Disusun oleh:
ALFIRA EPTIKAWATI (P17120171010)
SINTIA ANGGRIANI (P17120171011)
AURELIA NOVA M. S. (P17120173012)
ELISA ALMEYDA (P17120173013)
CHINTYA FERDA I. (P17120173014)
EKA FITRI AGNESYA (P17120173015)
FIRDA WIDYARTI (P17120173016)
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
4
1.2 Tujuan
1. Mengetahui prosedur evaluasi karakteristik fisikokimia sediaan
2. Melakukan evaluasi karakteristik fisikokimia sediaan
3. Menganalisis hasil evaluasi karakteristik fisikokimia sediaan
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik fisikokimia suatu sediaan
2. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi atau analisis terhadap suatu
sediaan
BAB II
DASAR TEORI
Suspensi adalah sediaan cair yang engandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang
lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain (FI IV, 1995).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan
harus segera terdispersi kembali (Moh. Anief, 1997). Suspensi adalah suatu
dispersi kasar ketika partikel zat padat yang tidak larut, terdispersi dalam suatu
medium cair. Terdiri dari 2 fase yang tidak saling bercampur yaitu fase terdispersi
(zat padat) dan fase pendispersi (pelarut – air). Sediaan suspensi tidak stabil secara
termodinamika karena pada sediaan ini terdapat faktor tegangan antarmuka dan
luas permukaan dari partikel zat padat (Sinila, 2016)
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri atas paling sedikit 2 cairan yang tidak bercampur,
yang salah satunya fase terdispersi (fase internal) terdispersi secara seragam
dalam bentuk tetesan – tetesan kecil pada medium pendispersi (fase eksternal)
yang distabilkan dengan emulgator yang cocok (Sinila, 2016). Emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan
larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air
(o/w). Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan
minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut
emulsi air dalam minyak (w/o) (FI IV). Sistem emulsi berkisar dari cairan (loyio)
yang memiliki viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan
semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1-50
µm (James, 2007).
Evaluasi karakteristik sediaan liquid suspensi dan emulsi dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Beberapa analisis yang bisa dilakukan adalah pengukuran
5
6
7
8
Memindahkan larutan
1 Pipet Tetes
dalam skala kecil
Tempat untuk
menyimpan dan
membuat larutan. Beaker
Gelas Beker 25 glass memiliki takaran
2
ml namun jarang bahkan
tidak diperbolehkan
untuk mengukur volume
suatu zat ciar.
Wadah untuk
4 Gelas Arloji
menimbang sampel
9
Digunakan untuk
menentukan viskositas
Viskometer
5 dan rheology cairan
Brookfield
Newton maupun non-
Newton
Untuk
mengukur pH (kadar
pH Meter
8 keasaman atau basa)
Universal
suatu cairan secara
universal/manual.
10
Untuk
mengukur pH (kadar
9 pH Meter Digital keasaman atau basa)
suatu cairan secara
digital.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari data tabel 1 dapat diketahui bahwa sediaan emulsi yang diukur sifatnya
asam, pH yang terukur menggunakan pH meter 2,2 dan pH universal 3 yang
nilainya konstan dari pengulangan 1 sampai 3. Terdapat perbedaan nilai pH yang
terukur menggunakan metode yang berbeda hal ini dikarenakan range indikator
pH universal cukup besar dan tidak dapat memberikan nilai yang spesifik.
Sedangkan pada pengukuran pH sediaan suspensi antasida menggunakan pH
meter dan indikator pH universal didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2
Pengulangan pH meter pH universal
1 6,8 9
2 6,9 9
3 7 9
Dari data tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai pH yang terukur menggunakan
Ph meter tidak konstan sehingga digunakan rata-rata yang terukur yaitu 6,9.
Terjadi perbedaan nilai pH yang besar dari kedua metode yang digunakan, hal ini
dimungkinkan terjadi karena pencucian pH meter yang kurang bersih dan
kalibrasi alat kurang sempurna sehingga pH yang terukur menggunakan pH meter
nilainya terus naik. Nilai pH yang terukur menggunakan pH universal cukup besar
dikarenakan range indikator pH universal cukup besar dan tidak dapat
memberikan nilai yang spesifik.
Setelah dilakukan pengamatan tipe emulsi menggunakan
methylen bluedidapatkan hasil pengamatan pada gambar 1. Dari
hasil pengamatan tersebut sediaan emulsi cod liver oil tidak
bercampur dengan methylen blue, methylen blue yang larut
dalam air tidak bercampur dengan minyak. Sehingga tipe emulsi
yang diamati adalah emulsi air dalam minyak (W/O). Yaitu Gambar 1
emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase external.
16
Dari data yang diperoleh pada tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai
viskositas sediaan emulsi sebesar 1,18 cP sedangkan sediaan suspensi 1,64 cP
menggunakan spindle nomor 41 dengan jarak waktu 2 menit. Pada sediaan
emulsi, viskositas ini mempengaruhi kestabilan dari emulsi selama penyimpanan,
dimana emulsi yang mempunyai viskositas yang lebih besar tidak mudah
mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air selama penyimpanan.
Sedangkan pada sediaan suspensi, viskositas/kekentalan suatu cairan
memengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan,
kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari
cairan tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di
dalamnya. Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas
cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu
diketahui bahwa viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang. Pemeriksaan viskositas berguna untuk menentukan stabilitas
fisik dari larutan emulsi dan suspense (obat cair). Semakin tinggi viskositas/
kekentalan suatu sediaan emulsi, maka semakin kecil pula kestabilannya.
Setelah dilakukan uji distribusi ukuran partikel menggunakan metode PSA
(Partikel Size Analizer) didapatkan hasil untuk sediaan suspensi sebagai berikut:
17
Gambar 2
Tabel 4
.... Hasil
Diameter 605nm
PDI 0,01995
Zeta Potensial 200mV
Gambar 3
Tabel 5
.... Hasil
Diameter 306nm
PDI 0,0308
Zeta Potensial 105,2mv
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan prosedur evaluasi
karakteristik sediaan liquid yaitu melakukan penentuan pH dari sediaan
suspensi maupun emulsi menggunakan pH universal ataupun pH meter.
Melakukan penentuan tipe emulsi dengan menggunakan mikroskop.
Melakukan penetapan Viskositas dan sifat aliran dari sediaan suspensi dan
emulsi dilakukan dengan menggunakan Viskometer Brookfield cone and
plate. Melakukan pengukuran ukuran partikel dengan menggunakan Particle
Size Analyzer (PSA).
Hasil yang diperoleh dari praktikum evaluasi karakteristik sediaan liquid
yaitu untuk sediaan emulsi nilai pH yang terukur menggunakan pH meter 2,2
dan pH universal 3, tipe emulsi dari sampel yaitu emulsi minyak dalam air
(W/O), nilai viskositas sediaan emulsi sebesar 1,18 cP dan ukuran partikel
terukur paling banyak pada 306 nm. Kemudian untuk sediaan suspensi nilai
pH yang terukur menggunakan Ph meter tidak konstan sehingga digunakan
rata-rata yang terukur yaitu 6,9 dan pH universal sebesar 9, nilai viskositas
sediaan suspensi sebesar 1,64 cP dan ukuran partikel terukur paling banyak
pada 605 nm.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. (1997). Ilmu Meracik Obat; Teori dan Praktik. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
Bloom, J. H. 1988. Chemical and Physical Water Quality Analysis A Report and
Practical at Training at Faculty of Fisheries. Universitas Brawijaya,
Malang.
Farmakope Indonesia Edisi Keempat
Fitriani, E. W., Imelda, E., Kornelis, C., & Avanti, C. (2016). Karakterisasi dan
Stabilitas Fisik Mikroemulsi Tipe A/M Dengan Berbagai Fase Minyak.
Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 3(1), 31-44.
Indayanti, D. (2014). Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia pada Minyak Biji
Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak dalam
Air Menggunakan GCMS. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah
Laksmi, R. T., Legowo, A. M., & Kusrahayu, K. (2012). Daya Ikat Air, Ph Dan
Sifat Organoleptik Chicken Nugget Yang Disubstitusi Dengan Telur Rebus.
Animal agriculture journal, 1(1), 453-460.
Simangunsong, F. H. (2016) Produksi Mg (Oh) 2 dari Air Laut Menggunakan
Metode Elektrokimia. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Sinala, S. (2016). Farmasi Fisik. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Talogo, A. S. M. (2014). Pengaruh Waktu dan Temperatur Penyimpanan
Terhadap Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin dalam Sediaan Suspensi
Amoksisilin–Asam Klavulanat. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah.
21
LAMPIRAN