Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih
sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW, beserta
para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman, aamiin. Penulisan
laporan kasus yang berjudul “Pemeriksaan Colon in Loop“ ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian ilmu radiologi di
RSUD dr. Drajat Prawiranegara.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada dr. Ida Widayanti, Sp. Rad yang telah memberikan arahan
serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 4 Januari 2019,

Firdaus Pratama
Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan


ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa
terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan secara radiologis.

Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara radiografi


yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ di dalam tubuh
yang tidak dapat di raba dan di lihat oleh mata secara langsung serta mampu
memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin dijumpai pada
organ-organ yang akan diperiksa.

Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat diperiksa
secara radiologis, bahkan setelah ditemukan kontras media yang berguna
memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih kecil
sehingga kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa. Pemeriksaan radiologi secara
garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan
pemeriksaan radiologi yang menggunakan bahan kontras. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis menyajikan salah satu pemeriksaan yang menggunakan bahan
kontras yaitu pemeriksaan colon inloop. Pemeriksaan colon inloop adalah pemeriksaan
secara radiologi yang menggunakan bahan kontras positif yaitu Barium Sulfat dan
bahan kontras negatif yaitu udara dengan tujuan untuk mengvisualisasikan keadaan
colon atau usus besar yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus.

Adapun teknik-teknik yang rutin dilakukan pada pemeriksaan colon inloop yaitu
dengan menggunakan proyeksi antero-posterior, postero-anterior, lateral, obliq kanan
dan kiri. Dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah
makalah yang berjudul “PEMERIKSAAN COLON IN LOOP”.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Pemeriksaan Colon in Loop


2.1 Definisi
Teknik pemeriksaan colon in loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis
dari usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde (Bontrager,
2014). Tujuan dari pemeriksaan ini yaitu untuk mendapatkan gambaran anatomis dari
kolon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-
kelainan pada kolon. Media kontras yang digunakan pada pemeriksaan colon in loop
adalah larutan Barium Sulfat (BaSo4) (Bontrager, 2014).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Colon


a. Anatomi Intestinum Crassum (Usus Besar)

Gambar 1. Anatomi Intestinum Crassum

Intestinum Crassum (crasum = tebal), dibagi dalam colon dan intestinum rectum

Colon dapat dibagi dalam :


• Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah sampai ke
hati, colon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura coli dekstra
(fleksura hepatik). Colon ascendens ini terletak pada regio illiaca kanan
dengan panjang sekitar 13 cm.Colon transversum

3
• Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura
coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum membentuk
lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian bawah U dapat turun
sampai pelvis. Colon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membelok
ke bawah membentuk fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi Colon descendens.Colon sigmoideuim

• Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang sekitar 25
cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis sampai
pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai colon
sigmoideum.

• Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon


sigmoideummerupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah
dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu
dengan rectum di depan sacrum

• Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum merupakan


lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan caecum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu rektum
berlanjut sebagai anus dalam perineum.

Caecum

Gambar 2. Anatomi Caecum

• Seperti kantong dengan ujung buntu menonjol kebwah

• Terletak pada region ileaca dextra

4
• Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum

• Panjangnya sekitar 6cm

• Pada sisi media bawah caecum terdapat appendix vermiformis:

1. Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13 cm

2. Pada orang mati dapat ditemukan beberapa tipe:

▪ Post caecalis (65%), terletak dibelakang caecum

▪ Diescending = pelvic type (31%), terletak dibawah ileum

▪ Subcaecalis (2,6%), terletak dibawah caecum

▪ Ante ilei (1,0%), terletak didepan ileum

▪ Post ilei (0,4%) terletak di belakang ileum

3. Letak diregio iliaca

4. Pada orang hidup dapat ditemukan semua type, karena caecum selalu
berkontraksi sehingga ujung appendix berubah-ubah, sedangkan pada
orang mati tetap

5. Pada orang hidup dapat ditemukan 2 type:

▪ Mobile type, bias berubah-ubah dapat ditemukan pada semua type

▪ Fixed type, tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada


peritoneum dan type retrocaecal

6. Appendix punya penutup peritoneum yang lengkap pada bagian bawah


usus halus diesbut mesiappendix

7. Cara pemeriksaan appendix verniformis dengan sepertiga titik MC.


Burney

5
8. Letak taenia pada colon transversum :

▪ Perlekatan alat penggantung dibelakang disebut taenia mesocolica

▪ Perletakatan omentum majus dimuka disebut taenia omentalis

▪ Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia libera

9. Taenia ini, berkas longitudinale, karena lebih pendek dari stratum


circulare, mengakibatkan stratum circulare melipat-lipat. Lipatan keluar
disebut haustra dan lipatan kedalam disebut plica semilunaris.

10. Lekuk diantara haustra disebut incisura

11. Pada caecum dilengkapi valvula ileocolica (valvula ileocaecalis) yang


terdiri dari labium superios dan labium inferior. Labium ini dibentuk
oleng lipatan stratum circular ke ventral dan dorsal membentuk
frenulum.

b. Fisiologi Intestinum Crassum (Usus Besar)

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah nampir lengkap pada kolon. bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya
karena adanya kiriman yang berlebihan dan ileum, maka akan terjadi diare.

Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya
berupa air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel

6
epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi. Sedikitnya
pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan
karena kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak
mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.

Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B.


Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat
yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak.

Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu


pembentukan flatus di kolon. Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses,
sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan
diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 , H2 dan CH4
yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar
1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara
berlebihan) dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya
berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan. Makanan yang mudah
membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung banyakkarbohidrat yang
tidak dapat dicerna.

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar
yarg khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra
teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk
mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus
bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk
absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif;

1. Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan
bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, dan

2. Penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon.


Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya
merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan
dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah
makanan pertama masuk pada hari itu.

7
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi
 Indikasi
a. Colitis, merupakan penyakit-penyakit inflamasi pada colon,
termasuk didalamnya colitis ulseratif dan colitis crohn.
b. Carsinoma dan keganasan.
c. Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding
colon, terdiri atas lapisa mukosa dan muskularis mukosa.
d. Megacolon, merupakan suatu kelainan kongenital yang terjadi
karena tidak adanya ganglion dipleksus mienterik dan sub
mukosa pada segmen colon distal. Tidak adanya peristaltik
menyebabkan feses sulit melewati segmen aganglionik, sehingga
memungkinkan penderita untuk buang air besar 3 minggu sekali.
e. Obstruksi atau ileus, merupakan penyumbatan pada daerah usus
besar.
f. Invaginasi, merupakan melipatnya bagian usus besar ke bagian
usus itu sendiri.
g. Stenosis, merupakan penyempitan saluran usus besar.
h. Volvulus, merupakan penyumbatan isi usus karena terbelitnya
sebagian usus ke bagian usus yang lain.
i. Atresia, merupakan tidak adanya saluran dari colon yang
seharusnya ada.
j. Intussusepsi, merupakan gangguan mekanisme pada bayi yang
sering disebabkan oleh cacat kelahiran dimana adanya
pembesaran saluran usus didaerah distal, biasanya didaerah ileus.

 Kontraindikasi
a. Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara
mendadak dan dengan tekanan tinggi, juga terjadi karena
pengembangan yang berlebihan.
b. Obstruksi akut atau penyumbatan.

8
2.4 Persiapan Pemeriksaan
 Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan colon in loop adalah
untuk membersihkan colon dari feses, karena bayangan dari feses dapat
menganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat
memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
a. 4 - 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah serat .
b. 18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax.
c. 4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak kapsul per
anus selanjutnya dilavement.
d. Seterusnya puasa sampai pemeriksaan.
e. 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1 mg / oral
untuk mengurangi pembentukan lendir.
f. 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan untuk
mengurangi peristaltic usus.

 Persiapan Alat
a. Pesawat sinar – x yang dilengkapi fluoroscopy.
b. Kaset dan film sesuai kebutuhan.
c. Marker.
d. Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal tube.
e. Vaselin atau jelly
f. Sarung tangan.
g. Penjepit atau klem.
h. Spuit.
i. Kassa
j. Kain pembersih.
k. Apron.
l. Tempat mengaduk media kontras.
m. Kantong barium disposable.

9
 Persiapan Bahan
a. Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi
antara 70-80 W/V % (Weinght/Volume). Banyak larutan (ml) tergantung pada
panjang pendeknya colon, kurang lebih 600-800 ml.
b. Air hangat untuk membuat larutan barium.
c. Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangkan rasa sakit saat kanula
dimasukkan ke dalam anus.

2.5 Teknik Pemeriksaan


Metode pemasukan media kontras.
a. Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum. Pengisian
diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih jelas
pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling
untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero posterior.
b. Metode kontras ganda
- Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan colon in loop dengan menggunakan media
kontras berupa campuran antara BaSO4 dan udara. Barium
dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula
diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah
dari posisi miring ke kiri menjadi miring ke kanan setelah udara
sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar media kontras merata di
dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
- Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
1. Tahap pengisian  dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam
lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon transversum.
Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi
penderita.
2. Tahap pelapisan  menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan
BaSO4 mengisi mukosa kolon.
3. Tahap pengosongan  setelah diyakini mukosa terlapisi maka
larutan perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.

10
4. Tahap pengembangan  dilakukan pemompaan udara ke lumen
kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800-2000 ml)
karena dapat menimbulkan komplikasi lain, misalkan refleks vagal
yang ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi,
keringat dingin dan pusing.

2.6 Proyeksi Pemotretan


1). Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
Posisi pasien: Pasien diposisikan supine/prone di atas meja pemeriksaan dengan
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
Posisi objek: Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus
dan batas bawah adalah symphisis pubis.
Central point: Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca.
Central ray: Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi: Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
FFD: 100 cm.
Kriteria radiograf: Menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk fleksura dan
colon sigmoid.

Gambar 3. Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf pada pemeriksaan


Colon In Loop

11
2). Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)
Posisi pasien: Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan
kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di
tekuk untuk fiksasi.
Posisi objek: MSP pada petengahan meja.
Central Point: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah
kedua crista illiaca.
Central ray: Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi: Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat sedikit
superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah
sigmoid dan colon asenden.

Gambar 4. Posisi pasien RAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon
In Loop

3). Proyeksi LAO


Posisi pasien: Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di
samping tubuh dan tangan di depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan,
kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.
Posisi objek: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

12
Central point: Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua
crista illiaca.
Central ray: sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi: Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit superposisi
bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah colon descendens tampak.

Gambar 5. Posisi pasien LAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon
In Loop

4). Proyeksi LPO


Posisi pasien: Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35°
- 45° terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan
tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri
lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
Central ray: Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua
crista illiaca.
Central point: sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi: Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
FFD: 100 cm

13
Gambar 6. Posisi pasien LPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon
In Loop

5). Proyeksi RPO


Posisi pasien: Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35° - 45° terhadap meja pemeriksaan.Tangan
kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit
ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek: MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
Central point: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah
kedua crista illiaca.
Central ray: Sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi: Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: Menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan colon ascendens.

14
Gambar 7. Posisi pasien RPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon
In Loop

6). Proyeksi Lateral


Posisi pasien: Pasien diposisikan lateral atau tidur miring.
Posisi Objek: Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan grid, genu
sedikit fleksi untuk fiksasi.
Central Ray: Arah sinar tegak lurus terhadap film.
Central Point: Pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior
(SIAS).
Eksposi: Dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pada
pertengahan radiograf.

15
Gambar 8. Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop

7). Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)


Posisi pasien: Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan
bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan kaset.
Posisi objek: MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid.
Central point: Sinar horisontal dan tegak lurus terhadap kaset.
Central ray: Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka.
Eksposi: Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: Menunjukkan bagian atas sisi lateral dari colon ascendens naik dan
bagian tengah dari colon descendens saat terisi udara.

Gambar 9. Posisi pasien LLD dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon
In Loop

8). Proyeksi Antero Posterior Aksial


Posisi pasien: Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan.
Posisi objek: MSP tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus
di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur pertengahan kaset dengan
menentukan batas atas pada puncak illium dan batas bawah symphisis pubis.
Central Point: Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan kedua crista illiaca.
Central ray: Arah sinar membentuk sudut 30° - 40° kranial.
Eksposi: Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
FFD: 100 cm.

16
Kriteria: menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan sedikit mengalami
superposisi dibandingkan dengan proyeksi antero posterior, tampak juga kolon
transversum.

Gambar 10. Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop

9). Proyeksi Postero Anterior Aksial


Posisi pasien: Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan
Posisi objek: MSP tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus kebawah. MSP objek sejajar
dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak illium.
Central point: Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca.
Central ray: Arah sinar menyudut 30° - 40° kaudal.
Eksposi: Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
FFD: 100 cm.
Kriteria: Tampak rektosigmoid ditengah film, daerah rektosigmoid terlihat lebih
sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA, terlihat colon
transversum dan kedua fleksura.

17
Gambar 11. Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop

2.7 Gambaran Radiologi


a. Colitis

Gambar. 12. Gambaran barium enema kontras tunggal dengan colitis


ulseratif menunjukkan hilangnya lipatan haustral dibagian distal dan kolon
ascendens dengan gambaran tubular. 2. Gambaran barium enema kontras
ganda menunjukkna hilangnya lipatan haustral diseluruh kolon descendens
dengan ulserasi dan terlihat gambaran lead-pipe.

18
b. Carsinoma dan keganasan.

Gambar 13. Gambaran barium enema dengan kontras yang menunjukkan


apple-core sign.
c. Divertikel.

Gambar 14. 1. Gambaran barium enema kontras tunggal yang menunjukkan


pengisian abses intrmural. 2. Gambaran barium enema kontras tunggal yang
menunjukkan diverticulitis sigmoidea dengan saluran sinus intramural.

19
d. Megacolon.

Gambar 15. Gambaran hirschsprung disease dengan riwayat konstipasi


kronik. Frontal (1) dan lateral (2) gambaran barium enema menunjukkan
kolon sigmoidea bagian proksimal dan kolon descendens sangat melebar
dibandingkan dengan kolon bagian distal dan rectum.
e. Obstruksi atau ileus,

Gambar 16. Gambaran barium enema yang menunjukkan filling defect di


kolon descendens, disertai pelebaran pada kolon dan ileum.

20
f. Invaginasi.

Gambar 17. 1. Gambaran cupping sign, 2. Gambaran coiled spring


g. Stenosis.

Gambar 18. Dua area stenotis pada colon sigmoidea.


h. Volvulus.

Gambar 19. Bird’s beak appearance; foto kontras khas pada volvulus
sigmoidea dan sekum.

21
i. Atresia.

Gambar 20. 1. Radiografi dengan gambaran obstruksi letak rendah, 2.


Gambaran barium enema yang menunjukkan obstruksi total terhadap aliran
retrogad barium pada colon transversum.
j. Intussusepsi.

Gambar 21. Kontras tunggal barium enema menunjukkan gambaran coiled


spring pada kuadran atas kanan.

22
BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan colon in loop merupakan pemeriksaan secara radiologi yang


menggunakan bahan kontras positif yaitu Barium Sulfat dan bahan kontras negatif yaitu
udara dengan tujuan untuk memvisualisasikan keadaan colon atau usus besar yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus. Terdapat beberapa teknik yang rutin
dilakukan pada pemeriksaan colon in loop yaitu dengan menggunakan proyeksi antero-
posterior, postero-anterior, lateral, obliq kanan dan kiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Bontrager, K.L., 2014. Text Book Of Radiographic Positioning and Related


Anatomy-8th Edition. Elsevier Inc: Mosby.
2. Guyton & Hall, 2016. Textbook of medical physiology. 12th Ed.
Pennsylvania. W.B. Saunders Company.
3. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI. 2015.
4. Stephen E. Rubesin, MD, Marc S. Levin, MD, dkk. Double-Contras Barium
Enema Examination Technique. Radiology Reference. Accessed January
06, 2019.
5. Soetikno, Ristaniah D. Prosedur Pemeriksaan Radiologi Gastrointestinal &
Urogenita. Bandung : PT. Refika Aditama. 2014
6. Sofwan, Achmad. 2014. Tractus Digestivus. Fakultas Kedokteran YARSI.

24

Anda mungkin juga menyukai