Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Gaya Hidup

1. Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan

manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Gaya hidup menurut Kotler dan Amstrong dalam Nugraheni

(2007) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari

yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan.

Gaya hidup pada dasarnya merupakan suatu perilaku yang

mencerminkan masalah apa yang sebenarnya ada di dalam alam pikir

pelanggan yang cenderung berbaur dengan berbagai hal yang terkait dengan

masalah emosi dan psikologis konsumen (Nugroho, 2010).

Gaya hidup memiliki banyak komponen. Tetapi secara umum

meliputi beberapa faktor, antara lain : istirahat yang cukup dan teratur,

mengkonsumsi makanan yang sehat secara teratur dan seimbang,

mempertahnkan berat badan ideal, melakukan latihan fisik secara teratur,

benar, terukur dan berkesinambungan, berpandangan positif dan melakukan

pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur (Notoatmodjo, 2010)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa gaya hidup adalah pola tingkah laku seseorang dalam menjalani

hidup.

8
9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup

Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan

oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau

mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses

pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih

lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2007) menyatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang

berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar

(eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan,

kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi dengan penjelasannya sebagai

berikut :

a. Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang

dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang

diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung

pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi,

kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

b. Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah

laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu

dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh

pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk

pandangan terhadap suatu objek.


10

c. Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara

berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

d. Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep

diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk

menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image

merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi

minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola

kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi

permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of

reference yang menjadi awal perilaku.

e. Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk

merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa

contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan

prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung

mengarah kepada gaya hidup hedonis.

f. Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan

menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang

berarti mengenai dunia.


11

Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2007) sebagai

berikut :

a. Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh

langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.

Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok

dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi,

sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah

kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok

tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada

perilaku dan gaya hidup tertentu.

b. Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam

pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang

tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung

mempengaruhi pola hidupnya.

c. Kelas sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan

bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah

urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai,

minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem

sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan

peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan


12

pergaulan, prestise hak- haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial

ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun

diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari

kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

d. Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaankebiasaan yang diperoleh

individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala

sesuatu yang dipelajari meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan

bertindak. Dari beberapa faktor eksternal yang diuraikan, dapat

disimpulkan bahwa faktor kelompok referensi, keluarga, kelas social dan

kebudayaan tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi gaya hidup.

Sebab faktor eksternal merupakan faktor yang membentuk gaya hidup

seseorang dan membawa pengaruh terhadap kebiasaan sehingga

membentuk gaya hidup seseorang. Pola perilaku (behavioral patterns)

akan selalu berbeda dalam situasi dan lingkungan social yang berbeda,

senantiasa berubah dan tidak ada yang menetap. Gaya hidup individu,

yang dicirikan dengan pola perilaku individu akan memberi dampak pada

kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam

kesehatan, gaya hidup seseorang dapat di ubah dengan cara

memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi


13

merubahnya bukan pada individu saja, tetapi juga merubah lingkungan

sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola perilakunya.

Menurut Fardian (2007) dalam Sudiarti (2014) Perubahan gaya

hidup masyarakat, berjalan seiring pertumbuhan ekonomi, sosial budaya

teknologi yang gejala negatifnya sudah banyak dirasakan saat sekarang

ini, seperti kurang gerak secara fisik/olahraga, perilaku merokok, napza,

minuman keras, gizi lebih, kurang sayur, kurang istirahat dan lain-lain.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup pada pasien gagal ginjal

Beberapa macam gaya hidup yang salah sehingga menyebabkan

gagal gingal antara lain:

a. Jarang atau kurang minum air putih akan menyebabkan kerusakan organ

ginjal karena pasokan cairan ke ginjal kita yang kurang, sehingga ginjal

menjadi tidak dapat berfungsi dengan baik. Minumlah sebanyak kurang

lebih 1,5-2 L air dalam sehari, minum banyak tentu akan menyebabkan

sering buang air kecil yang akan membuang banyak kotoran dan racun

dari ginjal. Namun, perlu diperhatikan pula kualitas air yang diminum

harus bersih dan sehat, artinya jernih, bebas kuman, serta tidak

mengandung elektrolit berlebihan ataupun logam berat yang

membahayakan tubuh (Laguliga, (2009) dalam Sudiartia 2014).

b. Diet tidak seimbang dan tidak adekuat, diet tinggi protein dapat

menyebabkan ginjal menjadi rusak. Protein di dalam tubuh berfungsi

sebagai zat pembangun daripada sebagai sumber energi. Akan tetapi, jika

asupannya berlebihan, maka protein akan diuraikan untuk digunakan


14

sebagai sumber energi dan konsekuensinya protein itu akan

membebaskan sejumlah nitrogen yang harus dikeluarkan dari dalam

tubuh sebagai ureum. Jadi ureum, merupakan senyawa yang digunakan

tubuh untuk mengeluarkan kelebihan nitrogen lewat ginjal. Pada orang

gagal ginjal, kemampuan ginjal untuk melakukan hal ini sudah sangat

menurun atau mungkin tidak ada. Dengan demikian, tindakan yang dapat

kita lakukan untuk mengurangi produksi ureum tubuh adalah mengurangi

asupan protein dari makanan (Suhardjo, 2008).

c. Makanan, beberapa makanan di Indonesia yang sering ditemukan di

masyarakat umum di antaranya jeroan dan jengkol. Kandungan asam urat

yang tinggi dalam jeroan akan dapat menyebabkan sumbatan kristal asam

urat dalam ginjal. Jengkol merupakan makanan khas Indonesia yang

banyak dikonsumsi masyarakat, namun dalam keadaan tertentu asam

jengkolat akan membentuk kristal dan mengendap di ginjal yang

akhirnya akan menimbulkan sumbatan. Penderita jengkoleun biasanya

akan mengeluh kesakitan luar biasa dengan kencing yang berdarah

(Laguliga, (2009) dalam sudiartia 2014). Pola konsumsi tinggi lemak

memudahkan terjadinya obesitas. Pada umumnya, obesitas tidak berdiri

sendiri, obesitas sangat dekat dengan peningkatan kadar lemak darah,

hipertensi, dan diabetes militus (Suharjo, 2008). Makanan yang sehat

tentunya mengandung semua unsur gizi seimbang sesuai kebutuhan

tubuh, Baik protein, Karbohidrat, lamak, vitamin, Mineral dan air. Sebisa

mungkin menghindari makanan yang mengandung lemak yang tinggi,


15

Menghindari makanan yang berpengawet, Perbanyak konsumsi buah dan

sayur – sayuran, Mengurangi makanan yang bersantan, Memperhatikan

tekhnik pengolahan makanan, Perbanyak konsumsi air putih dan hindari

minuman beralkohol (Hisyam, (2007) dalam Sudiartia 2014).

d. Mengkonsumsi obat bebas dan tanpa konsultasi ke dokter, harus

diperhatikan indikasi pemakaian, kemasan, kadaluwarsa, keaslian obat

tersebut, dosis obat. Penting diperhatikan pula, penyakit dasar yang telah

diderita (kencing manis, hipertensi, jantung, tiroid, asma, dsb). Minum

obat antinyeri setiap hari untuk jangka waktu yang lama (beberapa

tahun), dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik, sehingga perlu

berkonsultasi dengan dokter ahli untuk meyakinkan bahwa hal tersebut

tidak akan merusak ginjal (Laguliga, (2009) dalam Sudiartia 2014).

e. Memakai beberapa bahan kimia, setiap kali menghirup asap rokok,

walaupun disengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000

macam racun. Karena itu, merokok sama dengan memasukkan racun-

racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok

mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak

penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja

merugikan perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya. Saat ini jumlah

perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-

negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan


16

sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade

2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang pertahun, 70%

diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Bahaya merokok

terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang.

Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan

jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok

meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit

jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga

mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi,

impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Perokok berat

sangat berisiko terkena penyakit ginjal. Perokok berat berisiko enam kali

lebih besar untuk gagal ginjal terminal, daripada orang yang tidak

merokok. Asap rokok dan kandungan racun di dalam rokok, mampu

meningkatkan oksidatif stres yang menyebabkan terbakarnya pembuluh

darah. Kadar nikotin dalam dua batang rokok yang dihisap, memicu

tekanan darah dan naik sebesar 20 ml/hg. Oksidatif stres adalah

kerusakan jaringan akibat kadar oksidan lebih tinggi dari kadar anti

oksidan dalam tubuh. Secara bertahap para perokok berat dapat

mengalami hipertensi. Bila hipertensi itu terjadi terus-menerus, maka

akan terjadi oksidatif stres yang berbahaya. Kalau dibiarkan terus, maka

hal tersebut berisiko menjadi gagal ginjal terminal (Ahyar, 2009).

f. Aktivitas/kegiatan, manfaat yang dapat diperoleh dari aktifitas fisik yang

dilakukan secara teratur telah banyak dilaporkan. Aktifitas fisik yang


17

dilakukan secara teratur selama 30 menit setiap hari minimal 3 kali dalam

seminggu akan membantu memperpanjang umur harapan hidup dan

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit (Ramadhan,

(2008) dalam Muharni 2010).

Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat

dan bugar karena kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua

otot yang kaku. Olahraga dapat membantu meningkatkan kekuatan

tulang, kekebalan tubuh, menguatkan paru-paru, menurunkan emosi

negatif, mempercantik tubuh dan kulit, menambah tenaga, mengurangi

dampak proses penuaan, serta membantu tidur nyenyak. Dampak olah

raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal aerobik dilakukan 3-

5 kali seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih dahulu

(Ramadhan, (2008) dalam Muharni 2010).

Sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) dalam

Muharni (2010) bahwa pola hidup yang cenderung meningkatkan resiko

menderita penyakit dilihat dari aktifitas fisik adalah individu yang lebih

banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur

atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktifitas

minimal 3 kali dalam satu minggu. Individu yang memiliki aktifitas fisik

rendah beresiko mengalami beragam penyakit seperti diabetes,

hiperlipidemia, hipertensi, dan obesitas yang merupakan faktor-faktor

risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal kronik dan gagal

ginjal terminal. Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi


18

terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan serangkaian

pemeriksaan kesehatan terhadap individu yang mengalami penyakit

ginjal terkait dengan peningkatkan prevalensi penyakit gagal ginjal

kronik di Jepang. Adanya hubungan antara gagal ginjal kronik dan gaya

hidup yang berisiko akan membantu dalam meningkatkan upaya-upaya

pencegahan penyakit gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal (Iseki,

2005 dalam Muharni 2010).

B. Gagal Ginjal

1. Definisi gagal ginjal

Gagal ginjal adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut

(kekambuhan) maupun secara kronis (menahun). Gagal ginjal akut bila

penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba-tiba, tetapi kemudian

dapat kembali normal setelah penyebabnya segera dapat diatasi. Gagal

ginjal kronik gejala yang muncul secara bertahap, biasanya tidak

menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal

tersebut sering dirasakan, tahu-tahu sudah pada tahap parah dan sulit

diobati (Smeltzer, 2002 dalam Padila, 2012).

Kerusakan ginjal baik secara struktural maupun fungsional dapat

menganggu fungsi ginjal. Salah satu jenis kerusakan ginjal adalah gagal

ginjal. Gagal ginjal terbagi dua, yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal

kronis. Gagal ginjal akut mengakibatkan gangguan ginjal temporer dan

dapat terjadi k arena komplikasi penyakit, operasi, atau trauma. Gagal


19

ginjal kronis mengakibatkan kerusakan ginjal permanen dimana gangguan

terjadi tanpa disertai gejala fisik. Kondisi ini dapat terjadi karena

glomerulonephritis, pyelonephritis, polycytic kidney disease atau akibat

penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes dan hipertensi

(Suwitra, 2009).

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinis yang di

tandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasannya dalam

beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju

filtrasi glomerolus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar

kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5% mg/dl/hari dan at kadar

nitrogen urea darah sebanyak 10% mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF

(Acute Renal Failure) biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine).

Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya

kemampuanginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga

keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).

Menurut Suwitra ,dkk (2009) Penyakit ginjal kronik memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal

agar ginjal dapat mempertahankan metabolisme tubuh serta

menyeimbangkan cairan dan elektrolit.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan tidak dapat balik dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia


20

(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Smeltzer dan Bare,

2008).

Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua

ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk

kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible. (Baradero, Mary. 2008 hal.

124).

2. Etiologi

Penyebab Gagal Ginjal akut di bedakan menjadi gagal ginjal pre-

renal, gagal ginjal renal, dan gagal ginjal post renal, gagal ginjal pre-renal

merupakan hipoperfusi ginjal, hipoperfusi dapat menyebabkan oleh

hipovolemia atau menurunya volume sirkulasi yang efektif. Pada gagal

ginjal pre renal intregritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga

prognosis dapat lebih baik apabila factor penyebab dapat di koreksi.

Apabila upaya perbaika hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul

GGA renal berupa nekrosis tubular akut karena iskemia.

Gagal Ginjal Renal yang di sebabkan oleh kelainan vascular seperti

vaskulitis, hipertensi maligna, glomerulus nefritis akut, nefritis internal

akut akan di bicarakan tersendiri pada bab lain. Nekrosis tubular akut dapat

di sebabkan oleh berbagai sebab seperti penyakit tropik, gigitan ular,

trauma (crushing injury/bencana alam, peperangan ), toksin lingkungan,

dan zat-zat nefrotoksik.

Gagal Ginjal Post-renal merupakan 10% dari keseluruhan dari gagal

ginjal akut.Gagal Ginjal Akut post renal di sebabkan oleh obtruksi intra
21

renal dan extra renal. Obtruksi Intra Renal terjadi karena deposisi Kristal

(urat, oxalat, sulfonamid,) dan protin (mioglobin, hemoglobin). Obtruksi

externa renal dapat terjadi pada pelvis-ureter oleh obtruksi intrinsic

(tumor, batu, nekrosis papilla) dan exstensik (keganasan pada pelvis dan

hipertrofi/keganasan prostat) serta pada kandung kemih (batu, tumor,

hipertrofi/keganasan prostat) dan uretra (stritura).

Gagal ginjal akut post renal terjadi bila obtruksi akut terjadi pada

uretra, buli-buli dan ureter bilateral, atau obtruksi pada ureter unilateral di

mana ginjal satunya tidak berfungsi.( Markum 2007).

Penyebab penyakit ginjal kronik menurut Morton & Fontaine (2009)

adalah diabetes mellitus, hipertensi, glomerulonephritis, nefritis interstitial

(alergi nefritis interstitial, pyelonefritis), penyakit vakuler mikroangiopati

(penyakit atheroembolic, skleroderma), penyakit bawaan, penyakit

genetik, obstruktif uropathi, penolakan transplantasi, neoplasma atau

tumor, sindrom hepatorenal.

3. Patofisiologi

Penyakit Ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal sebagai

upaya kompensasi yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons), yang

diperantarai oleh molekul vasoaktif. Hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah

glomerulus yang akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang

progresif (Suwitra, 2009). Penurunan fungsi nefron yang progresif akan


22

menyebabkan ancaman terhadap ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Mekanisme adaptasinya, terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban

solut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron agar mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit tersebut (Price & Wilson, 2006).

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan produk akhir

metabolisme protein berupa klirens kreatinin, kreatinin serum serta kadar

nitrogen urea darah (BUN) yang seharusnya diekskresikan ke dalam urin

tertimbun dalam darah (uremia) serta terjadi penurunan laju filtrasi

glomerulus. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan

semakin berat (Suwitra, 2009).

4. Perjalanan Klinis

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3

stadium:

a. Stadium 1

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah

yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini

penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan

laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini

kreain serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas

normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin

hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat

seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test

GFR yang teliti (Lukman, (2009) dalam Sudiartia 2014).


23

b. Stadium II

Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini

penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan

konsentrasi ginjal menurun. Pada tahap ini pengobatan harus cepat

dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan

jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat

mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya

dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih

berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak.

Kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan

kosentrasi BUN ini berbeda-beda, 27 tergantung dari kadar protein

dalam diit stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi

kadar normal (Lukman, 2009). Poliuria akibat gagal ginjal biasanya

lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun

poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya

ditemukan anemia pada gagal ginjal diantara 5%-25%. faal ginjal jelas

sangat menurun dan timbul gejala kekurangan darah, tekanan darah

akan naik, aktifitas penderita terganggu (Lukman, (2009) dalam

Sudiartia 2014).

c. Stadium III Untuk uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%).

Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana

tidak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gagal

ginjal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang,
24

sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur,

kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma.

Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur.

Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin

mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang (Lukman, 2009). Pada

keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan mengikat dengan

sangat mencolok sebagai penurun. Pada stadium akhir gagal ginjal,

panderita mulai merasakan gejala yang cukup parah pada karena ginjal

tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit

dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih)

kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses

penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan

biokimia dan gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi

setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita

pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk

transplantasi ginjal atau dialysis (Lukman, (2009) dalam Sudiartia

2014).

5. Manifestasi klinis

Gagal ginjal akut merupakan sakit yang kritis. Tanda-tanda yang dini

meliputi oliguria, azotemia, dan kadang-kadang anuria. Ketidak

seimbangan elektrolit, asidosis metabolik, dan beberapa akibat berat

lainnya akan terjadi ketika keadaan uremia yang dialami pasien bertambah

berat dan disfungsi renal mengganggu sistem tubuh yang lain.


25

a. Gastro Intestinal : anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi,

stomatitis,perdarahan, hematemesis, membran mukosa yang kering,

pernapasan uremik

b. Sistem syaraf : pusat :sakit kepala, mengantuk, iritabilitas,

kebingungan, neuropati perifer,serangan kejang" bangkitan, koma

c. Kulit : kering, pruritus, pu#at, purpura dan kadang-kadang uremic frost

d. Kardio$askuler : pada awal penyakit, hipotensi& kemudian terjadi

hipertensi, aritmia,kelebihan muatan cairan, gagal jantung, edema

sistemik, anemia, perubahan mekanisme pembekuan darah

e. Pernapasan : edema paru, pernapasan Kussmaul.

Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis :

a. Hipervolemia akibat retensi ureum

b. Hipokalsemia dan hiperkalemia akibat ketidak seimbangan elektrol

c. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogenusd.

d. Asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonate.

e. Nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon

paratiroid yang ditimbulkanf.

f. Neuropati perifer akibat penumpukan zat-zat toksik

g. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah, dan mual akibat

hiponatremiah.

h. Hipotensi akibat kehilangan natrium


26

i. Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia dan penumpukan zat-

zat toksik

j. Frekuensi jantung yang tidak reguler akibat hiperkalemiak.

k. Hipertensi akibat kelebihan muatan cairan

l. Luka-luka pada gusi dan perdarahan akibat koagulo pati

m. Kulit berwarna kuning tembaga akibat perubahan proses metabolic

n. Kulit yang kering serta bersisik dan rasa gatal yang hebat akibat uremic

frost

o. Kram otot dan kedutan (twitching) yang meliputi iritabilitas jantung

akibat hiperkalemi

p. Pernapasan Kassmaul akibat asidosis metabolic

q. .Infertilitas, penurunan libido, amenore, dan impotensi akibat gangguan

endokrinr

r. .Perdarahan GI, hemoragi, dan keadaan mudah memar akibat

trombositopenia dandefek trombosits.

s. Infeksi yang berhubungan dengan penurunan akti$itas makrofag

(Kowalak, 2011).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi (Suwitra, 2009) :

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak


27

terjadi. Bila LFG sudah menurun sampai 20 – 30 % dari normal, terapi

terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi kormobid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

LFG pada pasien gagal ginjal kronik dimana hal ini untuk mengetahui

kondisi kormobid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Kondisi

kormobid antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang

tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius,

obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas

penyakit dasarnya.

c. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama terjadinya

perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus dan

ini dapat dikurangi melalui dua cara yaitu:

a) Pembatasan asupan protein yang mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 %

ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein

tidak selalu dianjurkan.

b) Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.

Selain itu sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat

proteinuria.

d. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler dan komplikasi

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit

kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,

pengendalian displipidemia, pengendalian anemia, pengendalian


28

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit.

e. Terapi Pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal meliputi dialisis (hemodialisis dan peritoneal

dialisis) dan trasplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal yang paling

banyak dilakukan pada saat ini adalah hemodialisis dimana jumlahnya

dari tahun ke tahun terus bertambah


29

C. Kerangka Teori

Gaya hidup 1.gagal ginjal akut


Gagal ginjal
2.gagal ginjal kronis

Faktor-faktor yang mempengaruhi


gaya hidup pada pasien gagal ginjal:
a. Jarang atau kurang minum air putih
b. Diet tidak seimbang dan tidak
adekuat
c. Makanan,
d. Mengkonsumsi obat bebas dan
tanpa konsultasi ke dokter
e. Memakai beberapa bahan kimia
f. Aktivitas/Kegiatan

Sumber : Sudiartia (2014), Nugraheni,, (2007), Ahyar (2009),

Muharni (2010), Suhardjo, (2008) dan Suwitra (2009)

Anda mungkin juga menyukai