Anda di halaman 1dari 6

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan fragmental. Pada umumnya batuan beku
non fragmental berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava yang tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku
fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan
volkanik. Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan pembahasana pada batuan beku non fragmental. Secara
umum yang utama harus diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:
1. Warna Batuan
2. Struktur Batuan
3. Tekstur Batuan
4. Bentuk Batuan
5. Komposisi Mineral Batuan
1. Warna Batuan
Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan beku adalah warna. Warna dari sampel
batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia batuan tersebut. Ada empat kelompok warna dalam batuan beku:
a.Warna Cerah
Warna cerah menunjukkan batuan beku tersebut bersifat asam.
b. Warna Gelap-Hitam
Batuan beku warna gelap-hitam termasuk atau memiliki sifat intermediet (menengah)
c. Warna Hitam Kehijauan
Batuan Dengan warna hitam kehijauan mempunyai sifat kimia basa.
d. Warna Hijau Kelam
Warna batuan beku yang hijau kelam termasuk dalam batuan ultra basa.
2. Struktur Batuan
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air
(laut), lava bongkah, struktur aliran dan lain-lain. Suatu bentuk dari struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu
terbentuknya (Graha, 1987).
Pada batuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif
Bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.
b. Jointing
Bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Kenampakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vasikuler
Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu:
1. Skoriaan, bila lubang gas tidak saling berhubungan.
2. Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
3. Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang gas.
d. Amigdaloidal
Bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.
e. Struktur Aliran
Semua batuan beku seharusnya ada berawal dari adanya aliran ke suatu tempat. Struktur aliran adalah bagian dari magma
atau lava yang berdekatan pada pendinginan secara cepat pada kontak langsung, dan oleh karena itu batas
ketercapaiannya pada viskositas yang relatif tinggi dan diakhiri dengan konsolidasi. Lebih dahulu bagian dalam yang lebih
jauh terbentuk menjadi badan keras (Lahee,1961).
f. Struktur Bantal
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa
yang berbentuk bantal. Dimana ukuran dari bentuk lava ini pada umumnya antara 30-60 cm (Graha, 1987).
3. Tekstur Batuan
Menurut Sapiie (2006), beberapa tekstur batuan beku yang umum adalah:
1. Gelas (Glassy) – tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf).
2. Afanitik (aphanitic) – (fine grain texture)
3. berbutir sangat halus, hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
4. Faneritik (phaneritic) – ( coarse grain texture)
5. Berbutir cukup besar, dapat dilihat tanpa mikroskop.
6. Porfiritik (porphyritik) – mempunyai dua ukuran kristal yang dominan.
7. Piroklastik (pyroklastik) – mempunyai fragmen material volkanik.
Beberapa hal utama yang diperhatikan mengenai tekstur dalam deskripsi batuan :
Tingkat Kristalisasi
Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal 3 kelas derajat kristalisasi yaitu
1. Holokristalin, apabila batuan tersususn seluruhnya oleh massa kristal.
2. Hipokristalin, apabila batuan tersususun oleh massa gelas dan massa kristal.
3. Holohyalin, apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas.
Granularitas
Merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku. Dikenal 2 kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Afanitik: Kelompok ini mempunyai kristal-kristal yang sangat halus, sehingga antara mineral satu dengan lainya sulit
dibedakan dengan mata biasa, ataupun dengan pertolongan lup atau kaca pembesar.
2. Fanerik: Kristal-kristalnya terlihat jelas sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lainnya secara megaskopis.
Kristal fanerik dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu:
 Halus, ukuran diameter butir (d) >1 mm
 Sedang, 1 mm < d < 5 mm
 Kasar, 5 mm < d < 30 mm
 Sangat Kasar, d > 30 mm
Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan kristal yang lain atau dengan gelas. Terdapat beberapa kenampakan:
1. Equigranular, yaitu jika ukuran butir sama besar atau seragam. Apabila mineral yang seragam dapat terlihat jelas
dengan mata dan mineral penyusunnya dapat dibedakan dengan maka disebut dengan fanerik. Sedangkan mineral
yang seragam tetapi tidak dapat dibedakan mineral penyusunnya dengan mata maka disebut afanitik
2. Inequigranular, yaitu jika ukuran dari masing-masing kristal tidak sama besar(tidak seragam). Inequigranular
dibedakan menjadi 2 yaitu:
 Faneroporfiritik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar kristal-kristal yang faneritik (terlihat
dengan mata telanjang).
 Porfiroafanitik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar kristal-kristal yang Afanitik ( tidak
terlihat dengan mata telanjang).
Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat
memberikan gambaran mengenai proses kristalisasi mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:
1. Euhedral: Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang jelas.
2. Subhedral: Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang dibatasi bidang-bidang kristal
3. Anhedral: Apabila bidang batas kristal tidak jelas
5. Komposisi Mineral dan Deskripsi Batuan Beku
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam dentifikasi mineral yaitu:
a. Warna mineral
b. Kilap, yaitu kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap logam dan non logam. Kilap
non logam terbagi lagi atas
 Kilap intan
 Kilap tanah, contoh : kaolin, dan limonit.
 Kilap kaca, contoh : kalsit, kuarsa.
 Kilap mutiara, contoh : opal, serpentin.
 Kilap dammar, contoh : spharelit.
 Kilap sutera, contoh : asbes.
c. Kekerasan, yaitu tingkat resistansi mineral terhadap goresan, umumnya ditentukan dengan skala Mohs.
d. Cerat, yaitu warna mineral dalam bentuk serbuk.
e. Belahan, yaitu kecenderungan mineral untuk membelah pada satu atau lebih arah tertentu sebagai bidang dengan
permukaan rata.
f. Pecahan, jika kecenderungan untuk arah tak beraturan. Macamnya :
 Concoidal : seperti pecahan botol, contoh: kuarsa.
 Fibrous : kenampakan berserat, contoh: asbes, augit.
 Even: bidang pecahan halus, contoh: mineral-mineral lempung
 Uneven : bidang pecahan kasar, contoh: magnetit, garnet.
 Hackly : bidang pecahan runcing-runcing, contoh: mineral-mineral logam.
Komposisi mineral penyusun batuan beku dibedakan menjadi:
a. Mineral Primer: Merupakan mineral hasil pertama dari proses pembentukan batuan beku, terdiri atas:
 Mineral Utama (essential minerals) : yaitu mineral yang jumlahnya cukup banyak (>10%). Mineral ini sangat penting untuk
dikenali karena menentukan nama batuan.
 Mineral tambahan (accessory minerals) : yaitu mineral-mineral yang jumlahnya sedikit (<10% ) dan tak menentukan nama
batuan.
b. Mineral Sekunder: Merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral primer.
Mineral yang pada umumnya sebagai penyusun batuan beku, yaitu:
a. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina dengan warna yang cerah dan biasa disebut sebagai mineral
asam kecuali (Ca-Plagioklas), yaitu:
 Kuarsa : jernih, putih susu seperti gelas kadang kelabu, tanpa belahan.
 Muskovit : jernih hingga coklat muda, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti lembaran.
 Ortoklas : putih, merah daging (pink), belahan dua arah saling tegak lurus.
 Plagioklas : putih abu-abu (Na), abu-abu gelap (Ca), terdapat striasi pada bidang belah.
b. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, warna gelap dan biasa disebut sebagi
mineral basa yaitu:
 Olivin : kuning kehijauan, kristal kecil menyerupai gula pasir.
 Piroksen (augit) : hijau tua, hitam suram, pendek, belahan 2 arah tegak lurus.
 Amfibole/ Hornblende : hitam mengkilat – hijau, panjang, belahan 2 arahmembentuk sudut 60 derajat sampai 120 derajat.
 Biotit : hitam, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti lembaran-lembaran.

6. Batuan Beku Fragmental (sedikit pembahasan)


Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan
bagian dari batuan volkanik. Batuan fragmental ini secara khusus terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan).
Bahan-bahan yang dikeluarkan dari pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum atau sesudah mengalami
perombakan oleh air dan es.
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu:
1. Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastik fall deposits)
2. Endapan Aliran Piroklastik (pyroklastik flow deposits)
3. Pyroclastik Surge Deposits
4. Lahar

NAMA :
NO. MHS :
MATERI : BATUAN SEDIMEN
DESKRIPSI BATUAN
1. No. Urut : 2
2. Warna : Hitam
3. Jenis Batuan : Batuan Sedimen Klastik
4. Struktur : Masif
5. Tekstur : - Ukuran besar butir :
Lempung/ < mm
- Derajat pemilahan : Pemilahan baik
- Derajat pembundaran : Membundar baik
- Kemas : Tertutup
6. Komposisi Mineral : - Fragmen : -
- Matrik : Lempung
- Semen : Silika
7. Nama Batuan : Shale / batulempung

NAMA :
MATERI : BATUAN SEDIMEN
DESKRIPSI BATUAN
1. No. Urut : 1
2. Warna : Putih
3. Jenis Batuan : Batuan Sedimen Non Klastik
4. Struktur : Masif
5. Tekstur : Krisatalin
6. Komposisi Mineral : Monomineralik (CaCO3)
7. Nama Batuan : Batu Gamping Kristalin
Deskripsi Batuan Metamorf

1. Pengertian Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan aslinya, berlangsung dalam keadaan padat,
akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan
malihan atau ubahan, demikian pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau malihan merupakan
perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan denag proses diagenesa dan proses pelapukan yang
juga merupakan proses dimana terjadi perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan
yang tinggi, diatas 200 C dan 300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan proses diagenesa berlangsung
pada suhu dibawah 200 C dan proses pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh dibawahnya, dalam lingkungan
atmosfir.

Preses metamorfosa dapat didefinisikan sebagai:


”Perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid slate) pada suhu diatas 200 C dan
tekanan 300 Mpa”.

Batuan metamorf memerlukan perhatian tersendiri, karena perubahannya berlangsung dalam keadaan padat. Saat
lempeng-lempeng tektonik bergerak dan fragmen kerak bertabrakan, batuan terkoyak, tetarik (extended), terlipat,
terpanaskan dan berubah dengan cara yang kompleks. Tetapi meskipun batuan sudah mengalami perubahan dua kali
atau lebih, biasanya bekas atau bentuk batuan semula masih tersimpan, karena perubahannya terjadi dalam keadaan
padat. Padat tidak seperti cair atau gas cenderung untuk menyimpan peristiwa-peristiwa (events) pengubahannya.
Diantara kelompok batuan, batuan metamorf merupakan yang paling kompleks, tetapi juga paling menarik karena
didalamnya tersimpan semua cerita yang telah terjadi pada kerak bumi.

2. Proses metamorfisme
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen
kimia untuk menyusun susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan
komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.
6. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Metamorf
a) Warna
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya.
b) Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat
kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan
erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan
keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi. Secara umum, tekstur
metamorf terbagi atas tekstur dan tekstur larutan sisa. Tekstur metamorf yaitu :
Lepidoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang tabular.
Nematoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang prismatic.
Porfiroblastik, apabila mempunyai tekstur porfiroblastik
Granoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang sutured.
Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Granuloblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang
unsutured. Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Relic, apabila tteksturnya berasal dari batuan terdahulu.
Hornfelsik, seperti granoblastik memperlihatkan tekstur mosaic tetapi tidak menunjukkan orientasi.
Homeoblastik, apabila batuan terdiri dari atas satu tekstur saja.
Heteroblastik, apabila batuan terdiri atas lebih dari satu tekstur.
Granoblastik polygonal
c) Struktur Batuan
Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas :
1. Foliasi
Struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral – mineral pipih sebagai akibat dari proses metamorphosis. Dapat
diperlihatkan boleh mineral – mineral prismatic yang menunjukkan orientasi – orientasi tertentu. Dihasilkan oleh proses
metamorfisme regional, kataklastik.
2. Non-Foliasi
Struktur yang dibentuk oleh mineral yang equidimensional yang terdiri dari butiran butiran granular. Dihasilkan oleh
proses metamorfisme kontak.

Struktur – struktur yang biasa dikenal pada batuan metamorf adalah :


a) Slaty cleavage : merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bibang – bidang belah pada batu sabak.
b) Granulose / hornfelsik : struktur yang tidak menunjukkan cleavage, merupakan bmozaik yang terdiri dari mineral yang
equidimensional, hasil dari metamorphosis thermal
c) Filitik : terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah mulai terjadi pemisahan mineral granular
(segregasi) tetapi belum sempurna, lebih kilap daripada batu sabak.
d) Schistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, mineralnya pipih orientasi tidak
terputus – putus.
e) Gneistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, orientasi mineral pipih terputus –
putus oleh mineral granular.
f) Milonitik : berbutir halus, menunjukkan gerusan – gerusan akibat granulation yang kuat.
g) Filonitik : gejala dan kenampakan mirip milonitik, tetapi sudah terjadi rekristalisasi dan menunjukkan kilap silky.

BEBERAPA METODE SAMPLING


Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan
berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi
stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan
bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan,
formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontohan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi,
maupun eksploitasi). Pada tahap eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya
terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zonalow grade maupun material barren, dengan tujuan untuk
mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. Fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada
zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang
berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan. Selama masa eksploitasi, sampling tetap
dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar
pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan sejumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
- Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
- Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
- Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
- Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.
- Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :
- Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi
ke dalam conto.
- Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
- Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak
memperhatikan kondisi geologi.
- Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang
besar. Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau
bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan
mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan
metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji.
Grab Sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian dari suatu material
(baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus).
Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
- Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
- Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
- Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang
diledakkan, dll.
Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur ( channel) sepanjang permukaan
yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman
3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat
dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto ( sub-
channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
- Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih
relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual.
- Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
- Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.
- Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika
terdapat sisipan pengotor).
Chip Sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan ( rock chip)
yang dipecahkan melalui suatu jalur yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur
sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong
conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit,
terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan
seperti oversampling(salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low
grade.

Anda mungkin juga menyukai