Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya

masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya

yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil

dan merata di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes, 2010).

Penyakit saluran pernafasan mempunyai sumber yang paling penting

pada status kesehatan yang buruk dan mortalitas di kalangan anak berusia

balita. Penyebab utamanya adalah karena Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) atau Acute Respiratory Infection (ARI) baik yang disebabkan oleh bakteri

maupun virus (WHO, 2009).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai

alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Kemenkes,

2012).

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas

sumber daya manusia yang berkelanjutan. Visi pembangunan kesehatan di

Indonesia adalah mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Salah satu faktor utama

yang berperan penting dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010, dan sesuai

dengan target MDG’S 2015 (Millennium Development Goals) adalah menurunkan

Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka

Kematian Anak (AKA). Target yang diharapkan dicapai pada tahun 2015 untuk

1
2

angka kematian balita adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup (Prasetyawati, 2011).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia, (2011) dalam Indonesia merupakan

salah satu Negara yang mempunyai jumlah penduduk sebesar 241.182.182 jiwa.

Meningkatnya kepadatan penduduk di Indonesia ditunjang oleh meningkatnya

angka morbiditas dan mortalitas. Angka mortalitas yang terus meningkat

disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh maupun karena penyakit kronik

dan akut. Hal ini pun terjadi pada anak balita yang kehidupannya sangat rentan

oleh penyakit.

Kasus Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Indonesia selalu

menempati urutan pertama penyebab 32,1% kematian bayi pada tahun 2009,

serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8% tahun

2011. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di

rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009 cakupan

penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang di peroleh 18.749 kasus

sementara target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus. Survey mortalitas yang

dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai

penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari

seluruh kematian balita ( Kemenkes RI, 2012).

Kematian akibat ISPA lebih di dominasi balita usia 1-4 tahun yaitu lebih

dari 2 juta kematian tiap tahunnya, ini juga berarti 1 dari 5 orang balita di dunia

meninggal setiap harinya. Dari seluruh kasus kematian balita usia 1-5 akibat

ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara, termasuk Indonesia yang

menempati peringkat keenam dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus

per tahun (Kemenkes RI, 2010).


3

WHO memperkirakan kejadian (insiden) pneumonia di Negara dengan

angka kematian bayi di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

pertahun pada golongan usia balita. Kejadian pneumoni di Indonesia pada balita

diperkirakan antara 10% sampai dengan 20% pertahun. Menurut WHO kurang

lebih 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar

kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana pneumoni

merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh kurang

lebih 4 juta anak balita setiap tahun (Kemenkes, 2011).

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara-

negara berkembang, seperti di Indonesia maupun di negara maju. Dimana, ISPA

menempati prevalensi tertinggi pada balita yaitu lebih dari 35%. (RISKESDAS,

2010).

Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada

tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi

tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di

Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti

sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita

perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima

menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah

9,4% ( Kemenkes, 2012).

Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur

(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa

Timur (28,3%). Periode prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013

(25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%), sedangkan ISPA yang terjadi

di Kalimantan Barat (20,0%). Pada Riskesdas 2007, Kalimantan Barat juga


4

menunjukkan bahwa ISPA mempunyai rentang prevalensi yang sangat

bervariasi yaitu 8,6%-41,1% (Kemenkes RI, 2013 & Riskesdas, 2013).

Di Kalimantan Barat pada tahun 2007 angka kematian balita kasus ISPA

adalah 59 orang dari 1.000 balita. Pada tahun 2009 terdapat 10.584 kasus ISPA,

pada anak balita terdapat 5.953 kasus ISPA yang tersebar pada puskesmas dan

rumah sakit di 14 kabupaten/kota. Pada tahun 2012 provinsi Kalimantan Barat

menduduki posisi ke 27 dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki penderita

ISPA yaitu 8,31% (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan kota Singkawang tahun 2013

terdapat 4.490 kasus pada balita yang terkena ISPA (Profil Dinas Kesehatan

Singkawang 2013).

Tabel 1. Data Ispa di Puskesmas Singkawang tahun 2013

No Puskesmas Jumlah balita yang terkena ispa


1 Singkawang Barat 161
2 Singkawang Timur 1262
3 Singkawang Utara 86
4 Singkawang Selatan 2062
5 Singkawang Tengah 919

Hasil survey awal dilapangan kasus ISPA pada balita dari bulan

November 2013 s/d Januari 2014 di Puskesmas Singkawang Selatan adalah

466 balita yang terkena ispa. Kasus ispa ini merupakan peringkat pertama dari

10 penyakit terbanyak di puskesmas Singkawang Selatan (Puskesmas

Singkawang Selatan, 2014).

Ispa yang sudah memberat apabila tidak segera ditangani akan

berdampak pada kematian. Kematian seringkali disebabkan karena penderita

data untuk berobat dalam keadaan berat. Permasalahan ini dikarenakan

beberapa Ibu menganggap Ispa adalah penyakit yang biasa terjadi pada balita.

Pengetahuan Ibu masih kurang karena sebagian besar ibu berpendidikan


5

rendah atau SD. Hal ini terlihat dari data tingkat pendidikan Ibu sebagian besar

(66,7%) berpendidikan SD, sehingga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat

pengetahuan Ibu yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sikap dan perilaku

Ibu dalam upaya penanganan penyakit ISPA.

Menurut Notoatmodjo (2003) Keluarga atau rumah tangga adalah unit

masyarakat terkecil. Oleh sebab itu, untuk mencapai perilaku masyarakat yang

sehat harus dimulai dimasing-masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai

terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan

sasaran utama dalam promosi kesehatan pada tatanan ini. Karena orang tua,

terutama ibu merupakan peletak dasar perilaku kesehatan bagi anak-anak

mereka.

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

suatu penelitian yaitu “Gambaran Sikap dan Perilaku Ibu dalam Upaya

Penanganan Penyakit Ispa pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Selatan Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah penelitian adalah

Bagaimanakah Gambaran Sikap dan Perilaku Ibu Dalam Upaya Penanganan

ISPA pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Singkawang Selatan Tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Sikap dan

Perilaku Ibu dalam Upaya Penanganan ISPA pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Singkawang Selatan Tahun 2014.


6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran sikap kognitif Ibu dalam upaya

penanganan penyakit ispa pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Singkawang Selatan Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap afektif Ibu dalam upaya

penanganan penyakit ispa pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Singkawang Selatan Tahun 2014

c. Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu terhadap penyakit ispa

dalam upaya penanganan penyakit ispa pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Singkawang Selatan Tahun 2014.

d. Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu terhadap sistem pelayanan

kesehatan dalam upaya penanganan penyakit ispa pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Selatan Tahun 2014.

e. Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu terhadap lingkungan

kesehatan dalam upaya penanganan penyakit ispa pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Selatan Tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden

Sebagai bahan masukan kepada ibu yang mempunyai anak balita untuk

mengetahui cara menangani penyakit ispa dengan tepat.


7

2. Bagi Peneliti

Memperkaya ilmu dalam penelitian terutama mengenai perilaku dan sikap

ibu dalam upaya penanganan penyakit ispa.

3. Bagi Jurusan Keperawatan Singkawang

Sebagai masukan kepada Jurusan (dalam sebuah penelitian), agar dapat

digunakan sebagai bahan referensi dalam pembelajaran serta sebagai

acuan dalam melakukan penelitian yang akan datang.

4. Bagi Puskesmas Singkawang Selatan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan atau sumber

referensi untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan maupun untuk

melakukan pendidikan kesehatan bagi masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Singkawang Selatan.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian atau

mahasiswa yang berniat untuk penelitian selanjutnya.


8

E. Keaslian Penelitian

Tabel 2. Keaslian Penelitian

Penelitian ini pernah dilakukan oleh :

No Nama Tahun Judul Metode Hasil penelitian


1 Yuliesvic 2009 Perilaku keluarga yang Deskritif 78% (39 orang)
a mempunyai anak usia responden
Bangga balita tentang mempunyai
pencegahan penyakit kebiasaan
ISPA di RT 01/RW 01 berkunjung ke
Kelurahan Panjintan sarana pelayanan
Kecamatan Singkawang kesehatan terdekat
Timur hanya bila balita
sakit saja,76% (38
orang) memberikan
minuman susu
kepada anak
balitanya

2 Dian 2007 Hubungan antara Analitik Ada hubungan yang


Haerani pengetahuan, sikap bermakna antara
dengan perilaku ibu pengetahuan sikap
merawat balita yang dengan perilaku ibu
menderita ispa di merawat balita yang
Kelurahan Tlogosari menderita ispa
Wetan Semarang

Anda mungkin juga menyukai