Anda di halaman 1dari 10

BAB I

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Keinginan orang Papua Barat1 untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia kembali diangkat setelah angin reformasi terjadi dalam Republik ini.
Keinginan ini menjadi masalah yang serius bagi Pemerintah Indonesia karena
mengancam keutuhan dan integrasi bangsa.
Ketika itu Presiden terpilih dimasa reformasi, Gus Dur mengeluarkan kebijakan
dengan mengembalikan nama Irian kembali ke nama Papua. Sebuah nama yang
mencirikan suku bangsa itu sendiri serta diijinkan berkibarnya bendera “Bintang Kejora”
di Tanah Papua dalam rangka penyambutan atas pemberian atau pengembalian nama itu
sebagai lambang/identitas bagi orang Papua Barat. Apa yang bagi Gus Dur, dalam hal ini
Pemerintah Indonesia saat itu sebagai upaya untuk mengembalikan citra buruk Orde Baru
dalam pembangunan di Kawasaan Timur Indonesia khususnya di Papua Barat ternyata
direspon sebagai pemberian kemerdekaan. Respon yang lain ini sebenarnya mempunyai
akar sejarah yang dapat dilihat kembali, baik itu Sejarah Pra-Integrasi maupun Sejarah
selama Integrasi dengan NKRI. Kedua hal ini yang perlu diperhatikan sebelum
mengklaim bahwa tuntutan rakyat Papua Barat untuk memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu tindakan Makar. Tuntutan ini semakin nyata
lagi dengan diadakannya Musyawarah Akbar Rakyat Papua II, dibawah Presedium
Dewan Papua (PDP) yang diketuai oleh Theys H Eluay. Adapun hasil dari kongres
tersebut adalah bahwa semua delegasi konggres, yang terdiri dari 15 ribu peserta yang
mewakili 14 kabupaten, sepakat untuk Merdeka, Terpisah dari Indonesia.
Keputusan ini seolah menjadi kulminasi dari perjuangan rakyat Papua Barat. Tentu
saja hasil kongres tersebut bukanlah sebuah keputusan final, melainkan masih merupakan
sebuah Aspirasi. Walaupun hasil konggres mencerminkan suara mayoritas, namun disatu
sisi ada minoritas yang Aspirasinya bukan merdeka tetapi Keadilan dan pemerataan2
1 Dibedakan Rakyat Papua; dengan warga pendatang dan per-anakan.
2 Majalah TEMPO Interaktif 3 juni 2002, “Ekonomi Papua di pangkuan Indonesia”
dalam segala bidang. Memang harus diakui bahwa pada masa pemerintahan Orde Baru
bagi orang Papua Barat pembangunan hanya sebagai “Slogan” belaka. Lain halnya
dengan kelompok mayoritas yang memilih merdeka atau lepas dari NKRI. Kelompok ini
melihat bahwa sejarah integrasi Papua Barat kedalam NKRI dinilai mengandung Politik
Kepentingan, baik Pemerintah Indonesia, Kerajaan Belanda sebagai Kolonial, serta
pengaruh Blok Barat dan Blok Timur yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet yang saat itu
sedang dalam perang mengenai Idiologi yaitu Komunis dan Sosialis3.
Apa yang menjadi keinginan orang Papua Barat ternyata tidak semudah membalikkan
telapak tangan; artinya sebegitu mudah dalam waktu yang singkat dan cepat, semua dapat
diraihnya. Sejarah internasional telah mencatat bahwa secara de facto dan de yure, diakui
dunia internasional dan disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 19
November 1969 melalui resolusi PBB Nomor 25044 bahwa dalam hasil Penentuan
Pendapat Rakyat Papua (Pepera 1969) sebagian besar rakyat Papua Barat menginginkan
bergabung dengan Republik Indonesia. Semua itu terlepas dari penilaian, apakah hal
tersebut obyektif atau tidak, dalam pelaksanaan Pepera 1969. Oleh karena itu sampai
sekarang orang Papua Barat melihat bahwa pelaksanaan Pepera 1969, yang dulu
dianggap mewakili aspirasi seluruh orang Papua Barat dianggap cacat hukum, dalam arti
bahwa keterlibatan orang Papua Barat dalam pelaksanaan penentuan pendapat untuk
bersatu dengan Republik Indonesia dilaksanakan dengan paksaan, intimidasi, bahkan
pembunuhan. Selain itu juga sistem pemilihan yang diwakilkan dianggap tidak mewakili
aspirasi orang Papua Barat.
Disatu sisi kaum terpelajar Papua Barat dan Gerakan Papua Merdeka (OPM), melihat
bahwa ada dua permasalahan yang sangat esensial mengenai kebijakkan PBB terhadap
masalah Papua Barat. Pertama, bahwa resolusi PBB yang termuat dalam New York
Agreement tentang pasal Act of free choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera
1969) yang semestinya dilaksanakan dengan sistem One Man One Vote yaitu Satu Orang
Satu Suara, dan pelaksanaannya dalam pengawasan PBB sebagai pihak penengah tidak
berjalan sesuai ketentuan perjanjian. Melainkan yang terjadi dalam pelaksanaan Pepera
adalah dilakukan dalam bentuk Musyawarah Rakyat, dengan alasan bahwa keadaan
3 D.N. Pigay, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua, hal. 207-216. 3
geografis Papua Barat tidak memungkinkan untuk melaksanakan sistem pemilihan ini5.
Kedua, bahwa sejarah Perjanjian New York (1962) antara Belanda-Indonesia tidak
mengikut sertakan rakyat Papua Barat6. Lalu Trikora pun hanya merupakan inisiatif
Indonesia untuk merebut Papua Barat dari Belanda, dimana didalamnya Pemerintah
Indonesia saat itu juga mempolitisir nama Irian dengan arti Ikut Republik Indonesia Anti
Nederland untuk menanamkan Idiologi Nasionalis atau kebangsaan Indonesia, dan nama
itu bukan dihargai sebagai identitas etnik Papua7.
Walaupun sudah diakui secara internasional sebagai bagian dari wilayah Republik
Indonesia, namun tetap saja sejak integrasi sampai kini, ada perlawanan-perlawanan
orang Papua Barat terhadap hasil ini. Perlawanan-perlawanan nampak misalnya dalam
Gerakan Papua Merdeka yang dikenal dengan nama Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Gerakan ini selalu mengadakan kekacauan-kekacauan di Papua Barat sebagai protes
ketidakpuasan atas aneksasi Indonesia atas Papua Barat dalam Pepera 1969 serta
melancarkan diplomasi keluar kepada negara-negara yang masih mendukung secara
diam-diam dan juga orang-orang Papua Barat yang ada diluar negeri seperti Belanda,
Swiss, Australia dan beberapa negara lainnya. Namun sejauh itu, berbagai simpati
maupun dukungan terhadap OPM dari negara-negara tersebut tidak melahirkan dampak
maupun implikasi politis yang merugikan Pemerintah NKRI. Dunia Internasional tetap
berpegang teguh pada pasal-pasal perjanjian New York antara Indonesia-Belanda yang
menjadi dasar hukum yang sah atas klaim negara dan bangsa Indonesia bahwa Papua
Barat merupakan bagian integral dari wilayah dan kekuasaan NKRI.
Sisi lain Pemerintah Indonesia, Soekarno sebagai Presiden Indonesia dan
kelompoknya saat itu melihat bahwa yang dimaksud dengan negara Indonesia adalah
seluruh bekas jajahan Hindia Belanda, itu berarti pulau-pulau Sunda besar yaitu Jawa,
Sumatera, Borneo, Celebes, pulau-pulau Sunda kecil yaitu Bali, Lombok, Pulau-pulau
Nusa Tenggara (Barat dan Timur), serta Maluku dan Irian Barat (Red-Papua Barat).
Selain itu ada ikatan sejarah antara Indonesia dan Papua Barat yang didorong oleh suatu
4 Majalah TEMPO Interaktif 10 juni 2002, “Dari Trikora Hingga Pepera”
5 Tuhana Taufiq Andrianto, Mengapa Papua Bergolak? Hal. 171-172, Maret 2001. Gama
Global
Media.Yogyakarta.
6 Ibid, hal. 156.
penderitaan yang sama yaitu pernah dialami pada masa lampau akibat kekejaman
kolonial. Juga dalam seluruh pergerakan di Indonesia, Papua Barat (Digul) mencatat
sejarah dan memberikan bunyi internasional sebagai tempat pembuangan para pejuang-
pejuang Indonesia adalah puncak pengorbanan bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia,
sehingga melepaskan Papua Barat berarti menyangkali perasaan senasib dan melanggar
perasaan keadilan. Jauh sebelumnya juga rakyat Papua Barat dan Indonesia telah
menjalin hubungan perdagangan melalui Kesultanan Tidore, bahkan dalam
Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca telah disebutkan beberapa daerah Papua Barat
termasuk dalam Kerajaan Majapahit8. Terlepas dari masalah perbedaan Etnografi dan
Geografi, yang terpenting adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menuntut wilayah
dari Sabang sampai Merauke. Jadi dengan sendirinya dimaksudkan bahwa Papua Barat
termasuk kedalam Republik Indonesia.
Bertolak dari dua sudut pandang yang berbeda, telah melahirkan dua pemahaman
yang berbeda pula. Disatu pihak Pemerintah Indonesia tetap melihat bahwa integrasi
Papua Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan perjuangan melalui
proses yang sah, juga dibenarkan dalam Hukum Internasional dan disahkan dalam sebuah
Resolusi Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta mendapat dukungan Internasional
secara penuh. Sedangkan pada pihak lain yaitu Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan
kaum terpelajar yang menyuarakan merdeka atau terpisah dari NKRI melihat bahwa
proses memperjuangkan Papua Barat untuk ber-integrasi dengan Indonesia dinilai tidak
sah, karena cacat secara Hukum Internasional, dengan alasan karena pelaksanaan Act
Free Of Choice yang menjadi salah satu isi dari The New York Agreement tidak berjalan
sesuai dengan kesepakatan perjanjian. Selain itu juga aneksasi Indonesia atas Papua Barat
seperti yang telah disebut diatas mengandung unsur politik kepentingan, baik itu
Indonesia9, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya dengan semangat idiologi
sosialisnya dan incarannya terhadap negara-negara yang baru lepas dari kolonial10, serta
kekecewaan terhadap PBB, yang seharusnya menjadi penengah, dengan mudah merubah
kesepakatan perjanjian dari sistem pemilihan One Man One Vote (Satu Orang Satu Suara)
7 Ibid, hal. 156.
8 D.N. Pigay, hal 144, Cet. I. Jkt, 2000, Pustaka Sinar Harapan.
9 Ibid, hal. 146.
10 Ibid, hal. 207-216.
menjadi sistem pemilihan Musyawarah Rakyat dengan alasan bahwa kondisi geografis
Papua Barat sulit untuk menerapkan sistem pemilihan tersebut.
Ketika runtuhnya pemerintahan Soeharto, dimana kebebasan mengeluarkan pendapat
mendapat tempat secara benar dalam negara ini. Maka kembali lagi orang Papua Barat
yaitu orang terpelajar dan mahasiswa secara terang-terangan menuntut kemerdekaan
dengan dalil meminta sebuah Dialog Nasional. Sebuah dialog terbuka dengan Pemerintah
Indonesia untuk menyampaikan aspirasi orang Papua Barat, itu terjadi dalam
pemerintahan transisi, Presiden B.J Habibie. Permintaan ini sempat ditanggapi namun
tidak mempunyai kelanjutan. Ketika masa pemerintahan Gus Dur, kembali permintaan itu
ditanggapi dengan diselenggarakan Konggres Rakyat Papua II (KRP II). Dari aspirasi
tersebut, tanggapan yang diberikan adalah memberikan Otonomi yang seluas-luasnya.
Tentu saja jawaban itu tidak menjawab permasalahan yang menjadi aspirasi orang Papua
Barat. Memang pemberian Otonomi yang seluas-luasnya telah membuka jalan dan
menjawab permasalahan pembangunan yang selama ini menjadi kenyataan ketertinggalan
jika dibanding dengan propinsi-propinsi lainnya di Indonesia. Orang Papua Barat melihat
bahwa permasalahan yang ada di Papua Barat bukan sekedar hanya masalah
pembangunan tetapi lebih kepada permasalahan kemanusian yaitu hak-hak sipil dan
politik, pelanggaran HAM dan eksploitasi sumber daya alam yang terjadi selama ini bagi
kepentingan tertentu. Oleh karena itu Otonomi Khusus dilihat belum menjawab aspirasi
sebenarnya yang terimplementasi dalam hasil Konggres Rakyat Papua Barat.
Ini berarti bahwa orang Papua Barat menyadari keberadaan sejarah masa lalunya dan
realitas yang dialami sekarang. Karena itu orang Papua Barat menolak hasil Pepera dan
menginginkan Sejarah Integrasi, yaitu proses menuju Pepera itu ditinjau kembali, dan
Sejarahnya selama Integrasi. Supaya dapat memberikan kesempatan kepada orang Papua
Barat menentukan nasibnya sendiri.
2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang sebagaimana yang telah penyusun coba paparkan pada
bagian awal, sekarang yang coba penyusun angkat disini adalah apakah wajar! (secara
Historis dan Teologis), jika dalam sebuah Negara Kesatuan, timbul keinginan 6
(sebagian/sekelompok masyarakat) orang Papua Barat untuk memisahkan diri dari negara
ini. Tentu saja apa yang bagi penulis nantinya apakah itu wajar, baik secara historis
maupun teologis, akan ternilai dengan permasalahan-permasalahan yang timbul dan
menjadi realitas bagi orang Papua Barat selama ini.
Ada dua permasalahan pokok yang berkaitan tuntutan Kemerdekaan yang disuarakan
oleh masyarakat yang mendiami daerah paling Timur Indonesia ini ditengah-tengah
keutuhan Negara Republik Indonesia. Kedua pokok permasalahan ini adalah:
Pertama, berkaitan dengan Sejarah Integrasi kedalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam Sejarah Integrasi bangsa Papua Barat, sejak awal telah timbul
pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam diri orang Papua Barat tentang aneksasi
Indonesia atas mereka. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
• Mengapa kami harus menjadi Indonesia? Bukankah kami mempunyai keinginan
tersendiri yaitu merdeka? Ataukah ada yang lebih bernilai pada kami melebihi
kami sendiri sehingga daerah kami harus direbut?
• Mengapa kami dipaksa untuk memilih Integrsi, dengan diintimidasi bahkan
dibunuh?
• Mengapa suara kami tidak didengar? Bahkan ditiadakan?
Kedua, berkaitan dengan Sejarah selama Integrasi kedalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam sejarah selama Integrasipun orang Papua Barat berhadapan dengan
realitas kehidupan yang pahit. Realitas tersebut bukan diciptakan oleh mereka sendiri
dalam struktur kehidupannya, melainkan diciptakan oleh penguasa dalam negeri yang
merdeka ini. Maka timbullah pertanyaan bagi orang Papua Barat:
• Mengapa kami merasa terasing di atas tanah kami sendiri?
• Mengapa kami tidak berhak atas tanah kami sendiri, laut, hutan dan gunung?
• Mengapa kami tidak menikmati kekayaan alam yang kami punyai untuk
kesejahteraan kami?
• Mengapa budaya dan tradisi kami dihilangkan?
• Mengapa kami tidak mendapat kelayakan kesehatan dan pendidikan yang baik?
• Mengapa kami tidak mendapat kedudukan politik yang sama?
Semuanya ini merupakan akar-akar permasalahan yang menjadi dasar suara
kemerdekaan Papua Barat. Terlepas dari penilaian bahwa apakah itu hanya sebuah
subyektifitas ataupun merupakan sebuah obyektifitas, penulis hendak mengangkat dan
menilainya secara menyeluruh untuk memberikan sebuah penilaian obyektif dan akhirnya
dapat diterima dan digumuli bersama.
3. Pembahasan
Karena itu pembahasan dalam penulisan ini, penulis akan mengambil pokok-pokok
permasalahan yang menjadi dasar-dasar perjuangan orang Papua Barat sekarang. Dasar
dasar tersebut adalah Proses dan Sejarah Integrasi Papua Barat kedalam NKRI, serta
permasalahan-permasalahan yang timbul selama Integrasi. Kedua pokok ini disadari
penulis sebagai sebuah permasalahan yang luas, namun merupakan hal yang sah-sah saja,
jika permasalahan-permasalahan tersebut diangkat dan diberi wadah bagi sebuah usaha
untuk menilai secara obyektif serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
4. Judul
Dari permasalahan yang ada, maka penyusun memberi judul pada tulisan ini sebagai
berikut:
“TUNTUTAN KEMERDEKAAN RAKYAT PAPUA”
(Sebuah tinjauan Historis-Teologis terhadap sejarah pra-Integrasi dan Integrasi
Papua Barat kedalam NKRI)
5. Alasan pemilihan judul
Alasan pemilihan tulisan dan penamaan Judul dari tulisan ini karena penyusun
melihat bahwa Gerakan kemerdekan yang dilakukan orang-orang terpelajar sejak
Integrasi kedalam NKRI dan saat runtuhnya pemerintahan Soeharto, masih dilihat
sebagai gerakan sebagian orang Papua Barat dan dicap sebagai gerakan Makar. Padahal
sejauh ini, gerakan ini mendapat tempat dalam masyarakat Papua Barat sebagai yang
membawa aspirasi orang Papua Barat. Hanya saja sejauh ini tanggapan Pemerintah
adalah tetap melihat gerakan ini sebagai sebuah “Gerakan pengacau”. Sehingga
pendekatan yang dilakukan adalah merangkul sebagian kecil masyarakat dalam
kelompok masyarakat yang besar ini, supaya tetap melihat gerakan ini sebagai sebuah
“gerakan pengacau”, atau “separatis” yang mana gerakan ini seolah-olah sebagai sebuah
gerakan aspirasi sekelompok kecil masyarakat saja. Pemerintah juga tetap mengadakan
tindakan Persuasif kepada masyarakat dengan melihat masalah Pemerataan dan
Keadilan yang segera harus dibenahi. Padahal tuntutan itu sendiri murni sebagai Tuntutan
pelurusan sejarah, dan memang harus diakui juga bahwa masalah keadilan atau
pemerataan pembangunan di Papua Barat dibanding dengan nilai eksploitasi hasil alam di
Papua Barat memang sangat tidak berimbang.
6. Batasan Permasalahan
Dalam pembahasan lanjut dari tulisan ini, penyusun membatasi lingkup batasan
permasalahan dan pembahasan dengan melihat permasalaha-permasalahan yang timbul
selama integrasi hingga sekarang tanpa mengabaikan sejarah masa lalu. Kemudian
permasalahan-permasalahan ini penulis kaitkan pada Persoalan Historis yang berangkat
dari sisi keadilan, politik, HAM, dan yang terpenting adalah Eksistensi manusia.
Penyusun juga berupaya untuk menemukan faktor-faktor apa yang mendorong
“Tuntutan” ini tetap disuarakan oleh orang Papua Barat, akhirnya penyusun akan
memberikan suatu kesimpulan dan pendapat penyusun yang berangkat dari penilaian-
penilaian kritis penulis akan sejarah orang Papua Barat bersama bangsa Indonesia dan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama Integrasi, serta sebuah pergumulan
teologis. Semuanya itu, menjadi tolak ukur penyusun dalam penulisan. Pembatasan ini
dimaksud untuk memudahkan penyusun dalam pengumpulan data, dan informasi (baik
itu dilapangan maupun lewat literatur-literatur yang penyusun gunakan), serta
memudahkan proses analisa dan penilaian.

Page 9
9
7. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan sebagaimana yang penyusun angkat, maka tujuan
penulisan skripsi ini adalah:
1. Memberikan sumbangan pemikiran dari perspektif Historis dan Teologis, dengan
melihat konteks sejarah yang menjadi pokok permasalahan.
2. Memberikan sumbangan Moral, lepas dari penilaian subyektif atau obyektif
terhadap “Tuntutan” itu, menjadi sumbangan pemikiran tersendri bagi orang
Papua Barat yang berjuang demi kebenaran.
3. Menjadi sebuah studi yang dapat dilihat, memberi sumbangan pemikiran yang
obyektif.
8. Metode Penulisan
Untuk memperoleh data atau bahan refrensi dalam penulisan ini, penulis memakai
dua cara atau metode: Pertama, adalah cara/metode wawancara dan kuesioner.
Cara/metode ini adalah untuk memperoleh data atau bahan sebagai refrensi langsung dari
lapangan, terkait dengan issue atau masalah. Yang Kedua, adalah cara/metode studi
refrensi atau kepustakaan. Cara/metode ini adalah untuk mencari bahan atau data yang
terkait dengan issue atau masalah Papua Barat dan gerakan kemerdekaan yang selama ini
telah diangkat dalam tulisan-tulisan berupa buku-buku, majalah, dan makalah/diktat.
Selain itu juga refrensi lain (buku-buku) yang terkait dengan masalah Sejarah bangsa
Papua Barat, Etika/Etis, Politik, dan Sosial Budaya. Kedua metode ini menurut hemat
penulis akan dan sangat membantu dalam menyusun tulisan ini.
9. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam pembahasan tulisan ini adalah sebagai berikut:

Page 10
10
Bab I. Pendahuluan
Dalam bab ini penulis memaparkan Latar Belakang, Permasalahan (Judul, Alasan
Pemilihan Judul dan Penjelasannya), Batasan Permasalahan dan Pembahasan, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Sejarah Pra-Integrasi Dan Permasalahan-Permasalahan Yang Timbul Selama
Integrasi
Dalam Bab ini, penulis memaparkan dua latar belakang sejarah mengenai sejarah
konflik di Papua Barat. Pertama yaitu sejarah penjajahan di Papua Barat (Belanda-
Jepang-Belanda) sampai pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan keinginan
Indonesia atas Papua Barat, termasuk konflik politik (Perang dingin Amerika-Soviet),
yang disebut Konflik Blok Barat dan Blok Timur mengenai Idiologi Sosialis dan Idiologi
Komunis, yang mana pengaruh ini sangat mempengaruhi kancah politik saat itu terutama
negara-negara yang baru terlepas dari kolonialisasi (merdeka). Kedua adalah proses
aneksasi Indonesia atas Papua Barat dalam sejarah selama Plebisit atau penentuan
pendapat sendiri/Pepera 1969 dan reaksi-reaksi penduduk pribumi.
Bab III. Pemerintahan Indonesia Di Papua Barat Sejak 1969 Dan Tuntutan
Kemerdekaan Rakyat Papua Barat
Dalam bab ini, penulis akan menilai bagaimana keberadaan orang Papua Barat dalam
wadah NKRI, dan permasalahan-permasalahan yang ada dan timbul selama itu. Selain itu
juga penilaian terhadap masalah-masalah yang timbul, seperti masalah hak, kebebasan,
keadilan, HAM, serta nilai budaya, yang ada dalam masyarakat setempat. Hal ini
merupakan bagian terpenting dalam penilaian/pergumulan teologis penulis. Berdasarkan
itu penyusun akan melihat, bahwa apakah dengan adanya masalah-masalah tersebut akan
terbukakah mata hati penguasa dalam negeri ini untuk mendengar jeritan hati orang
Papua Barat, atau sebaliknya menutup mata dan memperkuat kembali tangan
kekuasaanya?
Bab IV. Tinjauan Historis - Teologis
Dalam bab ini penyusun akan memberikan tanggapan dari sudut pandang Etika,
Fisafat, dan Iman Kristen berdasarkan Alkitab.

Page 11
11

Anda mungkin juga menyukai