sebagai suatu proses dimana A


memerlukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghilangkan sehingga mengakibatkan
frustasi pada B dalam usaha untuk untuk mencapai tujuannya atau dalam merumuskan
kepentingan-kepentingannya.”
2. Luthans, F (1985:385) mengartikan konflik merupakan ketidak sesuaian nilai atau tujuan
anatara anggota organisasi, sebagaimana dikemukakan berikut, “conflic has beeb defined
as the condition of objective incompatiblity bettwen valuas or goal, as the behavior of
deliberaly interfering with anather’s goal achievement, and emotionaly in term of
hostility.”
3. DuBrin, A. J. (1984:346) mengartikan konflik mengacu pada pertentangan anatar individu
aatu kelompok yang yang dapat meningkatkan ketegangan sebab akibat saling
menghalangi dalam pencapain tujuan sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:
“Conflict in the contex used, refers to the opposition of person or forces that gives rise
some tension. It occurs whwn two or more parties (individuals, groups, organizatons)
perceive mutually exlusive goals, or events.”
4. T. Hani Handoko. “pada hakikatnya konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam
interaksi peretntangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.” Lebih jauh T. Hani
Handoko mengatakan tentang konflik organisasi, yaitu; “konflik organisasi (organizational
conflict) adalah ketidaksesuain antara dua atau lebih angota-anggota atau kelompok-
kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi
sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/atau karena
kenyataan bahwa mereka mempunya perbedaan status, tujuan, nilai atau presepsi.”

7
2.2 Hakikat Konflik

Orang-orang dan kelompok di dalam organisasi mengembangkan keahlian dan


pandangan yang berbeda tentang pekerjaannya/ tugasnya dan pekerjaan// tugas kelompok
yang lain. Ketika interaksi diantara mereka terjadi maka konflik menjadi potensial untuk
muncul.
Konflik di dalam organisasi dapat menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dapat
mendorong inovasi organisasi. kreatifitas dan adaptasi. Organisasi tidak berkembang bisa
juga karena pimpinan terlalu berpuas diri, sehingga kurang peka terhadap perubahan dari
faktor lingkungan eksternal, tidak ada perbedaan pendapat maupun gagasan baru. Sekalipun
beberapa konflik yang terjadi bermanfaat bagi kemajuan organisasi, akan tetapi konflik yang
sering terjadi dan muncul kepermukaan adalah konflik yang bersifat disfungsional. Konflik
seperti itu dapat menurunkan produktivitas, menimbulkan ketidakpuasan, meningkatkan
ketegangan dan stres dalam organisasi.
Kehadiran konflik biasanya diawali dengan munculnya bibit konflik, sehingga para
pemimpin baik formal maupun informal bertanggung jawab untuk mengidentifikasi sumber
dan tipe bibit-bibit konflik secara dini, menganalisa akibat yang harus ditanggung, serta
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahannya untuk menentukan langkah preventif secara
tepat. Jika tahap pertama tidak dapat diatasi dan bibit konflik meningkat, maka anggota
organisasi akan semakin jeli terhadap kehadiran bibit tersebut, dan sering menimbulkan
dampak emosional.
Konflik dapat diibaratkan “pedang bermata dua”, di satu sisi dapat bermanfaat jika
digunakan untuk melaksanaan suatu pekerjaan, di sisi lain dapat merugikan dan
mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk bertikai atau berkelahi. Demikian halnya
dalam organisasi, meskipun kehadiran konflik sering menimbulkan ketegangan, tetap
diperlukan untuk kemajuan. dan perkembangan organisasi. Dalam hal ini, konflik dapat
menjadi energi yang dahsyat jika dikelola dengan baik, bahkan dapat dijadikan sebagai alat
untuk melakukan perubahan, tetapi dapat menurunkan kinerja jika tidak dapat dikendalikan.
Berdasarkan manfaatnya, konflik dapat dikelompokkan ke dalam konflik fungsional
dan disfungsional. Menurut Gibson (1996), konflik fungsional adalah suatu konfrontasi di
antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja. Pertentangan antar kelompok yang
fungsional dapat memberikan manfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi.
Konflik ini tidak hanya membantu tetapi juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan
untuk menumbuhkan kreativitas. Kelompok yang anggotanya heterogen menimbulkan

8
adanya suatu perbedaan pendapat yang menghasilkan solusi lebih balk dan kreatif. Konflik
fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan lingkungan sehingga organisasi dapat hidup terus dan
berkembang. Adapun konflik disfungsional adalah konfrontasi atau pertentangan
antarkelompok yang merusak, merugikan, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
Sehubungan dengan itu, setiap organisasi harus mampu menangani dan mengelola, serta
mengurangi konflik agar memberikan dampak positif, dan meningkatkan prestasi, karena
konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan prestasi dan kinerja organisasi.
Pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflik
terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
1. Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan
lingkungan yang merupakan potensi terjadinya konflik.
2. Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu,
dan mereka mulai memikirkannya.
3. Pertentangan, yaitu kondisi ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di
antara individu atau kelompok yang saling bertentangan.
4. Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan
secara terbuka.
5. Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan
dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan
keuntungan, seperti saling tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika
tidak terkelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian,
seperti saling permusuhan.
Konflik akan berkembang disekolah jika tidak cepat ditanggulangi, serta mendorong
para tenaga kependidikan untuk menentukan sikap dan tindakan apabila konflik benar-benar
muncul ke permukaan secara terbuka, dan jika tidak dapat ditanggulangi maka akan menjadi
kenyataan yang diwujudkan dalam pernyataan, tingkah laku dan reaksi diantara pihak yang
bertentangan.
Mengetahui adanya konflik sedini mungkin dapat dilakukan dengan memperhatikan
hubungan-hubungan yang ada, karena pada umumnya hubungan yang tidak normal
merupakan gejala konflik, misalnya ketegangan, kekakuan, ketakutan, kekalutan dan saling
fitnah. Meskipun demikian, tidak semua konflik dapat diketahui gejala-gejalanya, untuk
mengetahuinya pimpinan harus aktif melakukan berbagai tindakan. Tindakan yang dapat
dilakukan kepala sekolah untuk mengetahui adanya konflik secara dini adalah menciptakan

9
komunikasi timbal balik, menggunakan jasa pihak ketiga dan menggunakan jasa pengawas
informal.
a) Menciptakan komunikasi timbal balik. Komunikasi timbal balik akan mendorong tenaga
kependidikan aktif mengemukakan pendapat, sehingga dapat diperoleh kemungkinan
petunjuk adanya konflik.
b) Menggunakan jasa pihak ketiga. Pada umumnya pihak yang sedang terlibat konflik akan
terbuka kepada pihak ketiga yang netral, sehingga untuk mengetahui adanya konflik sedini
mungkin perlu bantuan pihak yang netral.
c) Menggunakan jasa pengawas informal. Pengawas informal merupakan orang yang
ditempatkan secara rahasia dan bertugas sebagai Intel yang harus melaporkan setiap
kejadian. Untuk mencapai keberhasilan, pengawas informal harus bertinclak secara wajar
agar ticlak diketahui oleh teman-temannya.
Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan, baik
secara material maupun non material. Untuk mencegahnya, harus dipelajari penyebabnya,
antara lain sebagai berikut :
a) Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat dan masingmasing
merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini meruncing dan mencuat ke permukaan,
maka dapat menimbulkan ketegangan.
b) Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham (misunderstanding), misalnya
tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi dianggap merugikan oleh pihak lain.
Kesalahpahaman ini akan menimbulkan rasa kurang nyaman, kurang simpati, dan
kebencian.
c) Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi karena tindakan salah
satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa
dirugikan. Pihak yang dirugikan merasa kesal, kurang nyaman, kurang simpati atau benci.
Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan konflik yang mengakibatkan kerugian baik
secara materi, moral, maupun sosial.
d) Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin tindakan seseorang
adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu sensitif maka dianggap merugikan, dan
menimbulkan konflik, walaupun secara etika tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang
salah.

10
2.3 Perubahan Pandangan Tentang Konflik

1. Pandangan tradisional.
Pandangan tradisional tentang konflik antarkelompok terjadi antara tahun 1930an
dan tahun 1940an. Pandangan ini menganggap bahwa semua konflik adalah berbahaya dan
oleh karenanya harus dihindari. Konflik dilihat sebagai hasil yang disfungsional sebagai
akibat dari buruknya komunikasi. kurangnya keterbukaan dan kepercayaan di antara
anggota organisasi, dan kegagalan manajer untuk memberikan respon atas kebutuhan dan
aspirasi dari para pekerja.
2. Pandangan aliran hubungan manusiawi.
Pandangan aliran hubungan manusiawi menganggap bahwa konflik adalah sesuatu
yang lumrah dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena
keberadaan dari konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka aliran hubungan
manusiawi mendukung penerimaan dari konflik tersebut dan menyadari adakaLanya
konflik tersebut bermanfaat bagi prestrasi suatu kelompok. Pandangan aliran hubungan
manusiawi mendominasi teori tentang konflik pada akhir tahun 1940-an sampai
pertengahan tahun 1970-an.
3. Pandangan interaksionis.
John Aker dari IBM menjelaskan pandangan baru tentang konflik yang disebut
sebagai perspektif interaksionis. Kalau pendekatan aliran hubungan manusiawi menerima
keberadaan dari konflik, maka pendekatan interaksionis mendorong konflik pada keadaan
yang “harmonis” tidak adanva perbedaan pendapat yang cenderung menyebabkan
organisasi menjadi statis. apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan
dan inovasi. Sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pimpinan
organisasi untuk selalu mempertahankan tingkat konflik yang optimal agar mampu
menimbulkan semangat dan kreativitas kelompok.
2.4 Konflik Fungsional dan Disfungsional
Seperti halnya pandangan tradisional masih banyak orang menganggap bahwa konflik
selalu bersifat tidak fungsional atau disfungsional dan oleh karenanya harUs dihindari.
Pendapat seperti itu tentu tidak benar. Pandangan masyarakat yang negatif tentang konflik
seperti itu bisa saja disebabkan konflik-konflik yang muncul kepermukaan dan diketahui oleh
masyarakat adalah konflik yang destruktif yang mengarah pada perpecahan.
Konflik sebenarnya dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua, disatu sisi pedang
dapat bermanfaat jika digunakan untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif. Dan disisi

11
yang lain pedang juga dapat merugikan dan mendatangkan bencana apabila dipergunakan
untuk membunuh orang. Demikian juga konflik yang terjadi dalam organisasi dalam
batasbatas tertentu kehadiran konflik dalam suatu organisasi diperlukan dalam rangka
kemajuan dan perkembangan organisasi.
1. Konflik Fungsional
Konflik fungsional berkaitan dengan pertentangan antarkelompok yang terjadi
bermanfaat bagi peningkatkan efektivitas dan prestasi organisasi. Dari hasil studi menemukan
bahwa konflik tidak hanya membantu tetapi juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan
untuk menumbuhkan adanya kreativitas. Kelompok yang anggotanya heterogen
menimbulkan adanya suatu perbedaan pendapat yang menghasilkan solusi yang lebih baik
dan ide yang lebih kreatif. Dari hasil studi tentang proses pengambilan keputusan kelompok
telah mengarahkan teori pada suatu kesimpulan bahwa konflik dapat menghasilkan banyak
manfaat positif bagi organisasi jika dikelola dengan balk (Cherrington, 1989). Konflik
fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan lingkungan, sehingga organisasi dapat hidup terus dan
berkembang.
Pada tingkat individu, konflik yang terjadi dapat menciptakan sejumlah akibat yang
diinginkan. Individu memerlukan rangsangan dan goncangan pada suatu tingkat tertentu, agar
merasa antusias terhadap pekerjaannya. Dalam batas-batas tertentu, konflik dapat
menimbulkan adanya ketegangan yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Penyaluran
dari ketegangan tersebut dapat menimbulkan adanya prestrasi kerja dan kepuasan yang tinggi.
Akan tetapi untuk memberikan hasil yang diinginkan, bagaimanpun juga konflik harus
dibatasi atau memiliki tingkat intensitas yang tepat. Jika tidak maka akan terjadi kosekuensi
yang disfungsional.
2. Konflik Disfungsional
Konflik disfungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang merusak
atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi/ kelompok. Sebagian organisasi dapat
menangani dan mengelola konflik yang terjadi sehingga memiliki dampak fungsional. Akan
tetapi, sebagian besar organisasi mengalami konflik pada tingkat yang lebih besar dari yang
diinginkan (yang fungsional), dan prestasi akan membaik jika konflik yang terjadi dapat
dikurangi. Jika konflik yang terjadi begitu parah, maka prestasi organisasi mulai merosot.
Konflik seperti itu sering terjadi di berbagai Perguruan Tinggi, antara pengurus yayasan
dengan pimpinan universitas. Konflik pada tinggkat ini sering terjadi karena masing-masing
pihak berupaya untuk memperoleh kekuasaan (power) yang lebih besar terutama sekali dalam

12
pengeloaan sumberdaya keuangan. Pihak universitas mengklaim bahwa kekayaan termasuk
keuangan lembaga/ universitas adalah hasil jerih payah universitas sehingga mereka
berwenang mengelola pemanfaatannya. Sementara itu yayasan mengklaim bahwa universitas
adalah milik yayasan sehingga yang berwenang untuk mengelola sumber finansialnya adalah
pengurus yayasan. Masing-masing bersiteguh atas pendiriannya masingmasing sehingga
seringkali menjurus pada konflik yang disfungsional.
2.5 Tahapan-Tahapan Konflik Dalam Oraganisasi
Louis R. Pondy telah mengembangkan suatu model yang dapat dipergunakan untuk
menganalisis konflik yang terjadi dalarn organisasi. Pertama-tama Pondy mengidentifikasi
sumber-sumber konflik dan kemudian menganalisis salah satu Jenis tahapan dari suatu
episode. Model tersebut menyediakan beberapa petuntuk tentang bagaimana mengendalikan
dan mengelola konflik di dalam organisasi. Menurut model Pondy tentang konflik bahwa
konflik yang terjadi dalam organisasi meliputi lima tahapan, yaitu konflik yang bersifat laten,
konflik yang dipersepsikan, konflik yang dirasakan, dan konflik yang dimanifestasikan, dan
buntut konflik. Berikut ini akan disajikan gambaran ringkas tentang konflik model Pondy.
1. Konflik yang bersifat Laten
Konflik yang terjadi tidak seketika, tetapi potensi untuk rnunculnya konflik dalam
organisasi tetap ada yaitu bersifat laten, oleh karena operasi organisasi itu sendiri. Menurut
model ini bahwa konflik yang terjadi dalam organisasi karena adanya deferensiasi secara
vertikal dan horizontal yang mengarah kepada pembentukan sub-unit yang berbeda dengan
tujuan yang berbeda dan bahkan seringkali dengan persepsi yang berbeda tentang cara terbaik
untuk mencapai tujuan. Dalam perusahaan misalnya, manajer dari berbagai departemen
fungsional maupun divisi sependapat tentang tujuan utama dari perusahaan adalah
mengoptimalkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai (value) dalam jangka
panjang. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut.
2. Tahap kedua : Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict)
Tahap kedua dari konflik terjadi ketika suatu kelompok atau sub-unit menganggap atau
mempunyai persepsi bahwa tujuannya mulai dihalangi oleh tindakan dari kelompok yang
lain. Dalam tahap ini masing-masing sub-unit atau kelompok mulai menentukan mengapa
konflik itu muncul dan menganalisis kejiadian-kejadian yang menyebabkannya.
Masingmasing kelompok mencari asal mula timbulnya konflik dan membuat suatu skenario
yang menerangkan masalah-masalah yang dialami dengan sub-unit yang lain. Bagian pabrik
misalnya, segera menyadari bahwa penyebab masalah yang dihadapinya dalam produksi

13
adalah karena cacatnya bahan-bahan yang dipakai. Setelah bagian produksi mengadakan
penelitian, mereka menemukan bagian material selalu membeli bahan baku dari pemasok
yang menawarkan harga yang terendah dan tidak mencoba mengembangkan suatu kerjasama
jangka panjang yang dapat meningkatkan kualitas dan reliabilitas dari bahan baku tesebut.
Praktik bagian material melakukan pengurangan biaya bahan baku dalam rangka
memperbaiki fungsinya, tetapi meningkatkan biaya manufaktur atau biaya pabrik meningkat
karena banyaknya bahan baku yang tidak dapat dipakai dan merusak tujuan bagian pabrik.
Tidak mengherankan bagian pabrik menganggap, bahwa bagian material menghalangi
tujuannya.

Umumnya yang terjadi pada kondisi seperti itu adalah tingkat konflik meningkat karena
sub-unit atau kelompok berjuang atau bertengkar atas penyebab dari permasalahan. Untuk
merubah Praktik pembelian yang dilakukan oleh bagian. pembelian, maka bagian pabrik
menyampaikan keluhan kepada top manajer tentang pratek pembelian yang dilakukan oleh
bagian material. Bagian material membantah tuduhan bahwa bagiannya telah membeli bahan
baku yang berharga murah yang kualitasnya rendah. Sebaliknya bagian material mengkaitkan
permasalahan produksi tersebut sebagai kegagalan dari bagian pabrik untuk memberikan
pelatihan yang memadai terhadap para karyawannya untuk mengoperasikan teknologi baru
dan melempar tanggung jawab atas permasalahan tersebut kepangkuan bagian pabrik.
Sekalipun kedua bagian tersebut unit mempunyai andil atas rendahnya kualitas produksi,
mereka mengkaitkan rendahnya produksi dengan cara yang sangat berbeda.

3. Tahap ketiga : Konflik yang dirasakan (felt conflict)


Pada tahap ini, sub-unit atau kelompok yang sedang mengalami konflik dengan cepat
mengembangkan tanggapan emosional kearah satu sarna lainnya. Khususnya, sub-unit yang
memiliki hubungan dekat dan mengembangkan suatu pertentangan secara mental dan
menyalahkan sub-unit atau kelompok yang lain. Selagi konflik meningkat, kerjasama di
antara sub-unit atau kelompok menurun dan demikian pula halnya efektivitas organisasi juga
menurun. Tentunya sulit mengembangan produk baru dengan cepat jika bagian penelitian dan
pengembangan, bagian material, dan bagian pabrik berselisih paham tentang kualitas dan
spesifikasi dari produk akhir.
Selagi sub-unit atau kelompok yang sedang mengalami konflik bertengkar dan
berargumentasi sesuai pandangan masing-masing, maka konflik yang terjadi akan terus
meningkat. Sekalipun permasalahan awalnya relatif kecil, tetapi jika tidak melakukan upaya
untuk meredakannya, maka masalah yang kecil dapat berkembang menjadi konflik yang

14
besar sehingga menjadi lebih sulit untuk mengelolanya. Jika konflik tidak segera diatasi maka
akan cepat naik ketahapan berikutnya.
4. Tahap keempat : Konflik yang dimanifestasikan
Tahap keempat dari konflik model pondy terjadi jika suatu sub-unit kembali mencoba
untuk menghalangi tujuan dari sub-unit yang lainnya. Wujud dari konflik pada tahap keempat
ini bisa bermacam-macam. Agresi secara terbuka antar kelompok yang mengalami konflik
adalah yang paling sering terjadi. Pergolakan yang terjadi pada para pucuk pimpinan sering
terjadi karena seseorang berupaya mempromosikan dirinya sendiri dengan mengorbankan
orang lain dalam organisasi tersebut.

5. Tahap kelima : Ekor Konflik


Cepat atau lambat, konflik yang terjadi jadi dalam organisasi akan teratasi dengan
beberapa cara, seringkali melalui keputusan yang diambil oleh manajer senior/ manajer
puncak. Demikian pula jika sumber dari konflik tidak segera diatasi maka cepat atau lambat
perselisihan dan permasalahan yang menvebabkan konflik akan muncul kembali dalam
kontek yang berrbeda.

Setiap tahapan dari konflik meninggalkan suatu buntut konflik yang berpengaruh
terhadap cara masing-masing kelompok bereaksi terhadap konflik yang mungkin akan terjadi
dimasa yang akan datang. Jika konflik dapat dipecahkan sebelum mencapai tahap
konflikmanifestasi, maka buntut konflik akan meningkatkan hubungan kerja yang baik di
masa yang akan datang. Jika konflik yang terjadi tidak teratasi sampai akhir dari tahap
konflikmanifestasi, ekor konflik akan mengakibatkan hubungan kerja yang tidak baik
diwaktu yang akan datang, dan budaya organisasi akan diracuni oleh hubungan tidak
bersahabat yang bersifat permanen.

15
Tahap 1 : Tahap 2 : Tahap 3 :

Konflik Laten Konflik Konflik


Dipersepsikan Dirasakan

Tidak ada konflik yang Sub-unit menyadari Masing-masing sub-unit


muncul secara seketika adanya konflik dan memberikan tanggapan
akan tetapi ada satu mulai menganalisisnya. secara emosional dan
potensi munculnya Konflik meningkat menunjukan sikap yang
konflik karena beberapa selama kelompok bertentangan. Apa yang
faktor. bersitegang atas sumber terjadi pada awalnya
dari konflik. merupakan masalah
kecil berkembang
menjadi masalah besar.

Sumber-sumber konflik : Tahap 5 : Buntut Tahap 4 : Konflik


konflik Dimanifestasikan
1. Saling ketergantungan
2. Perbedaan tujuan dan
prioritas Konflik diatasi dengan Masing-masing sub-unit
3. Factor-faktor Birokrasi menghilangkan perasaan melakukan agresi secara
4. Criteria penentuan bermusuhan dan terbuka, sehingga
prestasi yang tidak menggantinya dengan efektivitas/ prestasi
tepat kerjasama. organisasi menurun.
5. Persaingan atas
sumber-sumber

16
2.6 Sebab-Sebab Timbulnya Konflik

Berdasarkan hasil kesimpulan beberapa definisi tentang konflik yang telah disebut di
atas, konflik sebagai sebuah situasi timbul karena adanya sebab yang mengkondisikannya.
Sebabsebab umum yang sering menimbulkan konflik dalam suatu organisasi menurut Agus
Hardjana, 1994:24 antara lain:
1. Salah pengertian, informasi/berita yang tidak dikomunikasikan secara lengkap/utuh dapat
menimbulkan konflik. Informasi yang lengkap dan jelas tetapi tidak disampaikan tepat
waktu juga dapat menimbulkan konflik. Dari sisi penerima informasi/pesan, semua pesan
telah diterima secara komplit/utuh, jelas, tepat waktu, tetapi salah dalam memahami dan
menterjemahkan informasi yang diterima tersebut. Pengumuman tentang akan adanya
pemadaman listrik di suatu organisasi tidak sampai pada operator genset/diesel penggerak
listrik pengganti akan menyebabkan terganggunya operasi mesin presensi on line atau
bagian olah data di departemen penelitian dan pengembangan.
2. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dianut. Orang yang bekerja
karenaingin mendapatkan upah/gaji demi menghidupi ekonomi keluarga akan sangat
berbeda motivasi/semangat dan cara kerjanya jika dibandingkan dengan orang yang
bekerja hanyakarena ingin mengabdikan dirinya sebagai panggilan hidup. Orang-orang
yang secara materisudah berkecukupan, bekerja kadangkala hanya digunakan untuk
memperoleh status sosialsaja, sehingga kondisi semacam ini memunculkan disorientasi
kerja antara orang satu denganlainnya.
3. Perebutan dan persaingan dalam hal fasilitas kerja dan suatu jabatan yang terbatas. Konflik
dapat muncul dalam situasi di mana orang-orang yang berkeinginan untuk menduduki
jabatan supervisor, manajer, direktur, sampai presiden direktur sangat banyak sementara
pospos jabatan yang ingin dituju sangatlah terbatas. Perebutan/persaingan pos-pos jabatan
seperti di atas sangat potensial menimbulkan gesekan kepentingan. Keterbatasan fasilitas
kendaraan dinas, alat kerja seperti komputer, mesin ketik, kalkulator, dan tempat parkir
juga bisa menjadi perebutan dan saling menguasai satu sama lain.
4. Masalah wewenang dan tanggungjawab. Jenis pekerjaan yang bermacam-macam dan
saling memiliki keterkaitan satu sama lain memungkinkan terjadinya lempar
tanggungjawab atas pekerjaan tertentu. Dalam organisasi yang besar dengan kompleksitas
pekerjaan dan masalah yang besar, batas-batas wewenang dan tanggungjawab antar lini
atau bagian/departemen walaupun sudah jelas dan terstandar tetapi seringkali masih
menyisakan persoalan-persoalan yang di luar kebiasaan. Contoh nyata adalah bagian

17
persuratan, bagian distribusi, dan bagian pengemudi. Ketiga unit kerja dengan tugas dan
tanggungjawabnya masing-masing pada situasi tertentu bisa saling melempar pekerjaan
dalam hal pengiriman surat. Jika sudah terjadi demikian, maka sebenarna konflik sudah
terjadi walupun eksalasinya masih sangat sempit dan sederhana. Akan tetapi bila kejadian
ini terus terulang dan pimpinan tidak ada upaya mengatasinya, maka bukan tidak mungkin
konflik akan meluas yang menyebabkan terganggunya pencapaian kinerja organisasi
secara luas.
5. Penafsiran yang berbeda atas suatu hal, perkara, dan peristiwa yang sama. Organisasi yang
beranggotakan orang-orang dengan berbagai latar belakang suku, agama, pendidikan, jenis
kelamin, dan usia memiliki tingkat heteroginitas yang sangat tinggi. Karena anggota
organisasi yang berbeda latar belakang, sudah barang tentu keinginan, harapan, sudut
pandang, ide, gagasan, dan tujuan setiap orang juga berbeda-beda pula. Perbedaan sudut
pandang terhadap suatu peristiwa antar individu memungkinkan munculnya pertentangan
pendapat yang bias menimbulkan konflik. Organisasi yang identik dengan birokrasi,
aturan, dan tata tertib memaksa tiap individu mematuhi dan menepati aturan-aturan
tersebut. Dalam menjalankan aturan dan tata tertib seorang pegawai/karyawan ada yang
tidak sama antar pegawai yang satu dengan yang lain, hal ini diakibatkan oleh perbedaan
penafsiran, sudut pandang, dan interpretasi atas peraturan yang ada.
6. Kurangnya kerja sama antar pegawai, antara pegawai dengan pimpinan, dan antara
pimpinan dengan pimpinan dapat menyebabkan hasil kerja tidak optimal. Penyebab hasil
kerja yang tidak optimal tersebut seringkali dicarikan kambing hitam (scape goat), saling
menyalahkan, saling mencari pembenaran sendiri, bahkan saling mencaci yang akhirnya
menimbulkan konflik dalam organisasi.
7. Tidak menaati tata tertib yang berlaku bagi semua anggota oraganisasi. Jika pada kasus
nomor 5 di atas orang melanggar tata tertib (tidak sengaja) karena perbedaan penafsiran,
dalam kasus pegawai yang tidak menaati tata tertib lebih disebabkan karena sikap pegawai
yang tidak disiplin. Sikap tidak disiplin yang ditunjukkan oleh seorang pegawai karena
adanya kecenderungan penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan
kecemburuan/kekecewaan terhadap pegawai-pegawai yang taat dan tertib dengan
peraturan. Kecemburuan/kekecewaan inilah yang bisa menjadi penyulut timbulnya konflik
dalam organisasi.
8. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan. Pada dasarnya setiap orang tidak ada yang
mau dikuasi, dijajah, disepelekan, dan di tindas harga diri dan eksistensinya dalam
pergaulan di level manapun. Organisasi yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok

18
orang seringkali ingin mencari pengaruh dan menunjukkan superiroritasnya diantara
kelompok-kelompok minoritas yang lain. Usaha kelompok tertentu dalam organisasi untuk
menguasai kelompok lain dengan tujuan mencari keuntungan di satu sisi dan merugikan di
sisi yang lain dapat memunculkan situasi/gejolak terutama kelompok yang merasa
dirugikan. Gejolak yang muncul inilah yang dapat membulkan konflik organisasi yang
harus diredam dan dicarikan penyelesaiannya oleh para manajer/pimpinan.
9. Pelecehan pribadi dan kedudukan. Orang yang pribadi dan kedudukannya dilecehkan
merasa harga dirinya di injak dan dan direndahkan. Apalagi orang yang melecehkan
tersebut secara hirarki tidak setara kedudukannya dibandingkan dengan orang yang
dilecehkan. Seorang yang pribadi dan kedudukannya diremehkan dan dihina orang lain
biasanya melakukan perlawanan. Kadangkala perlawanan melibatkan bawahan masing
yang berkonflik, sehingga cakupan konfliknya menjadi meluas.
10. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja. Pada dasarnya orang yang sudah berada
pada posisi nyaman (comfort zone) memiliki kecenderungan untuk memepertahankan
status quo alias tetap. Bagi orang yang berada dalam wilayah nyaman, perubahan
dianggap sebagai ancaman yang harus dilawan. Perubahan hanya akan merugikan dirinya,
baik dari sisi karir, kedudukan, kewenangan, pestise, pengaruh maupun secara ekonomi.

Selain itu, jika dipandang dari sumbernya konflik juga bisa timbul karena adanya beberapa
sebab antara lain:
1. Konflik individu, timbul ketika seorang individu sedang menghadapi pekerjaan yang tidak
disukainya di satu sisi tetapi harus dilakukannya pada sisi yang lain sebagai bentuk
konsekuensi dari status dan jenjang kepangkatan yang melekat pada dirinya. Selain itu
pada situasi tertentu seseorang akan mengalami konflik individu ketika target pekerjaan
yang harus diselesaikannya tidak didukung oleh kemampuan teknis yang dimilikinya
karena faktor pendidikan, usia, dan kesehatan.
2. Konflik antar individu, timbul dalam suatu organisasi akibat perbedaan latar belakang,
etnis, suku, agama, tujuan, dan kepribadian antar individu. Konflik semacam ini juga bisa
muncul karena antar individu dibedakan oleh peranan masing-masing dalam organisasi
seperti direktur dengan manajer, manajer dengan mandor, dan mandor dengan para buruh
atau sebaliknya. Perbedaan peran tentunya memunculkan perbedaan tujuan, orientasi, dan
kepentingan masing-masing.

19
3. Konflik antara individu dengan kelompok, hal ini terjadi karena individu tertentu seabagai
bagian dari kelompok dalam suatu organisasi tidak/kurang bisa memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga dikucilkan dari pergaulan kelompok
tersebut. Perasaan dikucilkan, tidak dihargai, tidak dipandang/dihormati seperti individu
yang lain menimbulkan konflik individu yang dapat mengganggu integritas dan
keseimbangan hubungan antar individu sehingga dapat merugikan organisasi secara
keseluruhan.
4. Konflik antar kelompok, konflik ini terjadi karena perbedaan kepentingan dan tujuan yang
satu sama lain tidak ada yang mau mengalah. Biasanya konflik antar kelompok ini muncul
karena ingin saling menguasai, yang mayoritas merasa lebih berhak menjadi pemimpin
dan menentukan tujuan kelompok tersebut. Sedangkan kelompok minoritas berasumsi
bahwa dalam kelompok tidak bolah ada superior dan inferior, semua memiliki hak dan
kewajiban yang sama, berhak atas perlakuan dan keadilan yang sama.
5. Konflik antara kelompok dengan organisasi, konflik ini timbul ketika organisasi menuntut
target produktivitas terlalu tinggi sedangkan para individu anggota organisasi hanya bisa
memberikan terlalu rendah. Seorang direktur ingin perusahaannya maju dengan tingkat
produksi yang optimal agar dicapai laba perusahaan secara optimal pula, sementara dari
sisi manajer, mandor, buruh/karyawan berkeinginan bagaimana memperoleh gaji/upah
yang setinggi-tingginya agar dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.
6. Konflik antar organisasi, timbul sebagai akibat persaingan bisnis, persaingan memperoleh
pengakuan/pengaruh dari masyarakat, kesalahpahaman antar individu anggota organisasi
saja tetapi mengakibatkan eskalasi masalahnya melibatkan masing-masing organisasi
sehingga pihak manajemen harus turun tangan. Dari sisi bisnis, perang harga, perebutan
pangsa pasar, pengembangan produk, dan kemajuan teknolgi menimbulkan konflik sesama
organisasi.
Konflik pada dasarnya bisa muncul pada aktivitas diri seseorang (sebagai konflik
internal) maupun pada aktivitas sosial yang cakupannya lebih luas. Konflik yang timbul dari
internal individu/organisasi cara menanggulanginya akan jauh lebih mudah dibandingkan
dengan konflik yang timbulnya dari kelompok dengan kelompok dan kelompok dengan
organisasi atau antar organisasi. Kecepatan meredam, memanaj, dan menyelesaikan berbagai
jenis konflik yang muncul sangat dipengaruhi oleh tingkat respon dan ketepatan dalam
memilah/memilih strategi penyelesaian konflik tersebut.
Konflik dengan skala cakupan sempit yang berasal dari individu dengan individu akan
menjadi konflik besar jika dalam merespon dan menanganinya tidak bisa tuntas serta

20
memuaskan dua individu yang berkonflik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena konflik
antar individu kemungkinan berasal dari dua kelompok yang berbeda sehingga. Dalam situasi
seperti ini pihak pimpinan organisasi harus cepat merespon dan meminimalisir konflik yang
ada, karena jika konflik antar individu yang berasal dari dua kelompok yang berbeda tersebut
terus dibiarkan berlarut-larut bukan tidak mungkin konflik akan berubah menjadi konflik
antar kelompok.
Berbagai konflik yang timbul di dalam aktivitas organisasi, baik konflik individu, antar
individu, kelompok, antar kelompok, individu/kelompok dengan organisasi, maupun antar
organisasi seringkali hanya disebabkan oleh hal-hal yang sepele. Komunikasi yang tidak
lancar dan pebedaan persepsi tentang suatu informasi sering menjadi pemicu/penyebab
timbulnya konflik. Selain itu interaksi yang terjadi antar individu dan antar kelompok ada
kalanya tidak bisa saling memahami hubungan interpersonal yang dikehendaki. Untuk
menganalisa bentuk interaksi antara individu dengan individu lain, dapat menggunakan
jendela Johari (Joseph Lutf dan Harry Ingham) dalam Sukanto, (1996:240) sebagai berikut:

Orang mengenal Orang tidak


orang lain mengenal orang lain

1. 2.

Orang mengenal Pribadi Pribadi


dirinya sendiri Terbuka tersembunyi

3. 4
Orang tidak mengenal Pribadi Pribadi
dirinya sendiri
Buta Tak dikenal.

Dari keempat sel seperti ditunjukan pada gambar diatas, menunjukan adanya empat sel
yang mencerminkan masing-masing pribadi dalam interaksi sosial secara lebih rinci dapat
dilihat dalam penjelasan ringkas dibawa ini.
1. Pribadi terbuka (open self), pola interaksi ini menunjukan pribadi yang mengnal dirinya
sendiri dan juga menegnal pribadi orang lain lebih terbuka sehingga bisa menimbukan
konflik yang mungkin timbul.
2. Pribadi tersembunyi (hidden self), pola interaksi ini pribadi cenderung hanya mengenal
dirinya sendiri tidak mengenal pribadi orang lain. Akibat dari kondisi ini adalah pribadi

21
tersebut menjadi lebih tertutup kepada orang lain. Karena takut dalam mengngkapkan
sesuatu bisa menimbulakan reaksi (negatif) bagi orang lain. Akumulasi dari pola-pola
interaksi pribadi yang demikian sangat potensial memunculkan konflik antar pribadi
dalam organisasi.
3. Pribadi buta (blind self). Pola sistuasi ini orang menegnal pribadi orang lain tetapi justru
tidak menegnal dirinya sendiri. Orang dengan pribadi seperti ini sangat menjengkelkan
orang-orang yang ada disekelilingnya karena banyak perilakunya yang menyimpang/salah
tetapi orang lain segan menegur/memberi tahu. Kejengkelan dan kekecewaan demi
kekecewaan orang lain akibat perilaku yang dijauhkan pribadi buta dapat menimbulkan
konflik dalam organisasi.
4. Pribadi tidak dikenal (undiscovered self), pada situasi ini orang sama sekali tidak
mengenal dirinya sendiri apalagi orang laian. Dalam praktek interaksi sosial. Sehari-hari
pribadi tipe ini sering kali mengalami konflik antar pribadi setiap bersosialisasi dengan
siapapun.
Jendela Johari hanya mengemukakan berbagai kemungkinan pola antar pribadi, tetapi
tidak menggambarkan situasi-situasi konflik antar rpibadi yang mungkin terjadi. Meskipun
demikian jendela Johari sangat berguna untuk menganalisa situasi-situasi konflik tersebut.
Suatu cara penurunan “pribadi tersembunyi” dan peningkatan “pribadi terbuka” adalah
melalui proses penyingkapan diri. Dengan menjadi lebih mempercayai orang lain dan
mengutarakan informasi tentang seseorang, konflik potensial dapat dikurangi. Untuk
mengurangi “pribadi buta” dan pada saat yang sama meningkatkan pribadi terbuka, orang
lain harus memberikan dan orang harus menggunakan umpan balik.
Tujuh pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antar pribadi
yang efektif dapat diperinci sebagai berikut :
1. Menjadi lebih deskriptif dari pada bersifat pertimbangan
2. Menjadi lebih spesifik dari pada umum
3. Menangani hal-hal yang dapat diubah
4. Memberikan umpan balik bila diinginkan
5. Memperhatikan motif-motif pemberian dan penerimaan umpan balik
6. Memberikan umpan balik pada saat perilaku berlangsung
7. Memberikan umpan balik bila akurasinya dapat dicek dengan orang-orang lain.
Tujuh pedoman ini dapat membantu untuk mengurangi potensi konflik antar pribadi.

22
2.7 Akibat-akibat Konflik
Konflik yang muncul dan terjadi dalam suatu organisasi/perusahaan yang disebabkan
oleh faktor apapun, memiliki konsekuensi atau akibat bagi seluruh elemen oraganisasi
tersebut. Sebagai sebuah sebab, maka konflik juga dapat membawa akibat positif dan negatif.
1. Akibat Positif
a. Organisasi memiliki dinamika dan jalinan yang akrab satu sama lain karena adanya
interaksi yang intensif antar sesama anggota organisasi baik yang terlibat langsung
dengan konflik maupun yang lain. Konflik antar individu atau antar kelompok yang
diselesaikan dengan damai dan adil akan membawa keharmonisan dan kebersamaan
yang saling menguatkan.
b. Orang-orang yang pernah berkonflik memahami akan dampak yang diakibatkan oleh
konflik yang dilakukan, sehingga pengalaman masa lalu dapat dijadikan sebagai
pelajaran berharga dalam bekerja. Jika harus terjadi konflik serupa, maka satu sama lain
akan saling berusaha memahami dan menyelaraskan dengan lingkungan di mana
berada.
c. Konflik yang muncul akibat ketidakpuasan atas diberlakukannya peraturan tentang
upah/gaji dan jenis kesejahteraan lainnya yang sebelumnya ditentang, boleh jadi oleh
pihak manajemen pemberlakuannya ditunda atau dibatalkan.
d. Konflik yang timbul tetapi bisa diredam dan dikelola secara baik dapat melahirkan
kritikkritik membangun, cerdas, kreatif, dan inovatif demi kebaikan organisasi secara
keseluruhan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
e. Anggota organisasi yang tidak terlibat secara langsung dalam suatu konflik, dapat
mengambil hikmah dan bisa belajar bagaimana menghadapi perbedaan sifat, sikap, dan
perilaku orang lain di tempat kerja.
2. Akibat Negatif
a. Komunikasi organisasi terhambat.
b. Kerjasama yang sudah dan akan terjalin antar individu dalam organisasi menjadi
terhalang/terhambat.
c. Aktivitas produksi dan distribusi dalam perusahaan menjadi terganggu, bahkan sangat
mungkin dapat mengakibatkan turunnya omset penjualan dalam kurun waktu tertentu.
d. Masing-masing pihak yang berkonflik sangat rentan tersulut adanya situasi atau hal lain
yang memancing kedua belah pihak untuk berkonflik lagi.
e. Bekerja dalam situasi yang sedang ada konflik menyebabkan orang yang tidak ikut
berkonflikpun ikut merasakan dampaknya seperti situasi kerja yang tidak kondusif,

23
antar pegawai/karyawan muncul saling mencurigai, salah paham, dan penuh intrik yang
mengganggu hubungan antar individu.
f. Individu yang sedang berkonflik merasa cemas, stres, apatis, dan frsutasi terhadap
situasi yang sedang dihadapi. Bekerja dalam situasi dan kindisi psikologis seseorang
seperti ini tentunya dapat menyebabkan menurunnya etos kerja yang akhirnya
merugikan produktivitas organisasi/perusahaan secara luas.
g. Akibat terburuk bagi orang-orang yang sedang berkonflik dalam suatu organisasi
adalah stres yang berkepanjangan hingga menarik diri dari pergaulan dan mangkir dari
pekerjaan. Akibat akumulasi dari kondisi ini adalah yang bersangkutan berhenti atau
diberhentikan dari pekerjaan karena seringnya mangkir dari pekerjaan sehingga dapat
merugikan perusahaan.
2.8 Jenis-Jenis Konflik
Orang mengelompokkan konflik ke dalam :
 Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (personrole conflict), dimana
peraturan yang berlaku tidak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih
untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku;
 Konflik antar peranan (inter role conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia
menjabat dua tau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota serikat
pekerja yang juga pengawasan atau mandor perusahaan;
 Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang
(intersender conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan
yang berlainan para ketua jurusan;
 Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan
(intrasender conflict). Kelompok konflik yang pertama pada hakekatnya meminta
kesadaran orang untuk mentaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada
organisasi.
Kelompok konflik yang kedua dapat dihindari dengan mendefinjisikan kembali tugas
yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga
akibat negatif dwi-fungsi diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga dapat
dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Akhirnya kelompok konflik keempat dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik
serta adanya buku pedoman atau petunjuk perusahaan.
Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang
saling bertentangan. Atas dasar hal ini, kita mengenal lima konflik (T. Hani Handorko, 1984):

24
 Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
pada kemampuannya.
 Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar
peranan (seperti antara manajer dan bawahan).
 Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh, seorang indiidu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok
kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
 Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
 Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan
penggunaan sumber daya lebih efisien.
Lewis A. Coser mengemukakan bahwa konflik mempunyai segi-segi positif konflik dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Konflik dalam :
 Penggantian pimpinan yang lebih berwibawa, penuh ide baru dan semangatbaru.
 Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan dengan
perubahan situasi dan kondisi.
 Pelembagaan konflik itu sendiri, artinya konflik disalurkan agar tidak merusak susunan
atau struktur organisai, dengan demikian konflik tidak dipadamkan tetapi dialirkan sesuai
dengan kehendak anggota sehinga tercipta tata susunan baru peraturan pemain dalam
organisasi.
2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat
 Lebih mempersatukan para anggota organisasi;
 Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi;
 Lebih menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan;
 Sebagai suatu lembaga pengawasan masyarakat
Bagaimanapun juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran,waktu,
tenaga, dan lain-lain untuk menyelesaikannya. Kalau ini sering terjadi dan penyelesaiannya

25
berlarut-larut akan memperlemah kedudukan pihak-pihak yang saling konflik dan organisasi
sebagai keseluruhan. Pihak-pihak menjadi lemah dan lesu untuk melaksanakan tugas-tugas
sampai konflik tersebut terselesaikan dan memuaskan semuapihak. Oleh karena itu
penyelesaian secara cepat konflik yang terjadi diperlukan, apabila diinginkannya agar
komunikasi tidak ladung (stagant).
2.9 Sumber-Sumber Konflik Organisasional
Berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila setiap satuan
dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah bagaimana
membaginya merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya tersebut harus
dialokasikan, sehingga beberapa kelompok tak terelakkan akan mendapatkan lebih sedikit
dari pada yang mereka inignkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul karena kelompok-
kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar sumber daya-sumber
daya yang tersedia.
2. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui,
kelompokkelompok organisasi cenderung menjadi terspesialisasi atau dibedakan karena
mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama.
Perbedaan-perbedaan ini sering mengakibatkan konflik kepentingan atau prioritas,
meskipun tuuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujui. Sebagai contoh,
departemen penjualan mungkin menginginkan penetapan harga rendah untuk menarik
lebih banyak langganan, sedangkan departemen produksi mungkin menghendaki harga
lebih tinggi dan sudut pandangan yang berbeda-beda, mereka sering menghadapi kesulitan
untuk menyetujui program-program kegiatan.
3. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan kerja ada bila dua
atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan tugas-
tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti ini seberapa besar potensi konflik atau
koperasi sangat tergantung pada cara situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik
muncul bila seluruh kelompok yang terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekan di
antara berbegai macam kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau
melempar tanggung jawab. Konflik mungkin juga memanas bila pekerjaan didistribusikan
secara sama tetapi penghargaanpenghargaan diberikan secara berbeda-beda. Konflik
potensial adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus
menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.

26
4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara para anggota
berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap, nilai-
nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik. Sebagai contoh, para manajer tingkat
atas, yang terlibat dengan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang hubungan
manajemen serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan perjanjian-perjanjian,
dan mungkin malah mencoba untuk membatasi fleksibilitas para penyelia lini pertama.
Para anggota departemen teknis mungkin menggunakan kriteria nilai-nilai mereka atas
dasar kualitas produk, kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan para anggota
departemen pabrikasi mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada kesederhanaan desain
dan biaya-biaya produksi yang rendah. Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat
menimbulkan konflik.
5. Kemenduaan Organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggung
jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuantujuan yang tidak
jelas. Seorang manajer mungkin mencoba memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha
ini biasanya kaan menstimulasi para manajer lain untuk “mempertahankan ladang
mereka”. Di samping itu, komunikasi yang mendua dapat menyebabkan konflik antar
kelompok, bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai pengertian yang berbeda bagi
kelompok-kelompok yang berbeda.
6. Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan argumentasi; dan bila
hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk
meningkatkan atau memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke “peperangan”,
akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antar kelompok adalah paling
tinggi bila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sikap kerja,
umur dan pendidikan.
2. 10 Konflik Struktur
Dalam organisasi klasik ada empat bidang struktural dimana konflik sering terjadi :
1. Konflik hirarkis, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Manajemen menengah
mungkin konflik dengan personalia penyelia, dewan komisaris mungkin konflik dengan
manajemen puncak, atau secara umum terjadi konflik antara manajemen dan para
karyawan.
2. Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi.
Sebagai contoh klasik, konflik antara departemen produksi dan pemasaran dalam suatu
organisasi perusahaan.

27
3. Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf. Hal ini sering merupakan hasil adanya
perbedaan-perbedaan yang melekat pada personalia lini dan staf.
4. Konflik formal-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. (Fred
Luthans, 1977). Desain organisasi modern juga mengandung situasi-situasi konflik
potensial.
1. Secara khusus, organisasi proyek dan matriks secara struktural, menciptakan konflik.
Manajer proyek dengan tanggung jawab tetapi tanpa wewenang, dan manajer pada suatu
struktur matriks dengan seorang atasan fungsional serta pimpinan proyek menyajikan
situasi-situasi konflik. Seperti telah dikemukakan di muka, bahwa keberadaan konflik
dalam desain organisasi modern juga dapat menunjukkan manfaat. Dalam banyak kasus
desain organisasi, konflik ternyata dapat sangat membantu manajemen.
2.11 Peranan Konflik dalam Organisasi
Secara tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana
dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggpan sebagai berikut (Joe Kelly,
1974) :
1. Konflik menurut definisinya dapat dihindarkan
2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistik seperti “berjalan melalui saluran-saluran” atau
“berpegang pada aturan” ditekankan
4. Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan.
Manajemen mendasarkan pada wewenang formal dan penyusunan organisasi klasik
untuk memecahkan “masalah konflik” mereka. Para manajer individual sering menjadi
hipokritis untuk dapat dihindari konflik-konflik dari atas atau bawah. Mereka menutup mata
terhadap keberadaan konflik, menciptakan taktik-taktik penundaan yang masuk akal untuk
menghindari konflik dan kembali menggunakan mekanismemekanisme defensive sebagai
penyelesaian semu terhadap konflik.
Pada saat sekarang, konflik telah menjadi suatu subyek paling vital dalam pembahasan
perilaku organisasional. Perkembangan ini, paling sedikit tidak secara langsung, disebabkan
perhatian masyarakat terhadap konflik pada tingkat nasional, organisasional, kelompok dan
individual. Hasilnya berupa serangkaian anggapan baru tentang konflik yang hampir persis
berlawanan dengan anggapan-anggapan tradisional (Joe Kelly, 1974) :
1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik ditentukan oleh faktor-faktor struktural seperti bentuk phisik suatu bangunan,
desain suatu struktur karier, atau sifat sistem kelas.

28
3. Konflik adalah bagian integral sifat perubahan
4. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam
berbagai derajat.
5. Tingkat konflik minimal adalah optimal.
Atas dasar anggapan-anggapan tersebut, manajemen konflik organisasional telah
menggunakan suatu pendekatan baru. Pendekatan yang cukup representatif adalah tiga
strategi dasar untuk mengurangi konflik organisasional yang dikemukakan Litterer. Pertama,
penyangga atau penengah dapat diletakkan diantara pihak-pihak yang sedang konflik.
Strategi kedua adalah membantu pihak-pihak yang sedang konflik untuk mengembangkan
pandangan yang lebih baik tentang mengembangkan pandangan yang lebih baik tentang diri
mereka dan cara mereka saling mempengaruhi. Teknik-teknik pengembangan organisasi yang
akan dibahas dalam bab 14 dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi ini. Strategi
ketiga adalah merancang kembali struktur organisasi agar konflik berkurang. Ini, tentu saja,
merupakan strategi utama yang dipergunakan pendekatan tradisional untuk mengelola
konflik. Berikut ini secara lebih terperinci akan diuraikan berbagai cara untuk mengatasi
konflik.

2.12 Menghindari Konflik


Di muka telah dikemukakan bahwa kesatuan pengertian merupakan syarat bagi
kesatuan tindakan. Jelas bahwa pimpinan organisasi harus memperhatikan sikap dan
pendapat para anggota organisasi agar kegiatan yang terorganisasi secara efektif dapat
dilaksanakan. Agar pendapat bahwa di lain pihak mungkin diperlukan “indoktrinasi”. Pada
hakekatnya semua akan menimbulkan semangat anggota untuk menuruti peraturan yang telah
disetujui bersama di alam organisasi. Cara pertama merupakan cara yang relatif lebih lunak
dibandingkan yang kedua. Selanjutnya pimpinan harus memberikan contoh yang baik dalam
tindakantindakannya. Kemudian dengan mempraktekkan evaluasi jabatan dapatlah dicapai
pembenahan fungis, kekuasaan, tanggung jawab serta pelaporan; dengan ini dihindari atau
dikurangi konflik kepentingan yang berhubungan dengan upah dan gaji. Programprogram
jaminan yang lain dapat meniadakan konflik yang berhubungan dengan keamanan atau
kelangsungan hidup anggota. Bagaimana juga konflik mungkin timbul dan sulit untuk
mencegahnya.

29
2.13 Penanganan Konflik dalam Organisasi

Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri
dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Spiegel dalam (Hidayati., 2010) menjelaskan
ada lima tindakan dalam penanganan konflik:

1. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kepentingan sendiri lebih diutamakan di atas kepentingan pihak
lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi membutuhkan pengambilan
keputusan dengan cepat. Tentu saja situasi menangkalah (win-win solution) akan terjadi
dalam tindakan ini.
2. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menginginkan untuk menghindari konflik baik
secara fisik ataupun psikologis. Menghindari konflik 7 dapat dilakukan jika masing-masing
pihak mencoba untuk mendinginkan suasana ataupun membekukan konflik untuk sementara.
3. Akomodasi
Yaitu jika salah satu pihak mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar
pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik tersebut. Tindakan ini sering disebut
sebagai self sacrifying behavior. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik
menjadi hal yang utama di sini.
4. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa menjaga hubungan baik
sangat penting. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan win-win solution. 5. Berkolaborasi Menciptakan win-win solution dengan
saling bekerja sama.

2.14 Budaya Organisasi Dan Konflik


suatu aktivitas bisnis dengan perkembangan yang begitu pesat telah mendorong
pergerakan budaya organisasi menjadi semakin kompleks perjalanan bisnis dari perusahaan
yang berbasis lokal ke nasional, regional, hingga multinasional telah menyebabkan organisasi
tersebut menampung berbagai konsep dan pemikiran yang berbeda latar belakangnya. Dan ini
tidak terkecuali pada perebedaan latar belakang budaya.
Perbedaan aktivitas bisnis yang semakin tinggi telah mendorong pembentukan strategi
yang lebih jauh kompleks, dan para kariawan memiliki keterlibatan penting dalam memahami
perubahan budaya tersebut, termasuk memahami bagaimana mengedepankan kepentingan

30
perusahaan dan mengesampingkan kepentingan individu serta kelompok. Karena jika itu
tidak dilakukan pergerakan ke arah konflik pasti akan terjadi, dan pencapaian visi dan misi
perusahaan akan lamabat,
Ini sebagaimana dikatakan oleh henrika dan mardiasmo bahwa, “Dampak hubungan
strategi dan budaya organisasi dapat menimbulkan konflik jika individu-individu dalam
organisasi kurang dapat berdaptasi, menempatkan diri pada posisinya dan mementingkan
kelompok/golongannya.”
Kemampuan adaptasi yang tinggi dan rendah memiliki hubungan kuat dalam
mempenagruhi pembentukan interitas konflik. Adaptasi yang rendah pada budaya organisasi
menggambarkan dan melahirkan perbedaan presepsi. Ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Simon dan Randal”budaya merupakan hasil diri ide, cara pandang, opini serta presepsi,
jika tingkat kepercayaan dalam intagroup rendah dapat menimbulkan perbedaan di antara
anggota organisasi yang dapat mengarah pada konflik.” Lebih jauh Henrika dan Mardiasmo
mengatakan, “sebab timbulnya konflik mengindikasikan rendahnya tingkat kepercayaan
dalam suatu kelompok sehingga menyebabkan relationship conflict.” Relationship conflict
adalah konflik yang terjadi anatara hubungan karyawan atau juga dalam bentuk karyawan
dengan pimpinan, dan berbagai bentuk konflik relationship lainnya.
Konflik yang tinggi bisa mempengaruhi pada produktivitas yang dihasilkan,
produktivitas yang tinggi juga harus turut didukung oleh kondisi kerja yang kondusif atau
jauh dari konflik. Ini sebagaimana dikemukakan oleh winardi, “..faktor-faktor yang dominan
dapat mempengaruhi produktivitas dalam organisasi adalah suasana kerja yang kondusif,
perbaikan atau penggunaan alat-alat, dan teknik manajerial.”
Oleh karena itu bagi seorang manajer disuatu perusahaan perlu memikirkan bentuk
pendekatan budaya organisasi yang mampu memperkecil konflik, termasuk dengan
pemikiran penerapan manajmen konflik. Ini sebagaimana dikemukakan oleh wahyudi bahwa,
“penggunaan manajemen konflik yang tepat, maka konflik yang terjadi akan berdampak
positif dan fungsional bagi peningkatan performasi kerja angggota dan produktivitas
organisasi secara keseluruan.”Dan pemahaman manajmen konflik akan menjadi lebih
sempurna jika seseorang paham format budaya organisasi yang berlaku disana. Artinya ilmu
dan konsep manajemen konflik harus mengalami masa adaptasi agar terwujud dalam tataran
yang representatif, jika tidak maka manajmen konflik yang dimiliki tidak mampu berjalan
secara baik dan sesuai dengan harapan.
Pandangan Lama dan Baru Tentang Konflik

31
Pandangan Lama Pandangan Baru
1. Konflik dapat dihindarkan. 1. Konflik tidak dapat dihindarkan.
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan. 2. Konflik timbul karena banyak sebab.
3. Kesalahan manajemen dalam perancangan 3. Termasuk struktur organisasi, perbedaan
dan pengelolaan organisasi atau oleh tujuan yang tidak dapat dihindarkan,
pengacau. perbedaan dalam persepsi dan nilai-nilai
pribadi dan sebagainya.
4. Konflik menggangu organisasi dan 4. Konflik dapat membantu atau
menghalangi pelaksanaan optimal. menghambat pelaksanaan kegiatan
organisasi dalam berbagai derajat.
5. Tugas manajemen adalah menghilangkan 5. Tugas manajemen adalah mengelola
konflik. tingkat konflik dan penyelesaiannya.
6. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang 6. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang
optimal membutuhkan penghapusan optimal membutuhkan tingkat konflik
konflik. yang moderat.

Persoalnnya beberapa manejer tidak memiliki kemampuan yang mampu mengawinkan


keduanya secara cepat, tepat, dan bijaksana. Jikapun itu bisa tetap akan membutuhkan waktu
yang lama, sementara periode waktu yang dibutuhkan dengan terlaksananya aplikasi
manajemen konflik telah mempengaruhi produktivitas bahkan lebih jauh pada sisi penjualan.
Karena itu bagi orang manajer dan para pemimpin umumnya untuk memiliki pemahaman
manajmen konflik semnjak dini. Bahkan jika memungkinkan diberikanya training
manajemen konflik untuk tingkat middle dan top managemen. Termasuk di training oleh
mereka yang memiliki experince dan reference yang maksimal serta teruji, sebagai seorang
trainer yang pernah mampu menyelesaikan konflik.

2.15 Kepemimpinan dan Konflik

Pimpinan dalam konsep manajemen konflik memiliki pengaruh besar dalam


mempengaruhi timbulnya konflik atau bahkan lebih jauh menyelesaikan konflik. Karena itu
ada hubungan kuat dari seorang pimpinan dalam usaha mempengaruhi menyelesaikan
konflik, yaitu membawa konflik dari arah negatif ke arah positif.

Namun jika konsep pemimpin itu adalah salah satu maka bisa menimbulkan dampak
sebaliknya yaitu ammpu mebuat konflik itu sendiri menjadi lebih besar dan berbahaya. Oleh

32
karena itu seorang pemimpin harus paham bagaimana mengelola konflik, yaitu mengubah
konflik menjadi motivasi yang mampu mempengaruhi peningkatan produktivitas perusahaan.

2.16 Konflik dan Motivasi

Bagi sebagaian orang konflik yang terjadi atau dialami akan mempengaruhi pada
menurunnya produktifitas kerja, namun bagi sebagian orang lainnya konflik memiliki
pengaruh besar dalam membutuhkan semangat motivasi. Artinya mereka yang mengalami
konflik akan mengarahkan konflik itu ke tempat positif, yaitu berusaha memotivasi dirinya
untuk lebih baik dari sebelumnnya.

Konflik dengan berbagai jenis itu telah membuat seseorang mengalami berbagai
macam masalah termasuk diri psikologi orang yang bersangkutan. Dampak konflik pada
psikologi adalah terjadinya sikap murung, mudah tersinggung, cepat marah, dan tidak
menginginkan orang lain peduli pada dirinya secara lebih dalam karena ia menganggap setiap
masalah mampu ia selesaikan sendiri, dan berbagai bentuk relaksi psikologis lainnya.

Namun kalau konflik yang dialami dalam bentuk tekanan pada dirinya tersebut jika
tidak mampu diatasinya maka akan menyebabkan dirinya terus begitu. Oleh karena ada
baiknya seorang mengarahkan konflik itu sebagai usahanya melepaskan konflik dengan
menjadikan konflik itu sebagai masukan berarti atau koreksi positif walaupun teras namun
ambbilah itu sebagai nasehat agar kita menjadi orang yang lebih baik lagi. Dan ini banyak
pihak yang telah membuktikan keberhasilan dengan mnerapkan metode seperti itu.

2.17 Solusi Dalam Menyelesaikan Konflik

Ada beberapa solusi yang kiranya dapat dilaksanakan dalam usaha-usaha


menyelesaikan konflik, yaitu:

a. Melakukan dan menerapkan konsep kerja yang berkolaborasi dan menjauhi sikap kerja
yang bersaing secara negatif. Berkolaborasi adalah suatu situasi dimana pihak-pihak
pada suatu konflik masing-masing sangat berkeinginan untuk memasukan sepenuhnya
kepentingan dari semua pihak.
b. Menerapkan konsep adaptasi terhadap dimana perusahaan tersebut berada. Jika kantor
induknya di negara Amerika, maka ketika ia membuka kantor cabang ke Negara lainnya
seperti Negara mayoritas muslim maka ia harus menerapkan dan mengadaptasi dengan
konsep budaya muslim yang berlaku disana, misalnnya dengan memperselisikan

33
kariawannya untuk memakai jilbab atau krudung, menyediakan waktu dan tempat untuk
shalat lima waktu, mengerjakan puasa dibulan Ramadhan, melaksanakan hari raya Idul
Fitri, hari raya Idul Adha dan ada hewan Qurban yang harus dipikirkan, dan lain
sebagainya. Ini sebagaimana dikatakan oleh Stephen P. Robbins bahwa:
“Konflik religius anatara kariawan dan majikan semakin meningkat ketika lebih banyak
imigran memasuki angkatan kerja. Namun Pizza Hut memandang keanekaragamana
regilius ini sebagai suatu yang baik untuk bisnis. Sebuah restoran Pizza Hut di Aurora,
Colorado, telah mewnarik banyak pelanggan muslim karena memperkerjakan pelayan
Threase Mae Jacops, yang menjalankan agamanya dengan menggunakan jilbab. Para
eksekutif Pizza mengatakan perusahaan mereka menghargai tradisi-tradisi religius
yang berbeda, yang memperhatikan bahwa para kariawan mencakup kaum Sikh yang
mengenakan serban, wanita muslim yang berkerudung, dan orang Yahudi yang
mengenakan yarmulke.”
c. Menerapkan metode penyelesain konflik. Menurut T. Hani Handoko ada tiga metode
penyelesain konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi,
dan pemecahan maslah integritas. Metode-metode ini berbeda dalam hal efektivitas dan
kreativitas penyelesain konflik serta pencegahan situasi konflik dimasa mendatang.
d. Menerapkan konsep yang realistis yang sesuai dengan SWOT perusahaan. SWOT
adalah singkatan dari Strengts (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Oppotunities
(peluang), dan Threats (ancaman), dimana SWOT ini dijadikan sebagai sesuatu modal
dalam menganalisis suatu organisasi yang beriotansi profit dan non profit dengan tujuan
utama untuk mengetahui keadaan organisasi tersebut secara lebih konprehensif. Adapun
tujuan umum diterapkan Swot pada suatu perusahaan adalah bertujuan untuk
memberikan suatu panduan agar perusahaan adalah bertujuan untuk memberikan suatu
panduan agar perusahaan menjadi lebih fokus, sehingga dengan penempatan analisis
SWOT tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai bandingan pikir dari berbagai sudut
pandnag, baik dari segi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang
mungkin bisa terjadi dimasa-masa yang akan datang.

34
Tabel: Teknik Manajemen Konflik

Teknik Pemecahan Konflik


Pemecahan masalah Pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang berkonflik
dengan maksud mengidentifikasikan masalah dan
memecahkan lewat pembahasan yang terbuka.
Tujuan atasan Menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak dapat
dicapai tanpa kerja sama dari masing-masing pihak
yang berkonflik.
Perluasan sumber daya Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya
– katakan, uang, kesempatan promosi, ruang kantor –
perluasan sumber daya dapat menciptakan pemecahan
masing-masing.
Penghidaran Menarik diri dari, atau menekan konflik.
Perataan Mengecelkan arti perbedaan sementara menekankan
kepentingan bersama antara pihak-pihak yang
berkonflik.
Kompromi Tiap pihak pada konflik itu melepaskan
(mengorbankan) sesuatu berharga.
Komando otoritatif Manajemen menggunakan otoritas formal untuk
memecahkan konflik dan kemudian
mengkomunikasikan keingiannya kepada pihak-pihak
yang terlibat.
Mengubah variabel manusia Menggunakan tehnik perubahan perilaku manusia
misalnya pelatihan hubungan manusia misalnya
pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap
dan perilaku yang menyebabkan konflik.
Mengubah variabel struktur Mengubah struktur organisasi formal dan pola
struktural interaksi dari pihak-pihak yang berkonflik
lewat desain-ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan
posisi koordinasi, dan yang serupa.
Teknik Perangsang Konflik
Komunikasi Mengunakan pesan-pesan yang ambigu atau

35
mengancam untuk memperkuat tingkat konflik.
Memasukan orang luar Menambahkan kariyawan yang latar belakang, nilai,
sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-
anggota yang ada ke dalam kelompok.
Menstruktur ulang organisasi Mengatur-ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah
tatanan dan peraturan, meningkatkan kesaling
bergantungan, dan membuat perubahan structual yang
serupa untuk mengacaukan status quo.
Mengangkat pembela kejahatan Menunjuk soarang pangkritik untuk dengan sengaja
berargumen menentang pendirian mayoritas yang
dipegang oleh kelompok.

36
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kemampuan menangani konflik tentangterutama yang menduduki jabatan


pimpinan.Yang terpenting adalah mengembangkanpengetahuan yang cukup dan sikap
yangpositif terhadap konflik, karena peran konflikyang tidak selalu negatif terhadap
organisasi.

Dengan pengembalian yang cukup senang,pimpinan dapat cepat


mengenal,mengidentifikasi dan mengukur besarnyakonflik serta akibatnya dengan sikap
positifdan kemampuan kepemimpianannya, seorangpimpinan akan dapat mengendalikan
konflikyang akan selalu ada, dan bila mungkinmenggunakannya untuk keterbukaanorganisasi
dan anggota organisasi yangdipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapatdirasakan oleh dirinya
sendiri.

3.2 Saran

Secara pribadi penulis menyadari bahwadalam pembuatan makalah ini masih


banyakterdapat kekurangan atau pun kejanggalan.Untuk itu saran dan kritik yang
membangunsangat penulis harapkan demi kelancarandalam pembuatan makalah selanjutnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

 Irham Fahmi,2013,Perilaku Oraganisasi ,Bandung,Alfabeta


 Dr. Muliyadi,1989,Organisasi Teori Struktur dan Proses,Yogyakarta,FPIPS
 Prof. Dr. J. Winardi, SE,Teori Organisasi dan Pengorganisasian,Jakarta,PT Raja
Grafindo Persada
 Irham Fahmi,Teori dan Teknik Pengambilan Keputusan,Depok,PT Raja Grafindo
 Howard S. Fridman,Kepribadian dan Konflik,Jakarta,Erlangga

Referensi Jurnal

 Selvie M. Tumengkol.2016.” Dinamika Konflik Dalam Organisasi” Volume 3 Nomor 1.


Jakarta
 Sunarta,SE,MM.2014.”Konflik Dalam Organisasi (Merugikan sekaligus
Menguntungkan).Yogyakarta
 Syairal Fahmy Dalimunthe.2014.”Manajemen Konflik Dalam Organisasi”,Medan
 Ina Helena Agustian.2010.”Pengembang Kriteria Identifikasi Konflik”Bandung
 W.Burhanudin.2017.”Konflik dalam Oraganisasi dan Solusinya”Krawang

38

Anda mungkin juga menyukai