A. Aluminium
Aluminium berasal dari biji aluminium alam, yang dijumpai sebagai tambang bauksit
yang mengandung kandungan utama aluminium oksida (alumina). Bauksit diolah dalam dapur
listrik yang menghasilkan ingot aluminium.
Aluminium tahan karat karena di udara membentuk paduan aluminium oksida hasil reaksi
antara O2 di udara dengan permukaan logam aluminium. Lapisan aluminium ini berisi oksida
yang cukup kedap udara dan tidak dapat terhembus dan ini menghambat terjadinya
pengkaratan. Agar aluminium ini tahan terhadap karat perlu dilakukan finishing lebih lanjut
dengan meggunakan anodisasi/anodixing. Lapisan oksida aluminium terbentuk secara alami
amat tipis ini membuat daya tahan meningkat, lapisan ini dapat dipertebal dengan proses
anodisasi. Dengan cara menempatkan aluminium ke dalam larutan elektrolit yang kemudian
dialiri arus listrik.
Logam Aluminium adalah logam unsur kimia berlimpah yang secara luas digunakan di
seluruh dunia untuk berbagai produk. Banyak konsumen berinteraksi dengan beberapa bentuk
itu setiap hari, terutama jika mereka aktif di dapur. Unsur ini memiliki nomor atom 13, dan
diidentifikasi dengan simbol Al pada tabel periodik unsur. Hal ini diklasifikasikan dalam logam
miskin, berbagi milik kelenturan ekstrim dengan logam seperti timah dan timah. Standar ejaan
internasional adalah aluminium.
B. Alumina
Alumina (Al2O3) merupakan material keramik nonsilikat yang paling penting. Material ini
meleleh pada suhu 2051oC dan mempertahankan kekuatannya bahkan pada suhu 1500 sampai
1700oC. Alumina mempunyai ketahanan listrik yang tinggi dan tahan terhadap kejutan termal
dan korosi. Alumina (Al2O3) diperoleh dari pengolahan biji bauksit yang mengandung 50-60%
Al2O3; 1-20% Fe2O3; 1-10% silika; sedikit sekali titanium, zirkonium dan oksida logam transisi
lain; dan sisanya (20-30%) adalah air. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan proses
Bayer yang mengambil manfaat dari fakta bahwa oksida alumina amfoter larut dalam basa kuat
tetapi besi (III) oksida tidak. Alumina yang dihasilkan melalui proses Bayer ini, mempunyai
kemurnian yang tinggi dengan konsumsi energi yang relatif rendah.
Secara umum alumina ditemukan dalam tiga fasa, yang dikenal sebagai γ , β dan α alumina.
Ketiga fasa di atas diketahui memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga memiliki aplikasi yang
khas (unik). Beta alumina (β -Al2O3) memiliki sifat tahan api yang sangat baik sehingga dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi keramik seperti pembuatan tungku. Gamma alumina (γ-
Al2O3) banyak digunakan sebagai material katalis, contohnya dalam penyulingan minyak bumi
dan digunakan dalam bidang otomotif. Alfa alumina (α-Al2O3) mempunyai struktur kristal
heksagonal dengan parameter kisi a = 4, 7588 dan c = 12, 9910 nm. Alfa alumina banyak
digunakan sebagai salah satu bahan refraktori dari kelompok oksida, karena bahan tersebut
mempunyai sifat fisik, mekanik dan termal yang sangat baik. Fasa paling stabil dari alumina
adalah fasa Alfa alumina (α-Al2O3), dalam proses perlakuan termal α -Al2O3 diperoleh melalui
transformasi fasa yang diawali dari Boehmite AlO(OH) yaitu: Boehmite γ-alumina δ-alumina
θ-alumina β-alumina α-alumina.
(Qomaruddin, A. 2016)
Sekarang proses Bayer mendominasi produksi aluminium oksida karena memiliki biaya
produksi terendah diantara proses lainnya. Proses ini menggunakan sirkulasi larutan kaustik
terkonsentrasi untuk melarutkan aluminium trihidrat(Al2O3.3H2O) yang terkandung dalam
bauksit, memisahkan cairan hasil reaksi dari solid residue, dan kemudian kembali endapan
menjadi aluminium oksida trihidrat(Al2O3.3H2O). dan proses kalsinasi mengubah tri-hidrat
untuk aluminium oksida seluruhnya.
Dalam pemurnian proses Bayer bauksit suhu tinggi (biasanya yang bauksit membutuhkan suhu
pencernaan 250 ° C atau lebih), ada varian proses sebagai sweetening. Ini melibatkan
menyuntikkan tambahan ~ 25% dari slurry bauksit suhu rendah (gibbsite) ke dalam flash down
(Stage4). Aluminium oksida dalam slurry bauksit (gibbsite) larut dengan cepat dalam aliran
suhu tinggi, sehingga konsentrasi aluminium oksida yang terlarut dalam cairan secara
signifikan lebih tinggi dari sebenarnya dapat dicapai dengan mengolah bauksit suhu tinggi saja.
Dengan cara ini “sweetening" memungkinkan aluminium oksida ekstra untuk diproduksi dari
pabrik suhu tinggi yang ada hanya sangat kecil modal dan operasi kenaikan biaya (pro rata,
jauh lebih kecil dari aluminium oksidayang dihasilkan).
Percobaan pembuatan badan keramik dari limbah bauksit ini dilakukan dengan
menyiapkan tiga komposisi badan keramik (I, II & III) yang masing-masing terdiri dari
campuran limbah bauksit, lempung dan kapur dengan perbandingan yang bervariasi, kemudian
dibuat benda uji dan dibakar pada suhu 1150oC dan 1200oC, selanjutnya diuji sifat-sifat
fisiknya antara lain : susut kering, susut bakar, peresapan air, kuat lentur kering dan kuat lentur
bakar. Hasil pengujian kemudian dibandingkan dengan persyaratan SNI untuk badan keramik
hard eathenware dan stoneware.
Hasil uji sifat fisik terhadap ketiga komposisi benda uji/badan keramik tersebut, hanya
benda uji dengan komposisi I (40% limbah bauksit, 50% lempung dan 10% kapur), yang
memenuhi syarat untuk pembuatan badan keramik hard earthenware pada suhu pembakaran
1150oC, berdasarkan SNI 15-1147-1989, dengan kehalusan butir lolos saringan 80 mesh, nilai
kuat lentur kering 26,4827 kg/cm2 (> 15,3 kg/cm2), kuat lentur bakar 162,08 kg/cm2 (> 153
kg/cm2), peresapan air 14,88 % (< 15 %). Sedangkan pada suhu pembakaran 1200oC tidak
ada komposisi campuran yang memenuhi persyaratan untuk badan keramik stoneware.
DAFTAR PUSTAKA
Nuryanto & Frank Edwin . 2015. Jurnal Pemanfaatan Limbah Tailing Hasil Pengolahan Bijih
Bauksit Pulau Bintan Untuk Pembuatan Badan Keramik. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
Qomaruddin, A. (2016). Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida Dari Bauksit Dengan
Proses Bayer Kapasitas 1.000.000 Ton/ Tahun. Surakarta: Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret.