Tinjauan Pustaka
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012).
4
2. Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi Diabetes Melitus
menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe 1 / insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM).
Diabetes melitus tipe I adalah bila tubuh perlu pasokan insulin dari luar,
karena sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans telah mengalami
kerusakan, sehingga pankreas berhenti memproduksi insulin.
Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah
dewasa (Lanny, 2007). Pada Diabetes Melitus tipe 1 ini, terjadi
perusakan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Kebanyakan
penderita Diabetes tipe ini sudah terdiagnosa sejak usia muda.
Umumnya pada saat mereka belum mencapai usia 30 tahun.
Karenanya sering juga diabetes ini disebut dengan Diabetes yang
bermula pada usia muda (juvenile-onset diabetes) .
2. Diabetes Melitus tipe 2 / Non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM).
Diabetes tipe 2 terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup
atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga
terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes tipe 2 ini
merupakan tipe Diabetes yang paling umum dijumpai, juga sering
disebut Diabetes yang dimulai pada masa dewasa, dikenal sebagai
NIDDM (Non-insulin-dependent diabetes melitus). Jenis diabetes ini
mewakili sekitar 90 % dari seluruh kasus diabetes . Diabetes tipe 2
ditandai dengan kerusakan fungsi sel beta pankreas dan resisten
insulin, atau oleh menurunya pengambilan glukosa oleh jaringan sbagai
respons terhadap insulin. Kadar insulin dapat normal, turun atau
meningkat, tapi sekresi insulin terganggu dalam hubungannya dengan
tingkat hiperglikemia. Ini biasanya didiagnosa setelah berusia 30 tahun,
5
dan 75% dari individu dengan tipe 2 adalah obesitas atau dengan
riwayat obesitas .
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
· Defek genetik fungsi sel beta.
· Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism,
Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik.
· Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil
produksinya melalui pembuluh).
· Endokrinopati
· Karena obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid,
dilantin, interferon alfa
· Infeksi : Rubella Kongenital
· Sebab imunologi yang jarang : antibodi, anti iinsulin (tubuh
menghasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat
bekerja memasukkan glukosa ke dalam sel)
· Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down,
sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram's.
6
dengan berbagai keparahan dengan serangan atau keparahan awal
selama masa kehamilan.
Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut
ini merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
7
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe 2.
Pada awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usia
dimana keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa yang
menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan persediaan
cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi. Selain itu
kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung yang harus ekstra
keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas.
Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan
dalam sensivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%.
Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita
diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1
dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si
Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu
hamil dan menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum
hamil dan berlanjut setelah hamil.
8
Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh
darah panggul dan pembuluh darah perifer.
Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa hormon yang
mengalami peningkatan jumlah. Misalnya, hormon kortisol, estrogen,
dan human placental lactogen (HPL). Ternyata, saat hamil, peningkatan
jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai pengaruh terhadap
fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah (glukosa). Kondisi ini
menyebabkan kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai
insulin resistance.
Saat fungsi insulin dalam mengendalikan kadar gula dalam darah
terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan naik. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes
gestasional.
9
Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
10
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan
disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. (Santosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
11
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan
masalah.(suprajitno,2004)
MANIFESTASI KLINIS
12
pula datang dengan keluhan akibat komplikasi seperti kebas,
kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan keputihan akibat rentan
infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta adapula yang datang
akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh (Sarwono, 2006).
Penderita Diabetes militus umumnya
menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua
dialami oleh penderita :
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan
dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek.
Ketiga komplikasi tersebut adalah:
13
a) Hipoglikemia
b) Diabetes Ketoasidosis
2) Komplikasi Kronik
a) Komplikasi Makrovaskuler
14
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada penderita
Diabetes Mellitus.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
15
(2) Nefropati
Pemeriksaan Diagnostik
a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara
benedict (reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat
positif pada diabetes.
b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa
dalam darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau
negative (Bare & suzanne, 2002)
16
Penatalaksanaan Medik
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan
berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan
akan diuraikan sebagai berikut : 11 a. Perencanaan Makanan. Standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu
: 1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 % 2) Protein sebanyak 10 – 15 % 3) Lemak
sebanyak 20 – 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-
100)-10%, sehingga didapatkan = 1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal 3) Berat badan lebih = 110-
120% dari BB Ideal 4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal. Jumlah kalori yang
diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-
laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut
sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 12 1) Makanan
pagi sebanyak 20% 2) Makanan siang sebanyak 30% 3) Makanan sore
sebanyak 25% 4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. b.
Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan
kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit
dan olah raga berat jogging. c. Obat Hipoglikemik 1) Sulfonilurea Obat
golongan sulfonylurea bekerja dengan cara : 1) Menstimulasi penglepasan
insulin yang tersimpan. 2) Menurunkan ambang sekresi insulin. 3)
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat
golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
17
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang 13 berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. 2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-
30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea 3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a) Semua penderita DM dari
setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau
pernah masuk kedalam ketoasidosis. b) DM dengan kehamilan/ DM
gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan). c) DM
yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea
atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai
sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea
dan insulin. 14 d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat
penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien
diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik
kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
18
Bab III
1. Pengkajian
19
(Wong’s pediatric nursing 2009. Hal:1140)
1) Biodata
a. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan
pendidikan.
b. Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a. Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.
b. Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan perdarahan.
3) Riwayat kesehatan sebelumnya
a. Riwayat kehamilan/persalinan.
b. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
c. Riwayat pemberian imunisasi.
d. Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.
e. Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah dialami.
4) Riwayat Imunisasi
a. Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT (I, II,
III), Polio (I, II ,III), Campak, Hepatitis, dan riwayat penyakit yang
berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
b. Riwayat Tumbuh Kembang
a) Pertumbuhan Fisik
Berat badan
BBL : 2500 gr – 4000 gr
3 - 12 bulan : umur (bulan) + 9
2
20
2
Tinggi Badan
Umur 1 tahun : 75 cm
Atau
1 tahun : 1,5 x TB lahir
4 tahun : 2 x TB lahir
6 tahun : 1,5 x TB setahun
13 tahun : 3 x TB lahir
21
c) Antropometri
TB : Tinggi badan
BB : Berat badan
LLA : Lingkar lengan atas
LK : Lingkar kepala
LD : Lingkar dada
LP : Lingkar perut
d) Sistem pernafasan
Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas,
bunyi tambahan ronchi dan wheezing.
e) Sistem cardiovaskuler
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung,
tekanan darah dan capylary reffiling time.
f) Sistem pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak,
palpasi abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik
usus adakah meningkat atau tidak.
g) Sistem musculoskeletal
Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.
h) Sistem integument
i) Sistem endokrin
j) Sistem penginderaan
22
Hidung : Kemampuan penciuman.
k) Sistem reproduksi
l) Sistem neurologis
1) Fungsi cerebral
2) Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.
3) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan
Gaslow Coma Scale (GCS).
4) Kemampuan berbicara.
5) Fungsi kranial :
Nervus I (Olfaktorius) : Suruh anak menutup mata dan
menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan
benar bau yang berbeda (misalnya jeruk dan kapas alkohol).
Nervus II (Optikus) : Periksa ketajaman penglihatan
anak, Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus
optikus, penglihatan perifer.
Nervus III (Okulomotorius) : Periksa ukuran dan reaksi
pupil, periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka,
suruh anak mengikuti cahaya.
Nervus IV (Troklearis) : Suruh anak menggerakkan mata
kearah bawah dan kearah dalam.
Nervus V (trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan
rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji
terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak
dapat merasakan sentuhan di ats pipi (bayi muda menoleh
bila area dekat pipi disentuh), dekati dari samping, sentuh
bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong
kapas untuk menguji refleks berkedip dan refleks kornea.
23
Nervus VI (Abdusen) : kaji kemampuan anak untuk
menggerakkan mata secara lateral.
Nervus VIII (Fasialis) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasiLarutan manis (gula), Asam (jus lemon),
atau hambar (kuinin) pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik
dengan meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum,
menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati
bayi ketika senyum dan menangis).
Nervus VIII (akustikus) : Uji pendengaran anak
Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior.
Nervus X (vagus) : Kaji anak terhadap suara parau dan
kemampuan menelan, sentuhkan spatel lidah ke posterior
faring untuk menentukan apakah refleks muntah ada (saraf
cranial IX dan X mempengaruhi respon ini), jangan
menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan
epiglotitis, periksa apakah ovula pada posisi tengah.
Nervus XI (aksesorius) : Suruh anak memutar kepala
kesamping dengan melawan tahanan, minta anak untuk
mengangkat bahu ketika bahunya ditekan kebawah.
Nervus XII (hipoglosus) : Minta anak untuk mengeluarkan
lidahnya. periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, (amati
lidah bayi terhadap deviasi lateral ketika anak menangis dan
tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan
“r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak
untuk menjauhkannya, kaji kekuatannya.
6) Fungsi motorik : massa otot, tonus otot dan kekuatan otot
7) Fungsi sensorik: respon terhadap suhu, nyeri dan getaran
8) Fungsi cerebrum: kemampuan koordinasi dan keseimbangan
m) Pemeriksaan diagnostic
24
1) Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia
normositik.
Hemoglobin : Dapat kurang dari 10 g/100 ml
Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : Mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
PT/PTT : memanjang
2. Diagnosa Keperawatan
25
Menurut Donna L Wong 2004 diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
3. Rencana keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut (Wong ,2004: 595-602).
Intervensi Rasional
a) Dorong orang tua untuk tetap rileks a) jelaskan bahwa hilangnya nafsu
pada saat anak makan makan adalah akibat langsung dan
mual dan muntah serta kemoterapi
26
d) Izinkan anak untuk terlibat dalam d) untuk mendorong agar anak mau
persiapan dan pemilihan makanan makan
e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah e) karna jumlah yang kecil biasanya
sedikit tapi sering ditoleransi dengan baik
f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi f) kebutuhan jaringan metabolik
kalori kaya nutrient ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen
dapat memainkan peranan penting
dalam mempertahankan masukan kalori
dan protein yang adekuat
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterirna anak
Intervensi Rasional
a) Mengkaji tingkat nyeri dengan a) informasi memberikan data dasar
skala 0 sampai 5 untuk mengevaluasi kebutuhan
atau keefekti fan
b) Jika mungkin, gunakan prosedur- b) untuk meminimalkan rasa tidak
prosedur (misal pemantauan suhu aman
non invasif, alat akses vena
c) Evaluasi efektifitas penghilang c) untuk menentukan kebutuhan
nyeri dengan derajat kesadaran dan perubahan dosis. Waktu pemberian
sedasi atau obat
Intervensi Rasional
27
a) Berikan perawatan kulit yang a) karena area ini cenderung
cermat, terutama di dalam mulut dan mengalami ulserasi
daerah perianal
b) Ubah posisi dengan sering b) untuk merangsang sirkulasi dan
mencegah tekanan pada kulit
c) Mandikan dengan air hangat dan c) mempertahankan kebersihan
sabun ringan tanpa mengiritasi kulit
d) Kaji kulit yang kering terhadap efek d) efek kemerahan atau kulit kering
samping terapi kanker dan pruritus,ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen
kemoterapi
28