Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN DAN TEORI KONSEP

A. Konsep Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005., Diabetes

Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.

Menurut WHO 1980 diabetes mellitus adalah suatu kumpulan problem

anatomic dan kimiawi yang merupakan akibat dari beberapa faktor

dimana terdapat gangguan defisiensi insulin absolut atau relative dan

gangguan fungsi insulin (FKUI, 2011).

Diabetes Mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa

kumpulan gejala yang disebabkan akibat peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin ( Bustan,

2007).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolik glukosa

(molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan

karbohidrat) akibat distensi atau penurunan efektivitas insulin

(Wijayakusuma, Hembing, 2004).

8
9

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang kebanyakan

herediter, disertai dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria,

disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,

sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif didalam tubuh, gangguan

primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga

gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2001 dalam

Riyadi, 2011).

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa

Diabetes Mellitus adalah Sekumpulan penyakit metabolik yang terjadi

akibat adanya kelainan sekresi insulin atau kerja insulin yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia dan glukosuria dan disertai dengan adanya

gangguan metabolism lemak dan protein.

2. Anatomi Dan Fisiologi

a. Anatomi Pankreas

Gambar 1.1 Anatomi Pankreas


10

Pankreas adalah kelenjar majemuk yang strukturnya sangat mirip

dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm mulai dari duodenum

sampai limpa (Pearce, 2006). Bagian eksokrin pankreas (bagian terbesar

pankreas) menghasikan enzim-enzim pencernaan, dan bagian

endokrinnya, berupa pulau-pulau Langerhans (sekitar 1 juta pulau),

menghasilkan hormon. Pulau Langerhans terdiri atas sel-sel alfa yang

menghasilkan glucagon, sel-sel beta yang menghasilkan insulin

(Tambayong, 2001).

Pankreas memiliki 2 fungsi yaitu sebagai fungsi exokrine yang

membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit. Fungsi

endokrin yaitu terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium,

kelompok-kelompok kecil tersebut adalah pulau-pulau kecil atau

Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang

mensekresikan isulin (Pearce, 2006).

b. Fisiologi

Insulin dilepaskan pada suatu tingkat / kadar basal oleh sel-sel

beta pulau Langerhans. Rangsangan utama untuk pelepasan insulin

diatas adalah peningkatan glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa

dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/100 ml darah. Apabila

glukosa darah meningkat melebihi 100 mg/100 ml darah, maka

insulin dari pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ketingkat

basal dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormone utama pada stadium
11

absorptive pencernaan yang muncul segera setelah makan. Diantara

waktu makan, kadar insulin rendah.

Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin

yang terdapat disebagian besar sel tubuh. Setelah berikatan, insulin

bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan

transportasi glukosa (yang diperantarai oleh pembawa) kedalam sel.

Setelah berada didalam sel, glukosa dapat segera digunakan untuk

menghasilkan energy melalui siklus krebs, atau dapat disimpan

didalam sel sebagai glikogen. Sewaktu glukosa dibawa masuk ke

dalam sel, kadar glukosa darah menurun. Hal ini adalah suatu contoh

umpan balik negatif. Peningkatan glukosa plasma menyebabkan

peningkatan insulin, yang akhirnya mengakibatkan kadar glukosa

plasma menurun.

Pelepasan insulin juga dirangsang oleh beberapa asam amino

dan hormone pencernaan. Insulin adalah hormone pembangun utama

pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin meningkatkan

transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan

protein, serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan

glikogen. Insulin juga menghambat gluconeogenesis (pembentukan

glukosa baru) oleh hati (Corwin, 2001).


12

3. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi American Diabetes Association/ World health

Organization (ADH/WHO), diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi

empat tipe yaitu:

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Tipe DM yang tergantung pada insulin, hal ini terjadi karena

adanya kerusakan pada sel-sel beta yang disebabkan oleh

peradangan pada pankreas yang dapat disebabkan oleh infeksi

virus atau akibat endapan-endapan besi dalam pankreas. Akibatnya

sel-sel beta tidak dapat membentuk insulin (Wijayakusuma,

Hembing, 2004).

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Tipe DM yang tidak tergantung pada insulin. Sel-sel beta

pankreas pada DM tipe II tidak rusak, walaupun hanya terdapat

sedikit yang normal sehingga masih bias mensekresi insulin, tetapi

hanya dalam jumlah kecil, sehingga tidak dapat ,memenuhi

kebutuhan tubuh (Wijayakusuma, Hembing, 2004).

c. Diabtes Mellitus Gestasional

Merupakan intoleransi glukosa yang timbul atau mulai

diketahui selama psien hamil. Karena terjadi peningkatan sekresi

berbagai hormonmdisertai pengaruh metaboliknya terhadap


13

toleransi glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan

diabetogenik ( Price, 1995 ).

d. Diabetes Spesifik Tipe Lain

Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetic spesifik (

kerusakan genetic sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit

pada pankreas, obat-obatan, bahan kimia, dan lain-lain (

Wijayakusuma, Hembing, 2004).

4. Etiologi

Menurut Smaltzer & Bare (2002) pada diabetes tipe 1 ditandai oleh

pengahancuran sel-sel beta pankreas. Factor-faktor penyebab pada DM

tipe 1 dianataranya adalah :

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri:

tetapi mewarisi predisposisi atau kecenderungan genetic kearah

terjadinya diabetes tipe 1.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon

otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan

asing.
14

c. Faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan

factor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.

Sebagai contoh : hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus

atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

Pada diabetes tipe 2 , mekanisme yang tepat yang menyebabkan

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II

masih belum diketahui. Factor genetik diperkirakan memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktpr-faktor penyebab DM

pada tipe II yaitu :

a. Faktor usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia

diatas 65 tahun).

b. Faktor obesitas.

c. Faktor riwayat dari keluarga.

d. Faktor kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hispanik

serta penduduk asli Amerika serikat tertentu memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II

dibandingakan dengan golongan Afro-Amerika).


15

5. Patofisiologi

Ada bermacam-macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-

beda dan akhirnya akan mengarah pada defisiensi insulin. Diabetes

mellitus yang mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen

meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru (glukoneogenesis) yang

dapat menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Dalam keadaan

normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang

disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-

asam amino dari substansi lain). Kemudian akan terjadi ketosis karena

kadar keton yang meningkat akibat pemakaian asam-asam lemak untuk

menghasilkan ATP. Dan keton keluar melalui urin (ketonuria). Pada

ketosis pH turun dibawah 7,3, pH yang rendah akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Defisiensi insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel

menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi

(Hiperglikemia). Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang

ginjal maka akan timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan

timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih,

maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat

badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (Polifagia) mungkin


16

akan timbul sebagai akibat dari kehilangan kalori. Pasien akan mengeluh

lelh dan mengantuk.

Penggunaan glukosa oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi

energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah dan lesu.

Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri

kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi

berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena

suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan

terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan pembuluh darah

tersebut akan menyebabkan aliran darah keretina menjadi menurun,

sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina menjadi berkurang dan

akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari

perubahan mikrovaskuler adalah retina mata dan ginjal sehingga terjadi

nefropati diabetik. Diabetes menyerang pada semua saraf diantaranya

saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spinal sehingga mengakibatkan

neuropati diabetes (Price, 1995).

6. Manifestasi Klinis

1) Gejala klinis pada DM adalah :

a) Poliuria (peningkatan volume berkemih)

Glukosa yang menarik air dan mengakibatkan diuresis osmotik

sehingga akam menyebabkan poliuri (peningkatan berkemih)

(Price, 1995).
17

b) Polifagia (cepat lapar) Karena sejumlah glukosa yang hilang

bersama kemih, maka penderita mengalami keseimbangan kalori

negatif dan penurunan berat badan dan penderita mengalami rasa

lapar yang sangat luar biasa.

c) Polidipsia (sering haus) akibat volume urine yang keluarnya

sangat besar, sehingga menyebabkan dehidrasi pada

penderitanya.

d) Rasa lemah dan mengantuk

e) Penurunan berat badan (Price, 1995).

7. Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi

yang bersifat akut dan kronik ( Bustan, 2007).

a. Menurut Smaltzer & Bare (2002) komplikasi akut ada 3, dimana

penting dalam keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka

pendek, yaitu meliputi :

1) Diabetes Ketoasidosis (DKA)

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin

atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini

dapat mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrta,

lemak dan protein (Smaltzer & Bare (2002).

2) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik(HHNK)


18

HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh

hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan

tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama sindrom HHNK

dan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada

sindrom HHNK (Smaltzer & Bare (2002).

3) Hipoglikemia (Reaksi Insulin)

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah)

terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60

mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L). keadaan ini dapat terjadi akibat

pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi

makanan yang terlalu sedikit (Smaltzer & Bare (2002).

b. Komplikasi kronik

Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua

sistem organ dalam tubuh. Adapu komplikasi kronik yaitu:

1) Komplikasi mikrovaskuler

Penyakit mikrovaskuler diabetik ditandai oleh adanya

penebalan membrane basalis mengelilingi sel-sel endotel

kapiler. Para periset mengemukakan hipotesis bahwa

peningkatan kadar glukosa darah menimbulkan suatu respon

melalui serangkaian reaksi biokimia yang membuat membran

basalis beberapa kali lebih tebal dari pada keadaan

normalnya. Ada dua tempat dimana gangguan fungsi kapiler


19

dapat berakibat serius yaitu mikrosirkulasi retina mata dan

ginjal (Smaltzer & Bare (2002).

a) Nefropati ( penyakit Ginjal)

Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan

hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus

berkelanjutan pasien akan menderita insufisiensi ginjal

dan uremia, (Price, 1995).

b) Retinopati diabetik ( penyakit mata )

Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik

disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh

darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian

mata yang menerima bayangan dan mengirimkan

informasi tentang bayangan tersebut keotak. Ada tiga

stadium utama retinopati: retinopati nonproliferatif

(background retinophaty), retinopati praproliferatif dan

retinopati proliferative (Smaltzer & Bare (2002).

c) Neuropati diabetes

Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok

penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk

saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spinal. Kelainan

tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung

pada lokasi sel saraf yang terkena. Ada dua tipe neuropati
20

diabetic yang sering dijumpai adalah polineuropati

sensorik dan neuropati otonom (Smaltzer & Bare (2002).

2) Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah karena perubahan

aterosklerotik dalam pembuluh darah besar dan sering terjadi

pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa dengan

yang terlihat pada pasien non diabeteik, kecuali dalam hal

bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang

lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien

dibetes. Adapun komplikasi makrovaskuler yaitu :

a) Penyakit arteri coroner

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner

menyebabkan peningkatan insidens miokard pada

penderita diabetes (dua kali lebih sering pada laki-laki

dan tiga kali lebih sering pada wanita).

b) Penyakit serebrovaskuler

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral

atau pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem

pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah

sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dan

dapat menimbulkan serangan iskemia (TIA = transient

ischemic attack) dan stroke.


21

c) Penyakit vaskuler perifer

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar

pada ekstremitas bawah merupakan penyebab

meningkatnya insidens (dua atau tiga kali lebih tinggi

dibandingkan pada pasien-pasien non diabetes) penyakit

oklusif arteri perifer pada pasien diabetes. Bentuk

penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstremitas

bawah ini merupakan penyebab utama meningkatnya

insidens ganggren dan amputasi pada pasien diabetes

(Smaltzer & Bare, 2002).

8. Penatalaksanaan

a. Farmakologis

1) Obat-obatan per oral

a) Golongan sulfoniluria

Golongan sulfonilurea bekerja terutama dengan merangsang

langsung pankreas untuk mensekresikan insulin. Golongan

sulfoniluria tidak dapat digunakan pada pasien diabetes tipe 1

dan pasien diabetes yang cenderung mengalami ketoasidosis.

Efek samping dari obat ini mencakup gejala gastrointestinal

dan reaksi dermatologi.

b) Golongan binguanid (metformin)


22

Metformin (Glucophage) menibukan efek antidiabetika

dengan memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor

perifer. Oleh karena itu, obat ini hanya dapat digunakan jika

masih terdapat insulin. Biguanid tidak memberikan efek pada

sel-sel beta pankreas.

2) Insulin

a) Indikasi insulin

Pada diabetes tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk

memproduksi insulin. Dengan demikian insulin eksogenus

haus diberikan dalam jumlah takterbatas. Pada diabetes tipe

II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang

untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat

hhipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

b) Jenis insulin

Short-acting insulin jenis-jenisnya adalah insulin regular,

yang ditandai “R” pada botolnya, intermedieate-acting insulin

jenis-jenisnya adalah NPH (Neutral protamine hederogen)

insulin, Lente insulin (“L”), Long-acting insulin (UL) jenis-

jenisnya adalah ultralente insulin (UL), Lilly human insulin=

“humulin”, Novo nordisk human insulin = “Novolin”.

b. Non farmakologis
23

1) Diet

Salah satu hal yang harus dipatuhi dalam pengelolaan DM

adalah perencanaan makanan. Walaupun sudah mendapatkan

penyuluhan tentang makanan atau gizi, tetapi banyak yang tidak

melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya supaya

mempertahankan menu seimbang dari diet, dengan komposisi

sekitar 50 hingga 60 % karbohidrat, 20 % hingga 30 % lemak dan

12 hingga 20 % lainnya dari protein. Prinsip umum diet dan

pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

diabetes.

Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes disarankan

untuk mencapai tujuan sebagai berikut : Memberikan semua

unsur makanan esensial (misalnya : vitamin, mineral), Mencapai

dan mempertahankan berat badan yang sesuai, Memenuhi

kebutuhan energi, Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap

harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati

normal melalui cara-cara yang aman dan praktis, Menurunkan

kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

a) Karbohidrat

Tujuan diet ini adalh meningkatkan konsumsi

karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat tinggi)

seperti roti, gandum-utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan


24

pasta/mie yang berasal dari gandum yang masih

mengandung bekatul.

Karbohidrat sederhanapun tetap harus dikonsumsi

dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika

dicampur ke dalam sayuran atau makanana lain dari pada

harus terpisah.

b) Lemak

Rekomendasi pembatasan kandunagn lemak dalam diet

diabetes mencakup penurunan persentase total kalori yang

berasal dari sumber lemak hingga kurang dari 30 % total

kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 %

total kalori. Pembatasan asupan total kolesterol dari

makanan hingga kurang dari 300 mg/hari sangat

dianjurkan.

Rekomendasi ini dapat membantu mengurangi faktor

risiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang

berhubungan dengan proses terjadinya oenyakit coroner

yang merupakan penyebab utama kematian pada penderita

diabetes.

c) Protein

Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa

makanan sumber protein nabati ( misalnya : kacang-


25

kacangan dan biji-bijian yang utuh) dapat membantu

mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh (Smaltzer

& Bare (2002).

2) Olahraga/ latihan

Pada prinsipnya olahraga olahraga bagi penderita DM tidak

berbeda dengan olahraga untuk orang sehat. Juga antara penderita

baru ataupun lama. Olahraga bertujuan untukmmembakar kalori

tubuh, sehigga glukosa darah bias terpakai untuk energy, dan

kadar gula darahnya dapat menurun. Orang-orang yang tidak

ketergantunagan insulin, kadar gulanya dapat menurun hanya

dengan melakukan olahraga. Penderita diabetes yang telah lama,

dikhawatirkan bias mengalami artrosklerosis (penyempitan

pembuluh darah). Namun, dengan berolahraga timbunan

kolesterol pada pembuluh darah akan berkurang, sehingga resiko

terkena penyakit jantung juga akan menurun.

Jenis olahraga yang dapat dipilih bagi penderitra diabetes

sebaiknya yang memiliki nilai aerobic tinggi seperti jalan cepat,

lari (jogging), senam aerobic, renang dan bersepeda. Dan

dianjurkan pada penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk

melakukan senam kaki. senam kaki adalah kegiatan atau latihan

yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah

terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah


26

bagian kaki. Senam kaki juga dapat membantu memperbaiki

sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu juga dapat

meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi

keterbatasan pergerakan sendi. Olahraga sebaiknya dilakukan

secara teratur yaitu dengan frekuensi 3-5 kali seminggu dengan

durasi waktu kira-kira 60 menit (Artikah & Widianti, 2010).

B. Konsep Senam Kaki Diabetik

1. Definisi

Senam adalah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja, disusun

secara sistematika, dan dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk

dan mengembangkan pribadi secara harmonis. Senam atau latihan tersebut

juga termasuk meliputi beberapa unsur-unsur lompatan, memanjat, dan

keseimbangan (Widianti A & Artikah P, 2010).

Berdasarkan pengertiannya senam kaki adalah kegiatan atau latihan

yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya

luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki

(S,Sumosardjuno, 1986 dalam Widianti A & Artikah P, 2010).

Senam kaki juga dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan

memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk

kaki. Selain itu juga dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha,

dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi.


27

2. Fungsi senam kaki diabetik

Adapun fungsi dilakukannya senam kaki diabetes mellitus yaitu:

a. Memperbaiki sirkulasi darah

b. Memperkuat otot-otot kecil

c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

3. Indikasi dan kontraindikasi

a. Indikasi

Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes

mellitus tipe 1 maupun tipe 2. Tetapi sebaiknya senam kaki ini

disarankan kepada penderita untuk segera dilakukan semenjak

didiagnosa menderita diabetes mellitus sebagai tindakan pencegahan

dini.

b. Kontraindikasi

1) Penderita mengalami perubahan fungsi fisiologi seperti dyspnea

atau nyeri dada.

2) Orang yang depresi, khawatir atau cemas.

4. Hal yang harus dikaji sebelum tindakan

a. Lihat keadaan umum dan kesadaran penderita

b. Cek tanda-tanda vital sebelum melakukan tindakan

c. Cek status respiratori (adakah dispneu atau nyeri tekan)


28

d. Perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberitahuan tindakan

senam kaki tersebut

e. Kaji status emosi pasien (susunan hati/mood, motivasi).

5. Implementasi

a. Persiapan alat : kertas Koran 2 lembar, kursi bila tindakan dilakukn

dalam posisi duduk), hanskun.

b. Persiapan klien : kontrak topic, waktu, tempat dan tujuan

dilaksanakannya senam kaki

c. Persiapan lingkungan : ciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien,

dan jaga privasi penderita.

d. Prosedur pelaksanaan :

a. Perawat cuci tangan

b. Bila dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan penderita

duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai

Gambar 2.1 Pesien duduk di atas kursi


29

c. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki

diluruskan keatas lalu dibengkokan kembali kebawah seperti cakar

ayam sebanyak 10x.

Gambar 2.2 Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruskan

ke atas.

d. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak

kaki diatas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan dilantai

dengan tumit kaki diangkat keatas. Cara ini dilakukan bersamaan

pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak

10x.
30

Gambar 2.3 Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki di angkat

e. Tumit kaki diletakka dilantai. Bagian ujung kaki diangkat keatas

dan buat gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan

kaki sebanyak 10x.

Gambar 2.4 Ujung kaki diangkat ke atas


f. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan

memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10x.


31

Gambar 2.5 Jari-jari kaki di lantai


g. Angakat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari

kedepan turunkan kembali secara bergantian kekiri dan kekanan.

Ulangi sebanyak 10x. luruskan salah satu kaki diatas lantai

kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki kearah

wajah lalu turunkan kembali kelantai.

h. Angkat kedua kaki lalu lurusakn. Ulangi langkah ke delapan, tetapi

gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10x.

i. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut.

Gerakkan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.

j. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan

kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10

lakukan secara pergantian.


32

Gambar 2.6 Kaki diluruskan dan diangkat


k. Letakkan sehelai Koran dilantai. Bentuk kertas tersebut menjadi

seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu

menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki.

Cara dilakukan hanya sekali saja.

 Lalu robek Koran menjadi dua bagian, pisahkan kedua

bagian Koran.

 Sebagian Koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan

kedua kaki.

 Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan

kedua kaki, lalu letakkan sobekan kertas pada bagian kertas

yang utuh.
33

 Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk

bola.

Gambar 2.7 Membentuk kertas Koran


6. Hal yang harus dievaluasi setelah tindakan
a. Pasien dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki.
b. Pasien dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki.
c. Pasien dapat memperagakan sendiri teknik-teknik senam kaki secara
mandiri.
7. Dokumentasi tindakan
a. Respon pasien
b. Tindakan yang dilakukan klien sesuai atau tidak dengan prosedur
Kemampuan klien melakukan senam kaki (Widianti A & Artikah P,

2010).

8. Sensitivitas atau sirkulasi darah ujung telapak kaki diabetes mellitus

Sirkulasi darah adalah aliran darah yang dipompakan jantung

kepembuluh darah dan dialirkan oleh arteri keseluruh organ-organ tubuh

salah satunya pada organ kaki (Hayens, 2003). Sensitivitas adalah keadaan
34

responsivitas abnormal terhadap rangsangan atau memberi respon secara

cepat dan akut (Dorland, 2002). Pengukuran sensitivitas dilakukan dengan

cara membandingkan hasil pengukuran sensitivitas atau kepekaan dengan

menggunakan jarum, sikat dengan kapas. Kriteria sensitivitas pada ujung

telapak kaki menurut (Suriadi, 2004) adalah nilai 0 adalah tidak ada

sensitivitas, nilai 1 adalah sensitivitas kurang, nilai 2 adalah sensitivitas

sedang, nilai 3 adalah sensitivitas baik (normal).

Menurut (Markam, 2008) sensibilitas terdiri dari : Sensibilitas

permukaan : rasa raba, nyeri dan suhu, Sensibilitas dalam : rasa sikap, rasa

getar dan nyeri dalam( dari struktur otot, ligament, fasia, dan tulang), dan

Fungsi kortikal untuk sensibilitas : stereognosis, pengenalan dua titik dan

pengenalan bentuk rabaan. Syarat pemeriksaan menurut (Markam, 2008)

Pasien harus sadar, cukup cerdas dan cukup kooperatif, Perlu diterangkan

kepada pasien maksud, cara dan respon yang diharapkan pada

pemeriksaan dan Dilakukan secara rileks dan tidak melelahkan pasien.

Cara pemeriksaan sensibilitas menurut (Markam, 2008)

a. Cara pemeriksaan sensibilitas permukaan :

1) Pemeriksaan rasa raba :

Dengan kapas yang digulung memanjang, pemeriksaan

dilakukan secara berganti tempat acak(random) mulai dari

kepala turun kebawah seluruh tubuh, pasien diminta

menyebutkan “ya” bila ia merasakan rabaan pada kulit tadi.


35

Bandingkan rasa raba antara tubuh sebelah kanan dan sebelah

kiri.

2) Pemeriksaan rasa nyeri

Mula-mula pasien diberitahukan dan dicobakan untuk

membedakan dua tusukan yang bersifat tajam dan tumpul

dengan sebuah jarum pentul (sebelah berujung tajam dan

sebelah lainnya terdapat bulatan kecil). Pada pemeriksaan

nanti pasien harus menyebutkan apa yang dirasakan, “tajam”

atau “tumpul”. Pemeriksaan dilakukan dari kepala terus turun

kebawah secara random. Mata pasien sebaiknya ditutup.

3) Pemeriksaan suhu tubuh

Dengan mempergunakan dua buah botol berisi air dingin (10

derajat celcius) dan air panas (43 derajat celcius) kulit pasien

dirangsang secara berganti-ganti dan pasien diminta

menyebutkan “panas” atau “dingin”. Pemeriksaan dilakukan

mulai dari kepala turun kebawah.

b. Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap menurut ( FKUI, 2011 )

1) Biasanya rasa gerak dan rasa posisi diperiksa seara bersamaan.

Ini dilakukan dengan menggerakkan jari-jari secara pasif dan

menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut

serta mengetahui arahnya (gambar 1.2). Pada orang normal ia

sudah merasakan arah gerakan bila sendi-interfalang digerakan


36

sekitar dua derajat atau 1 mm. selain itu juga diselidiki apakah

ia tahu posisi dari jari-jarinya.

Gambar 3.1 Memeriksa rasa gerak dan posisi.

Pada pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap ini kita

gerakkan bagian dari ekstremitas kita tempatkan. Selama

pemeriksaan, mata pasien dipejamkan atau ditutup. Jari yang

diperiksa diupayakan tidak menyentuh dengan jari lainnya,

karena hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk mengetahui

arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa gerakanya terganggu.

Sambil memperhatikan hal diatas, kemudian pasien disuruh

mengatakan “ya” bila ia merasakan suatu gerakan, kemudian ia

disuruh pula mengatakan kemana arah gerakan tersebut, “atas”

atau “bawah”.

Namun, bila dijumpai gangguan, maka dilanjutkan dengan

pemeriksaan pada bagian badan yang lebih besar, misalnya

tangan dan kaki. Kaki kita gerakan secara pasif dan dengan
37

mata tertutup pasien disuruh menunjukkan dimana letak ibu

jari atau tumitnya; atau satu lengan kita tempatkan secara pasif

pada posisi tertentu, kemudian dengan mata tertutup pasien

disuruh menempatkan lengan yang lainnya pada sikap yang

sama; atau satu tangan kita gerakan secara pasif, kemudian

dengan mata ia disuruh memegang ibu jari tangan tersebut

dengan tangan lainnya.

2) Pemeriksaan rasa getar

Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan

menempatkan garputala yang sedar bergetar pada ibu jari kaki.

Biasanya garputala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz.

Garputala kita ketok dan ditempatkan pada ibu jari kaki atau

tulang malleolus. Pasien ditanya pakan ia merasa getaranya;

dan ia disuruh memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan

getaran lagi (FKUI, 2011).

3) Pemeriksaan rasa nyeri dalam

Pemeriksaan dilakukan dengan jari pemeriksa ke struktur yang

terletak dalam, mula-mula perlahan kemudian makin kuat.

Untuk bagian bawah tubuh dapat ditekan tendon Achilles,

muskulus gastrocnemius dan testikel.untuk bagian atas tubuh

dapat dilakukan hiperfleksi dari sendi-sendi jari tangan.


38

Penilaian rasa nyeri dalam ini hanya untuk hipersensitif ayau

hiposensitif yang eksterm (Markam, 2008).

C. Proses keperawatan keluarga

1. Tahap VI ( keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda (Launching

Center Families)

Pemulaan tahap kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama

meninggalkan rumah dan berakhir dengan “rumah kosong” atau ketika

anak terakhir meninggalkan rumah. Tugas dari keluarga in sendiri yaiut

membantu anak tertua dalam melepaskan diri, dan membantu anak yang

lebih kecil untuk mandiri. Ketika anak yang “dilepaskan” telah menikah.

Tugas-tugas perkembangan keluarganya adalah :

a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota

keluarga yang baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak.

b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali

hubungan perkawinan.

c. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami

maupun istri.

2. Pengkajian

Proses pengkajian dimulai dengan mengumpulkan informasi secara

sistematis dengan menggunakan alat pengkajian keluarga, kemudian

diklasifikasikan dan dianalisa (Sulistyo, 2012).


39

3. Diagnosa yang mungkin timbul pada keluarga dengan Diabetes Mellitus

antara lain (Doenges, 2000).

a. Risiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan

dengan :

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat pada

anggota keluarga yang sakit.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

b. Risiko injuri

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat pada

anggota keluarga yang sakit.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.


40

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan :

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat pada

anggota keluarga yang sakit.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

d. Kekurangan volume cairan kemungkinan dibuktikan oleh: peningkatan

haluaran urine, urine encer, kelemahan, mudah haus, penurunan berat

badab tiba-tiba, kulit atau membrane mukosa kering, turgor kulit

buruk, hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler.

Berhubungan dengan :

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

mengenai kekurangan volume cairan.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan tepat

pada anggota keluarga yang sakit.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.


41

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

e. Nutrisi, perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh kemungkinan

dibuktikan oleh : melaporkan masukan makanan tak adekuat, kurang

minat pada makanan , penurunan berat badan, kelemahan, kelelahan,

tonus otot buruk, diare.

Berhubungan dengan :

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2) Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang

tepat pada anggota keluarga yang sakit.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

f. Kelelahan

1) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat pada

anggota keluarga yang sakit.


42

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang

menunjang kesehatan.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada.

4. Fokus Intervensi

1) Risiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori

a) Pengetahuan

Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang

gangguan persepsi sensori (pandangan kabur).

b) Sikap

Anjurkan klien untuk dibawa kepelayanan kesehatan terdekat,

untuk penggunaan kaca mata, dan penggunaan obat.

Anjurkan pasien untuk memeriksakan kesehatan matanya ke

dokter spesialis mata.

Motivasi klien untuk oatuh minum obat.

c) Ketrampilan

Berikan informasi atau pengetahuan tentang menurunnya

ketajaman fungsi penglihatan akibat lanjut dari manifestasi klinis

bagi penderita DM.


43

2) Risiko injuri

a) Pengetahuan

Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pengertian, penyebab,

dan akibat atau cidera dari DM.

Diskusikan kepada klien dan keluarga untuk mencegah agar tidak

terjadinya cedera.

b) Sikap

Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan yang tepat dalam

mengatasi masalah akibat lanjut dari DM.

Anjurkan klien untuk selalu memakai alas kaki.

c) Ketrampilan

Ajarkan kepada klien dan anggota keluarga lain untuk memelihara

lingkungan agar tidak terjadi cidera.

3) Risiko tinggi terhadap infeksi

a) Pengetahuan

Berikan pengetahuan kepada klien dan keluarga klien mengenai

risiko tinggi terhadap infeksi tentang adanya luka pada penderita

DM.

Ajarkan kepada klien dan keluarga cara mencegah infeksi dari

DM.
44

b) Sikap

Anjurkan keluarga klien untuk dirujuk ke pelayanan kesehatan

terdekat agar cepat mendapat perawatan luka.

c) Ketrampilan

Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan luka

yang benar. Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan cara

perawatan luka yang benar.

4) Kekurangan volume cairan

a) Pengetahuan

Berikan pengetahuan kepada keluarga dan klien mengenai

manifestasi klinik dari diagnosa kekurangan volume cairan yang

bias menitik beratkan dari penyakit diabetes mellitus.

Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang

kekurangan volume cairan pada pasien diabetes mellitus.

b) Sikap

Anjurkan kepada klien untuk selalu memonitoring haluaran atau

keluaran urine.

Motivasi klien untuk menimbang berat badannya kepelayanan

kesehatan terdekat.

c) Ketrampilan

Rujuk klien ke pelayanan kesehatan yang terdekat untuk

mengetahui kesehatannya lebih lanjut.


45

5) Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

a) Pengetahuan

Berikan pendidikan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya

gizi bagi penderita DM.

Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang tata cara

diet yang benar pada penderita DM.

b) Sikap

Motivasi keluarga untuk memberikan diet yang benar pada

anggota keluarga yang menderita DM.

c) Ketrampilan

Mendemonstrasikan cara diet yang benar bagi penderita DM.

Motivasi keluarga untuk mendemostrasikan kembali tata cara diet

yang benar bagi penderita DM.

6) Kelelahan, kelemahan

a) Berikan pendidikan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya

gizi bagi penderita DM.

Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang tata cara

diet yang benar pada penderita DM.

b) Motivasi keluarga untuk memberikan diet yang benar pada

anggota keluarga yang menderita DM.

c) Mendemonstrasikan cara diet yang benar bagi penderita DM.


46

Motivasi keluarga untuk mendemostrasikan kembali tata cara diet

yang benar bagi penderita DM.

D. Intervensi Senam Kaki Diabetes Mellitus Terkait Sensitivitas

Berdasarkan Jurnal

Berdasarkan tesis ( Priyanto. 2012. Pengaruh senam kaki terhadap

tingkat sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada aggregate lansia diabetes

mellitus dimagelang). Didapatkan hasil ada perbedaan sensitivitas kaki antara

sebelum dan sesudah diberikan senam kaki. Intervensi senam kaki diabetes

mellitus dilakukan selama 30 menit dan sesudah dilakukan intervensi, 10

menit kemudian dilakukan pemeriksaan sensitivitas kaki. Sebelum dan

sesudah senam kaki dilakukan pengukuran atau penilaian sensitivitas

dilakukan dengan memberikan rangsang pada ujung jari kaki dengan cara

menggoreskan kapas yang terbuat menyerupai alcohol (deepress) pada ujung

jari kaki. Skor 3, jika terdapat respon didapatkan adanya gerakan kaki atau

divalidasi pasien ditanya mengatakan terasa ada rangsang maka nilai 3 dan

penilaian selesai, jika tidak ada rangsang maka diteruskan dengan

menggoreskan sikat pada ujung jari kaki. Selanjutnya dilakukan penilaian,

jika terdapat respon yaitu didapatkan adanya gerakan kaki atau divalidasi

lansia ditanya mengatakan terasa ada rangsang maka nilai 2 dan penilaian

selesai, jika tidak ada rangsang maka diteruskan dengan menusukkan pada

ujung jari kaki dengan menggunakan jarum yang terpasang pada pena khusus

khusus untuk penusukan daerah kapiler tanpa harus melukai responden. Skor
47

1, jika terdapat respon yang didapatkan adanya gerakan kaki atau divalidasi

pasien ditanya mengatakan terasa ada rangsang maka nilai 1, jika tidak ada

respon yaitu tidak didaptkan adanya gerakan kaki atau divalidasi pasien

mengatakan tidak terasa ada rangsangan maka nilainya 0 dan penilaian

selesai. Penilaian sensitivitas kaki dilakukan sebelum diberikan intervensi dan

setelah diberikan intervensi berupa senam kaki selama 5 kali dalam 2 minggu,

dengan durasi waktu selama 30 menit.

Anda mungkin juga menyukai