Anda di halaman 1dari 39

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

POLISITEMIA VERA

Pembimbing :
Dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM

Disusun oleh :
Pande Agung Mahariski (1202006139)
Ni Made Meilani (1202006127)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Pengalaman Belajar Lapangan yang berjudul “Polisitemia Vera” ini tepat
pada waktunya. Laporan Pengalaman Belajar Lapangan ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan laporan Pengalaman Belajar Lapangan penulis banyak
mendapatkan bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun
bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FakultasKedokteranUniversitasUdayana/RSUP Sanglah.
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
3. Dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM selaku dosen pembimbing
atas segala bimbingan, saran-saran dan bantuan dalam penyusunan
responsi kasus ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan responsi kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan Pengalaman Belajar Lapangan ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka
penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan
Pengalaman Belajar Lapangan ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan
dan kedokteran.

Denpasar, 14 November 2016


Penulis
1

BAB I
PENDAHULUAN

Polisitemia vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk


hematopoetik dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan
volume darah total, biasanya disertai leukositosis, trombositosis dan
splenomegali.1
Polisitemia vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur
40-60 tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2 : 1, di Amerika
Serikat angka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun. Sejarah
polisitemia vera dimulai tahun 1982 ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali
menjelaskan polisitemia vera pada pasien dengan eritrositosis dan
hepatosplenomegali. Kemudian tahun 1951 William Dameshek
mengklasifikasikan polisitemia vera, trombositosis esensial dan mielofibrosis
idiopatik sebagai penyakit mieloproliferatif.2
Etiopatogenesis polisitemia vera belum sepenuhnya dimengerti, suatu
penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molecular yaitu adanya
kariotip abnormal di sel induk hematopoiesis, yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q,
5q, trisomi 8, trisomi 9. Pada tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F yang
dipercaya merupakan hal penting pada etiopatogenesis polisitemia vera.3
Manifestasi klinis polisitemia vera terjadi karena peningkatan jumlah total
eritrosit yang akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul
yaitu iskemia/infark di otak, jantung, paru dan ekstremitas.
Polisitemia vera sering menimbulkan keluhan yang tidak spesifik seperti
sakit kepala, kelelahan, vertigo, gangguan penglihatan, dan rasa terbakar di
epigastrium. Keluhan lain juga ditemukan seperti nyeri perut, pruritus, demam,
dan melena.4 Komplikasi penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada pasien
penderita polisitemia vera adalah timbulnya komplikasi kardiovaskular akibat
trombosis. Pada trombosis, mutasi Jak2 menyebabkan aktivasi dan interaksi
2

leukosit dan trombosit yang menyebabkan inflamasi sehingga menyebabkan


disfungsi endotel pembuluh darah. Sedangkan eritrositosis menyebabkan
hiperviskositas darah yang memicu thrombosis.5,6 Komplikasi lain yaitu
perdarahan dan risiko berkembangnya penyakit menjadi keganasan mieloid akut
(AML/Acute Myeloid Leukemia).7,8
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani dimana poly berarti banyak, cyt
berarti sel dan hemia berarti darah sedangkan vera berarti benar.2 Polisitemia
vera adalah kelainan pada sistem mieloproliferatif di mana terjadi klon
abnormal pada hemopoetik sel induk (hemopoetic stem cells) dengan
peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda untuk terjadinya
maturasi yang berakibat terjadi peningkatan banyak sel.1 Peningkatan sel
darah merah pada polisitemia vera lebih mengarah pada jumlah sel, bukan
pada peningkatan masa kehidupan dari sel.8,9
Polisitemia rubra vera atau polisitemia vera dikenal juga dengan istilah
polisitemia primer, Vaquez disease, Osler disease, Osler-Vaquez disease, dan
eritremia.8,10
Meningkatnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi darah, menaikkan
viskositas darah total, suatu peristiwa yang menyebabkan melambatnya aliran
darah dan merupakan penyebab dari banyak manifestasi patofisiologi penyakit
ini. Meningkatnya viskositas darah mengakibatkan peningkatan volume darah
dan selanjutnya diikuti dengan meningkatnya beban kerja jantung, vasodilatasi
serta meningkatnya suplai oksigen ke jaringan.11
Penyakit ini melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang
yang awalnya diam-diam tetapi progresif. Polisitemia vera tidak
membutuhkan eritripoetin untuk proses pematangannya, hal ini jelas
membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana
eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas
kebutuhan oksigen yang meningkat atau secara non fisiologis sebagai sindrom
paraneoplastik yang dijumpai daripada manifestasi neoplasma lain yang
mensekresi eritropoetin.1 Kadar eritropoetin pada polisitemia vera biasanya
rendah atau tidak ada dan produksi normalnya ditekan oleh naiknya
hematokrit dan saturasi oksigen pada hakekatnya normal.11
4

Polisitemia vera berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit


yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju kearah fibrosis
sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal
dan bukan neoplastik jaringan ikat.2

2.2 Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berusia 40-60 tahun, rasio
perbandingan antara pria dan perempuan antara 2:1 dan dilaporkan insiden
polisitemia vera adalah 2,3 per 100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan
penyakit polisitemia vera ditegaskan bahwa faktanya survival median pasien
sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang dengan
pengobatan lebih dari 10 tahun.2

2.3 Etiologi
Terdapat penelitian yang menyebutkan kelainan molekul mungkin bisa
menjadi salah satu penyebab. Salah satu penelitian sitogenetika menunjukkan
adanya kariotipe abnormal di sel induk hemopoisis pada pasien dengan
polisitemia vera dimana tergantung dari stadium penyakit, rata-rata 20% pada
pasien polisitemia vera saat terdiagnosis sedang meningkat 80% setelah
diikuti lebih dari 10 tahun. Beberapa kelainan tersebut sama dengan penyakit
mielodisplasia sindrom, yaitu deletion 20q (8,4%), deletion 13q (3%), trisomi
8 (7%), trisomi 9 (7%), trisomi 1q (4%), deletion 5q atau monosomi 5 (3%),
deletion 7q atau monosomi 7 (1%).2

2.4 Patogenesis
Adanya reaktivitas berlebihan pada sinyal Janus Kinase yaitu tirosin
kinase yang berperan dalam proses hematopoetik menyebabkan proliferasi
berlebih pada sel-sel hematopoetik dan juga menstimulasi proses inflamasi
pembuluh darah.
5

Gambar 1. Aktivasi berlebihan pada rantai Janus Kinase8

Proliferasi berlebih pada sel-sel hematopoetik akan menimbulkan


abnormalitas pada penilaian klinis pasien seperti abnormalitas hitung darah
lengkap dan inflamasi akan memicu timbulnya gejala klinis pada pasien. 8
Saat ligan terikat ke reseptor sitokin akan memicu dimerisasi. Jaks yang
terikat pada reseptornya melalui domain SH2, mengalami transposforilasi dan
setelah itu memposforilasi STAT / Signal Transducer and Activator of
Transcription. STAT yang teraktivasi akan berdimerisasi dan bertranslokasi ke
nukleus, dengan cara mengaktivasi promotor gen. STAT juga bisa diaktivasi
secara langsung oleh Src kinase. Pada gambar dibawah, Jaks memposforilasi
reseptor dan menciptakan binding site untuk STAT. Saat itu juga, reseptor
sitokin juga mengaktivasi jalur sinyal tambahan yang melibatkan protein
seperti Akt dan ERK.

Gambar 2. Sinyal yang diperantarai oleh Jaks3


6

Klasifikasi pada pasien dengan eritrositosis adalah sebagai berikut :


Eritrositosis relative atau polisitemia (pseudoeritrositosis)
 Hemokonsentrasi
 Polisitemia spurious (Sindrom Gaisbok)
Polisitemia (eritrositosis absolut)
 Polisitemia primer
- Polisitemia vera
- Polisitemia familial primer
 Polisitemia sekunder
- Sekunder oleh karena penurunan oksigenisasi pada jaringan
(Phisiologically appropriate polycythemia atau hypoxia
erytrhocytosis)
- High-altitude erythrocytosis (Monge disease)
- Penyakit paru (contoh : cor pulmonal kronik, sindrom
Ayerza)
- Cyanotic congenital heart disease
- Sindrom hipoventilasi
- Hemoglobin abnormal
- Polisitemia familial
- Sekunder oleh karena penyimpangan respon atau produksi
eritropoetin (physiologically inappropriate polycythemia)
 Polisitemia idiopatik2

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada polisitemia vera terbagi dalam 3 fase, yaitu :
1. Gejala awal (early symptom)
Gejala awal dari polisitemia vera minimal dan tidak selalu ditemukan
kelainan walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal
yang terjadi biasanya sakit kepala (48%), telinga berdenging (43%),
mudah lelah(47%), gangguan daya ingat , susah bernapas (26%), darah
tinggi (72%), gangguan penglihatan (3l%), rasa panas pada tangan atau
7

kaki (29%), gatal (pruritus) (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung,
lambung (stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang (26%).
2. Gejala akhir (later symptomps) dan Komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien dengan polisitemia vera mengalami
perdarahan (hemorrhage) atau trombosis. Trombosis adalah penyebab
kematian terbanyak dari polisitemia vera. Komplikasi Iain peningkatan
asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang ,menjadi gout dan
peningkatan resiko ulkus pepticum (10%).
3. Fase splenomegali
Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada
tase ini terjadi kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat,
kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar.2

Beberapa hal yang berhubungan dengan manifestasi klinis, yaitu :


1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total ertirosit akan meningkatkan viskositas darah
yang kemudian akan menyebabkan :
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat dari penggumpalan
eritrosit, dan
 Penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi target organ
(iskemia/infark) seperti di otak, penglihatan, pendengaran, jantung,
paru, ekstremitas.
2. Penurunan kecepatan aliran (shear rate)
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis
primer yaitu agregasi trombosit pada endotel hal tersebut akan
mengakibatkan timbulnya perdarahan,
walaupun jumlah trombosit > 450 ribu/ml. Perdarahan terjadi pada 10-
30% kasus polisitemia vera manifestasinya dapat berupa epistaksis,
ekimosis, dan perdarahan gastrointestinal.
8

3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).


Trombositosis dapat menimbulkan trombosis, pada polisitemia vera tidak
ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau
tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus polisitemia vera.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL).
Lima puluh persen kasus polisitemia vera datang dengan gatal (pruritus) di
seluruh tubuh terutama setelah mandi airpanas, dan beberapa kasus
polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan
oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat dari
basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena
peningkatan kadar histamin.
5. Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 70% pasien polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder dari hiperaktif
hemopoesis ekstra medular.
6. Hepatomegali.
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira sejumlah 40% polisitemia vera.
Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat
sekunder dari hiperaktif hemopoesis ekstra medular.
7. Laju siklus sel yang tinggi.
Sebagai konsekuensi logis dari hiperaktif hemopoesis dan splenomegali
adalah sekuestrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian
maka produksi asam urat darah akan meningkat, disisi lain laju filtrasi
gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai
pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Defisiensi vitamin B12, dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam
folat dan vitamin B12, hal ini dijumpai pada 30% kasus polisitemia vera
karena penggunaan/metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan
kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 - Protein
binding capacity) dijumpai meningkat pada >75% kasus. Seperti diketahui
9

defisiensi kedua vitamin ini memegang peran dalam timbulnya kelainan


kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.Optikus, serta psikosis.2

2.6 Diagnosis
1) Manifestasi Klinis
2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada saat perjalanan
penyakit ini, peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan.
Hitung sel jumlah eritrosit dijumpai >6 juta/ml pada pria dan >5,5
juta/ml pada perempuan, dan sediaan apus eritrosit biasanya
normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi.
Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah
metaplasia mieloid di akhir perjalanan penyakit.
b. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus PV, berkisar
antara 12-25 ribu/ml tetapi dapat sampai 60 ribu/mL. Pada dua perliga
kasus ini juga terdapat basofilia.
c. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan
dapat >1 juta/ml. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang
abnormal.
d. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 35% kasus dan dapat
pula menurun hal ini dijumpai pada 30% kasus, dan kadar UB12BC
meningkatpada >15% kasus polisitemia vera.
e. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali ada
kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya
sel blas dalam hitungjenis leukosit. Sitologi sumsum tulang
menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi
trilinier dari seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari
10

histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit


yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda
patognomonik polisitemia vera.
f. Pemeriksaan Sitogenetika
Pada pasien polisitemia vera yang belum mendapat pengobatan P53
atau kemoterapi sitostatika dapat dijumpai karyotip (lihat etiologi).
Variasi abnormalitas sitogenetika dapat dijumpai selain tersebut di atas
terutama jika telah mendapatkan pengobatan P53, atau kemoterapi
sitostatika sebelumnya.2

Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat


memberikan kesulitan dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan
berbagai keadaan polisitemia lainnya (polisitemia sekunder). Karena
kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group
menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera
dari 2 kategori diagnostik, diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika
memenuhi kriteria: a). Dari kategori: A1,+A2+A3, atau, b). Dari kategori:
A1+A2+ 2 kategori B.
1. Kategori A
 Meningkatnya massa sel darah merah, hal ini diukur dengan krom-
radioaktif Cr5r. Pada pria > 36 ml/kg, dan pada perempuan > 32 ml/kg.
 Saturasi oksigen arterial > 92%. Eitrositosis yang terjadi sekunder
terhadap penyakit atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah
merah yang meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan adalah
diperiksanya saturasi oksigen arterial, di mana pada polisitemia vera
tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut
berada dalam keadaan:
- Alkalosis respiratorik, di mana kurva disosiasi pO2 akan bergeser
ke kiri, dan
- Hemoglobinopati, di mana afinitas oksigen meningkat sehingga
kurva pO, juga akan bergeser kekiri.
 Spenomegali.
11

2. Kategori B
 Trombositosis: trornbosit > 400,000/mL,
 Leukositosis: leukosit > 12.000/mL (tidak ada infeksi).
 Neutrophil alkaline phosphatase (NAP) score meningkat lebih dari 100
(tanpa adanya panas atau infeksi).
 Kadar vitamin B12 >900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum> 2200
pg/ml.

Dalam beberapa literatur disebutkan usulan modifikasi kriteria


diagnostik PV sebagai berikut:
1. Kategori A
 Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25% di atas rata-rata angka
normal atau Packed Cell Volume pada laki-laki >0,6 atau pada
perempuan 0,56
 Tidak ada penyebab polisitemia sekunder
 Splenomegali yang teraba
 Petanda klon abnormal (kariotipe abnormal)
2. Kategori B
 Trombositosis >400000 per mm3
 Jumlah neutropil >10 x 10 9/ L dan bagi perokok >12,5 x 109/L
 Spleenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
 Penurunan serum ertropoietin atau BFU-E growth yang karakteristik
Diagnosis polisitemia vera adalah :
Kategori : Al + A2 dan A3 atau A4 atau
Kategori :A1 +A2 dan 2 kriteria kategori B.2

2.7 Diagnosis banding


Mutasi Jak2 tidak hanya terjadi pada penyakit polisitemia vera, namun
juga terjadi pada keganasan mieloproliferatif lain seperti Esensial
Trombositemia (ET)6 dan Mielofibrosis (MF). Sehingga ketiga penyakit ini
12

mempunyai keterkaitan yang unik. Mutasi Jak2 positif pada penderita


polisitemia vera sekitar 95%-100% sementara pada keganasan lain ET dan
MF ± 50-60%. Meskipun erirositosis bisa membedakan PV dari ET dan MF,
namun tidak semua pasien dengan gejala eritrositosis dengan mutasi Jak2
akan berkembang menjadi PV.1
Untuk membedakan polisitemia vera dan penyakit mieloproliferatif lain
bisa dinilai dari proporsi manifestasi klinis dan komplikasi yang ditimbulkan,
seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Proporsi manifestasi klinis dan komplikasi pada keganasan


mieloproliferatif positif Jak213

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada polisitemia vera adalah
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus
(individual) dan mengontrol eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang
belum terkontrol.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment).
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi
pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radioaktif atau
kemoterapi sitostatika pada pasien diatas 40 tahun bila didapatkan:
13

- Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai


gejala trombosis.
- Leukositosis progresif.
- Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia
problematik.
- Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruritus yang sukar
dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang
sulit diatasi.2

Diagnosis PV

Flebotomi untuk Ya Terapi mielosupresi dengan 32 P (atau


mempertahankan busulfan atau gen alkylating lain) aspirin
hematocrit < 0,45 dosis rendah jika ada riwayat trombosis

Umur > 70 tahun


Tidak

Adanya riwayat atau ada Terapi mielosupresi dengan


thrombosis atau flebotomi yang Ya hydroxiurea (pertimbangkan
seringkali atau jumlah trombosit interferon atau anagreid pada
>400.000 atau splenomegaly yang pasien muda) dan aspirin sebagai
progresif profilaksis

Tidak

Tanpa mielosupresi
 Pertimbangkan kembali jika
ada komplikasi
 Aspirin sebagai profilaksis
14

Jenis pengobatan polisitemia vera adalah sebagai berikut :


1. Flebotomi.
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang pasien
polisitemia selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang
dianjurkan. Indikasi flebotomi adalah
- Polisitemia sekunder fisiologis hanyaa dilakukan jika Ht >55% (target Ht
≤55%).
- Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala
yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan,shear rate, atau
sebagai penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut ialah mempertahankan hematokrit
≤42% pada perempuan, dan ≤47% pada pria untuk mencegah timbulnya
hiperviskositas dan penurunan shear rate. lndikasi flebotomi terutama pada
semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam
usia subur.
Prosedur flebotomi :
- Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood donor
collection set standard setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia >55 tahun atau
dengan penyakit vaskular
aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip
isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan
pengganti plasma (coloid/plasma expander) setiap kali, untuk mencegah
timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung
karena hipovolemik
- Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body
iron ± 5 g) Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi
berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan astenia
dapat cepat hilang dengan pemberian preparat besi.
2. Fosfor radioaktif (P32)
Pengobatan dengan fosfor radioaktif ini sangat efektif, mudah, dan relatif
murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosio-
ekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 perlama
15

kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya apabila setelah 3-4
minggu pemberian P32 pertama: 1) Mendapatkan hasil, re-evaluasi setelah 10-
12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang
dibutuhkan; 2) Tidak mendapatkan hasil selanjutnya dosis kedua dinaikkan
25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis
pertama. Dengan cara ini panmielosis dapat dikontrol pada sekitar 80%
pasien untuk jangka waktu sekitar l-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun
atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang
terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil.
Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau
terbukti menimbulkan thrombosis masih dapat terjadi meskipun eritrositosis
dan lekositosis dapat terkontrol.
3. Kemoterapi sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih
dianjurkan menggunakan Hidroksiures salah satu sitostatika golongan obat
anti metabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak
ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik, dan
mielosupresi yang serius. Walaupun demikian FDA masih membenarkan
Chlorambucil dan Busulfon digunakan pada polisitemia vera
Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatika:
- hanya untuk Polisitemia rubra primer,
- flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan.
- trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis,
- urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin,
- splenomegali simptomatik/mengancam rupture limpa.

Cara pemberian kemoterapi sitostatika:


- Hidroksiurea (Hydrea 500mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari
atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah
tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermitten untuk
pemeliharaan.
16

- Chlorambucil (@Leukeran 5mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2


mg/kgBB/hari selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB
tiap 2-4 minggu.
- Busulfan (@Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari,
jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermitten
untuk pemeliharaan.

Pasien dengan pangobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar dua
sampai tiga minggu sekali). Kebanyakan klinisi rnenghentikan pemberian
obat jika hematokrit:
- Pada pria ≤47% dan memberikannya lagi jika >52%,
- Pada perempuan ≤ 42% dan memberikannya lagi jika >49%.
Kemoterapi biologi (sitokin)

Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama


adalah untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit >800.000/mm3),
produk biologi yang digunakan adalah Interferon a. Interferon a digunakan
terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikontrol, dosis yang
dianjurkan 2 juta iu/m2/s.c. atau i.m. 3 kali seminggu. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatika Siklofosfamid (Cytoxan 25mg &
50mg/tablet) dengan dosis l00mg/m2/hari, selama l0-14 hari atau sampai target
telah tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 100 mg/m2 2 kali seminggu.
4. Pengobatan Suportif
- Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
- Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)
- Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
- Antiaggregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan
juga dapat menekan trombopoesis.
17

5. Pembedahan Darurat
Pembedahan segera sedapat-dapatnya ditunda atau dihindarkan. Dalam
keadaan darurat dapat dilakukan flebotomi agresif dengan prinsip isovolemik
dengan mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan
plasma ekspander lainnya bukan cairan isotonis atau garam fisiologis, suatu
prosedur yang dapat digolongkan sebagai tindakan penyelamatan hidup (life-
saving). Tindakan splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan pada semua
fase polisitemia, dan harus dihindarkan karena dalam perjalanan penyakitnya
jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang masih diharapkan
sebagai pengganti hemopoesrsnya.
6. Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkontrol dengan baik.
Lebih dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkontrol atau belum
diobati akan mengalami perdarahan atau komplikasi trombosis pada
pembedahan, kira-kira sepertiga dari jumiah pasien tersebut akan meninggal.
Angka komplikasi akan menurun jauh jika eritrositosis sudah di kontrol
dengan adekuat sebelum pembedahan. Makin lama telah terkontrol, makin
kecil kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan. Darah yang di
dapat dari flebotomi dapat disimpan untuk transfuse autologus pada saat
pembedahan.

7. Pencegahan Tromboemboli Peri Operatif


Pencegahan tromboemboli perioperatif dapat dilakukan dengan:
- Penggunaan alat-alat bantu mekanik seperti kaos kaki elastik (elastic
stocking) alat pulsatting boots.
- Heparin dosis rendah jika tidak ada indikasi kontra dapat diberikan. Untuk
dewasa, heparin i.v drip dengan dosis 10-20 iu/kgBB/jam dengan target
APTT 40 " -60 " sampai pasien dapat berjalan atau ambulatorik.
Kemudian 50-100 iu/kgBB/subkutan dapat diberikan setiap 8-12 jam
sampai pasien kembali ke aktivitas normal.2
18

2.9 Komplikasi dan Faktor Risiko


Komplikasi yang sering disebabkan oleh penyakit PV antara lain :
1) Trombosis
2) Perdarahan
3) Transformasi menjadi leukemia

Trombosis merupakan komplikasi paling sering (34-39%). Pada trombosis, mutasi


Jak2 menyebabkan aktivasi dan interaksi leukosit dan trombosit yang
menyebabkan inflamasi sehingga menyebabkan disfungsi endotel pembuluh
darah. Sedangkan Eritrositosis menyebabkan hiperviskositas darah yang memicu
trombosis. 8

Gambar 5. Mekanisme trombosis melalui proses aktivasi dan inflamasi


Stratifikasi faktor risiko dari penyakit ini bertujuan untuk memperkirakan akan
terjadinya komplikasi thrombosis. Penilaian risiko terdiri dari dua kategori yaitu
risiko rendah tanpa trombositosis ( usia <60 tahun tanpa riwayat thrombosis,
risiko rendah dengan trombosit yang tinggi (>1.000 x 109/L). Risiko tinggi yaitu
usia >60 tahun dengan riwayat thrombosis. Risiko tinggi dengan PV yang
refrakter atau intoleran terhadap hydroxyurea.8
19

2.10 Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dengan survival median pasien sesudah
terdiagnosa tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang dengan pengobatan lebih dari
10 tahun. Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah:
- Trombosis dilaporkan pada 15-60% pasien, tergantung pada pengendalian
penyakit tersebut dan 10-40% penyebab utama kematian.
- Komplikasi perdarahan timbul 15-35% pada pasien polisitemia vera dan 6-
30% menyebabkan kematian
- Terdapat 3-10% pasien polisitemia vera berkembang menjadi
mielofibrosis dan pansitopenia
- Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom
mielodisplasia pada 1,5% pasien dengan pengobatan hanya phlebotomy.
Peningkatan risiko transformasi 13,5% dalam 5 tahun dengan pengobatan
klorambusil dan 10,2% dalam 6-10 tahun pada pasien dengan pengobatan
32
P. Terdapat juga 5,9% dalam l5 tahun risiko terjadinya transformasi pada
pasien dengan pengobatan hydroxyurea. 2
20
21

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : IWS
Nomor RM : 16017911
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Alamat : Banjar Badung Payangan Gianyar
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pensiun
Status : Menikah
Pendidikan : Diploma
Tanggal MRS : 04 November 2016 pukul 14.23 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 04 September 2016 pukul 14.30 WITA

3.2 Anamnesis (04 November 2016)


Keluhan Utama
Nyeri kepala

Riwayat penyakit sekarang


Pasen datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah untuk
memeriksakan perkembangan penyakitnya. Saat datang pertama kali ke
UGD RSUP Sanglah pada tanggal 30/04/2016, pasien mengeluhkan nyeri
pada kepala. Nyeri kepala dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit, terutama dirasakan pada kepala kiri. Nyeri dirasakan seperti
berdenyut dan hilang timbul. Nyeri dikatakan terlalu berat. Pasien dapat
beraktivitas ringan saat timbul nyeri. Nyeri tidak dapat berkurang dengan
istirahat maupun minum obat penghilang rasa nyeri (paracetamol).
22

Pasien semula ke Puskesmas Payangan untuk memeriksakan


penyakitnya dikatakan menderita hipertensi dan diberikan obat untuk
hipertensi. Beberapa hari kemudian pasien datang ke Puskesmas kembali
dengan keluhan yang tidak membaik dan pasien minta dirujuk ke RSUP
Sanglah.
Keluhan mata kabur, kesemutan, telinga berdenging disangkal pasien.
Keluhan anggota gerak melemah disangkal pasien. Buang air besar normal,
buang air kecil normal dan riwayat demam disangkal pasien.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak diperiksakan di
Puskesmas dan telah mendapatkan pengobatan Captopril 2x25 mg,
Paracetamol 3x500mg dan vitamin B Complex 2x1 tablet. Riwayat penyakit
seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit jantung, asma, alergi obat
dan makanan disangkal pasien. Setelah terdiagnosis polisitemia vera, pasien
telah melakukan plebotomi dengan volume darah yang dikeluarkan sebesar
750cc.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti penyakit jantung, asma,
diabetes melitus dan hipertensi dalam keluarga disangkal oleh pasien.
-
Riwayat pribadi dan sosial
Pasien adalah seorang pensiuan guru dan sehari-hari menghabiskan
waktu di rumah bersama istri. Pasien mengaku rajin berolahraga karena
dahulu pernah mengajar olahraga bulutangkis. Pasien tinggal di daerah
payangan dengan ketinggian ± 500 mdpl. Riwayat merokok dan minum
alkohol disangkal pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik (04 November 2016)
Status Present :
Keadaan umum : Baik
23

Kesadaran : Kompos mentis (GCS : E4V5M6 )


Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit, teratur
Suhu badan : 36,2º C
VAS : 0/10
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 54 kg
BMI : 21,68 kg/m2

Status General :
Mata : Anemis-/-, ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor,
edema palpebra -/-
THT :
Telinga : Bentuk dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda
radang, ataupun bekas luka, sekret (-)
Hidung : Bentuk dalam batas normal
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemi (-), faring hiperemi (-),
lidah normal
Bibir : Sianosis (-), kering (-), ulkus (-)
Mulut : Hipertrofi gusi (-), perdarahan gusi (-),
Lidah: Atrofi papil lidah (-), glossitis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O
Thorax : Simetris (+), retraksi (-)
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas kanan : PSL dekstra ICS IV
Batas kiri : 2 cm MCL sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
24

Pulmo
Inspeksi: Simetris, statis dan dinamis
Palpasi: Vocal fremitus N N
N N
N N
Perkusi: Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi:Vesikuler + +, Rhonchi - -, Wheezing - -


+ + - - - -
+ + - - - -

Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Shifting dullness (-), undulasi (-), traube space
tympani
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba
Ekstremitas:
Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
25

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (30/04/2016)
Parameter Hasil Unit Remarks Nilai Normal
WBC 12,99 103/μL 4,1 – 11,0
- Neu % 77,49 % 47 – 80
- Lym % 14,12 % 13 – 40
- Mo % 3,81 % 2,0 – 11,0
- Eo % 2,81 % 0,0 – 5,0
- Ba % 1,77 % 0,0 – 2,0
- Neu # 10,07 103/μL Tinggi 2,50 – 7,50
- Lym # 1,83 103/μL 1,00 – 4,00
3
- Mo # 0,50 10 /μL 0,10 – 1,20
- Eo # 0,36 103/μL 0,00 – 0,50
- Ba # 0,231 103/μL Tinggi 0,0 – 0,1
RBC 7,33 106/μL Tinggi 4,0 – 5,2
HGB 18,73 g/dl Critical Value 12,0 – 16,0
HCT 64,23 % Tinggi 36,0 – 46,0
MCV 87,65 fL 80,0 – 100,0
MCH 25,55 Pg Rendah 26,0 – 34,0
MCHC 29,16 g/dl Rendah 31,0 – 36,0
PLT 1214,00 103/ul Critical Value 140 – 440
26

Darah Lengkap (04/11/2016)


Parameter Hasil Unit Remarks Nilai Normal
WBC 6,19 103/μL 4,1 – 11,0
- Neu % 72,01 % 47 – 80
- Lym % 21,73 % 13 – 40
- Mo % 4,84 % 2,0 – 11,0
- Eo % 0,17 % 0,0 – 5,0
- Ba % 1,26 % 0,0 – 2,0
- Neu # 6,62 103/μL 2,50 – 7,50
- Lym # 2,00 103/μL 1,00 – 4,00
- Mo # 0,44 103/μL 0,10 – 1,20
3
- Eo # 0,02 10 /μL 0,00 – 0,50
- Ba # 0,12 103/μL 0,0 – 0,1
RBC 3,53 106/μL Rendah 4,0 – 5,2
HGB 13,68 g/dl 12,0 – 16,0
HCT 43,19 % 36,0 – 46,0
MCV 122,20 fL Tinggi 80,0 – 100,0
MCH 38,71 Pg Tinggi 26,0 – 34,0
MCHC 31,67 g/dl 31,0 – 36,0
PLT 469,20 103/ul Tinggi 140 – 440

Kimia Klinik (30/04/2016)


Parameter Hasil Nilai Normal Keterangan
AST/SGOT 33,20 11 - 27 IU/L Tinggi
ALT/SGPT 25,30 11 - 34 IU/L
BUN 8,20 8,00 – 23,00
mg/dL
Kreatinin 1,00 0,50 – 0,90
Natrium (Na) – 134 136 – 145 mg/dL Rendah
Serum
27

Kalium (K) – Serum 5,16 3,50 – 5,10 Tinggi


mmol/L

Foto Thorax AP (30/04/2016)


Cor: tampak membesar
Pulmo: tak tampak infiltrate/nodul, corakan bronkovaskuler meningkat
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diafragma kanan kiri normal
Tulang-tulang: tidak tampak kelainan
Kesan: Cardiomegali

CT-Scan Kepala (30/04/2016)


Kesan : Lesi Hipodens di occipital kiri suspect SOL cerebri DD/ Ischemia
Cerebri

Hapusan Darah Tepi (03/05/2016)


 Eritrosit : normokromik normositer, polikromasia (-), normoblas (-)
 Leukosit : kesan jumlah meningkat, diff. netrofilia, toxic granule (-).
Vakuolisasi (-), sel muda (-)
 Trombosit : kesan jumlah meningkat, giant trombosit (+), platelet
clumping (-)
 Kesan : polisitemia + leukositosis dan trombositosis kecurigaan akibat :
DD/ proses reaktif DD/ chronic myeloproliferative disorder

3.5 Diagnosis
Diagnosis saat dirawat :
SOL Cerebri et causa suspect tumor cerebri primer DD/ Tumor cerebri
metastase DD/ infeksi intracranial

Diagnosis Saat ini :


Polisitemia Vera
28

3.6 Penatalaksanaan
- Hydrea 2x1000 mg
- Diet rendah garam
Planning Diagnostik
- Cek Darah Lengkap ulang 1 minggu

3.7 Prognosis
Dubia ad bonam
29

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kebutuhan Pasien


Kebutuhan fisik biomedis:
 Kecukupan gizi
Asupan makanan pasien sehari-hari dapat dikatakan cukup. Hal ini
dikarenakan istri pasien memasak makanan setiap pagi untuk
kebutuhan pasien. Pasien tinggal dekat dengan pasar sehingga
kebutuhan akan bahan makanan tidak sulit. Komposisi makanan pasien
seimbang seperti nasi, daging, sayuran dan buah.
 Akses pelayanan kesehatan
Pasien saat ini tinggal Banjar Badung payangan tepat di belakang
Pasar Payangan. Akses menuju Puskesmas Payangan cukup ditempuh
dengan jarak ± 300 meter.
 Lingkungan tempat tinggal
Pasien tinggal di daerah Payangan dengan ketinggian ± 500 mdpl.
Pasien tinggal dengan keluarga besar dengan total empat kepala
keluarga terpasuk keluarga pasien. Satu lingkungan rumah pasien
terdiri dari empat bagian yang dihuni masing-masing kepala keluarga.
Rumah pasien terdiri dari 2 bangunan dengan 3 kamar tidur, 1 dapur
dan 1 kamar mandi.
 Analisis biopsikososial :
Lingkungan biologis
Berat badan pasien 54 kg dan tinggi badan pasien 158 cm sehingga
berat badan ideal pasien adalah BBI = 90% (TB - 100) = 52,2 kg.
Kebutuhan kalori basal pasien per harinya didapatkan KKB = 30 kal x
BBI = 30 kal x 52,2 kg = 1.575 kal. Pasien merupakan pensiunan guru
saat ini dengan aktivitas sedang maka kebutuhan untuk aktivitas
ditambah 20%, sehingga KKA = 1.575 kal x 20% = 315 kal. Dengan
30

demikian kebutuhan kalori per harinya dari pasien didapatkan KKB +


KKA = 1.575 + 315 = 1.890 kal. Menurut pengakuan pasien, dalam
sehari pasien selalu makan teratur. Komposisi makanan pasien berupa
nasi dengan lauk tahu/tempe, daging, atau ikan dan sayuran.
Distribusi Makanan :
1. Karbohidrat 60% = 60% x 1890 kalori = 1134 kalori dari
karbohidrat yang setara dengan 472,5 gram karbohidrat (1890 kalori :
4 kalori / gram karbohidrat)
2. Protein 20% = 20% x 1890 kalori = 378 kalori dari protein yang
setara dengan 94,5 gram protein (378 kalori : 4 kalori / gram protein)
3. Lemak 20% = 20% x 1890 kalori = 378 kalori dari lemak yang
setara dengan 42 gram lemak (378 kalori : 9 kalori/gram lemak)
 Faktor Psikososial-ekonomi
Pasien mengatakan hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya
cukup baik. Rumah pasien ramai dikunjungi keluarga besar lain
apabila ada upacara agama. Pasien memiliki 2 orang anak yang telah
menikah namun tinggal terpisah dengan pasien. Pasien tinggal dengan
dua orang cucu pasien yang saat ini bersekolah di Sekolah Dasar di
Payangan. Pasien mengatakan merasa berkecukupan dan merasa tidak
terbebani. Pasien dan istri pasien merupakan pensiunan guru yang
mengandalkan gaji pensiun untuk mencukupi kebutuhan keluarga
pasien. Saat masuk rumah sakit pasien tidak memiliki tanggungan
kesehatan dan membiayai prosedus medis tanpa jaminan kesehatan.
Walaupun dengan biaya kesehatan tanpa jaminan pasien mampu
memenuhi kebutuhan tersebut.

4.2 Saran-Saran Terhadap Problem List, Fisik Biomedis dan Bio Psikososial
Secara umum saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan pasien
yang didapatkan, yaitu:
 Pasien dianjurkan untuk makan dengan nutrisi seimbang dan
mengkonsumsi cukup air (1,5 – 2 liter per hari) serta mencukupi
kebutuhan kalori per harinya (1620 kalori)
31

 Menyarankan pasien untuk tetap berolahraga dengan waktu 2-3 kali


dalam 1 minggu dengan durasi 20 menit
 Menyarankan pasien untuk memiliki asuransi kesehatan seperti BPJS-
JKN untuk dapat mengurani beban ekonomi saat memeriksakan
kesehatan atau melakukan prosedur medis.

Berdasarkan hasil kunjungan lapangan yang sudah dilakukan, terdapat


beberapa permasalahan yang ditemukan. Permasalahan pertama yaitu pasien
tinggal di Payangan dan disarankan untuk kontrol penyakit polisitemia vera ke
RSUP Sanglah dengan jarak tempuh 37 kilometer. Jarak yang semakin jauh akan
menurunkan kepatuhan pasien untuk memeriksakan kesehatan. Selain itu,
ketinggan tempat tinggal berpengaruh terhadap kemunculan penyakit polisitemia
vera. Permasalahan kedua yaitu pasien tidak memliki jaminan kesehatan saat
pertamakali masuk rumah sakit. Pasien mengaku sudah mengurus kelengkapan
untuk memliki asuransi kesehatan dan dikatakan pasien telah memiliki asuransi
keheatan saat ini. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memberikan saran berupa :
1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai jadwal kunjungan
sehingga psien dapat mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien
2. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh pasien dengan makan teratur dengan komposisi makanan yang
seimbang
3. Menyarankan pasien untuk diet rendah garam untuk mengurangi
progresivitas hipertensi sehingga menurunkan resiko komplikasi
penyakit akibat hipertensi
4. Menyarankan pasien menyajikan makanan dalam keadaan higienis
5. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi air secara teratur 1,5-2 Liter
perhari
32

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Polisitemia vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk


hematopoetik dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan
volume darah total, biasanya disertai leukositosis, trombositosis dan
splenomegali. Polisitemia vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien
berumur 40-60 tahun. Polisitemia adalah penyakit kronis dengan survival median
pasien sesudah terdiagnosa tanpa diobati 1,5-3 tahun sedangkan yang dengan
pengobatan lebih dari 10 tahun. Pengobatan terhadap polisitemia vera ditujukan
untuk mengurango resiko kesakitan dan kematian akibat komplikasi yang
ditimbulkan.
Pasien IWS, laki-laki 60 tahun dengan diagnosis polisitemia vera teah
mendapatkan terapi plebotomi dan Hydrea 2x1000 mg selama 1 minggu dan
disarankan mengulang pemeriksaan darah lengkap setiap minggu untuk
mengetahui kondisi perkembangan penyakitnya. Saat ini sebagian permasalahan
pasien sudah teratasi dan pasien mengaku sangat tenang dan mengerti dengan
kondisi penyakitnya. Keluarga pasien telah mengerti dan menerima kondisi
pasien. Kehidupan sehari-hari pasien setelah didiagnosis polisitemia vera tidak
berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum terdiagnosis.
33
LAMPIRAN

DENAH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL PASIEN DAN


DOKUMENTASI KUNJUNGAN

Rumah Rumah pasien


Jalan

Halaman Keluarga pasien

Rumah pasien
Jalan

Rumah Rumah
Padmasana Keluarga pasien Keluarga pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Supandiman I, Sumahtri R. Polisitemia Vera. Pedoman Diagnosis dan


terapi Hematologi Onkologi Medik. 2003: 83-90.
2. Prenggono D. Polisitemia Vera Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi IV. Penerbit IPD FKUI. 2006: 702-705.
3. Tefferi A. Polycithemia Vera : A Comprehensive Review and Clinical
recommendation. Mayo Clinic Proc. 2003; 78: 174-194.
4. Anunayi J,Motrapu ML,Monasiddiqui, et al.Polycythemia Vera in a Young
Adult: A Rare Case Report. Sch J Med Case Rep 2014;2(4):2.
5. Landolfi, R., L. Di Gennaro.Pathophysiology of thrombosis in
myeloproliferative neoplasms. Haematologica 2011;96(2):183-186.
6. 11. Adel, Aoulia G, Amina D, Yekhlef Aymen Y, Abdel-Hamid BA,
Mohie N, et al. Polycythemia vera and acute coronary syndromes:
pathogenesis, risk factors and treatment. J Hematol Thromb Dis
2013;1(107):2.
7. Marchioli R, Finazzi G, Landolfi R, et al.Vascular and neoplastic risk in a
large cohort of patients with polycythemia vera. Journal of Clinical
Oncology2005;23(10):2224-2232.
8. Tefferi A, Rumi E, Finazzi G, et al.Survival and prognosis among 1545
patients with contemporary polycythemia vera: an international study.
Leukemia 2013;27(9):1874-1881.
9. Moulard O, Mehta J.Epidemiology of myelofibrosis, essential
thrombocythemia, and polycythemia vera in the European
Union.European journal of haematology 2014;92(4):289-297.
10. Osler, W.Chronic cyanosis, with polycythaemia and enlarged spleen: a
new clinical entity. The American Journal of the Medical Sciences
1903;126(2):187-201.
11. Dameshek, W.Some speculations on the myeloproliferative syndromes.
Blood 1951;(6):372-5.
12. Baker SJ, Rane SG, Reddy EP, et al.Hematopoietic cytokine receptor
signaling. Oncogene2007;26(47):6724-6737.
13. Landgren O, G.L. Kristinsson SY, Helgadottir EA, Samuelsson J, et al.
Increased risks of polycythemia vera, essential thrombocythemia,and
myelofibrosis among 24,577 first-degree relatives of 11,039 patients
withmyeloproliferative neoplasms in Sweden. Blood2008;6.

Anda mungkin juga menyukai