Anda di halaman 1dari 37

Grand Case

FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA TERTUTUP

OLEH :
Aldi Andika Nugratama 1010312014

PRESEPTOR:
dr. Hermansyah, SpOT

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur merupakan cedera
yang sering terjadi pada kecelakaan baik itu kecelakaan kerja, rumah tangga,
maupun lalu lintas. Angka kecelakaan di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi.1,2
Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, proporsi cedera patah tulang atau
amputasi paling tinggi terjadi karena kecelakaan lalu lintas.3 Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar
ketiga di Indonesia setelah penyakit jantung koroner dan penyakit
tuberculosis/TBC.4 Namun, seringkali kejadian patah tulang tidak ditangani secara
cepat dan tepat sehingga kondisi korban kecelakaan pun menjadi semakin parah
dan bahkan fatal.1
Mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia
merupakan salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat
menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain adalah karena kecelakaan kerja, olah
raga dan rumah tangga.1
Berdasarkan penelitian di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2013, jumlah
pasien yang mengalami fraktur terutama pada regio femur yaitu sebanyak 11.357
laki–laki dan 8.319 perempuan.sedangkan insidennya pada laki-laki yaitu 152 per
100.000 pasien laki-laki dan 120 per 100.000 untuk pasien perempuan. Pada tahun
2014, insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10–14 tahun untuk laki-
laki dan diatas 85 tahun untuk perempuan. Insiden fraktur di Indonesia pada usia
50 tahun keatas meningkat 81% dari tahun sebelumnya.2
Tulang femur merupakan tulang panjang yang terbesar dan terkuat pada
tubuh manusia, ketika femur mengalami fraktur berarti energi yang didapatkan
oleh femur sangatlah kuat.. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada
kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada
cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera

2
langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kalau kulit diatasnya
masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kecelakaan sepeda motor adalah
penyebab yang paling lazim. Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma
tumpul, dan resiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe
kerusakan jaringan lunak.2

1.2. Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
pemeriksaan, temuan klinis dari kasus Fraktur Femur yang didapatkan di bagian Ilmu
Bedah RSUP M. Djamil Padang.

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, faktor
risiko, pemeriksaan, temuan klinis dari kasus Fraktur Femur yang didapatkan di bagian
Ilmu Bedah RSUP M. Djamil Padang

1.4. Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan dan kasus yang
ditemukan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Femur
Tulang femur merupakan tulang terbesar dari tubuh manusia dan

membentuk sistem muskuloskeletal dari daerah paha. Regio femur terletak

diantara pinggul (hip) dan lutut (knee). Daerah ini merupakan struktur yang

penting karena merupakan struktur utama penyangga tubuh serta berperanan

penting dalam pergerakan melalui sendi pinggul (hip joint) dan sendi lutut (knee

joint). Tulang femur dapat menahan beban tekanan sebesar 3500 kg/cm2. Tekanan

sebesar ini mampu menahan tekanan yang didapatkan pada saat berjalan, berlari,

atau melompat. Tulang femur merupakan tulang yang terkuat, terberat, dan

terpanjang dari tulang manusia. Tinggi badan manusia biasanya sekitar empat kali

dari panjang tulang femur.

Daerah femur mempunyai dua persendian yang utama, yaitu hip joint di

proximal dan knee joint di distal. Hip joint adalah jenis persendian yang multi

axial, tipenya ball and socket, dan merupakan jenis persendian synovial

(diarthrosis). Knee joint adalah jenis persendian yang paling kompleks dari tubuh

manusia. Knee joint merupakan jenis persendian synovial (diarthrosis) dengan

beberapa modifikasi pada struktur engselnya. Persendian pada lutut mampu

melakukan beberapa pergerakan rotasi.

Otot – otot pada daerah femur dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar,

yaitu kelompok otot anterior, kelompok otot posterior, dan kelompok otot medial.

Kelompok otot anterior mempunyai fungsi utama untuk fleksi pada hip joint dan

ekstensi pada knee joint, kelompok otot posterior mempunyai fungsi utama untuk

4
ekstensi pada hip joint dan fleksi pada knee joint, sedangkan kelompok otot

medial mempunyai fungsi utama adduksi pada hip joint.

Persarafan utama pada daerah femur berasal dari nervus femoralis dan nervus

ischiadicus yang merupakan cabang dari pleksus lumbosakralis yang keluar dari

medulla spinalis setinggi Vertebra torakalis 12 sampai dengan Vertebra sakralis 5,

sedangkan pembuluh darah utama pada daerah femur berasal dari arteri femoralis

yang merupakan cabang dari arteri iliaka eksterna.

Gambar 2.1 Tulang femur

5
Gambar 2.2 Kompartemen paha
2.2 Fraktur
2.2.1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak
langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.10
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung.11
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar, maka fraktur femur tertutup adalah terputusnya kontinuitas

6
jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi
pada femur yang tidak berhubungan dengan dunia luar.

2.2.2. Etiologi
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh12 :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.

2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut12,13 :
a. Tumor Tulang (Jinak atau Ganas): pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

3. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran12

7
2.2.3. Klasifikasi Fraktur
A. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo),
yaitu15:
 Derajat I:
o Luka < 1cm,
o Kerusakan jaringan sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
o Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan.
o Kontaminasi minimal.
 Derajat II:
o Laserasi >1cm.
o kerusakan jaringan lunak. Tidak luas, falp/avulsi.
o Fraktur komunitif sedang.
o Kontaminasi sedang.
 Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
derajat III terbagi atas:
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/falp/avulsi atau fraktur segmental yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau
kontaminasi masif.
c. Luka pada pembuluh darah arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

8
Fraktur tertutup Fraktur terbuka
Gambar 2.3 Fraktur tertutup dan Fraktur Terbuka

B. Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur15.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.

Gambar 2.4 Tipe Fraktur Komplit & Inkomplit


2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a. Hair Line Fraktur.
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

9
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.15
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Gambar 2.5 Tipe Fraktur berdasarkan bentuk garis patah

D. Berdasarkan jumlah garis patah15.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

10
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang15.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

F. Berdasarkan posisi fraktur15:


1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal

Klasifikasi Fraktur Femur (Winquist-Hansen):


1). Derajat 0

2). Derajat 1

11
3). Derajat 2

4). Derajat 3

5). Derajat 4

2.2.4. Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagiankorteks,
sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini
merupakan keadaan derajat yang memerlukanpembedahan segera sebab dapat
menimbulkan syok hipovolemik.Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan
pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di
gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok
neurogenik.16,17

12
Gambar 2.6 Patofisiologi Fraktur
Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan
menimbulkankehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap
padafraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerahcidera.
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempatpatah, kedalam
jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak jugabiasanya mengalami
kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebatsetelah fraktur.18
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkanpeningkatan aliran darah
ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa -sisa sel mati di mulai. Di
tempat patah terdapat fibrin hematomafraktur dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur ygdisebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang
baru mengalamiremodelling untuk membentuk tulang sejati.18
Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan.
Prosespenyambungan tulang menurut Apley (1995) dibagi dalam 5 fase19:
1. Fase hematoma

13
Pada fase haematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek
danterbentuk haematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaanfraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang
satu atau duamilimeter.
2. Fase proliferasi
Pada fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8
jamsetelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi di bawah
periosteumdan di dalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen
dikelilingi jaringansel yang menghubungkan tempat fraktur. Haematoma yang
membeku perlahanlahandi absorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang
ke dalam daerahfraktur.
3. Fase pembentukan kalus
Pada fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel
yangberkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan
osteogenik,jika diberikan tindakan yang tepat sel itu akan membentuk tulang,
cartilago danosteoklas. Masa tulang akan menjadi lebih tebal dengan adanya
tulang dancartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak
padapermukaan periosteal dan endosteal. Terjadi selama 4 minggu, tulang
matti akandibersihkan.
4. Fase konsolidasi
Pada fase konsolidasi terjadi 3 minggu hingga 6 bulan. Tulang fibrosa
atauanyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoklastik
masihberlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada
saat iniosteoklas tidak memungkinkan osteoklas untuk menerobos melalui
reruntuhangaris fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara
fragmen dengantulang baru akan diisi oleh osteoblast. Perlu beberapa bulan
sebelum tulang cukupuntuk menumpu berat badan normal.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun.
Frakturtelah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut
akan diresorbsi dan pembetukan tulang yang terus menerus lamelar akan
menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang,

14
dibentuk rongga sumsumdan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti
normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.

Gambar 2.7 Proses penyembuhan tulang

2.2.5. Manifestasi Klinis


1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echimosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot involunters dekat fraktur
5. Tenderness/nyeri tekan
6. Nyeri yang disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Krepitasi.

15
2.2.6. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama yang dirasakan
pasien. Lalu menanyakan tentang Mechanism of Injurydari pasien tersebut
untuk menentukan perkiraan lokasi, tipe dan derajat keparahan fraktur.
Identitas pasien harus digali untuk mencari faktor resiko seperti usia, jenis
kelamin, dan pekerjaan atau aktivitas sehari- hari. Riwayat penyakit
dahulu penting ditanyakan terutama riwayat trauma untuk mencari apakah
ada trauma berulang, riwayat operasi sebelumnya, dan riwayat penyakit
yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka seperti diabetes mellitus dan
hipertensi15.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya15,16:
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit
Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan15,16
 Look
o Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan)
o Bengkak atau kebiruan
o Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
o Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas,
tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu
terbuka (compound).
 Feel
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan

16
o Temperatur setempat yang meningkat
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada
tulan
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri
pada kuku.
o Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan.
 Move
o Nyeri bila digerakan
o Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
o Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi Conventional (X-rays)
Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis adanya
frakturatau dislokasi meskipun jaringan lunak sekitarnya agak sulit
untuk dinilai. Fotorontgen juga penting untuk menilai posisi ujung
tulang sebelum dan sesudahterapi. Follow up ini dibutuhkan untuk
melihat penyatuan tulang dankomplikasi15,20.
Prinsip pemeriksaan Radiologi15:
 Penting untuk melakukan foto paling sedikit pada 2 bidang yaitu
pada posisi AP dan Lateral.
 Persendian di atas dan di bawah harus terlihat di dalam foto. Hal ini
digunakan untuk menilai adanya dislokasi yang terkait terutama

17
pada tulang-tulang yang berpasangan seperti tulang tibia dan fibula.
 Garis fraktur akan tampak lebih jelas kira-kira 2 minggu sesudah
cedera karena adanya resorpsi tulang. Pembentukan kalus juga
dapat terjadi. Oleh karena itu, pemeriksaan secara serial dibutuhkan
bila adanya fraktur secara klinis, tetapi tidak tampak segera sesudah
cedera.
 Foto perbandingan pada ekstremitas sisi berlawanan mungkin
dibutuhkan pada tulang rangka yang immmatur sebelum terjadi
penutupan epifisis. Hal ini akan membantu untuk memastikan
apakah suatu fragmen tulang tambahan/aksesoria, epifisis yang telah
menjadi tulang, namun tidak menyatu ataukah suatu fraktur.
 Pada daerah yang mengalami stress, berguna untuk menilai cedera
ligamentum, terutama di pergelangan kaki dan lutut. Foto ini
membantudengan menekankan pada pelebaran sendi abnormal yang
disebabkan oleh kelemahan atau cedera pada ligamentum
penyokongnya.

2.2.7. Tatalaksana
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat
dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma,
waktu sangat penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah
dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai inisial assessment yang secara garis besar
terdiri dari primary survey dan secondary survey3.
a. Primary survey.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan,
tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Tanda vital dinilai secara cepat dan
efisien16,21.
 Airway
Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama kali harus dinilai
adalah jalan nafas. Penilaian ini untuk mengetahui adanya obstruksi saluran
nafas seperti benda asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea
yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Usaha untuk membebaskan

18
jalan nafas dapat dengan cara jaw thrust ataupun chin lift. Proteksi vertebra
servikalis merupakan hal penting.
 Breathing
Perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah thoraks untuk
menilai ventilasi. Jalan nafas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan
diafragma. Dada penderita dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan.
Perkusi untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga dada.
Auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Bila ada
gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan
neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernafasan.
 Circulation
Sirkulasi dan control perdarahan meliputi dua hal yaitu :
o Volume darah dan output jantung
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada trauma. Ada
tiga tanda klinis yang dengan cepat dapat menunjukkan adanya tanda-
tanda hipovolemik yaitu kesadaran, warna kulit, dan nadi.
o Perdarahan
Perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan. Jangan melakukan
pengikatan dengan bahan seperti karet, verban, dan sebagainya karena
dapat menyebabkan kematian anggota gerak.
 Disability
Disability merupakan evaluasi neurologis secara cepat setelah satu
survey awal. Dengan evaluasi ini kita dapat menilai tingkat kesadaran, besar,
dan reaksi pupil. Evaluasi ini dapat menggunakan metode AVPU yaitu :
o A: alert, sadar
o V: verbal, respon terhadap stimuli verbal
o P: pain, adanya respon hanya pada rangsang nyeri
o U: unresponsive, tidak ada respon sama sekali
 Exposure
Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus
dilepas, selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi

19
b. Secondary survey
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi
dilakukan dan ABC penderita dipastikan membaik. Survey sekunder adalah
pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk re-
evaluasi pemeriksaan tanda vital. Pada survey sekunder ini dilakukan
pemeriksaan neurologis lengkap termasuk mencatat skor GCS bila belum
dilakukan dalam primary survey. Prosedur khusus seperti laboratorium dan
radiologis dapat dilakukan.
Penanganan awal fraktur dan dislokasi sendi berupa immobilisasi.
Immobilisasi adalah suatu tindakan untuk memfiksasi dan mencegah
pergerakanbagian tubuh yang cidera22.
Tujuan immobilisasi:
 mengatasi nyeri
 merelaksasi otot
 mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut

Prinsip immobilisasi:
 memfiksasi bagian yang tidak stabil diantara dua bagian yang stabil
 mencegah pergerakan tiga dimensi (vertikal, horizontal, dan rotasi)
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:2,15
1) Pembersihan luka
2) Eksisi
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
Seluruh Fraktur
 Rekognisi/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.1
 Reduksi/Manipulasi/Reposisi

20
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi
anatomis
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut15,17
 Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, bidai dan
alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
 Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar-X. Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.

21
 Reduksi Terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
 Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.19
 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol
dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot
diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan

22
stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat
aktivitas dan beban berat badan.17,18

2.2.8. Komplikasi
a. Komplikasi Awal24,25
 Compartment Syndrome: merupakan kondisi serius yang
terjadikarena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah
dalamjaringan parut. Hal ini disebabkan adanya penekanan
olehpendarahan atau edema yang menekan otot, saraf, dan
pembuluhdarah. Selain itu, karena tekanan dari luar seperti gips
danpembebatan yang terlalu kuat
 Avaskular Necrosis (AVN): Ini terjadi karena aliran darah ketulang
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dandiawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia
 Infeksi: Apabila ada trauma pada jaringan, maka akan terjadi proses
infeksi yang akan menyebabkan sistem pertahanan tubuh badan
menurun. Dalam kasus Ortopedi, infeksi sering dimulai dari kulit
(superfisial) dan masuk ke dalam tulang. Selain itu proses infeksi juga
bisa disebabkan oleh penggunaan alat seperti pin dan screw sewaktu
melakukan operasi atau pembedahan.
 Fat Embolism Syndrome (FES): Ini adalah komplikasi yang seriusdan
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
dan ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
 Kerusakan arteri: hal ini ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis di bagian distal, hematoma yang melebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.

23
 Shock: terjadi karena kehilangan terlalu banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.
b. Komplikasi Lanjutan15
 Nonunion: merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
membentuk sambungan yang sempurna, kuat dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebihan
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
 Malunion: merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau
miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat
dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan untuk rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang
patah kurang diperhatikan. Akibatnya, sesudah gips dibuang ternyata
anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan
penderita tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi
netral.
 Delayed Union: merupakan suatu keadaan di mana kegagalan fraktur
untuk berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke
tulang.

2.2.9. Prognosis
 Prognosis dari Fraktur kruris tergantung dari type, klasifikasi dan
komplikasi yang ada
 Semakin cepat penanganan pada fraktur maka akan semakin baik
prognosis pasien tersebut

24
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. MJ
Umur : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT

Primary Survey
A: Paten, tidak ada tanda-tanda trauma servikal
B: Spontan, RR regular
C: Nadi teraba, CRT <2 detik, akral hangat, tidak tampak perdarahan
aktif
D: GCS E4M6V5 (15), pupil isokor 2 mm/2 mm

Secondary Survey
Anamnesis
Seorang pasien perempuan berusia 27 tahun dibawa ke IGD RSUP Dr M. Djamil
Padang pada tanggal 21 Juli 2018, dengan:
Keluhan Utama
Nyeri pada paha kiri post KLL sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Nyeri dirasakan di paha kiri bagian bawah setelah KLL 5 jam sebelum
masuk rumah sakit
 Pasien sedang duduk di kursi penumpang bagian depan mobil yang
dikendarai suaminya, tiba-tiba salah satu ban mobil pecah dan mobil oleng,
sehingga sisi kiri mobil menghantam bahu jalan. Pasien tidak mengenakan
sabuk pengaman saat kejadian dan paha kirinya menghantam dashboard
mobil. Pasien sadar setelah kejadian dan tidak bisa berdiri karena nyeri
yang hebat.
 Pasien kemudian dibawa ke RSUD Lubuk Sikaping dan dipasangkan bidai,

25
inj ceftriaxone, drp ketorolac dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr M Djamil
 Trauma di tempat lain (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien memiliki riwayat Leg Length Discrepancy(LLD) sejak lahir
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada
Riwayat Pekerjaan dan Sosial
 Pasien seorang IRT, tidak ada riwayat alergi pada pasien

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis kooperatif
 GCS : E4M6V5
 Tekanan Darah : 98/69 mmHg
 Nadi : 86x/menit
 Nafas : 18x/menit
 Suhu : Afebris
 Anemis : tidak ada
 Ikterik : tidak ada
 Edema : tidak ada
 Sianosis : tidak ada
 Skala Nyeri :8

Kulit : turgor kulit baik


Kepala dan Rambut : normochepal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru:
 Inspeksi : Simetris statis dan dinamis.
 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan.

26
 Perkusi : Sonor kiri dan kanan.
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Jantung:
 Inspeksi : Iktus tidak terlihat.
 Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V.
 Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dextra, kiri 1 jari medial
linea midclavicula sinistra RIC V, atas RIC II.
 Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada.
Perut:
 Inspeksi : Tidak tampak membuncit.
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : Timpani.
 Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Alat Kelamin : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Anggota Gerak : status lokalis

Status Lokalis
Regio Femoralis Sinistra
1. Look :
- Terdapat kemerahan pada bagian lateral femoralis distal, luka (-), edema
(-), deformitas (-), diskrepansi (+): Appearance Length: 80 cm – 79 cm,
True Length: 74 cm – 72 cm.
2. Feel :
- Terdapat nyeri tekan pada bagian 1/3 distal
- Krepitasi (-)
3. NVD
- Akral hangat, sensorik dan motorik baik, CRT <2 detik, pulsasi arteri
dorsalis pedis (++)

27
Foto pasien secara klinis

Diagnosa Kerja
Fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 13,6 g/dl GDS : 94 mg/dl
Leukosit : 8.940/mm3 Ureum : 30 mg/dl
Trombosit : 283.000/mm3 Kreatinin : 1 mg/dl
Hematokrit : 40% Natrium : 138 Mmol/L
PT : 11,4 detik Kalium : 4,6 Mmol/L
APTT : 40,4 detik Klorida : 108 Mmol/L
Kesan: dalam batas normal

28
Rontgen Femur AP/Lateral

kesan : fraktur femur 1/3 distal

Rontgen Knee Joint AP/Lateral

Kesan : tidak ada kelainan

29
Rontgen Pelvis AP

Kesan : tidak ada kelainan

Rontgen Thorax PA

Kesan: tidak ada kelainan

30
Diagnosa
 Fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup

Tatalaksana
 Skin traksi 4 kg
 IVFD RL 28 tpm
 Injeksi ketorolac 3x30mg
 Pemsangan kateter urin
 ORIF elektif

Followup
Senin, 23 Juli 2018
S: Nyeri sudah berkurang
O: -GCS 15, TD: 110/70 mmHg, nadi 87x/menit, napas 18x/menit, suhu afebris,
VAS 6.
-Terpasang kateter urin: produksi urin 500cc sejak jam 21.00, berwarna kuning
jernih
-Terpasang skin traksi 4 kg, NVD baik
A: Skin traksi H+3 a.i. fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup
P: pro ORIF (Selasa, 24/7/2018)
Drip ketorolac

Selasa, 24 Juli 2018


S: Nyeri (+)
Pasien sudah puasa sejak jam 00.00
O: -GCS 15, TD: 120/70 mmHg, nadi 74x/menit, napas 16x/menit, suhu afebris,
VAS 6
-Terpasang kateter urin: produksi urin 400cc sejak jam 21.00, berwarna kuning
jernih
-Terpasang skin traksi 4 kg, NVD baik
A: Skin traksi H+3 a.i. fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup
P: pro ORIF (Selasa, 24/7/2018)

31
Drip ketorolac

Rabu, 25 juli 2018


S: Nyeri minimal
Demam (+)
Mual (+), muntah (-)
O: -GCS 15, TD: 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, napas 17x/menit, suhu afebris,
VAS 6.
-Terpasang kateter urin: produksi urin 500cc sejak jam 21.00, berwarna kuning
jernih
-Terpasang drain: produksi darah ±150cc sejak setelah operasi
A: Post ORIF H+1 a.i. fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup
P: Drip ketorolac

32
Kamis, 26 Juli 2018
S: Nyeri minimal
Demam (-)
Mual (-)
Pasien sudah bisa duduk
O: -GCS 15, TD: 110/70 mmHg, nadi 87x/menit, napas 18x/menit, suhu afebris,
VAS 4.
-Terpasang kateter urin: produksi 400cc sejak jam 22.00, urin berwarna kuning
jernih
-Terpasang drain: produksi darah <20cc dalam 24 jam
A: Post ORIF H+2 a.i. fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup
P: Aff Drain
Na. Diclofenac tab 50 mg 2x1
Pasien dipulangkan, kontrol ke poli orthopedi 1 minggu kemudian (2 Agustus
2018)

33
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan usia 27 tahun dibawa ke IGD RSUD Dr M
Djamil dengan primary survey tidak ditemukan masalah. Pada secondary survey,
didapatkan pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kiri setelah kecelakaan
5 jam sebelum masuk rumah sakit. Paha kiri pasien membentur dashboard mobil
ketika kecelakaan, berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan penyebab nyeri
pada tungkai bawah kiri pasien karena cedera traumatik secara langsung ke
tungkai kiri pasien, yang merupakan salah satu etiologi fraktur.
Setelah kejadian, pasien kemudian dibawa ke RSUD Lubuk Sikaping dan
dipasangkan bidai sebagai langkah reduksi dan retensi. Pasien diberikan drip
ketorolac untuk mengurangi nyeri yang hebat. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP
Dr M Djamil karena membutuhkan pemasangan ORIF. Trauma di tempat lain
tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan fisik, status lokalis regio femoralis sinistra, pada
inspeksi hanya terdapat kemerahan dan diskrepansi antara tungkai kanan dan kiri
yang dibuktikan dengan pemeriksaan appearance length dan true length, akan
tetapi diskrepansi menjadi gejala yang meragukan karena pasien memiliki riwayat
LLD sejak lahir. Pada palpasi terdapat nyeri tekan pada 1/3 distal paha, hal ini
sesuai dengan gejala fraktur. Pada pemeriksaan nervus dan vaskular distal
didapatkan pasien masih bisa menggerakkan jari kaki kiri dan menyebutkan
dengan benar jari kaki kiri yang dipegang, serta CRT < 2 detik yang bermakna
tidak terdapat gangguan nervus dan vaskular distal. Berdasarkan hal tersebut,
dapat diperkirakan mekanisme trauma akibat benda tumpul yang mengenai
tungkai kiri dengan energi yang besar, sehingga terdapat tulang yang patah.
Karena tidak disertai adanya luka pada daerah yang dicurigai mengalami fraktur,
maka bisa ditegakkan diagnosis kerja fraktur tertutup femur sinistra.
Untuk menunjang diagnosis, pada pasien diperlukan pemeriksaan foto
polos. Dibutuhkan foto polos pelvis AP untuk membuktikan tidak ada dislokasi
sendi panggul, dan foto polos femur sinistra untuk membuktikan adanya fraktur,
didapatkan gambaran fraktur femur 1/3 distal sinistra tertutup. Berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat

34
diklasifikasikan jenis fraktur yang terbentuk adalah fraktur komplit pada 1/3 distal
femur sinistra dengan garis fraktur oblique akibat mekanisme trauma langsung.
Pada pasien diberikan tatalaksana konservatifnya yaitu IVFD ringer lactate
1kolf/8 jam+ drip ketorolac 3x30mg. Tujuan diberikan ketorolac adalah sebagai
antinyeri pada pasien akibat fraktur yang dialami pasien. Pasien juga dipasngkan
skin traksi sebagai langkah reduksi dan retensi sementara, sebelum pasien
dilakukan pemasangan ORIF sebagai tindakan definitif untuk stabilisasi dan
fiksasi tungkai kiri pasien sehingga dapat terjadi proses penyembuhan tulang
dengan baik.
Pada pasien dipasnagkan drain pada lokasi pemasangan ORIF sebagai
pencegahan penumpukan seroma dan dilepas ketika produksi <20cc dalam 24
jam. Dan pasien melakukan mobilisasi dini segera setelah pemasangan ORIF
untuk mencegah kaku sendi dan distrofi otot tungkai kiri, dimulai dengan duduk
dalam 1-3 hari, lalu latihan menggantungkan kaki di sisi tempat tidur 3-10 hari,
lalu jika sudah kuat menggantungkan kaki, dimulai latihan weight bearing dalam
3 minggu pertama pasca operasi. Diawali dengan non-weight bearing
menggunakan walker/crutches tanpa memberikan beban sama sekali pada tungkai
kiri (0%) hingga dapat melakukan full weight bearing (100%) tanpa menggunakan
alat bantu dalam 8-9 bulan setelah operasi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer Suzanne, C. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.


Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC.1997.
2. Price Sylvia, A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2. Edisi 4. Jakarta. Adam, James G. Emergency Medicine Clinical
Essentials Second Edition. Philadelphia : Elsevier, 2013.
3. Thompson JC.Netter”s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1st edition.
Philadelphia; Mosby Elsevier. 2001.
4. Mer-C. Basic on Emergency. Jakarta. 2007.
5. Purwadianto, Agus, dkk. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta
Binarupa Aksara. 2000.
6. Canale ST and Beaty JH. Editors. Campbell’s Operative Orthopaedics.
11th ed. Philadelhia, Pennsylvania; Mosby Elsivier. 2007.
7. Moore KL, and Agur, AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta;HIpokrates
.2002.
8. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003.
Makasar. P355-60
9. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition.
Saunders Elseiver.
10. Alan Graham Appley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th
edition. Butterworths Medical Publications. 2010.p687-90, 870-2.
11. Brown Austin,dkk. Internal Fixation for Supracondylar Fracyure of The
Femur In The Elderly Patient. Journal of Bone and Joint Surgery. 2005
12. Welch Fossum, Theressa. Femoral diaphyseal and supracondylar
fractures. [cited: 18 Juli 2018) . Available from:
http://veterinarymedicine.dvm360.com
13. Krettek, Christian, dkk. Fracture of the distal femur. Chapter 53. Page
1957
14. Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Allan PL, Wilde P,
StevenJM. The Muskuloskeletal system. In: Sutton D, editor. Textbook of
Radiology And Imaging, 7th ed. London: Elsevier Science Ltd; 2003.

36
15. Murtala B. Radiologi Trauma & Emergensi. Bogor: HasanuddinUniversity
Press; 2013.
16. Holmes EJ, Misra RR. A-Z of Emergency Radiology. New
York:Greenwich Medical Media Ltd; 2004.
17. Grainger RG, Allison DJ. Diagnostic Radiology A Textbook of
MedicalImaging. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2008.
18. Siew-Kune Wong & Wilfed C.G.Peh, BAB 20 Trauma
Ekstremitas,Textbook Mengenal Pola Foto-Foto Diagnostik: Bagian 3
PolaMuskulosleletal, 2007
19. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section
ofSpinal Surgery, Cleveland Clinical Foundation ; Principle of
BoneHealing; Article 1, Volume 10, April 2001
20. Bagian Anantomi FK UNHAS; Buku Ajar Anantomi Biomedik 1 ,Bab
IIOsteologi, Edisi 3, 2013
21. Merck Manual; Medical information, Fracture, Dislocation and Sprain2nd
Home Edition published by Merck & Co.Inc. 2003

37

Anda mungkin juga menyukai