Anda di halaman 1dari 12

TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA

Dipresentasikan dalam Seminar Mata kuliah Teori Pembelajaran


Program Pascasarjana (S2) Universitas IslamNegeriAlauddin Makassar
Semester III TahunAkademik 2018/2019

Oleh:

Muhammad Fajrin
Imam Algazali

Dosen Pemandu:

Dr. Muh. Shabir U., M.Ag.


Ulfiani Rahman, M.Si. Ph.D.

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDINMAKASSAR
2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan

berkembangnya psikologi dalam pendidikan maka, berbarengan dengan itu bermunculan pula

berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan bahwa, dengan tumbuhnya pengetahuan

tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan pun menjadi ikut berkembang secara pesat.

Albert Bandura adalah salah psikologi aliran behavioristik yang sangat terkenal dengan

teori belajar sosial (Social Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang

menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi terhadap

lingkungan. Eksperimen yang sangat terkenal dalam teori ini adalah eksperimen Bobo Doll

yang menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) biasa juga disebut pembelajaran

observasional (Observational Learning), telah memberi penekanan tentang bagaimana

perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan sekitar melalui penguatan (Reinforcement) dan

pembelajaran peniruan serta cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu dan juga sebaliknya,

yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi orang yang ada disekitar dan menghasilkan

penguatan (Reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain (Observational

Opportunity).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan sub masalah dalam makalah ini

sebagai berikut :

1. Bagaimana Teori belajar sosial ?

2. Bagaiamana Penerapan teori belajar sosial ?

3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori belajar sosial ?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana teori sosial

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori belajar sosial

3. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan teori belajar sosial


BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori belajar sosial

Albert bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare kota kecil di Alberta, Cananda.

Dia mendapat gelar B.A dari University of British Columbia, kemudia M.A. Pada 1951, dan

Ph.D. pada 1952 dari University of Lowa. Dia ikut magang pasca doktoral di Wichota

Guidance Center pada 1953 dan kemudian bergabung di Tanford University. Pada 1996-1970

dia sempat di Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences.1

Teori kognitif sosial Bandura (Social Cognitive Theory) menyatakan bahwa faktor

sosial dan kognitif memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin

berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup

pengamatan murid terhadap prilaku orang tuanya.

Albert Bandura adalah salah satu arsitek utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan

bahwa ketika murid belajar, mereka dapat mempresentasikan atau mentransformasi

pengalaman mereka secara kognitif. Ingat bahwa dalam pengkondisian operan, hubungan

terjadi antara pengalaman lingkungan dan prilaku. Bandura mengembangkan model

determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: Prilaku, person/kognitif, dan

lingkungan.2

P
Prilaku

P/K L
Person/Kognitif Lingkungan

1
B.R Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theoris of Learning, terj. Triwibowo, Teori Belajar (Ed.
VII;Jakarta: Prenamedia Grup, 2008), h. 356.
2
Jhon W. Santrock, Educational Psycology, terj. Triwibowo, Psikologi Pendidikan(Ed. II; Jakarta:
Kencana,2007),h. 258.
Dari
Gambar model Determinisme Resiprokal dalam pembelajaran dari Bandura
gambar di atas

bisa kita fahami bahwa ketiga faktor ini bisa saling berinteraksi untuk memengaruhi

pembelajaran, faktor lingkungan mempengaruhi prilaku, prilaku mempengaruhi lingkungan,

faktor person (orang/kognitif) mempengaruhi prilaku dan sebgaianya.3

Eksperimen bandura yang sangat familiar adalah eksperimen bobo doll. Hal ini

disebabkan eksperimen bobo doll tersebut menggunakan seorang anak kecil bersama sebuah

boneka. Prosesnya adalah anak kecil diletakkan di sebuah ruangan yang terpisah dengan sekat

kaca yang tembus pandang (One Way Screen), di ruangan sebelahnya, boneka dan seorang

dewasa yang telah dikondisikan ditempatkan sehingga si anak dapat melihat semua aktivitas

orang dewasa tersebut kemudian melakukan tindakan-tindakan yang bervariasi dengan

bonekanya, memainkannya, memperlakukannya dengan kasar, (dipikul, ditendang dan

sebaginya) sesuai dengan skenario yang telah dibuat dalam jangka waktu tertentu.

Beberapa saat kemudian, setelah diberi waktu jeda giliran si anak ditempatkan pada

ruangan yang sama persisi dengan ruangan yang ditempati oleh orang dewasa dengan

bonekanya. Beberapa saat diamati, pada awalnya anak tersebut tidak memunculkan prilaku

aneh dan hanya bermain dengan bonekanya secara wajar. Namun demikian, setelah beberapa

saat bermain dengan bonekanya, mulai tampak dan muncul perilaku-perilaku kasar serta

agresif seperti yang dilakukan orang dewasa dalam memperlakukan bonekanya. Perilaku-

perilaku tersebut sama persis dengan yang dilakukan orang dewasa terhadap bonekanya. Proses

peniruan-peniruan inilah yang kemudian disebut oleh bandura sebagai proses modeling.4

Hasil eksperimennya memunculkan teori yang dikenal dengan teori belajar sosial

(Soscial Learning Theory). Teori belajar sosial dari Albert Bandura menunjukkan pentingnya

proses mengamati dan meniru prilaku dalam proses belajar, membentuk sikap siswa, serta

mempengaruhi reaksi orang lain dalam proses belajar. Artinya, proses belajar pada individu

akan lebih banyak terjadi melalui proses pengamatan terhadap situasi dan kondisi

3
Join W. Santrock, Pendidikan Psikologi, h. 285.
4
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan; Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013),h. 159-160.
lingkungannya. Oleh sebab itu teori ini dengan tegas menjelaskan bahwa kebanyakan perilaku

manusia dipelajari sebagai hasil pengamatan melalui proses modelling. Dari pengamatan satu

ke bentuk pengamatan lainnya yang membentuk sebuah perilaku baru yang akan digunakan

sebagai pedoman dan patokan dalam bertindak.5

Sejak eksperimen awalnya, Bandura (1986) memfokuskan pada proses spesifik yang

terlibat dalam pemebelajaran observasional. Proses itu adalah: atensi (perhatian), retensi,

produksi, dan motivasi.

1. Atensi. Sebelum murid dapat menirukan tindakan model, mereka harus

memerhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan simodel. Seorang murid yang

terganggu oleh dua murid lainnya yang sedang bicara mungkin tak mendengar apa

yang dikatakan guru. Atensi pada model dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik.

Misalnya, orang yang hangat, kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan ketimbang

orang yang dingin, lemah, dan kaku. Murid lebih mungkin memperhatikan model

berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah. Dalam kebanyakan kasus, guru

adalah model berstatus tinggi di mata murid.

2. Retensi. Untuk memproduksi tindakan model, murid harus mengodekan informasi

dan menyimpannya dalam memori sehingga informasi itu bisa di ambil kembali.

Deskripsi verbal sederhana atau gambar yang menarik dan hidup dari apa yang

dilakukan model akan bisa membantu daya retensi murid. Misalnya guru mungkin

berkata “saya akan menunjukkan cara untuk memperbaikinya. Kalian harus

melakukan langkah pertama ini, lalu langkah kedua, lalu langkah ketiga” sembari

menunjukkan cara memcahkan soal matematika. Video dengan menunjukkan

karakter yang penuh warna yang menunjukkan pentingnya untuk menjaga perasan

orang lain. Karakter penuh warna itulah yang menyebabkan terkenalnya sesame

5
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan; Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran, h. 160
street6. Retensi murid akan meningkat jika guru memberikan demonstrasi atau

contoh yang hidup dan jelas.

3. Produksi. Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang mereka

lihat, tetapi karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya, mereka tidak bisa

mereproduksi perilaku model. Seorang anak berumur 13 tahun mungkin

menyaksikan pemain basket David Robinson dan pegolf Nancy Lopez melakukan

keahlian atletik mereka dengan sempurna, atau melihat seorang pianis tersohor atau

artis terkenal menampilkan keahlian mereka. Tetapi, anak itu tidak mampu untuk

mereproduksi atau meniru apa yang dilakukan si model tersebut. Belajar, berlatih

dan berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.

4. Motivasi. Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau dilakukan model,

menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk

meniru tindakan model, namun tidak termotivasi untuk melakukannya. Ini tampak

dalam studi boneka Bobo ketika anak yang melihat model dihukum tidak

mereproduksi atau meniru tindakan agresif si model. Tetapi, setelah mereka diberi

intensif atau penguat (stiker atau buah), mereka melakukan apa yang dilakukan

model. Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu dibutuhkan agar

pembelajaran observasioanl terjadi. Tetapi jika anak tidak meniru atau

mereproduksi perilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang bisa menolong:

(1) memberi imbalan pada model; (2) memberi imbalan pada anak; atau (3)

memerintahkan anak untuk membuat pernyataan untuk memperkuat diri, seperti

“Bagus, aku melakukannya!” atau “Oke, saya sudah melakukan hampir semua

tugas yang baik dan benar. Kalau aku terus mencoba, aku akan bisa

menyelesaikannya.”7

Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi dalam meniru perilaku orang lain

adalah sebagai berikut :

6
Sesame Street adalah sebuah acara pendidikan anak-anak yang berasal dari Amerika Serikat untuk
anak-anak pra-sekolah dan merupakan perintis standar televisi edukasi kontemporer yang menggabungkan
pendidikan dan hiburan.
7
Join W. Santrock, Pendidikan Psikologi, h. 288-289
1. Perhatian: mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.

2. Penyimpanan atau proses mengingat: mencakup kode pengodean simbolik.

3. Reproduksi motorik: mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan

keakuratan umpan balik.

4. Motivasi: mencakup dorongan dari luar dan pengahragaan terhadap diri sendiri.8

B. Penerapan teori belajar Sosial

Menurut Sugiyono dan Hariyanto, teori belajar behavioristik memiliki banyak pengikut

sehingga lebih banyak bentuk aplikasinya yang masig di pakai dalam proses pembelajaran.

Menurut sugihartono dkk. Terdapat beberpa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teori

belajar behavioristik dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

1. Mementingkan dan memerhatikan pengaruh lingkungan.

2. Mengutamkan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui mekanisme Stimulus-

Respons (S-R)

3. Mementingkan dan memerhatikan kemampuan yang sudah dimiliki dan berbentuk

pada saat-saat sebelumnya.

4. Mementingkan pembentukan kebiasaan perilaku melalui latihan dan pengulangan.

5. Hasil belajar yang tercapai, terwujud dalam bentuk perilaku-perilaku yang

diinginkan.9

Pada teori belajar sosial Abert Bandura, penerapan dilakukan pada Madrasah Aliyah

Madani Alauddin Pao-Pao pada mata pelajara Akidah Akhlak kelas XI materi Meneladi kisah

Adurahman bin Auf dan Abuzar Al-gifari.

Pada proses pelaksanaan pembelajaran dalam menyampaikan materi meneladani kisah,

guru menayangkang vidio tentang keteladanan Adurahman bin Auf dan Abuzar Al-gifari.

Vidio yang ditayangkan dalam pembelajaran adalah film Animasi keteladanan dengan kualitas

8
Muhammad Thobrani dan Arif Mustafa, Belahar dan Pembelajaran; Pengembangan wacana dan
praktik pembelajaran dalam pembangunan nasional(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011),h. 81-82.
9
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan; Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran, h. 163.
HD, untuk lebih menarik perhatian siswa dengan vidio yang full color dengan warna yang

menarik.

Setalah proses penayangan vidio siswa diinstruksikan untuk merangkum dan

menceritakan ulang tentang keteladanan Adurahman bin Auf dan Abuzar Al-gifari yang telah

disaksikan dalam vidio yang telah ditayangkan, kemudian siswa diberikan kesempatan untuk

mempresentasikan hasil rangkumannya.

Dalam mempresentasikan hasil rangkuman siswa menggunakan metode yang berbeda-

beda ada yang menyampaikan dengan biasa saja dengan nada standar, ada juga yang

menyampaikan dengan sangat bersemangat bahkan sampai mengikuti nada suara animasi yang

telah ditonton atau disebut dengan modelling dalam teori belajara sosial.

Hal yang penting untuk menjadi perhatian dalam penerapan metode pembelajaran

behavioristik jelas tidak bisa diterapkan dalam semua mata pelajaran. Metode pembelajaran ini

cocok pada materi yang membutuhkan praktik dan pembiasaan.

C. Kelebihan dan kekurangan teori belajar sosial

Masing-masing teori pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, kelebihan dan

kekurangan dari sebuah teori mencerminkan bahwa teori adalah sebuah pendapat yang

diperoleh dari hasil penelitian dan penemuan manusia. Berikut kelebihan dan kekurangan dari

teori belajar sosial (Social Learning Theory).

1. Kelebihan

Teori belajar Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya,

karena itu menekankan bahwa lingkungan dengan prilaku seseorang dihubungkan

melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan

semata reflex atas stimulus, melainkan juga reaksi yang timbul akibat interaksi antar

lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar sosial lebih

ditekankan pada perlunya pembiasaan dan immitation (peniruan). Selain itu pendekatan

pembelajaran sosial menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari


perkembangan anak anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan

perkembangan anak-anak, faktor sosial dan kognitif.

2. Kekurangan

Teori pembelajaran social Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori

behavioristik. Ini karena teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan

tingkah laku dan ada kalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam

mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia elajar atau membentuk

tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modelling), sudah pasti terdapat

sebagian individu yang menggunkan teknik peniruan ini juga dalam tindakan negative,

termasuk perlakuan yang tidak diterima masyarkat.10

10
Jeanne. E Ormord, Psikologi Pendidikan: Membantu siswa tumbuh berkembang (Jakarta:
Erlangga,2008), h. 237
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teori belajar sosial Albert Bandura menunjukkan pentingnya proses mengamati dan

meniru prilaku dalam proses belajar, membentuk sikap siswa, serta memengaruhi reaksi

orang lain dalam proses belajar. Artinya, proses belajar pada individu akan lebih banyak

terjadi melalui proses pengamatan terhadap situasi dan kondisi lingkungannya. Oleh

sebab itu teori ini menjelaskan dengan tegas bahwa prilaku manusia sebagian besar

dilahirkan dari modelling.

2. Penerapan metode pembelajaran behavioristik tidak bisa diterapkan dalam semua mata

pelajaran. Teori pembelajaran ini hanya cocok pada materi yang membutuhkan praktik

dan pembiasaan.

3. Kekurangan dari teori pembelajaran sosial yaitu adakalanya cara peniruan tersebut

memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Sedangkan kelebihan

dari teori ini adalah lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu

menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system

kognitif orang tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R dan Matthew H. Olson, Theoris of Learning, terj. Triwibowo, Teori Belajar
.Ed. VII;Jakarta: Prenamedia Grup, 2008.
Irham, Muhammad dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan; Teori dan Aplikasi dalam
Proses Pembelajaran. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013.
Ormord, Jeanne. E, Psikologi Pendidikan: Membantu siswa tumbuh berkembang. Jakarta:
Erlangga,2008.
Santrock , Jhon W., Educational Psycology, terj. Triwibowo, Psikologi Pendidikan. Ed. II;
Jakarta: Kencana,2007.
Soemanto, wasty, Psikologi Pendidikan: Landasan kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta:
Rineka Citpta, 1998.
Thobrani, Muhammad dan Arif Mustafa, Belahar dan Pembelajaran; Pengembangan wacana
dan praktik pembelajaran dalam pembangunan nasional.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,
2011.

Anda mungkin juga menyukai