Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR SEMI PADAT

Nama : Luthfiah Eka Sulistyaningrum


NIM : 17/411930/FA/11359
Kelas : B 2017

1. Quiz 2
Berapa molar rasio antara bentuk garam dan asam yang diperlukan untuk menyiapkan
larutan buffer sodium asetat-asam asetat dengan pH 5,76? Nilai pKa asam asetat adalah
4,76 pada suhu 25oC

Jawab:
Asam asetat merupakan asam lemah, maka
[𝐴− ]
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + log
[𝐻𝐴]
[𝐴− ]
5,76 = 4,76 + log
[𝐻𝐴]
[𝐴− ]
1 = log
[𝐻𝐴]
[𝐴− ]
𝑙𝑜𝑔10 = log
[𝐻𝐴]

[𝐴 ]
10 =
[𝐻𝐴]
Mol asam : mol basa konjugasi = 10 : 1

2. Quiz 3
Hitung perubahan pH setelah menambahkan 0,04 mol natrium hidroksida ke satu liter
larutan buffer mengandung 0,2 M konsentrasi natrium asetat dan asam asetat. Nilai pKa
dari asam asetat adalah 4,76 pada 25 oC.
 pH sebelum penambahan :
[𝐴− ]
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + log
[𝐻𝐴]
[0,2]
𝑝𝐻 = 4,76 + log
[0,2]
𝑝𝐻 = 4,76 + log 1

pH = 4,76

 pH setelah penambahan NaOH :


CH3COOH + NaOH --> CH3COONa + H2O
0,2 0,04 0,2 0,04
0,04 0,04 0,04 0,04
0,16 0 0,24 0
[𝐴− ]
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + log
[𝐻𝐴]

[0,16]
𝑝𝐻 = 4,76 + log
[0,24]
𝑝𝐻 = 4,58
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa terjadi perubahan pH dari 4,76 menjadi 4,58
karena adanya penambahan NaOH. Larutan buffer Na-asetat dan asam asetat dapat
mempertahankan pH meskipun ditambah dengan basa kuat dengan jumlah sedikit.
3. Fungsi NaCl dan Ammonium glicirrizat dalam sediaan sirup kering

Fungsi Ammonium Glycirrhizat adalah sebagai flavoring agent (Anonim, 2005).


Sedangkan menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 (2009), fungsi NaCl
dengan kadar kurang atau sama dengan 1% yaitu mengontrol flokulasi dari suspensi.

4. Fungsi Bahan Pengisi dalam formula sirup parasetamol

R/ Parasetamol 24 gram
As. Benzoate 1g
Di- Na Ca-EDTA 1g
Propilenglikol 150 ml
Alkohol 150 ml
Na-Sacharin 1,8 g
Air 200 ml
Flavor q.s.
Lar. Sorbitol ad 1.000 ml

Persentase dan fungsi :


Parasetamol : 2,4 % ; Zat aktif (analgesic)
Asam benzoate : 0,1% ; Pengawet sediaan sirup
Na-Ca EDTA : 0,1 % ; Chelating agent/ sequestering agent
Propilenglikol : 15% ; solven/kosolven
Alkohol : 15% ; Antimicrobial preservative
Na-Sacharin : 0,18% ; Pemanis sediaan sirup
Air : 20% ; Pelarut
Lar. Sorbitol : 47,22% ; pemanis/ pengganti gliserin atau propilenglikol

5. Fungsi bahan pengisi dalam formula sirup antihistamin

R/ CTM 0,4 g
Gliserin 0,25 g
Sirup 83 ml
Lar. Sorbitol (64%) 282 ml
Na- bensoat 1g
Alkohol 60 ml
Pewarna dan flavour q.s
Air ad 1000 ml

Persentase dan Fungsi :


CTM = 0,04% ; Zat Aktif
Gliserin = 0,025% ; Pemanis
Sirup = 8,3% ; Pemanis
Lar. Sorbitol = 28,2 % ; Mencegah kristalisasi di sekitar tutup botol
Na Benzoat = o,1% ; Pengawet/ preservative
Alkohol = 6% ; Pelarut
Air = 57,365% ; Pelarut

6. Pertimbangan pembuatan sirup (Kelarutan)


a. pH
Kelarutan obat dipengaruhi oleh pH. Banyak obat-obat penting yang termasuk ke
dalam kelompok asam lemah dan basa lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan asam
lemah dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada sebagai ion yang biasanya
larut dalam air (Martin,dkk, 1990). Pada obat yang bersifat asam lemah, saat pH
dinaikan, maka kelarutannya pun akan meningkat, karena selain terbentuk larutan
jenuh obat dalam bentuk molekul zat tidak terionisasi juga terlarut obat yang berbentuk
ion. Begitu pula sebaliknya pada obat yang bersifat basa lemah.

 Persamaan Henderson-Haselbach
Fraksi obat yang terionkan (fi) dan fraksi obat yang tidak terionkan (fu) dalam larutan,
hubungannya dengan pH larutan megikuti persamaan Handerson-Hasselbaleh:

Dalam keadaan jenuh, persamaan (1) dapat diubah menjadi


Apabila besarnya pH sama dengan pKa maka kelarutan obat menjadi dua kali kelarutan
intrinsiknya, jika besarnya pH satu unit dilakukan atas pKa kelarutan obat menjadi 11
kali kelarutan intrinsiknya, dan jika besarnya dua unit dilakukan atas harga pKa maka
kelarutannya meningkat menjadi 101 kali kelarutan intrinsiknya (Anonim, 2012).

 Contoh obat :
Kelarutaan barbiturat dan sulfonamide (asam lemah) dalam air akan bertambah dengan
naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa
organik lemah seperti alkoholida dan anestetika local pada umumnya sukar larut dalam
air. Bila pH larutan diturunkan daengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk
garam yang mudah larut dalam air.

b. Kosolven
Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap
solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin
kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan
karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan
mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat (Yalkowsky, 1981).
Kosolven sepeerri etanol, propilen glikol, polietilen glikol, dan glikofural telah
rutin digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan
pembawa air. Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat
meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat. Namun, bisa juga peningkatan
kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven dapat
menurunkan kelarutan solut dalam larutan berair (Yalkowsky, 1981).

Contoh :
Kelarutan asam mefenamat dalam air sangat kecil, pada pH 7,1 temperatur 25oC
adalah 0,00041% dan pada temperatur 37oC adalah 0,008%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan kosolven propilen glikol mampu meningkatkan
kelarutan asam mefenamat sebesar 10 kali lipat. Konsentrasi kosolven propilen glikol
yang dapat meningkatkan kelarutan asam mefenamat paling besar adalah konsentrasi
60% pada suhu 40o C, dengan parameter kosolven 18,24 (Widyaningsih, 2009).
c. Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta dielektrik
berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yang memiliki konstanta dielektrik
tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta
dielektriknya rendah merupakan senyawa non polar.

𝐶𝑥
𝜀 = 𝐶𝑦

(Sutrisno dan Gie, 1983).


Pelarut nonpolar memiliki konstanta dielektrik yang rendah, sehingga dapat
melarutkan zat-zat yang besifat nonpolar. Pelarut nonpolar melarutkan zat-zat nonpolar
dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antaraksi dipol.
Besarnnya konstanta dielektrik pelarut dapat diatur dengan menambahkan pelarut lain.
Konstanta dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari
konstanta dielektrik masing-masing pelarut setelah dikalikan dengan presentase
volume masing-masing komponen pelarut.

Contoh Obat:
Asetosal dengan pelarut air (𝜀 = 80,4), alkohol (𝜀 = 25,7), dan propilen glikol (𝜀 =
33,0). Dibuat campuran pelarut yang berbeda komposisi :

Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut yang digunakan, semakin besar


konsentrasi asetosal yang dapat larut didalamnya. Hal ini disebabkan karena asetosol
sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam etanol. Sehingga, semakin banyak
jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin besar konsentrasi asetosal terlarut.
Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah sehingga semakin besar jumlah
etanol dalam pelarut campur, semakin rendah konstanta dielektrik dan pelarut
campuran

d. Kelarutan miselar
Kelarutan disebabkan karena polaritas dari zat pelarut, yaitu oleh dipol momennya.
Dimana pelarut polar akan melarutkan senyawa ionic dan senyawa polar lainnya.
Sebagai contohnya air akan melarutkan alkohol, gula, dan senyawa polihidroksi yang
lain. (Martin, 1990)
Sementara aksi pelarut non polar tidak dapat melarutkan senyawa polar karena
tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah.
Hal ini disebabkan karena tetapan dielektriknya yang rendah. Pelarut non polar juga
tidak dapat memutus ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena
pelarut aprotic dan tidak dapat membentuk jembatan hydrogen dengan nonelektrolit.
(Martin, 1990).
Surfaktan merupakan suatu zat yang digunakan untuk membantu menaikkan
kelarutan suatu zat dengan memiliki gugus yang polar dan non polar. Surfaktan bila
didispersikan di dalam air pada konsentrasi yang rendah maka akan berkumpul pada
permukaan dengan gugus polar mengarah ke air dan gugus non polarnya mengarah ke
udara. Surfaktan memiliki kecenderuangan untuk membuat suatu agregat yang disebut
misel. Konsentrasi saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).
Penambahan surfaktan pada larutan membuat turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu tegangan permukaan akan konstan meskipun
surfaktan terus ditambahkan yang menunjukkan antar muka menjadi jenuh. Hal ini
akan membentuk agregasi misel yang menandakan tercapainya KMK sehingga
terbentuk misel pada keseimbangan dengan monomernya. (Genaro, 1990)
Misel merupakan agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan. Pada
konsentrasi setelah KMK, surfaktan akan meningkatkan kelarutan zat yang tidak larut
air karena zat tersebut tersembunyi di dalam misel. Misel berperan dalam solubilisasi
miselar, yaitu proses pelarutan spontan pada molekul zat yang sukar larut dalam air
melalui reaksi reversible dengan misel dari surfaktan larutan.

Contoh obat modifikasi miselar:


Asetosal tidak larut pada pelarut air sehingga ditambahkan surfaktan berupa Tween 80.
Penambahan konsentrasi Tween 80 berdampak pada semakin besarnya kelarutan
asetosal dalam air. Hal ini terjadi karena Tween 80 menurunkan tegangan antarmuka
antara asetosal dengan pelarut air sekaligus membentuk misel sehingga asetosal akan
terbawa oleh misel larut ke dalam air.

e. Pembentukan kompleks
Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks. Sedangkan senyawa
pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau lebih
senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri (Martin,1993).
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van
der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen memberikan
gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat
penting dalam beberapa kompleks logam. Salah satu faktor yang penting dalam
pembentukan kompleks molekuler adalah persyaratan ruang. Jika pendekatan dan
asosiasi yang dekat dari molekul donor dan molekul akseptor dihalangi oleh faktor
ruang, kompleks akan atau mungkin berbentuk ikatan hidrogen dan pengaruh lain harus
dipertimbangkan.
Polietilenglikol, polistirena, karboksimetil-selulosa dan polimer sejenis yang
mengandung oksigen nukleofilik dapat membentuk kompleks dengan berbagai obat.
Semakin stabil kompleks molekuler organik yang terbentuk, semakin besar reservoir
obat yang tersedia untuk penglepasan. Suatu kompleks yang stabil menghasilkan laju
penglepasan awal yang lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk penglepasan
sempurna (Martin dkk, 1983).
Polietilenglikol (PEG) 4000 adalah salah satu jenis polimer yang mengandung
oksigen nukleofilik yang dapat membentuk kompleks dengan berbagai obat sehingga
dapat meningkatkan kelarutan (Martin dkk, 1983). Pembentukan kompleks antara obat
dengan bahan pembawa yang mudah larut dalam air merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan. Asam mefenamat dan PEG 4000 membentuk kompleks yang dapat
meningkatkan kelarutan. Begitu pula barbiturat dengan PEG 4000 membentuk
kompleks yang dapat meningkatkan kelarutan. Gaya yang melibatkan kompleksasi
adalah ikatan hidrogen yang terbentuk antara hidrogen N1 dan N2 dari barbiturat dan
eter oksigen –O–CH2–O–, dari polietilenglikol (Martin dkk, 1983).
Contoh :

Didanosin (DDI) adalah obat anti HIV yang bekerja dengan menghambat
enzim reverse transkriptase yang bertanggung jawab dalam replikasi virus HIV.
Ketersediaan hayati DDI pada pemberian secara oral sangat buruk akibat terhidrolisis
dalam suasana asam. Sehingga dilakukan modifikasi dengan melakukan kompleksasi
DDI dengan nikotinamid dan L-arginin untuk menghindari pengurangan bioavaibilitas
DDI. Hasilnya kompleks DDI-NKT atau DDI-ARG memiliki kelarutan yang baik
pada air dan stabil pada pH asam (Alatas dkk, 2012).

f. Modifikasi kimia
Modifikasi kimia dilakukan untuk menambah sifat lipofilik-sitas dari suatu bahan
obat atau digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari bahan aktif tersebut.

Contoh :
 Bahan obat yang mempunyai kelarutan tinggi didalam air akan bersifat hidrofil
yang merupakan hambatan dalam menembus sawar darah-otak. Oleh sebab itu
diperlukan rancangan pembentukan senyawa prodrug yang larut dalam air, namun
dapat berubah menjadi senyawa induk karbamazepin yang mempunyai sifat
lipofilik ketika digunakan dalam cairan tubuh. Pembentukan progdrug
karbamazepin dengan penambahan gugus glisin dan asetil (Hemenway et al.,
2010).
Penggantian satu proton NH tipe imida dengan suatu gugus fosfonooksimetil
pada fenitoin, membentuk prodrug fosfenitoin (Rautio et al., 2008). Pe,bentukan
prodrug ini dapat meningkatkan kelarutan fenitoin dari 20-15 µg/mL menjadi 140
µg/mL (Rautio et al., 2007)
Bahan obat yang mempunyai kelarutan tinggi didalam air akan bersifat hidrofil
yang merupakan hambatan dalam menembus sawar darah-otak. Oleh sebab itu
diperlukan rancangan pembentukan senyawa prodrug yang larut dalam air, namun
dapat berubah menjadi senyawa induk karbamazepin yang mempunyai sifat
lipofilik ketika digunakan dalam cairan tubuh. Pembentukan progdrug
karbamazepin dengan penambahan gugus glisin dan asetil (Hemenway et al.,
2010). Penggantian satu proton NH tipe imida dengan suatu gugus
fosfonooksimetil pada fenitoin, membentuk prodrug fosfenitoin (Rautio et al.,
2008). Pe,bentukan prodrug ini dapat meningkatkan kelarutan fenitoin dari 20-15
µg/mL menjadi 140 µg/mL (Rautio et al., 2007).
 Kloramfenikol merupakan salah satu antibiotic yang memiliki rasa sangat pahit
sehingga dalam pembuatan sediaan untuk anak-anak kloramfenikol yang
digunakan adalah dalam bentuk ester yaitu kloramfenikol palmitat atau
kloramfenikol stearate. Dalam tubuh bentuk ester akan diubah menjadi
kloramfenikol aktif.

DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Fikri.,Soewandi, N. Sundani., dan Sasongko, Lucy., 2012, Kelarutan dan Stabilitas
Kompleks Didanosin dengan Nikotinamid dan L-Arginin, Jurnal Sains Materi Indonesia,
ISSN: 1411-1098
Anonim, 2005, Ammonium Glycyrrhizate,
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/ammonium_glycyrrhizinate, diakses pada 1
Maret 2019.
Anonim, 2012, Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika, Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta
Genaro, R.A., 1990. Rhemingtons Pharmaceutical Science. 18th ed. USA: Mack Priting
Company,Easton, Pensylvania, 267.
Hemenway JN, Jarho P, Henri JT, Nair SK, Vandervelde D, Georg GI, and Stella VJ, 2010,
Preparation and Physichochemical Characterization of Novel Water-Soluble Prodrug of
Carbamazepine, J Pharm Sci, 4:1810-1825.
Martin, A., James, S. and Arthur, C. (1983).Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik,
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Jilid 1, UI ; Jakarta
Routioa J, Laine K, Gynther M, and Souvolainen J, 2007, Prodrug Approches for CNS Delivery,
AAPS Journal, 1:92-102.
Routiob J, Kumpulaine H, Heimbach T, Oliyai R, Oh D, Jarvinen T, and Sovolainen J, 2008,
Prodrug: design and clinical applications, Nature, 7:255-270.
Rowe, C. R., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th
Edition, Pharmaceutical Press, USA
Sutrisno dan Gie, Tan Ik., 1983, Seri Fisika Dasar: Listrik, Magnet dan Termofisika, Penerbit ITB,
Bandung.
Widyaningsih , Linda. 2009, Pengaruh Penambahan Kosolven Propilen Glikol Terhadap
Kelarutan Asam Mefenamat. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yalkowsky, S.H., 1981, Techniques of Solubilization of Drugs, 12-13; 135-157, Marcel Dekker
Inc., NewYork

Anda mungkin juga menyukai