Anda di halaman 1dari 29

MENJADI GURU IDEAL

Oleh: Iko Rizki Amaliyah

A.Pendahuluan

Lembaga pendidikan adalah salah satu harapan besar negeri ini agar bisa bangkit dari
keterpurukan dan mengejar ketertinggalannya selama ini. Untuk itu, diperlukan kader-kader
muda masa depan yang kaya akan ilmu pengetahuan guna mencerdaskan bangsa ini dan
mampu mengeluarkan bangsa ini dari kegelapan. Kader-kader masa depan itu harus
dipersiapkan, direncanakan dan diupayakan dengan maksimal.

Dalam hal ini, guru adalah aktor utama di samping orang tua dan elemen lainnya kesuksesan
yang direncanakan. Tanpa keterlibatan aktif seorang guru, pendidikan akan kosong dari apa
yang namanya materi. Secanggih apapun sebuah kurikulum dan visi misi suatu lembaga
pendidikan, selama gurunya pasif dan stagnan, maka kualitas pendidikan akan merosot tajam.
Begitu juga sebaliknya, selemah apapun sebuah kurikulum dan visi misi, jika gurunya
inovatif dan produktif, maka kualitas pendidikan akan maju pesat.

Disinilah letak strategis seorang guru dalam dunia pendidikan. Karena itu, tidak ada pilihan
lain, guru-guru yang ada harus memposisikan dirinya sebagai guru ideal dan inovatif, yakni
guru-guru yang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, mempunyai intelektual
yang tinggi, serta kreatif melakukan terobosan dan pembaharuan yang konsisten.

Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai sosok guru ideal, fungsi seorang guru serta
langkah-langkah menjadi guru ideal. Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap
pembaca dapat mengetahui sosok seorang guru ideal, fungsi apa saja yang dimiliki seorang
guru serta langkah apa saja yang dapat dilakukan guna menjadi guru ideal. Selain itu, penulis
berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai guru
ideal yang sesungguhnya.

B.Sosok guru ideal

Pembahasan mengenai guru selalu menarik perhatian karena ia adalah kunci pendidikan.
Artinya, jika guru sukses, maka kemungkinan besar anak didiknya akan sukses. Guru adalah
figur inspirator dan motivator bagi anak didiknya dalam mengukir masa depan.Dengan kata
lain, peranan guru sangatlah vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita dan visi misi yang
menjadi impian anak didiknya di masa mendatang. Di balik kesuksesan seorang murid,
tentulah ada sosok seorang guru yang ideal, seorang guru yang mampu memberikan inspirasi
dan motivasi.

Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang
tidak bisa ditawar lagi. Lalu siapa yang pantas disebut sebagai guru yang berkualitas ini?
Guru yang berkualitas adalah guru yang ideal dan inovatif. Guru yang senantiasa melakukan
pembaharuan dalam mengajar anak didiknya guna mencapai tujuan yang maksimal. Guru
ideal adalah guru yang mempunyai kompetensi tinggi, bermoral baik sehingga dapat menjadi
teladan bagi anak didiknya, dapat membagi waktu dengan efisien, memahami kondisi anak
didik serta kreatif dan inovatif melakukan pembaharuan dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Selain itu, guru yang ideal senantiasa bertanya pada dirinya sendiri apakah dia sudah menjadi
guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti
dengan pelajaran yang disampaikan? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang
terlintas didalam benaknya.

C.Fungsi guru

Segala sesuatu yang diciptakan dibumi ini tidak ada yang tidak memiliki fungsi. Dan fungsi
seorang guru adalah sebagai:

1.Pendidik.

Tugas utama seorang guru adalah mendidik anak didiknya sesuai dengan materi pelajaran
yang diberikan kepadanya. Dalam mendidik diperlukan kesabaran yang tinggi untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

2.Pemimpin.

Guru juga seorang pemimpin di kelas. Oleh karena itu, guru harus bisa menguasai,
mengendalikan dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang
berkualitas. Seorang guru dapat dikatakan berhasil apabila dapat mengendalikan kelas yang
dipegangnya.

3.Fasilitator.

Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi anak didik untuk menemukan


mengembangkan bakatnya secara pesat. Banyak cara yang dilakukan guru untuk
mengembangkan bakat anak didiknya. Salah satu nya adalah melalui kegiatan ekstrakulikuler
sekolah.

4.Motivator.

Sebagai motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat anak didik dan
memotivasi mereka agar tetap bersemangat dalam belajar walaupun banyaknya rintangan
yang menghadang.

5.Evaluator.

Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang harus dibenahi dan
disempurnakan. Disinilah diperlukan jiwa besar guru dalam menerima masukan dan kritikan
dari anak didiknya.

D.Langkah menjadi guru ideal


Menjadi guru ideal adalah harapan semua guru di negeri ini. Untuk menjadi guru ideal
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal-hal yang harus mereka lakukan
seperti:

1.Menguasai materi pelajaran secara mendalam.

Dengan menguasai materi, kepercayaan akan terbangun dengan baik, tidak ada was-was
terhadap pertanyaan yang akan dilontarkan oleh anak didiknya. Dalam konteks ini guru sudah
seharusnya mengajar sesuai dengan keahlian dibidangnya masing-masing, seperti kata
pepatah “the right man of the right place” yang artinya: guru yang ideal adalah guru yang
mengajar maateri sesuai dengan bidangnya.

2.Mempunyai wawasan luas.

Ilmu pengetahuan akan selalu berkembang. Seperti yang dilakukan Syaiful Bakhri, ia selalu
mengembangkan materi dengan isu-isu kontemporer yang dekat dengan kehidupan sehari-
hari untuk memudahkan siswa menyerap pelajaran.

3.Komunikatif.

Guru yang suka menyapa dan memperhatikan kondisi anak didik tentu akan lebih diterima
baik oleh anak didik dari pada guru yang hanya datang dan memberikan materi saja.
Komunikasi sangat penting sebagai pendekatan psikologi terhadap anak didik.

4.Menggabungkan teori dan praktik.

Dengan praktik, ilmu akan berkembang pesat. Dengan demikian, anak didik akan terlatih
untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajari.

5.Mempunyai variasi pendekatan dengan anak didik.

Dengan banyaknya metode pendekatan yang bervariatif, akan membuat anak didik tidak
jenuh dengan pelajaran yang diterimanya. Salah satu metodenya adalah dengan metode
ceramah, dialog interaktif, dan grup diskusi.

6.Tidak terlalu menekan dan memaksa.

Terlalu memaksakan siswa untuk belajar lebih sangatlah tidak baik. Hal tersebut akan
membuat anak didik merasa terbebani. Akan tetapi, mengajarlah seperti air yang mengalir
pelan yang mampu menerobos hal-hal yang sulit dan merobohkan sesuatu yang besar.

7.Humoris tapi serius.

Di tengah kepenatan dan keletihan fisik, humor sangat diperlukan untuk menyegarkan
pikiran. Awali proses belajar mengajar dengan menceritakan hal-hal yang lucu dan unik agar
tidak jenuh. Setelah anak didik merasa fresh dan siap menerima materi, barulah guru
memulai kegiatan belajar mengajarnya.

E.Penutup

Istilah guru bisa diartikan digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani). Artinya sosok guru
sangat dipercaya oleh siswa dan segala perilakunya ditiru oleh siswanya. Menjadi guru yang
ideal dan inovatif adalah harapan semua guru di negeri ini. Guru yang mampu membimbing
dan mendorong anak didiknya sehingga mampu mencapai taraf nasional dan internasional.
Namun tidak semua guru dapat melakukan itu. Ada banyak kendala yang dihadapi mulai dari
biaya, usia dan kesibukan. Namun bagi guru-guru muda khususnya, tidak ada alasan yang
membuat mereka mundur, melihat dan menuju ke belakang. Sebab masa depan, tantangan
dan peluang sudah di depan mata. Kalau tidak berani menghadapi tantangan dan mengambil
peluang maka orang lain yang akan mengambilnya. Hidup adalah kompetisi. Jadi,
barangsiapa yang tidak berani berkompetisi maka akan tersisih di era teknologi modern
seperti ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur. 2010. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif. Jogjakarta:
DIVA Press.

Lusita, A. 2012. Jurus Sukses Menjadi Guru Kreatif, Inspiratif dan inovatif. Yogyakarta:
Araska.

Sutadiputra,Banaldi. 1985. Aneka Problem Keguruan. Bandung: Angkasa.

Syukur, Freddy Faldi. 2011. Menjadi Guru Dahsyat Guru yang Memikat. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.

Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif (Jogjakarta: DIVA
Press, 2010), hlm.5.
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif (Jogjakarta: DIVA
Press, 2010), hlm.17.

Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif (Jogjakarta: DIVA
Press, 2010), hlm. 115.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita tahu anak didik sedikit banyak akan mengikuti
kepribadian gurunya yang mereka anggap sebagai anutannya. Secara tidak
sadar kita sebagai guru dijadikan idola oleh anak didik kita. Penting sekali
bagi guru atau calon guru untuk mengetahui hal ini. Sehubungan dengan
mereka sebagai pendidik, Kita harus memiliki kepribadian yang baik jika ingin
anak didik kita juga baik. Terutama guru-guru yang mendidik anak-anak
sekolah dasar, mengapa demikian karena anak-anak umur sekolah dasar
mudah sekali mengikuti kepribadian guru mereka karena mereka masih polos.
Sebagai calon guru agar kita nanti menjadi guru yang di sukai oleh anak didik
maka mulai sekaranglah kita melihat kembali apakah kita punya kepribadian
yang baik atau tidak. Anak-anak suka dengan guru yang perhatian pada
mereka dan tidak pilih kasih. Kita harus mengenal terlebih dahulu kondisi
kejiwaan anak-anak agar kita bisa memahami mereka dan membuat mereka
merasa nyaman dengan kita, Kalau kita punya kepribadian yang baik
InsyaAllah anak-anak senang dengan kita dan materi yang kita berikan pun
akan mudah mereka serap, beda kalau guru yang tidak punya kepribadian
yang baik pasti akan di benci oleh anak didik. Dan materi yang di sampaikan
pun akan sulit dicerna meskipun anak tersebut cerdas.
Selain kepribadian baik yang harus dimiliki oleh seorang guru,
profesionalisme guru juga merupakan hal yang penting dalam
keberlangsungan pendidikan. Saat ini profesionalisme guru sudah sangat
menurun jadi untuk mencapai tujuan pendidikan kita harus meningkatkan
kembali profesionalisme guru. Untuk itulah sebagai seorang guru terutama
kita calon guru harus mempersiapkan diri agar menjadi guru yang profesional
dan mempunyai kepribadian yang baik, guna menghasilkan anak-anak didik
penerus bangsa yang berkualitas tinggi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana profil keribadian guru ideal?
2. Bagaimana kepribadian guru di sekolah dan madrasah?
3. Bagaimana kontribusi teori kepribadian dan etika dalam pengembangan
kepribadian guru?

C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah dari rumusan masalah di atas adalah:
1. Mengetahui profil keribadian guru ideal
2. Mengetahui kepribadian guru di sekolah dan madrasah
3. Mengetahui kontribusi teori kepribadian dan etika dalam pengembangan
kepribadian guru

BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Kepribadian Guru Ideal


Mendiskusikan sikap profesional keguruan tidak bisa dilepaskan dari
asumsi yang melandasi keberhasilan guru itu sendiri. Sikap ideal yang
dimaksud dapat mengacu kepada perilaku Nabi Muhammad saw. Karena
beliau satu-satunya pendidik yang berhasil. Dalam Al-Quran surah al-Ahzab
ayat 21 dinyatakan bahwa pada pribadi Muhammad saw, terdapat teladan
yang dapat dipraktikkan oleh umat manusia.
Untuk itu, asumsi keberhasilan pendidik perlu meneladani beberapa hal
yang dianggap esensial, yang diharapkan dapat mendekatkan realitas perilaku
pendidik dan idealitas (perilaku Nabi Muhammad saw, sebagai pendidik).
Sebab beliau dikenal sebagai seorang yang berbudi luhur, berkepribadian
unggul sehingga beliau dijuluki al-amin ‘orang yang sangat jujur, dapat
dipercaya’, dan sangat dicintai semua orang.
Hampir seluruh kegiatan yang dikelola sekolah selalu berkaitan dengan
tenaga guru. Kegiatan pokok sekolah tidak akan berjalan lancar bila tidak
didukung oleh tenaga guru yang berkualitas. Agar guru sebagai aspek sumber
daya manusia yang berperan di sekolah dapat berfungsi efektif dan efisien
maka perlu dideskripsikan profil guru ideal yang dibutuhkan di sekolah, yang
tentunya harus sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang persyaratan
tenaga guru.

Profil ideal tersebut meliputi:

1. Memiliki Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan personal yang


mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, dengan indikator :

(1)Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.

(2)Memiliki kepribadian yang dewasa.

(3)Memiliki kepribadian yang arif.

(4)Memiliki kepribadian yang berwibawa.

(5)Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.

2. Memiliki Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan


pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, dengan indikator sebagai berikut :

(1)Memahami peserta didik.

(2)Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan

untuk kepentingan pembelajaran.


(3)Melaksanakan pembelajaran.

(4)Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

(5)Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi


yang dimilikinya.

3. Memiliki Kompetensi Profesional, merupakan kemampuan yang berkenaan


dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan
mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum
tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Indikatornya
adalah :

(1)Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.

(2)Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah


wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

4. Memiliki Kompetensi Sosial, yaitu berkenaan dengan kemampuan pendidik


sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar, dengan indikator :
(1)Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.

(2)Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama


pendidik dan tenaga kependidikan.
(3)Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.

Secara konseptual guru yang diharapkan adalah sosok guru yang ideal
diidamkan oleh setiap pihak yang terkait. Berikut akan dijabarkan profil guru
yang ideal dilihat dari berbagai sudut pandang:

Dilihat dari sudut pandang siswa, guru ideal adalah guru yang dapat dijadikan
sebagai sumber motivasi belajar, sumber keteladanan, ramah dan penuh kasih
sayang. Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Kalau kita mencermati
kata keteladanan, kita pasti ingat dengan istilah guru yaitu digugu dan ditiru.
Maksudnya, seorang guru seyogyanya harus dapat menjadi teladan, memberi
contoh yang baik bagi murid-muridnya dan lingkungan masyarakat pada
umumnya. Sebagai teladan guru harus memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur bagi anak didik
dan masyarakat. Guru ideal adalah guru yang tidak materialistis. Artinya guru
dalam perlakuannya terhadap anak didik tidak membedakan murid yang kaya
dan miskin. Selain itu guru juga tidak pilih kasih dan obyektif dalam segala
hal, dapat menjawab pertanyaan secara gamblang, jelas dan mudah diterima.
Guru dalam penampilannya rapi, tidak lusuh, tapi juga tidak terlalu berlebihan
sehingga murid merasa nyaman saat melihatnya. Sedikit saja guru berbuat
yang tidak baik atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan
kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri.

Dari sudut pandang orang tua, guru yang diharapkan adalah sosok yang
dapat menjadi mitra pendidik bagi siswa. Di sini orang tua memiliki harapan
pada guru agar mereka dapat menjadi orang tua kedua di sekolah. Selain itu,
guru ideal bagi orang tua yaitu guru yang dapat berkomunikasi baik dengan
orang tua mengenai perkembangan prestasi belajar anak didik dan juga dapat
memberikan solusi atau jalan keluar bagi anak didik yang mengalami masalah
atau problem dalam belajar, sosialisasi dengan teman, adaptasi dengan
lingkungan dan juga masalah perkembangan anak. Orang tua merupakan
bagian dari masyarakat. Masyarakat akan melihat dan menilai perbuatan guru,
bagaimana guru meningkatkan kualitas layanan pendidikannya dan
bagaimana guru memberi arahan serta dorongan kepada peserta didiknya.

Sedangkan dilihat dari sudut pandang pemerintah, guru yang ideal yaitu guru
yang dapat dituntut untuk profesional dan proposional sebagai unsur
penunjang kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan. Guru yang
profesional adalah guru yang dapat menempatkan dirinya pada profesinya.
Guru adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka disiapkan
oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka dididik
secara khusus memperoleh kompetensi sebagai guru, yaitu meliputi
pengetahuan, keterampilan, kepribadian, serta pengalaman dalam bidang
pendidikan. Kompetensi mengacu pada kemampuan menjalankan tugas-
tugas pelayanan pendidikan secara mendiri. Kemampuan yang dimaksud
berbentuk perbuatan nampak, yang dapat diamati, dan dapat diukur.
Perbuatan yang nampak tersebut didasari antara lain oleh pengetahuan, asas,
konsep, prosedur, teknik, keputusan, pertimbangan, wawasan, sikap serta
sifat-sifat pribadi. Selain itu dilihat dari tingkat pengetahuan, guru hendaknya
memiliki wawasan yang luas, mampu menguasai semua metode pembelajaran
yang secara psikologis dapat diterima muridnya. Seorang guru mempunyai
tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Guru tidak hanya dituntut
mampu melakukan transformasi seperangkat ilmu pengetahuan kepada
peserta didik (cognitive domain) dan aspek keterampilan (pysicomotoric
domain), akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan
dan mendidik hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).

Dari segi budaya, guru merupakan subyek yang berperan dalam proses
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam pelestarian
nilai-nilai budaya. Hal ini berarti, guru yang ideal adalah guru yang dapat
mewariskan dan menjaga nilai-nilai budaya bangsa kepada anak didiknya.
Dan secara otomatis guru tersebut hendaknya dalam dirinya juga tertanam
nilai-nilai budaya bangsa yang luhur. Seorang guru dalam memberikan ilmu
kepada muridnya , dituntut untuk memiliki kejujuran dengan menerapkan apa
yang diajarkan dalam kehidupan pribadinya. Dengan kata lain, seorang guru
harus konsekuen serta konsisten dalam menjaga keharmonisan antara
ucapan, larangan, dan perintah dengan amal perbuatannya sendiri.

Secara umum, guru ideal adalah guru yang memiliki keberdayaan


mewujudkan kinerja yang dapat mewujudkan fungsi dan peranannya secara
optimal. Perwujudan tersebut tercermin melalui keunggulannya dalam
mengajar, hubungan dengan siswa, hubungan sesama guru, pihak lain, sikap
dan keterampilan profesionalnya. Profesionalisme guru hendaknya dapat
ditunjukan oleh lima unjuk kerja, yaitu keinginan berperilaku standar ideal,
memelihara profesi, mengembangkan profesionalitas serta meningkatkan
kualitas pengetahuan dan keterampilannya, mengejar kualitas dan cita-cita
dalam profesi serta bangga terhadap profesinya. Semua penampilan itu dapat
terwujud apabila didukung kompetensi yang meliputi kompetensi intelektual,
sosial, pribadi, moral-spiritual, fisik, dan sebagainya.
Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi
pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu
dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam
mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang
mengatakan bahwa masa depan anak-anak di tangan guru dan di tangan gurulah
terbentuknya umat.
Ditulis Athiyah Al-Abrosy (dalam Slamet Yusuf:42) bahwasannya sifat-
sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru:Guru harus menjadi bapak
sebelum ia menjadi pengajar.
a) Hubungan guru dengan murid harus baik.
b) Guru harus selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
c) Guru harus peka terhadap lingkungan sekitar murid.
d) Guru wajib menjadi contoh/teladan di dalam keadilan dan keindahan serta
kemuliaan.
e) Guru wajib ikhlas di dalam pekerjaannya.
f) Guru wajib menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan.
g) Guru harus selalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
h) Guru harus mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam
menjalankan tugasnya.
i) Guru harus sarat dengan ide sekolah yang modern.
j) Guru harus punya niat yang tetap.
k) Guru harus sehat jasmaninya.
l) Guru harus punya pribadi yang mantap.
B. Kepribadian Guru di Sekolah dan Madrasah
Pembelajaran guru di sekolah dan madrasah dapat ditingkatkan
mutunya oleh adanya guru yang memiliki kepribadian unggul sebagai
pendidik. Acuan pribadi tersebut tentu tepat bila dikonfirmasikan dengan
pribadi Rasul Muhammad saw. yang memiliki sejumlah sifat unggul yakni:
shiddiq (jujur dan benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh
(mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai), serta fathonah (cerdas).
Pribadi guru yang diharapkan oleh siswa siswi di sekolah adalah pribadi
yang menarik secara fisik, gagah, berani, berwibawa, dan secara intelektual
memiliki kecerdasan tinggi, tidak mudah lupa, mampu menganalisis
persoalan kehidupan manusia secara integrative, serta mampu mencari jalan
keluar atas problema yang dihadapi yaitu pribadi guru yang memiliki
keseimbangan antara aqal, jasmani, dan rohani. Aqalnya cerdas, jasmaninya
kuat, serta rohaninya memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.
Kita sebagai calon guru hendaknya mengetahui dan mengerti betul
bahwa kepribadian yang tercermin dalam berbagai penampilan itu ikut
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan pada umumnya dan
tujuan lembaga pendidikan tempat kita mengajar pada khususnya. Tujuan
tersebut dapat dipelajari dalam kurikulum lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Kita perlu tahu bahwa kepribadian kita sebagai guru sedikit
banyak akan diserap dan dimbil oleh anak didik menjadi unsur dalam
kepribadiannya yang sedang bertumbuh dan berkembang itu. Persyaratan
kepribadian bagi guru madrasah, jauh lebih perlu mendapat perhatian, jika
tujuan madrasah dalam pembinaan anak didik tersebut ingin dicapai.
Jika sekolah ingin membina anak didik menjadi seorang muslim yang
bertaqwa dan berakhlak mulia, maka semua guru yang mengajar di sekolah
itu harus mempunyai kepribadian muslim, taqwa yang berakhlak mulia,
karena anak didik pada umur Ibtidayah (tingkat dasar) belum mampu berfikir
logis, pertumbuhan kecerdasannya masih dalam tahap permulaan dan
pembinaan kepribadian bagi mereka, lebih banyak melalui latihan dan contoh.
Apabila guru benar-benar memenuhi syarat sebagai contoh, maka pembinaan
kepribadian anak didik akan dapat dilaksanakan dengan mudah, sebab contoh
yang disertai latihan, secara berangsur-angsur dapat menanamkan kebiasaan
mengamalkan agama Islam, selanjutnya akan menumbuhkan rasa cinta
kepada agama Islam.
Madrasah Ibtidayah di Indonesia bertujuan pula untuk mencetak anak
didik menjadi seorang warga Negara Indonesia yang baik,menerima dan mau
melaksanakan pancasila dan UUD 1945 serta menghargai kebudayaan
nasional. Untuk menanamkan sikap yang seperti itu diperlukan guru yang
memahami UUD 1945 dan mempunyai kepribadian yang sesuai dengan UUD
1945 tersebut,sehingga anak didik menemukan langsung contoh kepribadian
muslim Indonesia yang terpadu di dalamnya nilai-nilai Islam dan nilai-nilai
pancasila dan UUD 1945 secara serasi.
Madrasah Ibtidayah bertujuan juga untuk menumbuhkan nilai dan sikap
positif lainnya yang diperlukan bagi seorang muslim Indonesia yang baik
sehat jasmani dan rohaninya, berfikiran maju, berminat kepada ilmu
pengetahuan, berinisiatif, berdaya kreatif dan menghargai setiap jenis
pekerjaan dan usaha yang halal. Sikap dan penampilan kepribadian semua
guru harus pula menggambarkan semua nilai tersebut. Tanpa hidupnya nilai
dan sikap tersebut dalam pribadi setiap guru yang mengajar di Madrasah
Ibtidayah, sukarlah mengharapkan pembinaan nilai dan sikap yang
diharapkan oleh kurikulum madrasah ibtidayah itu.
Sikap hidup sebagai manusia individu dan manusia sosial dari warga
Negara Indonesia muslim yang baik dan taqwa, yang tercermin dalam sikap
demokratis, tenggang rasa dan mencintai sesama manusia yang menghargai
waktu, hemat dan produktif dan lainnya yang tersebut dalam tujuan
pendidikan Madrasah Ibtidayah perlu pula tercermin dalam semua penampilan
kepribadian guru.
Pendek kata semua tujuan yang ingin di capai oleh Madrasah Ibtidayah
yang di jabarkan dalam kurikulumnya, harus benar-benar dipahami dan
dilaksanakan oleh semua guru dan tercermin dalam penampilan
kepribadiannya.
Sebagai calon guru kita perlu tahu bahwa anak didik yang akan kita
bimbing dan bina bukanlah orang dewasa yang sudah matang
pertumbuhannya, akan tetapi ia adalah anak yang masih bertumbuh dalam
segala hal, tingkat pertumbuhan dan kematangan tiap tingkat
umurmempunyai kekhususan sendiri, berbeda dari tingkat lainnya. Maka cara
kita menghadapi dan memperlakukan anak didik yang bermacam-macam itu
harus sesuai dengan kekhususan umur tersebut. Guru yang mengerti dan
memperlakukan anak didi dengan bijaksana akan disenangi oleh anak didik
dan akan berhasil usahanya untuk mendidik dan membimbing anak didiknya.
Menurut Zakiah Daradjat (2005 : 49) Kita sebagai guru juga mesti sadar
bahwa setiap anak masuk ke sekolah membawa segala latar belakang
kehidupan dan pengalaman dari orang tua dan lingkungannya. Maka sebagai
seorang guru kita harus mampu menampung beraneka ragam sikap dan
kelakuan anak didik, semuanya harus mendapat perhatian dan pelayanan yang
diperlukan sesuai dengan kemampuannya untuk menerima dan sesuai pula
dengan diri pribadi yang dibawanya. Semua anak didik dengan latar belakang
dan pengalaman yang bermacam-macam itu, harus dibimbing dan diarahkan
kepada tujuan yang hendak dicapai dalam kurikulum. Maka kelapangan dada,
kebijaksanaan dan ketenangan jiwa kita sangat diperlukan , agar kita tidak
terombang-ambing oleh keadaan anak didik yang beraneka ragam itu.
Anak didik pada tingkat Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidayah
biasanya disebut anak pada usia sekolah, yaitu yang berada pada umur antara
enam dan dua belas tahun. Umur tersebut mempunyai ciri dan kekhususan
tertentu. Yang perlu mandapat perhatian oleh setiap guru. Pada umur ini
anak-anak sibuk dengan pertumbuhan kecerdasan dan penangkapan atau
persepsi, oleh karena itu bisa dikatakan bahwa anak pada umur ini baik dan
menyenangkan, tidak nakal dan sudah mulai mengerti, tidak seperti anak
antara umur dua dan lima tahun yang sibuk dengan pertumbuan jasmani cepat
dan emosi berubah-ubah dalam waktu singkat, dan tidak pula seperti anak
umur antara 13 dan 16 tahun yang mengalami pertumbuhan jasmani cepat
dan emosi goncang.
Pada umur tujuh dan Sembilan tahun anak mengalami Pertumbuhan
kecerdasan yang cepat, sehingga membuat mereka tertarik kepada cerita-
cerita atau kisah-kisah baik kisah nyata atau khayal. Guru yang
bijaksana pandai memulihkan kisah atau cerita yang cocok dan serasi dengan
anak didik dan dapat diambil oleh anak untuk menjadi bahan identifikasi
dalam pertumbuhan pribadinya.
Kepribadian guru yang tercermin dalam segala penampilannya itu
hendaknya menarik, menyenangkan dan stabil, agar anak didik mendapat
teladan yang baik dalam pertumbuhan pribadinya, serta tidak ragu-ragu
bertindak dan bertingkah laku.
Barangkali itulah sebabnya maka ada ahli yang berpendapat bahwa
hendakya yang menjadi guru pada tingkat Sekolah Dasar atau Madrasah
ibtidayah terutama kelas satu dan dua, hendaknya guru yang berpengalman
dan mempunyai kepribadian yang benar-benar memenuhi syarat.
Sedangkan untuk pengembangan dan penguatan kompetensi
kepribadian seolah-olah dikembalikan lagi kepada pribadi masing-masing
dan menjadi urusan pribadi masing-masing. Oleh karena itu, marilah kita
sama-sama mengambil tanggung jawab ini dengan berusaha belajar
memperbaiki diri-pribadi kita untuk senantiasa berusaha menguatkan
kompetensi kepribadian kita. Meski dalam berbagai teori kepribadian
disebutkan bahwa kepribadian orang dewasa cenderung bersifat
permanen, DR. Uhar Suharsaputra, M.Pd. dalam bukunya “Menjadi Guru
Berkarakter”, disebutkan bahwa: “Jika yakin bisa berubah, maka berubahlah… Jika
Anda ingin menjadi guru yang baik dan lebih baik, katakanlah terus pada diri sendiri bahwa
saya adalah guru yang baik dan lebih baik, dan bayangkan bahwa Anda adalah guru yang
baik dan lebih baik dengan kepribadian yang baik dan lebih baik.”

C. Kontribusi Teori Kepribadian Dan Etika Dalam Pengembangan Kepribadian


Guru
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat dalam diri seseorang yang
membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang
bersangkutan (Allport). Kepribadian juga berarti kesatuan sifat yang sempurna
atau kematangan sifat pada individu baik jasmani, akal sosial dan intelegensia
dalam interaksi sosial dan berbeda dengan yang lainnya secara jelas. Abdul
Madjid bin Masud mengartikan kepribadian yaitu sebagai sistem yang
sempurna atau pertumbuhan yang sempurna meliputi kematangan fisik, sikap
dan pengetahuan yang menentukan keinginan individu dan membedakannya
dengan yang lain. Dapat dinyatakan bahwa kepribadian guru adalah sifat
hakiki seorang guru yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang
membedakannya dengan orang lain.
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian, atau temuan-temuan (hasil praktik
penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah human
behavior prilaku manusia yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa,
dan begaimana prilaku tersebut. Dalam islam kepribadian sering diidentikan
dengan akhlak.
Sementara itu , Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang didalamnya mencakup:
a) Karakter
b) Temperamen
c) Sikap
d) Stabilitas emosi
e) Responsibilitas (tanggung jawab)
f) Sosiabilitas
Menurut Imam Al-Ghazali bahwa kepribadian dan etika guru adalah sebagai
berikut :
1. Kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana
anaknya sendiri
2. Meneladani Rasulullah sehingga tidak menuntut upah, imbalan maupun
penghargaan
3. Hendaknya tidak memberi predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia
pantas dan kompeten untuk menyandangnya, dan jangan memberi ilmu yang
samar (al-‘ilm al-khafy) sebelum tuntas ilmu yang jelas (al-‘ilm al-jaly)
4. Hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang buruk (sedapat mungkin)
dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung
5. Guru yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak menjelek-
jelekkan guruatau merendahkan bidang studi lain
6. Menyajikan pelajaran pada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan
mereka
7. Dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-
ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan dtailnya
8. Guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya
bertentangan dengan perbuatannya.
M.Amin Abdullah (2005) mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari
tentang baik danburuk. Jadi, bias dikatakan etika berfungsi sebagai teori
perbuatan baik dan buruk (ethis atau µilmal-akhlaq al-karimah),praktiknya
dapat dilakukan dalamdisiplin filsafat. Etika dapat dipakaidalam arti nilai yang
menjadi pegangan seseorang atau sekelompok dalam mengatur
tingkahlakunya atau lazim dikenal dengan istilah kode etik misalnya kode etik
guru, kode etik pegawainegeri, kode etik jurnalistik, dan lain-lain.Kata etika
diidentikkan dengan kepribadian yang berarti sifat hakiki seseorang yang
tercerminpada sikap dan perbuatannya, yang membedakan dirinya dengan
orang lain (Muhibuddin S,1989).
Seorang guru memahami sosok jibril sebagai pendidik bagi nabi
muhammad SAW. merupakan sosk yang gagah secara fisik, cerdas intelektual
, dan memiliki sikap yang layak sebagai pendidik, ia kan terdorong untuk
meneladani pribadi jibril dalam aktifitasnya sebagai guru. Melalui pemahaman
terhadap teori kepribadian dan etika yang dikemukakan oleh pemikir
barat(sekuler), seorang guru juga dapat melakukan komparasi dengan pemikir
muslim yang menyajiakan pemahaman pribadi guru yang sarat nilai.
Selanjutnya seorang guru dapat menyeleksi dan memilih pribadi yang hendak
ditampilkannya dalam aktifitasnya sebagai guru. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa teori kepribadian dan etika memiliki kontribusi positif dalam
pengembangan kepribadian guru.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
sikap profesional keguruan tidak bisa dilepaskan dari asumsi yang
melandasi keberhasilan guru itu sendiri. Sikap ideal yang dimaksud dapat
mengacu kepada perilaku Nabi Muhammad saw. Karena beliau satu-satunya
pendidik yang berhasil. Dalam Al-Quran surah al-Ahzab ayat 21 dinyatakan
bahwa pada pribadi Muhammad saw, terdapat teladan yang dapat
dipraktikkan oleh umat manusia.
Kita sebagai calon guru hendaknya mengetahui dan mengerti betul
bahwa kepribadian yang tercermin dalam berbagai penampilan itu ikut
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan pada umumnya dan
tujuan lembaga pendidikan tempat kita mengajar pada khususnya. Tujuan
tersebut dapat dipelajari dalam kurikulum lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Kita perlu tahu bahwa kepribadian kita sebagai guru sedikit
banyak akan diserap dan dimbil oleh anak didik menjadi unsur dalam
kepribadiannya yang sedang bertumbuh dan berkembang itu. Persyaratan
kepribadian bagi guru madrasah, jauh lebih perlu mendapat perhatian, jika
tujuan madrasah dalam pembinaan anak didik tersebut ingin dicapai.
Melalui pemahaman terhadap teori kepribadian dan etika yang
dikemukakan oleh pemikir barat(sekuler), seorang guru juga dapat melakukan
komparasi dengan pemikir muslim yang menyajiakan pemahaman pribadi
guru yang sarat nilai. Selanjutnya seorang guru dapat menyeleksi dan memilih
pribadi yang hendak ditampilkannya dalam aktifitasnya sebagai guru. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa teori kepribadian dan etika memiliki
kontribusi positif dalam pengembangan kepribadian guru.

RELATED POSTS :

 Makalah Kepribadian Sehat dan tidak sehatBAB I PENDAHULUAN A. Latar


Belakang Pendidikan adalah proses dalam rangka mempengaruhi pesert… Read More...

 Makalah Teori KepribadianBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang


guru memiliki kepribadian yang baik a… Read More...
BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya, jika guru sukses,
maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspirator dan
motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi
anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan.
Ingat kisah sukses Imam Syafi’i? Kesuksesan beliau tidak bisa dilepaskan dari peran guru-gurunya, khususnya
Imam Malik. Begitu juga dengan kisah sukses KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang tidak lepas dari peran guru-
gurunya, khususnya Syekh Kholil , Bangkalan, Madura.
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup
anak didiknya di masa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi
besar pada dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan,
menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan
manusia.
Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan inovatif yang mampu
membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia di era
global ini.
Kalau guru-guru – yang berinteraksi langsung dengan murid – kurang profesional, kreatif, dan produktif,
maka anak didik akan lahir sebagai kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam
menghadapi masa depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih suka
menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan mengejar cita-cita mulia yang
melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang berliku.
Jika demikian, masa depan bangsa ini akan semacam terancam. Bangsa ini akan menjadi bangsa kuli di
negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skills
enterpreneurship rendah, jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun. Kekayaan sumber
daya alam semakin dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang sangat rendah. Kemiskinan,
pengangguran, dan ketidakadilan terjadi di mana-mana. Perlahan, bangsa ini akan semakin mundur dan
terbelakang.
Jika bangsa ini terus terjerembab dengan problem internalnya, terus bertikai dengan kawan sendiri demi
meraih kekuasaan, sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para guru tidak ditingkatkan dengan profesional,
maka bangsa ini semakin tertinggal dengan negara-negara yang dahulunya jauh di bawah kita.
Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa
ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa depan bangsa ke arah kemajuan pesat di segala aspek kehidupan.
Gurulah yang diharapkan seluruh elemen bangsa ini untuk mengubah nasib bangsa besar ini menjadi bangsa yang
disegani bangsa-bangsa lain di dunia, karena prestasi besarnya. Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang
berkualitas ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapa yang Pantas Disebut Guru
 Kriteria Guru
Menurut Husnul Chotimah (2008), guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih
ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Sementara, masyarakat memandang guru sebagai
orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak
sependapat bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui
pendidikan.
Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, kiranya menumbuhkan tantangan tersendiri bagi guru.
Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa
berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun,
perlu diingat, pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof. Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam
kriteria guru masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa
Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan
mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa kriteria guru ideal yang
seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik. Dapat
membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin
membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan
hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang
memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi
dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya
adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik
dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu
menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang
siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu
akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta
didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya
dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan
pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa
dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak
dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu
membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu
adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang
dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak
akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu,
guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan
kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan
kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat
guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang
baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal
menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak
kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia sudah menjadi guru
yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia
sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses
pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan
dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru,
dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.
Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki
terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di tengah-tengah
masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan
moral, mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan
menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap
halal, yang penting target tercapai. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita, sehingga kasus korupsi merajalela di
kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual, sehingga ia mampu
berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia harus mampu
bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar
guru tidak gampang marah , tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik
diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh
hasil yang maksimal.
 Syarat Guru
Menurut Desi Reminsa (2008), ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain memiliki
kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer
ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan anak/psikologi
perkembangan, kemampuan mengorganisasi dan mencari problem solving (pemecahan masalah), kreatif dan
memiliki seni dalam mendidik.
Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan KH. Moh. Hasyim
Asy’ari, ada 20 (dua puluh) macam.
Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah adalah melihat Allah
SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian
mengambil hikmah atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT
terhadap dirinya. Salah satu ciri muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah mengagungkan apa yang
diagungkan oleh Tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu
dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja’, tawadhu’, khusyuk, zuhud, dan
sebagainya.
Kedua, senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan. Sebab, guru
adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanat, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada
Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut disebut khianat.
Ketiga, senantiasa bersikap tenang.
Keempat, senantiasa bersifat wara’. Menurut Ibrahim bin Adham, wara’ adalah meninggalkan perkara
syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.
Kelima, selalu bersikap tawadhuk. Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk adalah merendahkan diri
dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum,
dan kebijaksanaan.
Keenam, selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT. Sebagian ulama’ salaf menyatakan, kewajiban
orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah SWT, baik di tempat sunyi maupun ramai,
menjaga dan menghentikan segala sesuatu yang menyulitkan dirinya sendiri.
Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
Kedelapan, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta,
popularitas, atau agar lebih maju di banding temannya yang lain.
Kesembilan, tidak diskriminatif terhadap murid.
Kesepuluh, bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang tidak membahayakan
dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana, dan bersifat qana’ah.
Kesebelas, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal
yang dibenci oleh syari’at maupun adat setempat misalnya.
Kedua belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari keramaian.
Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi sifat muru’ah (menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji).
Ketiga belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum, seperti shalat berjama’ah di
masjid, menyebarkan salam, amar ma’ruf nahyi munkar, serta senantiasa sabar terhadap musibah yang
menimpanya.
Keempat belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah,
menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan
syariat, dengan cara yang baik dan lembut, baik menurut adat istiadat maupun watak.
Kelima belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat syariat,
baik qauliyah atau fi’liyah, seperti membiasakan diri membaca ayat-ayat Al-Qur’an baik di hati atau di lisan,
berdo’a dan berdzikir baik siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji apabila sudah mampu,
membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan, dan memuliakannya.
Keenam belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan wajah berseri, banyak
mengucapkan dan menyebarluaskan salam, memberikan makanan, menekan rasa amarah dalam jiwa, tidak
menyakiti orang lain, selalu mensyukuri segala kenikmatan yang di berikan Allah SWT, dan lain-lain.
Ketujuh belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan
yang baik. Termasuk akhlak yang jelek adalah berprasangka jelek kepada orang lain, iri, dengki, marah bukan
karena Allah, menipu, sombong, riya’, ujub (bangga diri), pamer, bakhil angkuh, tamak, dan lain sebagainya.
Kedelapan belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam
setiap aktivitas ibadah, seperti membaca, menelaah, menghafal, sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali
untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu.
Kesembilan belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari
semua orang. Bahkan, seorang guru harus selalu mencari faedah di mana pun ia berada.
Kedua puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan. Karena, hal itu akan
memperdalam keilmuan dan juga memperbanyak pembahasan dan rujukan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi seorang guru ideal harus mempunyai landasan
keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai
kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.
 Fungsi dan Tugas Guru
Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas lain
seorang guru, antara lain :
1. Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan
kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti
informasi, dan responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
2. Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan
mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru
harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
3. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya
secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimental maksimal,
latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.
Terdapat sembilan resep yang harus diperhatikan dan diamalkan seorang guru, agar pembelajaran
berhasil membedakan kapasitas intelektual anak didik.
1. Kurangi metode ceramah.
2. Berikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik.
3. Kelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya.
4. Perkaya bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik.
5. Hubungi spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan.
6. Gunakan prosedur yang bervariasi dalam penilaian.
7. Pahami perkembangan peserta didik.
8. Kembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan
kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran.
9. Libatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin.
4. Motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur
kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan
bagaimanapun berat tantangannya. Di bawah ini, akan diuraikan beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya
mendapat perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan belajar
mengajar.
a. Kebermaknaan
Siswa akan suka dan termotivasi belajar apabila hal-hal yang dipelajari mengandung makna tertentu baginya.
Agar suatu pelajaran bisa bermakna, seorang guru bisa mengaitkan pelajarannya dengan pengalaman masa lampau
siswa, tujuan-tujuan masa mendatang, minat serta nilai-nilai yang berarti bagi mereka.
b. Modelling
Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah
dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengajarkannya dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya
dengan menceritakannya secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa
yang diinginkan oleh guru.
c. Komunikasi Terbuka
Siswa lebih suka belajar bila penyajian terstruktur, supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan
siswa.
d. Prasyarat
Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang menentukan
berhasil atau gagalnya siswa belajar. Kesempatan belajar bagi siswa yang telah memiliki informasi dan
keterampilan yang mendasari perilaku yang baru akan lebih besar. Karena itu, guru hendaknya berusaha
mengetahui/mengenali prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki.
e. Novelty
Siswa lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (novelty) atau masih
asing.
f. Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
Siswa lebih senang belajar jika mengambil bagian yang aktif dalam latihan/praktik untuk mencapai tujuan
pengajaran. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat
pada buku tulis.
g. Latihan Terbagi
Siswa lebih senang belajar jika latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan-
latihan secara demikian akan lebih meningkatkan motivasi siswa belajar dibandingkan dengan latihan yang
dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang panjang.
h. Kurangi secara Sistematik Paksaan Belajar
Pada waktu mulai belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau pemompaan. Akan tetapi, bagi siswa yang
sudah mulai menguasai pelajaran, ada baiknya jika pemompaan itu secara sistematik dikurangi, dan akhirnya
lambat laun siswa dapat belajar sendiri.
i. Kondisi yang Menyenangkan
Siswa lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Untuk menciptakan
kondisi yang menyenangkan, seorang guru dapat melakukan cara-cara berikut.
 Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan latihan.
 Berilah siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa.
 Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.

5. Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai melamar menjadi guru,
kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan
yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
6. Evaluator
Sebaik apa pun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yamg perlu dibenahi dan disempurnakan. Di
sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan
merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara
yang lebih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain, dan murid-muridnya.
7. Tanggung Jawab Guru
Dalam melakukan fungsi dan tugas mulianya di atas, seorang guru harus melandasinya dengan tanggung
jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi
tanggung jawab peradaban yang besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia. Ia juga harus sadar bahwa
kesuksesannya menjadi harga mati bagi lahirnya kader-kader bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, ia all
out harus menekuni profesinya dengan penuh kesungguhan dan kerja keras. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 : 17-
55)
B. Peranan Guru Di sekolah dan Dalam Masyarakat
 Kedudukan dan Peranan Guru
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan
pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni
sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru
menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi
daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus
menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24
jam sehari.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam.
Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi
atau mengebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan
dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru
memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma
kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi
norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya.
 Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang
dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup
menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol
kelakuan anak. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar
mengajar.
Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila
ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan
kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan
memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah
memberikan kewibawaan formal, namun kewibawaan guru harus lagi didukung dengan kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu
rekreasi, berolah raga, berpiknik, atau lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian
dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan
bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial
yang dihadapinya.
Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya, namun ia tidak akan dicap sebagai
kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan
harga diri murid. Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat
menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan
untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat
dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan
peranannya menurut situasi situasi sosial yang dihadapinya.
 Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan
guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya
guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya
untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.
Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang
terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering
menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya
sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tidak dapat menerima
pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau
saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa. Karena
kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru.
Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan
kelakuan guru.
Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus
mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot
dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. (S. Nasution, 1995 : 91-96)
C. Konsep Profesionalisasi Guru
Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang
profesional dituntut banyak belajar, membaca dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi
bukanlah suatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia,
oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan dikenal dengan
penelitian action research. (Martinis Yamin, 2009 : 4)
Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam
bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4)
adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985). (Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, 2009 :
13)
Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johson (1980) (dalam Sanusi, 1991 : 36)
mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal
(pribadi). Kemampuan ketiga aspek ini dijabar menjadi:
1. Kemampuan profesional mencakup:
 Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar
keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
 Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
 Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa.
1. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar
pada waktu membawa tugasnya dari guru.
2. Kemampuan sosial (pribadi) mencakup:
1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seseorang guru.
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
D. Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan gambang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal
penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan
sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai
keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001 ; 118), guru profesional harus memiliki
persyaratan, yang meliputi :
1) Memiliki bakat sebagai guru.
2) Memiliki keahlian sebagai guru.
3) Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4) Memiliki mental yang sehat.
5) Berbadan sehat.
6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7) Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8) Guru adalah seorang warga negara yang baik.
(Martinis Yamin, 2009 5 : 7)
E. Tugas Profesional Guru
Tugas adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh seseorang dalam memainkan
peranan tertentu. Tugas guru adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh guru dalam
peranannya sebagai guru (pengajar). Tugas guru itu bermacam-macam. Hal ini sangat bergantung dari sudut mana
atau perspektif konseptual kita yang mana dalam memandang pengajaran.
Menurut Budiarso (Mintjelungan, 2008) ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu: (a) keinginan selalu
menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (b) meningkatkan dan memelihara profesi, (c) keinginan
selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, (d) mengejar
kualitas dan cita-cita dalam profesi, dan (e) kebanggaan terhadap profesi. Mungin (2003) menyatakan guru dan
dosen yang profesional antara lain memiliki ciri-ciri: (a) memiliki kepribadian matang dan berkembang, (b)
memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (c) penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat,
dan (d) memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
a. Pengajaran Dalam Perspektif
Dalam pandangan tradisional, mengajar itu tidak lebih daripada sekadar memasukkan isi atau bahan pelajaran
kepada murid sedemikian rupa sehingga ia bisa mengeluarkan kembali segala isi dan bahan pelajaran yang telah
diterimanya. Proses pengajaran, dalam perspektif ini, hanya meliputi guru atau instruktur, murid, dan buku
pelajaran. Dalam perspektif ini, tugas guru hanyalah membaca isi buku pelajaran, dan kemudian
menyampaikannya kepada murid, sehingga pada akhir pelajaran muridnya bisa mengetahui segala isi buku
pelajaran.
Pandangan baru tentang pengajaran adalah bahwa pengajaran itu adalah merupakan suatu sistem (Dick & Carey
1985). Sistem adalah seperangkat unsur yang tersusun dalam suatu susunan teratur yang saling berhubungan dan
bergantung dalam aktivitas-aktivitas menuju tercapainya tujuan \yang telah ditetapkan sebelumnya (Hoy & Miskel
1987, Andrew & Moir 1979, Dick & Carey 1985). Pengajaran merupakan satu sistem berarti pengajaran itu terdiri
dari sejumlah unsur atau komponen yang tersusun secara teratur, saling berhubungan dan bergantung menuju
tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
b. Tugas Guru dalam Perspektif Baru
Dalam perspektif baru, pengajaran merupakan satu sistem. Konsekuensinya adalah tugas guru di sini tidak seperti
dalam perspektif tradisional. Tugas guru dalam perspektif baru tidak hanya sekadar membaca buku-buku
pelajaran, dan kemudian menyampaikannya kepada murid-muridnya, melainkan lebih dari itu. Tugas guru sangat
kompleks, berhubungan dengan jumlah komponen pengajaran sebagai satu sistem.
Ada lima perangkat tugas seorang guru, yaitu: (1) menyeleksi kurikulum, (2) mendiagnosis kesiapan, (3)
merancang program, (4) merencanakan pengelolaan kelas, dan (5) melaksanakan pengajaran di kelas. Lebih
lanjut, menurut Synder dan Anderson, keempat tugas pertama ini merupakan tugas merencanakan pengajaran,
sedangkan tugas yang kelima merupakan tugas mengajar guru secara nyata di kelas. Oleh sebab itu, sebenarnya
tugas-tugas guru dalam perspektif baru bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu merencanakan
pengajaran dan mengajar di kelas.
Tugas-tugas guru sebelum mengajar adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas
guru pada saat mengajar adalah bagaimana menciptakan suatu sistem pengajaran yang sesuai dengan yang telah
direncanakan. Sedangkan tugas-tugas guru setelah mengajar adalah bagaimana menentukan keberhasilan
pengajaran yang telah dilakukannya. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai efektivitas dan
efisiensi pengajaran. (Ibrahim Bafadal, 1992 23 : 27)
F. Kompetensi Profesional Guru
Sejalan dengan hakikat dan makna yang terkandung dalam topik tersebut di atas, masalah pokok yang akan
disoroti dalam tulisan ini adalah kompetensi-kompetensi profesional apakah yang seharusnya dimiliki oleh guru
dan apa implikasinya terhadap program pendidikan guru.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam
mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman
(1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan
seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia
dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
a. Pentingnya Kompetensi Guru
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru
dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah kompetensi kepribadian dan
kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan satu sama
lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisah-
pisahkan. Di antara ketiga jenis kompetensi itu saling menjalin secara terpadu dalam diri guru.
b. Kompetensi Guru sebagai Alat Seleksi Penerimaan Guru
Perlu ditentukan secara umum jenis kompetensi apakah yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat
diterima menjadi guru. Dengan adanya syarat sebagai kriteria penerimaan calon guru, maka akan terdapat
pedoman bagi para administrator dalam memilih mana guru yang diperlukan untuk satu sekolah.
c. Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Pembinaan Guru
Jika telah ditentukan jenis kompetensi guru yang diperlukan, maka atas dasar ukuran itu akan dapat diobservasi
dan ditentukan guru yang telah memiliki kompetensi penuh dan guru yang masih kurang memadai kompetensinya.
Informasi tentang hal ini sangat diperlukan oleh para administrator dalam usaha pembinaan dan pengembangan
terhadap para guru.
d. Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Penyusunan Kurikulum
Berhasil atau tidaknya pendidikan terletak pada berbagai komponen dalam proses pendidikan guru itu. Secara
lebih spesifik, apakah suatu LPTK berhasil mendidik para calon guru akan ditentukan oleh berbagai komponen
dalam institusi tersebut. Salah satunya adalah komponen kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan guru
harus disusun atas dasar kompetensi yang diperlukan oleh setiap guru.
e. Kompetensi Guru Penting dalam Hubungan dengan Kegiatan dan Hasil Belajar Siswa
Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi
kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing
mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan,
dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
f. Kriteria Profesional
Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus
memenuhi kriteria profesional, (hasil lokakarya pembinaan Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung) sebagai
berikut.
a) Fisik
 Sehat jasmani dan rohani
 Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan anak didik.
b) Mental/kepribadian
 Berkepribadian/berjiwa Pancasila.
 Mampu menghayati GBHN.
 Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa lasih sayang kepada anak didik.
 Berbudi pekerti yang luhur.
 Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal.
 Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa.
 Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
 Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
 Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
 Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
 Ketaatan akan disiplin.
 Memiliki sense of humor.
c) Keilmiahan/pengetahuan
 Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
 Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai
pendidik.
 Memahami, menguasai, serta mencari ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.
 Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.
 Senang membaca buku-buku ilmiah.
 Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
 Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d) Keterampilan
 Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.
 Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner,
fungsional, behavior, dan teknologi.
 Mampu menyusun garis besar program pengajaran (GBPP)
 Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan
pendidikan.
 Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan.
 Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah. (Oemar Hamalik, 2003 33
: 38)
G. Uji Kompetensi Guru
Untuk meningkatkan kualitas guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap kompetensi guru. Sejalan
dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka melakukannya
terutama untuk mengetahui kemampuan guru di daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk
mengangkat kepala sekolah dan wakil kepala sekolah.
Uji kompetensi guru dapat dilakukan secara nasional, regional, maupun lokal. Secara nasional dapat dilakukan
oleh pemerintah pusat untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan
pembangunan pendidikan secara keseluruhan. Secara regional dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di provinsi
masing-masing. Sedangkan secara lokal dapat dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk mengetahui
kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di daerah dan kota
masing-masing.
1. a. Pentingnya Uji Kompetensi Guru
1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru.
2. Merupakan alat seleksi penerimaan guru.
3. Untuk pengelompokan guru.
4. Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum.
5. Merupakan alat pembinaan guru.
6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar.
2. b. Materi Uji Kompetensi Guru
1. Kemampuan dasar (kepribadian)
2. Kemampuan umum (kemampuan mengajar)
3. Kemampuan khusus (pengembangan keterampilan mengajar)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah
sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik
bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap
kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria,
senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang
siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu
akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta
didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya
dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan
pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa
dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak
dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu
membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu
adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang
dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak
akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu,
guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan
kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan
kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat
guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang
baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal
menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak
kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
2. Daftar Pustaka
Mintjelungan. (2008). Peningkatan mutu pendidikan melalui profesionalisme guru dan dosen. Makalah
disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional VI. Denpasar, Bali: 17 -19 November 2008.
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yamin, Martinis. (2009). Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.
Mulyasa, E. (2010). Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saudagar, Fachrudin, dan Idrus, Ali. (2009). Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Asmani, Ma’mur, Jamal. (2011). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Bafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi Pengajaran (Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional
Guru). Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. (2003). Pendidikan Guru (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi). Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, S. (1995). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru Ideal
Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan
dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya
yang enak didengar dan mudah dipahami.
Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai
yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang
mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur.
Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang
luar biasa. Sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru dalam mendidik anak didiknya
karena memiliki motto iman, ilmu, dan amal. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya
dengan baik, dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.

B. Peran dan Tugas Pokok Guru


Sepanjang sejarah perkembangannya, rumusan profil tenaga pengajar (guru) ternyata
bervariasi, tergantung pada cara mempersepsikan dan memandang apa yang menjadi peran
dan tugas pokoknya.
1. Guru sebagai Pengajar
Ia harus menampilkan pribadinya sebagai cendikiawan (scholar) dan sekaligus juga
sebagai pengajar (teacher). Dengan demikian yang bersangkutan itu harus menguasai:
a. Bidang disiplin ilmu (scientific discipline) yang akan diajarkannya, baik aspek
substansinya maupun metodologi penelitian dan pengembangannya.
b. Cara mengajarkannya kepada orang lain atau bagaimana cara mempelajarinya.
2. Guru sebagai Pengajar dan juga sebagai Pendidik
Ia harus menampilkan pribadinya sebagai ilmuwan dan sekaligus sebagai pendidik,
sebagai berikut:
a. Menguasai bidang disiplin ilmu yang di ajarkannya.
b. Menguasai cara mengerjakan dan mengadministrasikannya.
c. Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan, dengan
mempelajari; filsafat pendidikan, sejarah pendidikan, sosiologi pendidikan dan psikologi
pendidikan.
3. Guru sebagai Pengajar, Pendidik dan juga Agen Pembaharuan dan Pembangunan Masyarakat
Yang bersangkutan diharapkan dapat menampilkan pribadinya sebagai pengajar dan
pendidik siswanya dalam berbagai situasi (individual dan kelompok, di dalam dan di luar
kelas, formal dan non-formal serta in-formal) sesuai dengan keragaman karakteristik dan
kondisi objektif siswa dengan lingkungan konstektualnya; lebih luas lagi sebagai penggerak
dan pelopor pembaharuan dan perubahan masyarakatnya dimana ia berada.
4. Guru yang berkewenangan berganda sebagai Pendidik Profesional dengan bidang keahlian
lain selain kependidikan.
Mengantisipasi kemungkinan terjadinya perkembangan dan perubahan tuntutan dan
persyaratan kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka tenaga guru harus
siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika dikehendakinya). Ide
dasarnya adalah untuk memberi peluang alternatif bagi tenaga kependidikan untuk meraih
taraf dan martabat hidup yang layak, tanpa berpretensi mengurangi makna dan martabat
profesi guru, sehingga para guru sudah siap menghadapi persaingan penawaran jasa
pelayanan profesional di masa mendatang.

C. Kompetensi dan Karakteristik Guru Bahasa Arab


Mengingat peran guru/pengajar yang sedemikian besar dalam menentukan
keberhasilan kegiatan pembelajaran, maka seorang guru/pengajar harus dituntut untuk
memiliki seperangkat kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi profesional, personal
maupun sosial disamping kemampuan tersebut.
Kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki guru telah disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru berbunyi:
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.”

1 Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2 Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman
dan bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil,
dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif
mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3 Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk berkomunikasi lisan, tulis, dan/ atau isyarat
secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan
pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan menerapkan prinsip
persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
4 Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang
sekurang-kurangnya meliputi penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu; dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni
yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/ atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Apabila kompetensi-kompetensi di atas dimiliki oleh guru bahasa Arab, maka seorang
guru bahasa Arab memiliki karakteristik-karakteristik khusus atau syarat-syarat utama yang
dapat menunjang keberhasilannya dalam pembelajaran.
Karakteristik-karakteristik yang harus dimiliki guru bahasa Arab adalah sebagai berikut:
a. Harus mencintai dan bangga terhadap bahasa Arab, sehingga ia dapat menanamkan rasa
cinta kepada bahasa Arab dalam diri anak didiknya.
b. Harus menguasai materi agar proses pembelajarandapat berjalan dengan baik.
c. Harus mampu berbahasa Arab dengan baik, begitu juga dalam penyampaian materi.
d. Harus memiliki wawasan yang luas atas materi ajar dan bahasa Arab.
e. Harus mampu mengarahkan dan membimbing, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
f. Harus mampu mengembangkan keilmuannya dan profesionalismenya sebagai guru bahasa
Arab.
Karakteristik di atas merupakan cerminan karakter guru bahasa Arab yang ideal yang
diharapkan dapat dimiliki oleh guru bahasa Arab, sehingga problematika-problematika
pembelajaran bahasa Arab yang bersumber dari guru dapat di atasi atau dieliminir, bahkan
dapat dihilangkan.

D. Syarat-Syarat Guru Bahasa Arab


Di samping karakteristik-karakteristik di atas, guru harus memiliki syarat-syarat utama
atau syarat pedagogis yang dimiliki sebelum menjadi guru atau sebelum melaksanakan
pembelajaran.
Syarat-syarat ini bersifat umum bagi semua guru termasuk guru bahasa Arab, yaitu:
1. Mengetahui tujuan pendidikan yang dianut negaranya.
2. Mengenal peserta didik dengan baik.
3. Bersedia membantu peserta didik dengan penuh kesabaran.
4. Mampu menyesuaikan diri dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan.
5. Memiliki prinsip dalam penggunaan alat atau media pendidikan yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi.
6. Mampu bermasyarakat.
7. Menguasai materi.
8. Mampu menciptakan suasan kelas yang kondusif, agar terwujud interaksi edukatif yang baik.
Syarat-syarat di atas mesti dimiliki oleh guru bahasa Arab jika tujuan pembelajaran
ingin dicapai, karena guru memiliki peran terbesar dalam proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan
dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya
yang enak didengar dan mudah dipahami.
Seorang guru pasti akan memiliki peran dan tugas pokok, di antara peran dan tugas
pokok seorang guru yaitu:
1. Guru sebagai pengajar
2. Guru sebagai pengajar dan juga sebagai pendidik
3. Guru sebagai pengajar, pendidik dan juga agen pembaharuan dan pembangunan masyarakat
4. Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik profesional dengan bidang keahlian
lain selain kependidikan
Seorang guru/pengajar harus dituntut untuk memiliki seperangkat kemampuan atau
kompetensi, baik kompetensi profesional, personal maupun sosial disamping kemampuan
tersebut.
Seorang guru bahasa Arab harus memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan di atas jika
tujuan pembelajaran ingin dicapai, karena guru memiliki peran terbesar dalam proses
pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai