Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversibel

dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berasal. Sel-sel tesebut, pada

berbagai stadium akan membanjiri aliran darah. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel

darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang

berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan

di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila

berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini

(Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi,

anemia dan perdarahan1.

Acute myeloid leukaemia (AML), yaitu leukemia yang terjadi pada seri myeloid, meliputi

(neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan lain - lain). Di negara maju seperti

Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih

sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%) 2.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

2.1. Anatomi dan Fisiologi Darah1,3

A. Pengertian

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi

mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam dan

basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari

pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh tubuh; dan

pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke sasaran.

B. Fungsi Darah

I. Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan

zat kimia yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan dan

menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya.

II. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian dari

karbon dioksida.

III. Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung dan arena gerakan fagositosis dari

beberapa sel maka melindungi tubuh dari serangan bakteri.

IV. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan; menyegarkan

cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan

merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ exkretorik

untuk dibuang.

V. Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah.

2
C. Bagian-Bagian Darah

1. Sel darah merah

Jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk darah merah seperti saluran bikokaf tersebut

mempunyai inti, warnanya kuning kemerah-merahan, sifatnya kenyal sehingga bias berubah

bentuk sesuai dengan pembuluh darah. Sel darah merah atau eritrosit berupa saluran kecil ,

cebung pada kedua sisinya sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit

yang saling bertolak belakang.

2. Sel darah putih

Bentuknya bening dan tidak berwarna ukurannya lebih besar dari pritosit, bentuknya lebih

besar 2X sel darah merah, tetapi juga bermacam-macam inti sel dan banyak. Sel

polimorfonulitear dan monosit normal dibentuk hanya dalam sumsum tulang, sebaliknya

limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limpa,

limpa kelenjar timus forsit dan sisa limfoid yang terletak dalam usus dan ditempat lain.

3. Trombosit

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah. Peranannya penting

dalam penggumpalan darah. Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati. Bentuk dan

ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong, warnanya putih.

Trombosit bukanlah sel melainkan berbentuk keping-keping yang merupakan bagian-bagian

terkecil dari sel besar. Trombosit dibuat di susunan tulang, paru-paru dan limpa dengan

ukuran kira-kira 2 – 4 miliron umur peredarannya sekitra 10 hari.

2.2. Definisi

Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa

3
minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960 pengobatan LMA terutam

bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu pengobatan penyakit ini berkembang

secara cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA yang dapat disembuhkan dari penyakitnya.

Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik,

kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang

lebih baik seperti antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi

efek samping pengobatan2.

2.3 Epidemiologi

Kejadian LMA berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan

dengan cara diagnosis dan pelaporannya. LMA mengenai semua kelompok usia, tetapi

kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. LMA merupakan 20% kasus leukemia

pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita LMA setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada

anak berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai

umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4

per 100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun

menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur,

puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan

Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh

Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis LMA.

Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan LMA biasanya menderita LMA subtipe

M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun, terutama dengan

Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi adanya keabnormalan kromosom

pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA.

Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan

trisomi 8.

4
2.4. Etiologi 2

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.Menurut hasil

penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit

leukemia. Faktor risiko tersebut adalah.

 Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di

Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini.

Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi.

Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan

tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.

 Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida

 Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan

 Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita

leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun

pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio

manfaat-risikonya.

 Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita LMA maka

kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada

saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita LMA.

 Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan

oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.

 Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia

post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu hamil yang

mengkonsumsi alkohol.

5
 Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-

cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah

retrovirus dan virus leukemia feline.

 Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan

pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada

sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan

kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.

2.5. Patogenesis

Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses

diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi

akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan

menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan

sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan

adanya sitopenia ( anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya anemia akan menyebabkan

pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas, adanya

trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan

menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termausk infeksi oportunis dari flora normal

bakteri yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya

kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti

kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut

dengan segala akibatnya.2

6
Gambar. Hematopoiesis

Spesifik sitogenetika kelainan dapat ditemukan pada banyak pasien dengan AML, jenis

kelainan kromosom sering memiliki makna prognostik. Pada translokasi kromosom yang

abnormal menyandikan protein fusi, biasanya faktor transkripsi yang mengubah sifat dapat

menyebabkan "penangkapan diferensiasi." Sebagai contoh, pada leukemia promyelocytic

akut, t (15; 17) translokasi menghasilkan protein fusi PML-RARα yang mengikat ke reseptor

unsur asam retinoat dalam beberapa promotor myeloid-gen spesifik dan menghambat

diferensiasi myeloid. Klinis tanda dan gejala hasil LMA dari kenyataan bahwa, sebagai klon

leukemia sel tumbuh, ia cenderung untuk menggantikan atau mengganggu perkembangan sel-

sel darah normal dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan neutropenia, anemia, dan

trombositopenia.

7
2.6. Gejala klinis

Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu dijumpai

leukositosis. Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel

darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung

dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-

gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien LMA antara lain.

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati

keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis LMA dapat

ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini

sebanding dengan anemia.

b. Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga

didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap LMA. Umumnya demam ini timbul

karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga

didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.

c. Perdarahan

Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita

mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain.

Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia. 27

8
d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan

ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga

sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.

e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita LMA. Rasa nyeri ini

disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang

mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien LMA:

a. Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat

karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom

kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

b. Pembesaran organ-organ

Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau

limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita LMA. Splenomegali

lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala

begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe LMA tertentu, misalnya leukemia

monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit yang

didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan

9
biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa

dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan

sekitar 5 % pada subtipe LMA yang lain

2.7. Diagnosis

Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel

dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu

berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenik.

Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi

Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri

dari 8 subtipe (M0 sampai dengan M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB

(French American British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar

LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SSB)

dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil

positif pada pasien LMA tipe M1, M2, M3, M4, dan M6.

10
Subtipe Menurut FAB Nama Lazim

(French American British) ( % Kasus)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan


MO
diferensiasi Minimal (3%)

Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi


M1
(15-20%)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi


M2
granulositik (25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap jenis sel darah yang

berbeda dan melihat apakah mereka berada dalam batas normal. Dalam LMA, tingkat sel

darah merah mungkin rendah, menyebabkan anemia, tingkat-tingkat platelet mungkin rendah,

menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah putih mungkin

rendah,menyebabkan infeksi.

11
Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang mungkin

dilakukan jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum tulang, jarum berongga

dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan sejumlah kecil dari sumsum dan tulang

untuk pengujian di bawah mikroskop. Pada aspirasi sumsum tulang, sampel kecil dari

sumsum tulang ditarik melalui cairan injeksi.

Pungsi lumbal, atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk melihat apakah

penyakit ini telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal, yang mengelilingi sistem saraf

pusat atau sistem saraf pusat (SSP) - otak dan sumsum tulang belakang. Tes diagnostik

mungkin termasuk flow cytometry penting lainnya (dimana sel-sel melewati sinar laser untuk

analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi untuk membedakan antara jenis sel

kanker), Sitogenetika (untuk menentukan perubahan dalam kromosom dalam sel), dan studi

genetika molekuler (tes DNA dan RNA dari sel-sel kanker).

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ;

Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic

resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

Kelainan hematologis

1. Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.

2. Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 103 /mm3. Leukosit yang ada dalam

darah tepi terbanyak adalah myeloblas.

3. Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung “badan

auer” suatu kelainan yang pathogonomis untuk LMA.

Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang masif, sedang

megakariosit dan pronormoblas dijumpai sangat jarang. Kelainan sumsum tulang ini sudah

akan jelas meskipun myeloblas belum tampak dalam darah tepi. Jadi kadang-kadang

12
ditemukan kasus dengan pansitopenia perifer akan tetapi sumsum tulang sudah jelas

hiperseluler karena infiltrasi dengan myeloblas. Kadan-kadang ditemukan “Auer body”

dalam mieloblas. Kadang manifestasi pertama sebagai eritroleukemia (ploriferasi eritroblas

dan mieloblas dalam sumsum tulang) yang berlangsung beberapa bulan/tahun sebelum

fambaran mieloblastiknya menjadi jelas benar.

2.8. Diagnosis banding

Leukemia mieloblastik akut harus dibuat diagnosa banding dan semua leukemia akut dan

anemia aplastik. Apabila ditemukan “Auer body” maka diagnosabanding tidak sulit

ditegakkan, oleh karena kelainan ini patogonomis untuk leukemia mieloblastik akut.

Apabila tidak ditemukan Auer body maka harus dikerjakan reaksi peroksidase dimana

pada mieloblas pereksidase akan positif.

Anemia aplastik dengan mieloblastik akut yang alekemik di bedakan atas dasar

pemeriksaan sumsum tulang. Secara klinis endokarditis bakterialis mirip leukemia

mieloblastik akut karena adanya febris, anemia, splenomegali, dan ptechiae. Tentu adanya

riwayat penyakit jantung, splenomegali yang lebih besar dan tidak adanya kelainan pada gusi

dapat membedakan kedua keadaan ini.7,4

2.9.Komplikasi

Dua macam komplikasi yang sering bersifat fatal yaitu perdarahan serebelar dan infeksi.

Komplikasi yang jarang terjadi adalah keluhan akibat tekanan oleh suatu tumor leukemia.

13
2.10. Penatalaksanaan

Perbaiki keadaan umum yaitu : anemia diberikan tranfusi darah dengan PCR (Packed

red cell) atau darah lengkap. Trombositopeni yang mengancam diatasi dengan transfusi

konsetrat trombosit. Apa bila ada infeksi diberikan antibiotika yang adekuat. Terapi spesifik

seperti terapi leukemia pada umumnya dimulai dengan tahap induksi dengan : Doxorubicin

40 mg/mm2 /berat badan/hari 1-5. Dilanjutkan dengan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam/hari 1-7.

Untuk pasien usia di atas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3 hari dan Ara

C 5 hari. Obat pengganti adriamycin adalah Farmorubicin. Dilakukan evaluasi klinis dan

hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir minggu ketiga. Apabila tidak terjadi

remisi atau remisi hanya bersifat parsiil maka terapi harus diganti dengan regimen lain.6,7

Apabila terjadi remisi lengkap (klinis dan hematologis) maka dimulai tahap konsolidasi.

Pada tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm2 hari 1-2 dan Ara C 1-5. Refimen ini

diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu.

Apabila keadaan memungkinkan maka diberikan cangkok sumsum tulang pada saat

terjadi remisi lengkap.1

Terapi standar adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin

dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu selama 7 hari dan

daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi

14
komplit dengan terapi sitarabin dan dounorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal,

sedangkan bila diberikan sebagai obat kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60%

pasien.2

2.11.Prognosis

Dengan terapi agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40

% angka kesembuhan keseluruhan). Penderita yang mengalami relaps setelah mendapat

kemoterapi atau transplantasi autolog dapat diterapi dengan CST allogenetik sebagai terapi

penyelamatan. Beberapa subtipe morfologi atau genetik LMA mempunyai prognosis lebih

baik.

15
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah

putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow

ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih

(berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa

oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses

pembekuan darah).

Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi

ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia :

1. Radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani

kasus Leukemia bahwa Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia, Penderita

dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia, Leukemia ditemukan pada korban hidup

kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.

2. Leukemogenik. Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi

frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia industri seperti

insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.

3.Herediter. Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar

dari orang normal. .

4. Virus. Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus

leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.

16
Sistem Terapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah

kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus

pada pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow.

Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah ditampakkan

oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.

3.2.Saran

Leukemia salah satu penyakit yang berbahaya, sehingga harus diwaspadai dengan cermat,

maka sangatlah penting untuk mencegah penyakit ini dengan cara menghindari faktor resiko

dan menjaga pola hidup sehat sedini mungkin.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Supandiman, Iman. Prof. dr. DSPD. H. Hematologi Klinik Ed. 2. Penerbit Alumni : Bandung.

1997.

2. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.

3. Bakta, I made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006

4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 1996.

5. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia : Jakarta. 2008

6. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4.Jakarta: EGC,

2005

7. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.

Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005

8. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed.

6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003

18

Anda mungkin juga menyukai