Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dari-NYA sehingga


penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul “DENGUE HEMORRHAGIC
FEVER”. Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai
pihak, maka tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Siti Taqwa Fitria Lubis, Sp.PD selaku pembimbing dalam
melaksanakan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Kedokteran
Penyakit Dalam Rs. Umum Haji Mina Medan, Sumatera Utara.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................2
-2.1 DEMAM HEMORRHAGIC FEVER........................................ 23 Formatted: Outline numbered + Level: 1 + Numbering Style:
1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25"
+ Indent at: 0.5"
2.1.1 Defenisi ......................................................................................... 2
2.1.2 Etiologi ......................................................................................... 2
2.1.3 Patogenesis .................................................................................... 3
2.1.4 Manifestasi klinis........................................................................... 3
2.1.5 Pemeriksaan penunjang ................................................................ 5
2.1.6 Diagnosis ....................................................................................... 6
2.1.7 Diagnosa Banding ......................................................................... 8
2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 10
2.1.9 Komplikasi ................................................................................... 25
2.1.10 Prognosis ....................................................................................... 26
2.1.11 Pencegahan .................................................................................... 26
2.1.12 Edukasi .......................................................................................... 27

BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 28


BAB IV DISKUSI KASUS ................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Dengue atau DF dan demam berdarah/ DHF (dengue hemorrhagic
fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DHF terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock
syndrome)/ DSS) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau
syok.2
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain
Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi
diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit
dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DHF yang
memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.3
Jumlah kasus DHF tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian
pada anak, 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,setiap
tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998
dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800
orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus
tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality
rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89%.4

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
2.1.1 Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan
oleh infeksi virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan
vektor nyamuk Aedes aegypti (Stegomiya aegypti) atau Aedes albopictus
(Stegomiya albopictus). Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3
merupakan serotype dominan.1
Demam dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai oleh demam 2 – 7
hari, yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus dan ditambah dengan adanya 2
atau lebih gejala lain yaitu manifestasi perdarahan baik spontan (ptekie, perdarahan
gusi, purpura, epistaksis, hematemesis, atau melena) maupun berupa uji tourniquet
positif, nyeri kepala, leukopenia (< 4.000/mm3), dan trombositopenia (<
100.000/mm3). Dengue hemorrhagic Fever (DHF) merupakan infeksi virus dengue
dengan ditandai 2 atau lebih manifestasi klinis ditambah dengan bukti perembesan
plasma dan trombositopenia.1,2

2.1.2 Etiologi
Etiologi penyakit DHF adalah virus dangue termasuk famili Flaviviridae,
genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Indonesia memiliki keempat serotipe virus dengue ini. Virus dengue termasuk
dalam kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta
memiliki masa viremia yang pendek. Virion virus dengue tersusun oleh genom RNA
yang dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang
3,4
mengandung dua protein yaitu selubung protein E dan protein membran M.
Jika seseorang terinfeksi pertama kali (primer) dengan satu serotipe maka
orang tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
tersebut, tetapi pada infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda
3

(secondary heterologous infection) pada umumnya memberikan manifestasi klinis


2
yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer.
2.1.3 Patogenesis
Infeksi virus terjadi melaluli gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah
manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai perlawanan,
tubuh akan membentuk antibody, selanjutnya akan terbentuk komleks virus-antibodi
dengan virus yang berfungsi sebagai antigenya.7
Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak
sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut
menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukan dengan
melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan
bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya tubuh akan
mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran
pencernaan (mual darah, berak darah), saluran pernapasan (mimisan, batuk darah),
dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.7

2.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik / tak
bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain (sindrom
virus), demam dengue, dengue hemorraghic syndrome, expanded dengue syndrome.
4

Gambar 3. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 20115


a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul
saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.2
b. Demam dengue (DD)
Demam timbul mendadak tinggi : 39-40°C, terus menerus (pola demam kurva
kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2 – 7 hari. Pada hari ketiga, sakit pada
umumnya suhu tubuh menurun, namun masih di atas normal, kemudian suhu naik
kembali, pola ini disebut sebagai demam pola bifasik. Demam disertai dengan
myalgia, sakit punggung, atralgia, muntah, fotofobia dan nyeri retroorbital pada saat
mata digerakkan. Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang
positif ( ≥ 10 ptekie dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa ptekie spontan. 2
5

c. Demam berdarah dengue


Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7 hari. Demam disertai
gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan,
anoreksia, nyeri kepala, dan nyeri otot dan sendi. Gejala lain dapat berupa nyeri
epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen difus,
kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan. Demam
dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. 2
Manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif (≥10 petekie/inch2), ptekie
spontan, yang ditemukan pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak. Epistaksis
dan perdarahan gusi dapat ditemukan kadang, disertai dengan perdarahan saluran
cerna. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. 2

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :2
1. Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative disertai adanya limfosit plasmabiru >15% dari jumlah
leukosit pada fase syok akan meningkat
2. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-tiga sampai hari
ke-delapan
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit >20% dari hematokrit awal.
4. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
5. SGOT/SGPT : Dapat meningkat
6. Ureum-kratinin : bila di dapatkan gangguan fungsi ginjal
7. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
8. Immunoserologi : dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap Dangue
6

IgM : terdeteksi mulai dari hari ke-3 sampai ke-5 meningkat sampai minggu
ke-tiga
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji inin digunkan untuk kepentingan surveilans.
NS1 : Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
ke-8.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada di dapatkaan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perebesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan(pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG.2

2.1.6 Diagnosis
Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD
ditemukan adanya kebocoran plasma.2
1. Demam Dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,
nyeriretro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,
leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif atau
ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah dengue yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini terpenuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
7

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :


o Uji bendung positif.
o Petekie, ekimosis, atau purpura.
o Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan di tempat lain.
o Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai
berikut :
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan Klasifikasi WHO 2011


DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
DD Demam disertai minimal  Leukopenia (jumlah
dengan 2 gejala : leukosit ≤4000
 Nyeri Kepa sel/mm3)
 Nyeri retro-orbita  Trombositopenia
 Nyeri Otot (jumlah trombosit
 Nyeri sendi/ tulang <100.000 sel/mm3)
 Ruam kulit makulopapular  Peningkatan
 Manisfestasi perdarahan hematokrit (5%-
 Tidak ada tanda perembesan 10%)
plasma  Tidak ada bukti
perembesan plasma
8

DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia


perdarahan (uji bendung positif) <100.000 sel/mm3;
dan tanda perembesan plasma peningkatan hematokrit
≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia


perdarahan spontan <100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
≥20%
DBD* III Seperti derajat I atau II Trombositopenia
ditambah kegagalan sirkulasi <100.000 sel/mm3;
(nadi lemah, tekanan nadi ≤ 20 peningkatan hematokrit
mmHg, hipotensi, gelisah, ≥20%
diuresis menurun
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia
darah dan nadi yang tidak <100.000 sel/mm3;
terdeteksi peningkatan hematokrit
≥20%

Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi,


dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti
dengue positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

2.1.7 Diagnosis banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian
klinis dengan:
a. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
b. Demam Dengue
c. Demam tifoid
d. Malaria
e. Chikungunya
9

DHF Demam tifoid Malaria Chikungunya


Gejala 1. Demam tinggi 1. Demam lama 1. Demam Intermiten, 1. Demam
mendadak 2-7 (1-2 minggu) menggigil dan tinggi (39⁰C)
hari (38⁰ C- 40⁰ dan lebih berkeringat 2. Nyeri pada
C) terasa pada 2. Riwayat Bepergian persendian
2. Manifestasi malam hari wilayah Endemis 3. Tidak nafsu
perdarahan 2. Sakit kepala, 3. Anemia makan
3. Hepatomegali mual, muntah 4. Splenomegali 4. Lemah
4. Syok, tekanan 3. Diare ataupun 5. Ikterus ( Hemolisis 5. Mual
nadi menurun konstipasi/ & Gangguan Hepar ) 6. Sakit kepala
5. Lemah, mual, sembelit 7. Timbul ruam
muntah, sakit 4. Nyeri 8. fotophobia
kepala, diare Abdomen (+)
6. Ruam merah dan 5. Beslag (+)
sakit pada otot
dan persendian

Labora Trombositopenia 1.Tes Widal Ditemukannya parasit Penurunan


torium (<100.000/ uL) 2.Pemeriksaan dalam darah yang trombosit,
Ht >20% kultur darah, dipulas dengan Ht normal,
Pemeriksaan feses dan urin Giemsa Leukosit
antibodi IgG dan meningkat dan
IgM, leukosit Pemeriksaan
normal atau antibodi IgM
menurun
10

2.1.8 Penatalaksanaan10
Spektrum klinis infeksi dengue mencakup infeksi asimtomatik, DD dan
DBD, yang ditandai dengan kebocoran plasma dan manifestasi perdarahan .
Pada akhir masa inkubasi, penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh
tiga tahap, demam, kritis dan fase pemulihan.

Alur triase pasien yang dicurigai dengue di unit rawat jalan


Selama epidemi, semua rumah sakit termasuk di tingkat tersier, menerima
pasien-pasien dengue dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, pihak
berwenang rumah sakit harus mengatur “meja khusus dengue” untuk
menskrining dan memilah pasien yang diduga demam berdarah. Jalur triase
yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
11

Triase Primer
Triase harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan kompeten.
 Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kirim pasien
langsung kepada perawat / asisten medis terlatih (lihat nomor 3 di
bawah).
 Untuk pasien lain, lanjutkan sebagai berikut:
1. Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign (Kotak 11) pada
pasien berisiko tinggi yang akan dinilai oleh perawat atau staf terlatih,
tidak selalu berasal dari medis.
2. Uji tourniquet harus dilakukan oleh tenaga terlatih (jika jumlah tenaga
terlatih tidak memadai, cukup berikan tekanan 80 mmHg untuk> 12
tahun dan 60 mmHg untuk anak-anak usia 5 sampai 12 tahun selama
lima menit).
3. Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, laju
pernapasan dan perfusi perifer, mesti diperiksa oleh perawat terlatih atau
12

asisten medis. Perfusi perifer dinilai dengan palpasi tekanan volume


nadi, suhu dan warna ekstremitas, serta waktu pengisian kapiler.
Prosedur ini merupakan keharusan bagi semua pasien, terutama ketika
monitor tekanan darah digital dan peralatan-peralatan medis lainnya
tersedia. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang tidak
demam namun dengan takikardia. Pasien-pasien seperti ini dan yang
mengalami penurunan perfusi perifer harus dirujuk segera untuk
mendapatkan setidaknya perhatian medis khusus, pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan kadar gula darah secepatnya.
4. Rekomendasi pemeriksaan darah lengkap :
 Semua pasien demam pada kunjungan pertama harus diperiksa
baseline hematokrit, leukosit dan trombosit.
 Semua pasien dengan warning sign.
 Semua pasien dengan demam > 3 hari.
 Semua pasien dengan gangguan sirkulasi/syok (pasien ini harus
menjalani cek glukosa).

Hasil pemeriksaan darah lengkap : Jika terdapat leukopenia dan / atau


trombositopenia, maka pada pasien dengan warning sign harus dikirim
untuk konsultasi medis segera.
5. Konsultasi medis : direkomedasikan untuk Konsultasi medis sesegera
mungkin pada keadaan berikut :
 Syok
 Pasien dengan warning sign khususnya bagi pasien dengan
lama penyakit > 4 hari
6. Keputusan untuk observasi dan penatalaksanaan :
 Syok : resusitasi dan rawat inap
 Pasien dengan hipoglikemia tanpa leukopenia dan/atau
trombositopenia harus diberikan infus glukosa sesegera
mungkin kemudian dilanjutkan dengan pemberian cairan
13

intravena pemeliharaan yang mengandung glukosa.


Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk menentukan
kemungkinan penyebab penyakit. Pasien-pasien ini harus
diobservasi dalam jangka waktu 8-24 jam. Pastikan telah terjadi
perbaikan klinis sebelum pasien dipulangkan, dan pasien
tersebut harus dipantau setiap hari.
 Pasien-pasien dengan warning sign.
 Pasien berisiko tinggi dengan leukopenia dan trombositopenia
7. Edukasi kepada Pasien dan keluarganya harus disampaikan dengan
cermat sebelum pasien dipulangkan (Kotak 12). Hal ini dapat dilakukan
dalam bentuk kelompok yang berjumlah 5 hingga 20 pasien yang
dilakukan oleh staf yang terlatih yang bisa saja bukan perawat / dokter.
Nasehat harus mencakup istirahat total/bed rest, intake cairan oral atau
diet lunak, spon hangat dapat digunakan untuk menurunkan dema selain
dengan parasetamol. Informasi tentang warning sign harus ditekankan,
dan harus dijelaskan kapan pasien harus diperiksa secara medis
secepatnya, bahkan jika jadwal kunjungan berikutnya masih belum tiba.
8. Follow-up : Pasien harus mengerti bahwa masa kritis jusrtu terjadi pada
saat tidak demam dan tindak lanjutnya adalah dengan pemeriksaan
darah lengkap untuk mendeteksi tanda-tanda bahaya dini, seperti
leukopenia, trombositopenia, dan / atau kenaikan hematokrit.
Pemantauan harian diperlukan, kecuali mereka yang telah kembali
aktivitas normal atau jika suhu sudah mulai kembali turun
14

Manajemen kasus DD/DBD di ruang observasi rumah sakit/saat pasien


masuk
Rincian pengelolaan kasus DD/DBD di ruang observasi rumah sakit/saat
pasien masuk dijelaskan di bawah ini:

Pemantauan pasien DBD/DHF selama fase krisis (trombositopenia sekitar


100.000 sel / mm3)
Fase kritis DBD merupakan periode terjadinya kebocoran plasma yang
dimulai sekitar waktu dari penurunan suhu badan hingga normal atau transisi
15

dari demam ke tidak demam. Trombositopenia adalah indikator yang sensitif


pada kebocoran plasma, tetapi juga dapat diamati pada pasien dengan DD.
Peningkatan hematokrit > 10% dari baseline merupakan indikator objektif awal
kebocoran plasma. Pemberian cairan intravena harus dimulai jika asupan oral
buruk atau peningkatan hematokrit terus berlanjut serta jika terdapat warning
sign.

Parameter-parameter berikut harus dipantau:


1. Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan serta tanda dan
gejala lainnya.
2. Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin sesuai indikasi
karena hal tersebut merupakan petanda awal syok dan
mudah/cepat untuk dilakukan.
3. Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan
tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada
pasien non-syok dan 1-2 jam pada pasien syok.
4. Hematokrit serial harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai
enam jam dalam kasus yang stabil dan harus lebih sering pada
pasien yang tidak stabil atau dicurigai mengalami perdarahan.
Harus dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan sebelum
resusitasi cairan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pemeriksaan
hematokrit harus dilakukan setelah bolus cairan dan jangan saat
pemberian bolus cairan sedang berjalan.
5. Jumlah urine harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada
kasus tidak berat, per jam pada pasien dengan syok atau dengan
kelebihan cairan. Selama periode ini jumlah output urine harus
sekitar 0,5 ml/kg/ jam (harus didasarkan pada berat badan ideal).
16

Pemeriksaan laboratorium tambahan


Pada pasien-pasien dewasa atau mereka yang mengalami obesitas atau
penderita diabetes melitus harus menjalani pemeriksaan kadar gula darah.
Sementara itu, pasien yang mengalami syok dan atau dengan komplikasi harus
menjalani pemeriksaan laboratorium seperti diperlihatkan di kotak 13
Perbaikan terhadap nilai laboratorium yang tidak normal harus dilakukan
seperti misalnya: hipoglikemia, hipokalsemia serta asidosis metabolik yang
tidak respon dengan resusitasi cairan. Pemberian vitamin K1 intravena dapat
diberikan jika terdapat pemanjangan waktu protrombin. Perlu dicatat bahwa
pada tempat-tempat dimana fasilitas laboratorium tidak memadai, kalsium
glukonat dan vitamin K1 harus diberikan sebagai bagian dari terapi intravena.
Pada keadaan syok dan tidak respon dengan cairan resusitasi intravena, asidosis
mesti dikoreksi dengan NaHCO3 jika pH < 7,3 dan bikarbonat serum < 15
mEq/L

Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis


Indikasi cairan IV:
 Jika pasien tidak bisa diberi asupan oral yang memadai atau muntah.
 Jika HCT terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral sudah
diberikan.
 Adanya ancaman munculnya syok

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:


17

 Larutan kristaloid isotonik harus diberikan selama fase kritis kecuali


bayi usia < 6 bulan lebih tepat menggunakan natrium klorida 0,45%.

 Larutan koloid Hiper-onkotik (osmolaritas > 300 mOsm / l) seperti


dekstran 40 atau larutan starch dapat digunakan jika kebocoran plasma
masif, dan tidak ada respon dengan pemberian kristaloid dalam jumlah
yang optimal (seperti yang
 direkomendasikan). Larutan koloid iso-onkotik seperti plasma dan
hemaccel kemungkinan tidak efektif.
 Pemberian cairan untuk pemeliharaan +5% dehidrasi harus diberikan
untuk sekedar mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.
 Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga
48 jam bagi mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak syok,
durasi terapi cairan intravena bisa lebih lama namun tidak lebih dari 60
sampai 72 jam. Hal ini karena pasien yang tidak syok baru saja
memasuki fase kebocoran plasma sementara pasien yang sudah syok,
kebocoran plasma berlangsung dalam durasi yang lebih panjang hingga
terapi intravena dimulai.

Pada pasien obesitas, yang digunakan sebagai panduan untuk menghitung


volume cairan adalah berat badan ideal (tabel 9).

Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan kondisi klinis. Kecepatan


infus berbeda antara pasien dewasa dan anak-anak. Tabel 10 menunjukkan
perbandingan kecepatan pemberian infus pada anak-anak dan dewasa dengan
memperhatikan kebutuhan cairan pemeliharaan.
18

Transfusi trombosit tidak direkomendasikan dalam penanganan


trombositopenia (tidak boleh ada transfusi trombosit profilaksis). Namun
pemberian transfusi trombosit dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
riwayat hipertensi dengan trombositopenia yang sangat berat (<`10.000
sel.mm3)
Penanganan Pasien dengan Warning Sign
Hal yang perlu dipastikan dari warning sign adalah apakah warning sign
tersebut bukan suatu gastroenteritis akut, refleks vasovagal, hipoglikemia, dan
sebagainya. Munculnya trombositopenia yang dibarengi dengan bukti
kebocoran plasma seperti kenaikan haemotokrit dan efusi pleura dapat
membedakan antara DBD/SSD dari penyebab yang lain. Pemeriksaan kadar
gula darah dan tes laboratorium dapat dilakukan untuk menemukan
menyebabkan. Untuk masalah-masalah lainnya, pemberian cairan intravena,
terapi suportif dan simtomatik harus diberikan sementara pasien tetap berada di
bawah pengawan di rumah sakit. Pasien dapat dipulangkan ke rumah dalam
waktu 8 sampai 24 jam jika menunjukkan repon pemulihan yang cepat dan
tidak dalam fase kritis (platelet > 100 000 sel / mm3).
Manajemen DBD derajat I, II (kasus non-syok)
Secara umum, masukan cairan (oral + IV) bertujuan untuk pemeliharaan
(untuk sehari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang diberikan
dalam 48 jam. Misalnya, pada anak dengan berat badan 20 kg, defisit dari 5%
adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk satu
hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2.500 ml Pada pasien non-syok,
jmlah cairan ini akan diberikan dalam 48 jam pertama. Kecepatan infus cairan
19

2.500 ml ini dapat diberikan sesuai. [harap dicatat bahwa tingkat kebocoran
plasma TIDAK selalu sama] . Kecepatan pemberian cairan IV harus
disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma , dan disesuaikan dengan kondisi
klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan nilai hematokrit .

Defisit 5% cairan

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/kg/jam

PERBAIKAN Evaluasi TIDAK MEMBAIK


Ht dan frekuensi nadi turun, Ht nadi meningkat
tekanan darah membaik, 3-4 jam tekanan darah menurun < 20mHg
produksi urin meningkat produksi urin menurun

Infus kristaloid
Kurangi infuse TANDA VITAL DAN 10 ml/kg/jam
kristaloid HEMATOKRIT
5 ml/kg/jam MEMBURUK
TIDAK
MEMBAIK
PERBAIKAN
PERBAIKAN
Infus kristaloid
Kurangi infus kristaloid 15 ml/kg/jam

3 ml/kgBB/jam
KONDISI
MEMBURUK tanda
PERBAIKAN syok

Tatalaksan sesuai
Terapi cairan dihentikan syok dan perdarahan
24-48 jam

PERBAIKAN
20

Manajemen syok : DBD derajat III


SSD merupakan syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan
ditandai dengan meningkatnya resistensi vaskuler sistemik, dengan manifestasi
tekanan nadi yang menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan
peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg ) . Ketika hipotensi
muncul, selain kebocoran plasma, kita harus menduga bahwa mungkin telah
terjadi pendarahan yang masif, dimana yang paling sering adalah perdarahan
saluran cerna yang bisa saja tidak tampak/tersembunyi.
Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari SSD berbeda dari syok yang lain
misalnya syok septik . Sebagian besar kasus SSD akan memberikan respon
terhadap pemberian cairan 10 ml/kg (pada anak-anak) atau 300-500 ml (pada
orang dewasa) dalam 1 jam atau bila perlu secara bolus. Selanjutnya, pemberian
cairan harus mengikuti grafik seperti pada. Namun, sebelum memutuskan untuk
mengurangi jumlah cairan IV yang diberikan, kondisi klinis, tanda-tanda vital ,
produksi urin dan nilai hematokrit harus diperiksa terlebih dahulu untuk
memastikan perbaikan klinis.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah
perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, atau
hematokesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5
ml/kg/jam. Pada keadaan ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap
seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya, pemeriksaan tekanan darah, nadi,
pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan
Hb, Ht, dan Trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfusi
kompenen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang, PRC
diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl, transfusi trombosit hanya diberikan
21

pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit <100.000/mm³ disertai atau tanpa KID.

KASUS DBD
Perdarahan spontan dan massif: - Epitaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarah otak

Syok (-)

Hb, Ht, trombo, leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)


Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)


Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb < 10 g/dL) *PRC (Hb < 10 g/dL)
*FFP *FFP
*TC (tromb < 100.000) *TC (tromb < 100.000)
**Heparinisasi 5000-10000/24 jam *pemantauan Hb, Ht, tromb tiap 4-6
drip jam
*pemantauan Hb, Ht, tromb tiap 4-6 *ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam jam kemudian
*ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam kemudian
Cek APTT tiap hari, target 1,5 -2,5 kali kontrol

Manajemen Syok : DBD derajat IV


Resusitasi cairan awal pada DBD derajat IV harus lebih agresif agar cepat
mengembalikan tekanan darah. Pemantauan laboratorium harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menilai ABCS dan keterlibatan organ. Bahkan
hipotensi yang ringan pun harus segera ditangani secara agresif. 10 ml/kg
cairan bolus harus diberikan secepat mungkin, idealnya dihabiskan dalam
waktu 10 sampai 15 menit. Jika tekanan darah berhasil diperbaiki, cairan
intravena lebih lanjut dapat diberikan sebagaimana penanganan pada derajat III.
22

Penatalaksanaan sindrom renjatan dengue

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa Penatalaksanaan


sindrom renjatan dengue
- Kristaloid guyur 10-20ml/kgBB 20-30 menit
- O2 2-4 l/menit
- AGD, Hb, Ht elektrolit, Ur, Kr, gol. Darah

Tetap syok

Kristaloid guyur 20-30


Perbaikan ml/kgBB 20-30 menit

Kristaloid
7 ml/kgBB/jam
Tetap syok

Ht↑ Ht↓
perbaikan
tanda vital/Ht menurun
Kristaloid Kembali Koloid 10-20 ml/kgBB Tranfusi darah segar 10
5ml/kh/jam ke awal tetes cepat 10-15 menit ml/kgBB dapat diulang
sesuai kebutuhan

perbaikan
perbaikan
Kristaloid
Tetap syok
3ml/kh/jam
Koloid (hingga maksimal
30 ml/kgBB
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda
vital/Ht stabil dieresis
cukup perbaikan Tetap syok

Stop infus
Pasang
Koreksi gangguan asam PVC
basa, elektrolit, Hipovolemik normovelemik
hipoglikemia, anwmia,
KID, infeksi sekunder
Kristaloid
dipantau 10-
15
23

Perbaikan Koreksi gangguan


asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
Kombinasi koloid KID, infeksi sekunder
kristaloid

Perbaikan bertahap - Inotropik


vasopresor - Vasopresor
- Afterload

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
evaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah diatasi (ditandai dengan
tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam, bila dalam waktu 60-120 menit
kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila
24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil
pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan
plasma yang mengalami ekstravasasi yang terjadi, ditandai dengan turunnya
hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemia,edema paru
dan gagal jantung).
Bila setelah fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi
maka perhatikan nilai hematokrit. Bila niali hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsug maka pemberian koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahn (internal
bleeding) maka penderia diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
juga diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-
sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan
24

tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan
belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan
kateter vena sentral (PVC) dan pemberian koloid dapat ditambahkan hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 m/hari) dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus
diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. bila tekanan vena sentral
penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka
dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Manajemen perdarahan masif


 Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, upaya harus dilakukan
untuk menghentikan pendarahan jika mungkin. Epistaksis berat,
misalnya, dapat dikontrol dengan nasal packing. Transfusi darah harus
segera dilakukan dan tidak boleh ditunda sampai nilai HCT mengalami
penurunan. Jika jumlah darah yang hilang dapat diukur, maka jumlah
tersebut harus digantikan. Namun, jika pengukuran tidak mungkin
dilakukan, berikan 10 ml/kg whole blood atau 5 ml/kg packed red cell
dan evaluasi respon terapi. Pasien mungkin memerlukan pengulangan
satu kali atau lebih.
 Pada perdarahan saluran cerna, antagonis H-2 dan penghambat pompa
proton bisa digunakan, namun belum ada studi yang tepat untuk
menunjukkan efikasinya.
 Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti
trombosit konsentrat, fresh frozen plasma (FFP) atau kriopresipitat.
Penggunaannya dapat memberikan meningkatkan resiko kelebihan
cairan.
 Rekombinan factor VII diketahui bisa bermanfaat pada beberapa pasien
yang belum mengalami kegagalan organ, namun harganya sangat mahal
dan umumnya tidak tersedia.
25

 Manajemen pasien berisiko tinggi


 Pasien obesitas memiliki cadangan pernapasan yang lebih kecil,
sehingga perlu mendapat perhatian agar pemberian infus cairan
intravena tidak berlebih. Menghitung pemberian cairan resusitasi harus
berdasarkan berat badan ideal. Pemberian koloid harus lebih
dipertimbangkan pada tahap awal terapi cairan. Setelah stabil,
furosemide dapat diberikan untuk menginduksi diuresis.
 Bayi juga memiliki cadangan kurang pernapasan dan lebih rentan
terhadap kerusakan hati dan ketidakseimbangan elektrolit. durasi
kebocoran plasma lebih singkat pada bayi, oleh karena itu biasanya
cepat memberikan respon dengan resusitasi cairan. Oleh karena itu, bayi
harus lebih sering dievaluasi untuk upaya pemberian cairan melalui oral
dan juga pemantauan produksi urin.
 Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula
darah pada pasien demam berdarah dengan diabetes mellitus. Dalam hal
ini kristaloid yang digunakan hendaknya yang tidak mengandung
glukosa
 Wanita hamil dengan demam berdarah harus dirawat segera untuk
memantau perjalanan penyakit lebih intens. Perawatan bersama dengan
dokter kebidanan, serta spesialisasi anak juga sangat penting. Pada
keadaan yang berat, keluarga pasien harus diberikan inform concern.
Jumlah dan kecepatan pemberian cairan IV untuk wanita hamil sama
dengan wanita tidak hamil yakni menggunakan berat badan pra-hamil
untuk menghitung kebutuhan cairan.
 Respon kardiovaskular terhadap terapi pada DBD dapat menjadi kabur
pada pasien penderita hipertensi yang mungkin sedang mengkonsumsi
obat anti-hipertensi yang. Baseline tekanan darah pasien perlu diketahui
untuk dijadikan acuan penilaian. Tekanan darah yang dianggap normal
oleh dokter mungkin saja sebenarnya rendah bagi pasien ini.
26

 Terapi anti-koagulan sebaiknya dihentikan sementara waktu selama fase


kritis.
 Penyakit hemolitik dan hemoglobinopati: Pasien-pasien ini beresiko
mengalami hemolisis dan kemungkinan akan membutuhkan transfusi
darah. Perhatian khusus harus diberikan terhadap terapi hiperhidrasi dan
alkalinisasi, dimana prosedur ini dapat menyebabkan kelebihan cairan
dan hipokalsemia.
 Penyakit jantung bawaan dan iskemik: Terapi cairan harus lebih berhati-
hati sebab pasien kemungkinan memiliki kapasitas jantung yang lebih
rendah
 Untuk pasien yang sebelumnya mendapat terapi steroid, pengobatan
steroid terus dianjurkan tapi jalur pemberian sebaiknya dapat diubah.

2.2.9 Komplikasi
1. Demam Dengue :
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat,
2
dan trauma.
2. Demam Berdarah Dengue :
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (Kegagalan multiple organ).
5. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
2
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai.

2.2.10 Prognosis
27

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan


diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DHF derajat I dan II umumnya baik.
DHF derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.
Angka kematian pada syok yang tidakterkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi
penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada
kasus-kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk8.

2.2.11 Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :7
1. Pembersihan jentik Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,
3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" +
a. Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Indent at: 0.5"
Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
b. Larvasidasi c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.75" +
Indent at: 1"
c. Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
2. Pencegahan gigitan nyamuk Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,
3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" +
a. Menggunakan kelambu Indent at: 0.5"
Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
b. Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles) c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.75" +
Indent at: 1"
c. Tidak melakukan kebiasaan beresiko (tidur siang, menggantung baju)
d. penyemrotan

2.2.12 Edukasi
Edukasi pada pasien dengan DHF adalah istirahat baring 2 – 5 hari
(tergantung kondisi), Banyak minum, sampai kencing menjadi banyak /
sering, Bila terasa kondisi semakin memburuk, segera kembali ke Rumah
Sakit.8
28

BAB III
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pribadi
Nama : Ade Sintia
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Kawin : Belum Menikah
Agama / Suku : Islam
Pekerjaan : Penjaga toko
Alamat : DSN 10 jati luhur gg. Setia kawan
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Demam
Telaah :
Pasien datang ke RS Haji Medan dengan keluhan demam yang di rasakan
sejak ± 5 hari yang lalu, demam tinggi mendadak dan di sertai dengan mengigil,
demam di rasakan sangat tinggi saat hari pertama, kedua dan ketiga demam. Demam
dirasakan terus-menerus dan menurun sejak 2 hari sebelum masuk RS. Pasien juga
mengeluhkan nyeri sendi yang dirasakan sejak ± 5 hari yang lalu.
Pasien uga mengeluhkan badannya lemas, lemas dirasakan sejak ± 5 hari
yang lalu dan juga disertai dengan pusing, pusing dirasakan seperti berputar.
Pasien juga mengeluhkan mual sejak ± 5 hari yang lalu dan disertai dengan
muntah dengan frekuensi 2x/ hari yang berisi makanan yang di makan sebanyak 1
gelas aqua.
Pasien juga mengeluh nyeri di ulu hati, nafsu makan pasien juga menurun.
Pasien juga mengeluhkan munculnya bintik-bintik kecil kemerahan pada tangan dan
kakinya yang dirasakan ± sejak 5 hari yang lalu.

BAK : 3-4x/hari, berwarna kuning jernih


BAB : Belum BAB sejak 4 hari yang lalu
RPT : Thypus, 1 tahun yang lalu
29

RPO : Antasida
RPK : Tidak ada
R.ALERGI : Tidak ada
R.KEBIASAAN : Tidak ada

Anamnesa Umum
- Badan kurang enak : ya - Tidur : Terganggu
- Merasa Lemas : ya - Berat badan : normal
- Merasa kurang sehat : ya - Malas : ya
- Menggigil : ya - Demam : ya
- Nafsu makan : menurun - Pening : tidak
Anamnesa organ
1. Cor
- Dyspneu d’effort : tidak - Cyanosis : tidak
- Dyspnea d’repos : tidak - Angina pectoris : tidak
- Oedema : tidak - Palpitasi cordis : tidak
- Nokturia : tidak - Asma Cardiale : tidak
2. Sirkulasi perifer
- Claudicatio intermitten : tidak - Gangguan tropis : tidak
- Sakit waktu istirahat : tidak - Kebas- kebas : tidak
- Rasa mati Ujung jari : tidak
3. Traktus respiratorius
- Batuk : tidak - Stidor : tidak
- Berdahak : tidak - sesak nafas : tidak
- Haemoptoe : tidak - cuping hidung : tidak
- Sakit dada saat bernafas : tidak - Suara parau : tidak
4. Traktus digestivus
a. Lambung
- Sakit di epigastrium : ya - Sendawa : tidak
- Rasa panas epigastrium : tidak - Anoreksia : tidak
30

- Muntah : ya, 2x isi makanan yang di makan


- Mual-mual : ya
- Hematemesis : tidak - Dysphagia : tidak
- Ructus : tidak - Feotor ex ore : tidak
- Pyrosis : tidak
b. Usus
- Sakit di abdomen : tidak - Melena : tidak
- Borborygmi : tidak - Tenesmi : tidak
- Defekasi : Belum BAB sejak 4 hari yang lalu
- Flatulensi : tidak
- Obstipasi : tidak - Haemorrhoid : tidak
- Diare : ya, (air>ampas)
c. Hati dan Saluran empedu
- Sakit perut kanan : tidak - Gatal dikulit : tidak
- Kolik : tidak - Asites : tidak
- Icterus : tidak - Oedema : tidak
- Berak dempul : tidak
5. Ginjal dan saluran kencing
- Muka sembab : tidak - Sakit pinggang : tidak
- Kolik : tidak - Oligouria : tidak
- Miksi : ya, 3-4x kuning jernih- Anuria : tidak
- Poliuria : tidak - Polakisuria : tidak
6. Sendi
- Sakit : ya - Sakit digerakan : tidak
- Sendi kaku : tidak - Bangkak : tidak
- Merah : tidak - Stand abnormal : tidak
7. Tulang
- Sakit : tidak - Fraktur spontan : tidak
- Bengkak : tidak - Deformasi : tidak
31

8. Otot
- Sakit : tidak - kejang-kejang : tidak
- Kebas-kebas : tidak - Atrofi : tidak
9. Darah
- Sakit dimulut dan lidah : tidak - Muka pucat : tidak
- Mata berkunang-kunang : tidak - Bengkak : tidak
- Pembengkakan kelenjar : tidak - Penyakit darah : tidak
- Merah dikulit : tidak - Perdarahan subkutan : tidak
10. Endokrin
- Polidipsi : tidak - Pruritus : tidak
- Polifagi : tidak - Pyorrhea : tidak
- Poliuri : tidak
11. Fungsi genital
- Menarche : 12 tahun - Ereksi :-
- Siklus Haid : 28 hari - Libido sexual :-
- Menopause :- - Coitus :-
- G/P/A :-
12. Susunan syaraf
- Hipoastesia : tidak - Sakit kepala : ya
- Parastesia : tidak - Gerakan tics : tidak
- Spasme : tidak –Paralisis : tidak
13. Panca indra
- Penglihatan : Normal
- Pengecapan : Normal
- Pendengaran : Normal
- Perasa : Normal
- Penciuman : Normal
14. Psikis
- Mudah tersinggung : tidak - Pelupa : tidak
- Takut : tidak - Lekas marah : tidak
32

- Gelisah : tidak
15. Keadaan sosial
- Pekerjaan : Penjaga Toko
- Hygiene : Baik
-
Anamnesa Penyakit terdahulu
Typhus, 1 tahun lalu
Riwayat pemakaian Obat
Antasida
Anamnesa penyakit Veneris
- Bengkak kelenjar regional : tidak Pyuria : tidak
- Luka-luka di kemaluan : tidak Bisul- bisul : tidak
Anamnesa Intoksikasi
Tidak ada
Anamnesa Makanan
- Nasi : frek 2 x/ Hari - Sayur sayuran : ya
- Ikan : ya - Daging : ya
Anamnesa Family
- Penyakit-penyakit family : Tidak ada
- Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
- Anak: -, Hidup: -, Mati: -
Status Present
Keadaan Umum
- Sensorium : Compos mentis
- Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Temperatur : 37,0⁰ C
- Pernafasan : 22 x/ menit, reguler, thoracalabdominal
- Nadi : 88x/ menit, equal,sedang
33

Keadaan Penyakit
- Anemi : tidak - Eritema : tidak
- Ikterus : tidak - Turgor : Baik
- Sianosis : tidak - Gerakan Aktif : ya
- Dispnoe : tidak - Sikap tidur paksa : tidak
- Edem : tidak

Keadaan Gizi
BB : 52 Kg
TB : 155 cm
RBW : 55/155-100 x 100% = 92% ( Normoweight )

IMT : 52/(155/100)2= 21,6 kg/m2 ( Normoweight )

Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
- Pertumbuhan rambut : Hitam, merata, tebal, tidak mudah dicabut
- Sakit kalau dipegang : tidak
- Perubahan lokal : tidak
a. Muka
- Sembab : tidak Parese : tidak
- Pucat : ya gangguan lokal : tidak
- Kuning : tidak
b. Mata
- Stand Mata : normal - Ikterus : tidak
- Gerakan : kesegala arah - Anemia : tidak
- Reaksi pupil : RC +/+, isokor - Eksoftalmos : tidak
- Ptosis : tidak - Gangguan lokal : tidak
c. Telinga
- Sekret : tidak - Bentuk : normal
34

- Radang : tidak - Atrofi : tidak


d. Hidung
- Sekret : tidak - Benjolan-benjolan : tidak
- Bentuk : normal
e. Bibir
- Sianosis : tidak - Kering : ya
- Pucat : tidak - Radang : tidak
f. Gigi
- Karies : tidak
- Jumlah : tidak di hitung
- Pertumbuhan : normal
- Pyorroe alveolaris : tidak
g. Lidah
- Kering : tidak - Beslag : ya
- Pucat : tidak - Tremor : tidak
h. Tonsil
- Merah : tidak - Membran : tidak
- Bengkak : tidak - Angina lacunaris : tidak
- Beslag : tidak
2. Leher
Inspeksi :
- Struma : tidak - Torticolis : tidak
- Kelenjar bengkak : tidak - Venektasi : tidak
- Pulsasi Vena : tidak

Palpasi
- Posisi trachea : Medial
- TVJ : R-2 cm H2O
- Sakit/ nyeri tekan : tidak
- Kosta servikalis : tidak
35

3. Torax depan
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - Venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris - Pembengkakan : tidak
- Bendungan Vena : tidak - Pulsasi verbal : tidak
- Ketinggalan bernafas : tidak - Mammae : tidak

Palpasi
- Nyeri tekan : tidak - Iktus : tidak
- Fremitus suara : kanan = kiri a. Lokasi :-
- Fremissemen : tidak b. Kuat angkat :-

Perkusi
- Suara perkusi paru : Sonor di 2 lapang paru - Gerakan bebas : 2 cm
- Batas Jantung : - Batas paru hati :
- A. Atas : ICS III linea sternalis sinistra a. Relatif : ICS IV dextra
- B. Kanan : ICS IV linea sternalis dextra b. Absolut : ICS VI dextra
- C. Kiri : ICS V 2cm medial linea Midclavicularis sinistra
Auskultasi
- Paru –paru
o Suara pernafasan : Vesikuler dikedua lapang paru
o Suara Tambahan : Tidak ada
- Cor :
o Heart Rate : 88 x/i
o Suara katup : (M1 > M2), (A2>A1), (P2 > P1), (A2>P2)
o Suara tambahan : Tidak ada
4. Thorax belakang
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis Scapulae alta : tidak
- Simetris/tidak : simetris Ketinggalan bernafas : tidak
36

- Benjolan : tidak Venektasi : tidak


Palpasi
- Nyeri tekan : tidak Penonjolan : tidak
- Fremitus suara : kanan = kiri
Perkusi
- Suara perkusi paru : Sonor dikedua lapang paru
- Gerakan bebas : 2 cm
- Batas bawah paru :
- A. Kanan : Proc. Spinosus Vertebra IX
- B. Kiri : Proc. Spinosus Vertebra X
Aukultasi
- Pernafasan : Vesikuler dikedua lapang paru
- Suara tambahan : Tidak ada

nyeri tekan
di regio
epigastrium

Abdomen
Inspeksi
- Bengkak : tidak
- Venektasi : tidak
37

- Gembung : tidak
- Sirkulasi Collateral : tidak
- Pulsasi : tidak
Palpasi
- Defens muskular : tidak
- Nyeri tekan : tidak
- Lien : tidak teraba
- Ren : tidak teraba
- Hepar : tidak teraba
Perkusi
- Pekak hati : ya
- Pekak beralih : tidak
Auskultasi
- Peristaltik usus : normal (8 x/ menit)
6. Genitalia
-Luka : tidak dilakukan pemeriksaan
-Sikatrik : tidak dilakukan pemeriksaan
-Nanah : tidak dilakukan pemeriksaan
7. Extremitas
a. Atas Kanan Kiri
- Bengkak : tidak tidak
- Merah : tidak tidak
- Stand abnormal : tidak tidak
- Gangguan fungsi : tidak tidak
- Tes Rumpelit : positif positif
- Refleks :
o Bisep : ++ ++
o Trisep : ++ ++
- Radio periost : + +
38

b. Bawah
- Bengkak : tidak tidak
- Merah : tidak tidak
- Eodema : tidak tidak
- Pucat : tidak tidak
- Gangguan fungsi : tidak tidak
- Varises : tidak tidak
- Refleks
o KPR : ++ ++
o APR : ++ ++
o Struple : + +

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 01/04/2019
Nama : Ade Sintia
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Haemoglobin 14,6 g/dl 13-18
Hitung Eritrosit 5,2 106/ul 4.5-6.5
Hitung Leukosit 10.000 /ul 4.000-11.000
hematokrit 43,3 % 35-47
Hitung trombosit 23.000↓ /ul 150.000-450.000
Index Eritrosit
MCV 83,3 Fl 80-100
MCH 23,1 Pg 26-34
MCHC 33,8 % 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1 % 1-3
39

Basofil 1 % 0-1
N. Stab 0↓ % 2-6
N. Seg 45 ↓ % 53-75
Limfosit 47 ↓ % 20-45
Monosit 7 % 4-8
TEST WIDAL
S. typhi O 1/40
S.paratyphi A.O 1/40
S. paratyphi B.O 1/80
S. paratyphi C.O 1/40
S. typhi H 1/80
S. paratyphi A.H 1/40
S. paratyphi B.H 1/40
S. paratyphi C.H 1/40

RESUME
Anamnesis
Keluhan utama : Febris
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan
keluhan :
 Febris (+) Sangat Tinggi saat hari pertama , kedua dan
ketiga demam
 Mengigil (+)
 Arthritis (+) ± 5 hari yang lalu
 Malaise (+) ± 5 hari yang lalu
 Chepalgia (+) ± 7 hari yang lalu
 Nausea (+) ± 5 hari yang lalu
 Vomitus (+) Freq 2x sehari, Isi makanan yag dimakan
 Nyeri tekan di regio epigastrium (+)
40

 Ptekie di tangan dan kaki (+)


 Nafsu makan Menurun (+)

BAK : 3-4x/hari, berwarna kuning jernih


BAB : Belum BAB sejak 4 hari yang lalu
RPT : Thypus, 1 tahun yang lalu
RPO : Antasida
RPK : Tidak ada
R.ALERGI : Tidak ada
R.KEBIASAAN : Tidak ada
R.KEBIASAAN : tidak ada
Status Present
Keadaan umum Keadaan penyakit Keadaan gizi
Sens : Compos Mentis Anemia : tidak TB : 155 cm
TD : 120/70 mmHg Ikterus : tidak BB : 52 kg
Nadi : 88 x/ menit Sianosis : tidak RBW = 52 x 100%
Nafas : 20 x/ menit Dyspnea : tidak 155 - 100
Suhu : 37,00 C Edema : tidak = 94%
Eritema : tidak Kesan: Normoweight
Turgor : baik IMT = 52 x 100%
Gerakan aktif : ya (155/100) 2
Sikap tidur paksa : tidak = 21,6 % kg/m
Kesan: Normoweight

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Wajah : Pucat, Bibir : Kering, Lidah : Beslag
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Extremitas : Dalam Batas Normal
41

Pemeriksaan laboratorium
Darah : trombosit ↓, N.stab ↓, N.Seg ↓, Limfosit ↓

Diagnosa Banding
1) Dengue Hemmorahgic Fever Grade I
2) Demam Dengue
3) Demam Typhoid
4) Malaria
5) Chikungunyah

Diagnosis Sementara
Dengue Hemorrahgic Fever Grade I

Terapi
1. Aktivitas  Tirah baring
2. Diet  MB
3. Medikamentosa
- IVFD RL 20gtt/menit
- IVFD HES 1 FLS / hari
- Inj. Ranitidin 1 ampul 50mg/12 jam
- Inj. Ondansetron 1 ampul 4mg/8 jam
- Inj. Novalgin 1 ampul (KP)
- Curcuma tab 3 x 20 mg/hari
- Antasida syr 3 x Ci
Pemeriksaan Anjuran/ Usul
- NS 1
- IgG dan IgM anti dengue
- Darah Rutin
- Tubex Test
- Apusan Darah Tepi
42

BAB IV

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Anamnesa Anamnesa
 Demam  Demam (+)
 Nyeri sendi  Nyeri sendi (+)
 Nyeri otot  Nyeri otot (-)
 Nyeri retroorbital  Nyeri retroorbital (-)
 Epistaksis  Epistaksis (-)
 Gusi Berdarah  Gusi Berdarah (-)
 Mual  Mual (+)
 Muntah  Muntah (+)
 BAB hitam  BAB hitam (-)
 Perasaan Lelah  Perasaan Lelah (+)
 Nyeri kepala  Nyeri kepala (+)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
 Uji bendung positif.  Uji bendung (+)
 Petekie  Petekie (-)
 Ekimosis  Ekimosis (-)
 purpura.  Purpura (-)
 Perdarahan gusi dan mimisan  Perdarahan gusi dan mimisan (-)
 Hepatomegali  Hepatomegali (-)
 Splenomegali  Splenomegali (-)
 Asites  Acites (-)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang


1. Darah Rutin : 1. Darah Rutin :
- Trombositopenia - Trombositopenia (+)
- Leukopenia - Leukopenia (-)
- Hematokrit ↑ - Hematokrit dalam Batas Normal
- SGOT/SGPT ↑ - SGOT/SGPT (tidak dilakukan
Pemeriksaan )
- Immunoserologi - Immunoserologi (Tidak dilakukan
Pemeriksaan)
- NS1 Antigen - NS1 Antigen ( Tidak dilakukan
Pemeriksaan)
43

Diagnosis banding Diagnosis banding


a. Dengue Hemmorahgic Fever a. Dengue Hemmorahgic Fever
Grade I Grade I
b. Deman Dengue b. Deman Dengue
c. Demam Typhoid c. Demam Typhoid
d. Malaria d. Malaria
e. Chikungunyah e. Chikungunyah
Tatalaksana Tatalaksana
Non-farmakologi Non-farmakologi
 Tirah baring  Istirahat
 MB  MB
Farmakologi Farmakologi
(Simtomatik ) - IVFD RL 20gtt/menit
- Terapi cairan
- IVFD HES 1 FLS / hari
- Antipiretik
- Antasida - Inj. Ranitidin 1 ampl 50mg/12 jam
- Antibiotic - Inj. Ondansetron 1 ampl 4mg/8 jam
- Antifibrinolitik
- Inj. Novalgin 1 amp (KP)
- Curcuma tab 3 x 20 mg/hari
- Antasida syr 3 x Ci
Komplikasi Komplikasi
1. Ensefalopati 1. Ensefalopati (-)
2. Gagal ginjal akut. 2. Gagal ginjal akut. (-)
3. Edema paru dan/ atau gagal 3. Edema paru dan/ atau gagal
jantung jantung (-)
4. Asidosis metabolik & 4. Asidosis metabolik &
perdarahan hebat (Kegagalan perdarahan hebat (Kegagalan
multiple organ). multiple organ)(-)
5. Hipoglikemia / hiperglikemia, 5. Hipoglikemia / hiperglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia hiponatremia, hipokalsemia (-)
44

Prognosis Prognosis
Dubia ad bonam (Baik) Dubia ad bonam (Baik)
Prognosis DHF derajat I dan II
umumnya baik. DHF derajat III dan
IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong

Pencegahan Pencegahan
3.1.Pembersihan jentik Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,
5.1.Pembersihan jentik 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0" +
a. Program pemberantasan Indent at: 0.25"
a. Program pemberantasan
Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,
sarang nyamuk (PSN) 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0" +
sarang nyamuk (PSN) Indent at: 0.25"
b. Larvasidasi
b. Larvasidasi Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.5" +
c. Menggunakan ikan (ikan Indent at: 0.75"
a.c. Menggunakan ikan (ikan
kepala timah, cupang, Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
kepala timah, cupang, sepat) c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.5" +
sepat) Indent at: 0.75"

4.2.Pencegahan gigitan nyamuk Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,


6.2.Pencegahan gigitan nyamuk 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0" +
a. Menggunakan kelambu Indent at: 0.25"
a. Menggunakan kelambu
Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2,
b. Menggunakan obat 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0" +
b. Menggunakan obat nyamuk Indent at: 0.25"
nyamuk (bakar, oles)
(bakar, oles) Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.5" +
a.c. Tidak melakukan Indent at: 0.75"
b.c.Tidak melakukan kebiasaan
kebiasaan beresiko (tidur Formatted: Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b,
beresiko (tidur siang, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.5" +
siang, menggantung baju) Indent at: 0.75"
menggantung baju)
b.d. penyemrotan
c.d.penyemrotan

Edukasi Edukasi
1. Istirahat baring 2 – 5 hari 1. Istirahat baring 2 – 5 hari
(tergantung kondisi) (tergantung kondisi)
2. Banyak minum sampai kencing 2. Banyak minum sampai kencing
menjadi banyak / sering menjadi banyak / sering
3. Bila terasa kondisi semakin 3. Bila terasa kondisi semakin
memburuk, segera kembali ke memburuk, segera kembali ke
Rumah Sakit Rumah Sakit
45

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. Geneva: WHO Library Cataloguing; 2009
2. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. Sudoyo W.A, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, ed 6, jilid I. Jakarta: Internal Publishing; 2014: 539-548
3. World Health Organization. Dengue: Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Hemorraghic Fever. India : WHO Library
Cataloguing; 2011
4. Cris Tanto, et al.Demam Berdarah Dangue. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aeculapius, 2014.hal :716-718.
5. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue
Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense
Council Issue Paper; 2009.
6. Kusriastuti R. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 2009 dan
Tahun 2008.Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI; 2010.
7. Widoyono., (2011), Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga
8. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
9. Zein, U., (2004) Pedoman Penatalaksanaan? One Day Care? Penderita Demam
Berdarah Dengue Dewasa, Fakultas kedokteran universitas Sumatra utara
10. World Health Organization-South East Asia Regional Office (2011).
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. India: WHO;

Anda mungkin juga menyukai