Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

M DENGAN
CRONIC KIDNEY DISEASE STAGE 5 DIRUANG UNIT
HEMODIALISA LANTAI 3 RUMAH SAKIT PELNI
JAKARTA

Di susun Oleh :

Alifa Ramadanti (16003)

Aulia Ulzanah (16055)

Dwina Rahmawati (16060)

Sandrawati (16037)

Silwa Hayati (16040)

Siti Ulfa Nurjanah (16042)

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI


JAKARTA
TAHUN 2019
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Tn.M Dengan Cronic Kidney Disease Stage 5 di Ruang Unit
Hemodialisa lantai 3 Rumah Sakit Pelni Jakarta.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :

1. DR. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp. B, BTKV, sebagai Direktur Utama
Rumah Sakit Pelni
2. Ahmad Samdani, SKM, sebagai Ketua Yayasan Samudra Apta
3. Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM, sebagai Direktur Akademi
Keperawatan Pelni Jakarta. Sekaligus dosen pembimbing di Ruang Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Pelni Jakarta
4. Tini Wartini S.Pd S.Kep MKM, sebagai dosen pembimbing di Ruang Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Pelni Jakarta
5. Ns Herlan Suherlan., S.Kep, sebagai Perseptor di Ruang Unit Hemodialisa
Rumah Sakit Pelni Jakarta
Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua yang membaca.

Jakarta, 19 Maret 2019


2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) telah menjadi
kekhawatiran yang berkembang didunia karena pravelansinya yang meningkat
serta hasil akhirnya yang buruk. Penyakit ginjal memang tidak menular, tetapi
menimbulkan kematian dan dibutuhkan biaya mahal untuk pengobatan yang terus
berlangsung seumur hidup. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi
ginjal secara perlahan sehingga terjadi gagal ginjal yang merupakan stadium
terberat penyakit ginjal kronik. Jika sudah sampai stadium ini, pasien memerlukan
terapi pengganti ginjal berupa cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal yang
biayanya mahal. (Dechacare, 2011)

Pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50%
dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal
Meningkat 50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000
orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya
1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (WHO, 2014).

Hasil Riskesdas 2018, populasi yang terdiagnosis gagal ginjal kronis di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter sebesar 3,8%. Angka ini lebih rendah dibandingkan
prevalensi PGK di negara-negara lain. Sedangkan pada tahun 2013 presentasi
jumlah penderita hanya mencapai 2%. Untuk proporsi yang sedang menjalani cuci
darah yang pernah terdiagnosis penyakit gagal ginjal kronis di Jakarta mencapai
38,7%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi di provinsi lain.
(Riskesdas, 2018).

Komplikasi pada gagal ginjal kronik yang tidak ditangani dapat menimbulkan
kegawatan dan kedaruratan meliputi gagal jantung, asidosis, ensefalopati, anemia
hingga menyebabkan kematian. Maka perlu peran perawat seperti peran advocad,
edukator, care giver, fasilitator dalam upaya promotif yaitu peningkatan derajat
kesehatan pola hidup sehat dengan minum air putih yang cukup, peran
3

preventifnya yaitu menganjurkan masyarakat untuk menjaga pola hidup yang


sehat dan hindari alkohol serta soft drink. Peran kuratifnya yaitu dengan
memberikan perawatan langsung kepada penderita gagal ginjal termasuk
mengawasi diit dan pembatasan cairan sedang peran rehabilitatifnya yaitu kontrol
ke dokter secara teratur, istirahat yang cukup, minum obat secara teratur.

Berdasarkan uraian diatas yaitu tingginya angka kesakitan, kematian, kegawatan


yang ditimbulkan serta pentingnya peran perawat dalam upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, maka penulis tertarik untuk menerapkan
bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik dengan
menggunakan metode ilmiah melalui proses keperawatan secara komprehensif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).

2. Tujuan Khusus
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatann pada klien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD), diharapkan penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai perencanaan pada klien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD)
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi
atau alternatif pemecahan masalah dalam penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
4

h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic


Kidney Disease (CKD)

C. Ruang Lingkup
Menerapkan penyesuaian makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu
kasus sebagai bahan kajian dalam asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Pelni Jakarta
dari tanggal 19 Maret, 22 Maret dan 26 Maret 2019

D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara
mengumpulkan, menganalisa, data serta menarik kesimpulan kemudian di sajikan
dalam bentuk narasi, informasi yang diperoleh melalui study perpustakaan untuk
memperoleh bahan makalah dengan mempelajari buku-buku, sumber yang sangat
membantu penulisan makalah ini.

Adapun tehnik penulisan makalah ini adalah menggunakan studi kasus dengan
melakukan pengamatan dan memberi asuhan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi
keperawatan, dan menerapkan asuhan keperawatan menggunakan teknik
wawancara pada klien dan keluarga, observasi, studi dokumentasi keperawatan
medis dan non medisyaitu mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD).

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 bab, yaitu Bab I terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang
lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II terdiri dari
pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab III terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanana, pelaksanaan, dan evaluasi
keperawatan. Bab IV terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
5

perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.


Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. (Aru.2009).

Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) didalam darah. (Muttaqin,2011)

Gagal Ginjal kronik adalah keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
lambat biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price.2006).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
atau irreversible.

B. Etiologi
Menurut Dr. Nursalam.M penyebab terjadinya gagal ginjal dapat dibagi menjadi 3
yaitu:
1. Prarenal (terjadi hipoperfusi ginjal) akibat kondisi yang menyebabkan
kurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi glomerolus. Keadaan
penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar, perdarahan, dan
kehilangan cairan melalui saluran cerna). Vasodilatasi (sepsis, anafilaksis,
penggunaan obat antihipertensi). Gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, emboli paru),hipertensi, dan diabetes.
2. Intrarenal kerusakan actual jaringan ginjal akibat trauma jaringan glomerolus
atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia intrarenal,

6
7

toksin, glumerulonefritis, endocarditis ifektif, hidronefrosis, dan pyelonephritis, batu


ginjal.
3. Postrenal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih
(sumbatan bagian distal ginjal). Seperti pembesaran prostat, keganasaan pada vesical
urinaria dan serviks, obstruksi pada vesical urinaria, bekuan darah, batu saluran
kemih, serta tekanan tinggi intraabdomen pada ascites besar.

C. Patofisiologi
Pada penderita hipertensi terutama hipertensi yang tidak terkontrol, seiring berjalannya
waktu arteri disekitar ginjal akan menyempit, melemah serta mengeras. Hal ini
menyebabkan kerusakan pada arteri ginjal sehingga menghambat darah yang diperlukan
oleh jaringan ginjal. Apabila suplai darah yang diperlukan kurang maka oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan ginjal tidak akan adekuat sehingga ginjal akan kehilangan
kemampuannya untuk menyaring darah dan mengatur cairan, hormon, asam, dan garam
didalam tubuh. Hal tersebutlah yang menyebabkan pada pasien dengan gagal ginjal
mengalami pembengkakan pada tubuh, ekstremitas dan wajah atau disebut edema. Karena
penimbunan cairan yang berlebih serta penumpukan racun dalam tubuh yang tidak dapat
dikeluarkan menyebabkan pasien dengan gagal ginjal akan mengalami perubahan warna
kulit yang menjadi lebih gelap hingga keluhan sesak nafas / nafas menjadi pendek.

Gagal ginjal yang terjadi pada riwayat diabetes disebabkan karena pembuluh darah kecil
dalam tubuh terutama ginjal yang terluka sehingga menurunkan kemampuan ginjal untuk
menyaring darah. Hal ini menyebabkan banyaknya peumpukan cairan, garam, dan limbah
yang tidak dapat dibuang melalui urin sehingga banyak ditemukan penderita akan
mengalami kenaikan berat badan serta edema dan ditemukannya protein di dalam urin.
Diabetes juga dapat menyebabkna kerusakan saraf dalam tubuh sehingga menyebabkan
kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih. Tekanan yang dihasilkan dari kandung
kemih yang penuh dapat melukai ginjal karena urin tetap berada dalam kandung kemih
dalam waktu yang lama atau kembali ke ginjal.

Adapun komplikasi yang dapat terjadi dengan semakin berkembangnya penyakit renal
maka dapat terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal menyekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi
8

natrium bikarbonat (HCO3), penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi
sehingga seringkali klien mengalami sesak nafas.

Hilangnya fungsi normal ginjal, mengakibatkan tidak adekuatnya eritopoetin sehingga


memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoeitin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoeitin
menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan nafas sesak. Komplikasi
lain yang dapat terjadi meliputi hyperkalemia, koma hingga kematian kematian akibat
infeksi karena menurunya fungsi limfosit dan granulosit sebagi sistem imun. (Sylvia.A
Price.2006).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:


1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Selama tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2. Stadium II : Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %), lebih dari 75 % .batas
normal. Konsentrasi BUN dan kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah,
tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
3. Stadium III : Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Stadium akhir timbul
pada `sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan
normal dan kadar kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang
dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus dan timbul gejala gejala yang dinamakan
sindrom uremik yang mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.
4. Stadium IV :tidak terjadi homeotasis, keluhan pada semua sistem, fungsi ginjal residu
< 5% dari normal.
9

D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
a. Konservatif
1) Farmakoterapi
a) Anti hipertensi : untuk menangani masalah hipertensi metildopa(aldomet),
propanolol, klonidin (catapres)
b) Suplemen zat besi / efogen (eritropoietin manusia rekombinan)
untukmengatasi anemia
c) Anti diuretik: untuk edema interstinal dan untuk meningkatkan urinari
d) Antiemetik: untuk mengatasi mual dan muntah
e) Antacid: untuk mengatasi hiperfosfatemi dan hipokalemi
f) Anti histamine: untuk menghilangkan pruritus
g) Antibiotik : untuk mengatasi infeksi
2) Non Farmakoterapi
a) Pembatasan asupan cairan
Cara untuk menghitung kebutuhan asupan cairan :
Jumlah urine yang dilkeluarkan dalam 24 jam terakhir + IWL
b) Diit rendah protein
c) Diit rendah garam
d) Mengontrol jumlah pengeluaran urin dengan cara mengukur balance cairan
per 24 jam
e) Transfusi darah
b. Operatif
1) Transplantasi ginjal meliputi dialisis yang terdiri dari hemodialisa, proses dialysis
yang menggunkan membrane semi permiabel yang berfungsi sebagai ginjal
buatan dan memerlukan suatu mesin untuk mengalirkan darah melalui salah satu
sisi permukaan membrane semi permiabel sebelum dikembalikan kedalam
sirkulasi darah dalam tubuh serta CAPD (continues ambulatory perineal dialysis)
dialisi yang menggunakan membrane peritoneal sehingga pertukaran ion terjadi
sepanjang membrane peritoneal dan transplantasi ginjal.
2) Nefrektomi: pengangkatan nefron ginjal.
10

E. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan
selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga
dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Ignatavicius,2006 dalam
Hayani, 2014).

Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk


mengeluarkan sisa – sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-
zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat
pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi (Sukandar,
2006).

F. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya terapi hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen
yang bersifat toksik dari dalam tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien (Cahyaningsih, 2009).

G. Etilogi
Terapi hemodialisa dilakukan pada pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik
akibat dari hiperkalemia berat, simtomatis berupa ensefalopati, kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi,batu ginjal, dan
perikarditis.

H. Prinsip Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Pada difusi, toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan, dengan
cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat yang
memiliki konsentrasi rendah. Pada osmosis, air yang berlebihan pada tubuh akan
dikeluarkan dari tubuh dengan menciptakan gradien tekanan dimana air bergerak dari
tubuh pasien ke cairan dialisat. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis (Brunner &
Suddarth, 2010).
11

Sisa akhir dari proses metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan cara berpindah
dari darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah.
Ureum, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke
cairan dialisat karena unsur yang tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau
bicarbonat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam
darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan
membran dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik
diantara membran dialysis (Smeltzer et al, 2009).

I. Indikasi Hemodialisa
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi
dialisis jangka pendek atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan
terapi jangka panjang atau permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis
pada penderita gagal ginjal adalah :
1. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit
2. Hiperkalemia
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl
5. Kreatinin lebih dari 65 mEq/L
6. Kelebihan cairan
7. Anuria berkepanjangan lebih dari 5x (Smeltzer et al, 2008 dalam Mardyaningsih,
2014)

J. Proses Hemodialisa
Efektifitas hemodialisa dilakukan 2-3 kali dalam seminggu selama 4-5 jam atau
paling sedikit 10-12 jam perminggunya (Black & Hawk, 2005). Sebelum dilakukan
hemodialisa maka perawat harus melakukan pengkajian pra dialisa, dilanjutkan
dengan menghubungkan klien dengan mesin hemodialisa dengan memasang blood
line dan jarum ke akses vaskuler klien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dializer
dan akses untuk darah kedalam tubuh. Arterio Venous (AV) fistula adalah akses
vaskuler yang direkomendasikan karena kecenderungan lebih amandan juga nyaman
bagi pasien (Brunner & Suddarth, 2010).
12

Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisa dimulai. Saat
dialysis darah dialirkan keluar tubuh dan disaring didalam dialiser, darah mulai
mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal diletakkan sebelum pompa darah untuk
mengantisipasi adanya hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan sebelum atau
sesudah pompa tergantung peralatan yang digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah
mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi
pertukaran darah dan sisa zat. Darah harus dapat keluar masuk tubuh pasien dengan
kecepatan 200-400 ml/menit (Price & Wilson, 2006).

Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah meninggalkan dialiser


akan melewati detector udara. Darah yang udah disaring kemudian dialirkan kembali
kedalam tubuh melalui akses venosa (Hudak & Gallo, 1999). Dialisis diakhiri dengan
menghentikan darah dari klien, membuka selang normal salin dan membilas selang
untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir dialisis, sisa akhir metabolisme
dikeluarkan, keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer system telah diperbaharui
(Brunner & Suddart, 2010).

K. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh pelaksanaan terapi hemodialisis menurut
Hirmawaty, 2014 adalah :
1. Hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar
jika terdapat gejala uremia yang berat.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah.
13

L. Prosedur Hemodialisa
1. Alat
Alat-alat dialisis dibuat serabut berlekuk-lekuk dan piringan pararel.
Komposisinya terdiri 10.000 serabut berdiameter kecil dimana darah bersikulasi
melalui serabut serabut tersebut. Piringan pararel terdiri dari lempengan-
lempengan membran, disusun secara paralel yang membentuk kompartemen
dialisat.
2. Bahan yang digunakan :
a. Kuprotan, selulosa asetat, dan beberapa kopolimer sintesis berlubang-lubang
kecil (poliakrilonitril), polimetil-mettakrilat dan polisulfon.
b. Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialisis, meliputi :
1) Pompa darah
2) Pompa infus untuk pemberian heparin
3) Alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh
4) Perubahan tekanan, udara, dan bocoran darah

M. Prosedur pemasangan
Setelah pengkajian pra dialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi
dicapai melalui satu dari beberapa pilihan-pilihan fitsula atau tandur arteriovenosa
(AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter
15/16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fitsula.

Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavia, jugularis interna atau
femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi. Jika
akses vescula telah ditetapkan, darah mulai mengalir dibantu dengan pompa darah.
Bagian sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “Arterial”
keduanya untuk membedakan darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang
belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum arterialdi
diletakkan paling dekat dengan anastomis AV pada fitsula atau tandur untuk
memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang diklem selalu
dihubungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan
14

darah. Transfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit
pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah
tergantung peralatan yang kebanyakan.

1. Dialiser adalah komponen yang paling penting selanjutnya dari sirkuit. Darah
mengalir kedalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran
cairan. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara, pada
kondisi seperti ini setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan
melalui port obat-obatan.
2. Darah yang telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang posdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialisis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang cairan normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut.
3. Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti teliti sepanjang tindakan dialisis
karena pemanjanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan
wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

N. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala :Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak,
tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, friction
rub perikardial (respons terhadap akumulasi sisa), pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning.
15

c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, penggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan turgor
kulit/kelembaban, edema (umum, tergantung), ulserasi gusi, perdarahan
gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.

f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang; sindrom "kaki gelisah";
kebas rasa terbakar pada telapak kaki, kebas/kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstrernitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam
hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
h. Pernafasan
Gejala : Napas pendek; dispnea nokturnal paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum
kental dan banyak.
16

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedal'aman (pernapasan


Kussmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema
paru).
i. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara aktual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal (efek GGK/depresi respons imun), petekie, area ekimosis
pada kulit, keterbatasan gerak sendi
j. Pemeriksaan diagnostik
1) Urine : Volume : biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria).Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hemoglobin, porfirin.Berat jenis kurang kurang
dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.Natrium
lebih besar dari 40 mEq / L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium.Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2) Darah : BUN ( Blood Ureum Nitrogen) / kreatinin meningkat, biasanya
meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir (
mungkin rendah yaitu 5).Hitungan darah lengkap : hematokrit menurun pada
adanya anemia Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl.GDA : PH ; penurunan
asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan
ginjal untuk mengeksresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.Natrium serum, mungkin rendah
(bila ginjal (kehabisan natrium” atau normal, menunjukkan status dilusi
hipernatremia).Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai denga
perpindahan selular (asiosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis DM). Pada
tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq
atau lebih besar.
3) KUB foto : menunjukan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih
4) Pielogram retrograd : menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal
6) Ultrasono Ginjal : menentukan ukuran ginjal, adanya massa, kista
17

7) Biopsi ginjal : menentukan sel jaringan histologis


8) Endoskopi ginjal : menentukan pelvis ginjal, batu, hematuria
9) EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatanutama mencakup yang
berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme ragulasi,
penurunan haluaran urin.
b. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan caira mempengaruhi volume sirkulasi, penambahan preload,
kerja miokard.
c. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan
status metabolik sekunder.
d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan durasi pengobatan, sistem nilai, perubahan
mental
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diit.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, gangguan persepsi,
nyeri.
g. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
h. Gangguan rasa aman : penurunan daya tahan tubuh berhubungan dengan Malnutrisi,
Anemia, Terpapar zat kimia seperti desinfektan, havox, formalin, Overhidrasi
Resiko terjadi hipotensi berhubungan dengan Penurunan volume darah yang
berlebihan
i. Gangguan rasa aman: cemas berhubungan dengan Perubahan konsep diri Ancaman
fungsi peran Ketidakpastian hasil terafi pengganti ginjal Batasan-batasan diet obat
dan penanganan Berkurangnya rasa kendali diri

3. Perencanaan Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan caira mempengaruhi volume sirkulasi, penambahan preload,
kerja miokard.
Tujuan : diharapkan memepertahankan curah jantung.
18

Kriteria Hasil : Tekanan darah dna frekuensi jantung dlaam batas normal, nadi
perifer kuat, pengisian kapilari refill baik, tidak ada nyeri dada.
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung paru
2) Kaji adanya hipertensi, awasi tekanan darah
3) Selidiki keluhan nyeri dada
4) Evaluasi bunyi jantung, nadi perifer, pengisisan kapilari, suhu
5) Kaji tingkat aktivitas
6) Berikan obat antihipertensi
7) Siapkan dialisis

b. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan


status metabolik sekunder.
Tujuan : diharapkan kerusakan integeritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan kulit utuh, menunjukan perilaku mencegah cedera
kulit
Intervensi :
1) Inspeksi kulit, warna, turgor
2) Pantau masukan cairan dan gidrasi kulit
3) Inspeksi area edema
4) Observasi keluhan gatal
5) Berikan matras busa

c. Ketidakpatuhan berhubungan dengan durasi pengobatan, sistem nilai, perubahan


mental
Tujuan : diharapkan klien menunjukan kepatuhan
Kriteria hasil : berpartisipasi dalam rencana pengobatan, menyatakan pengetahuan
akurat tentang penyakit.
Intervensi :
1) Yakinkan persepsi klien terhadap situasi dan konsekuensi perilaku
2) Tentukan sistem nilai
3) Dengarkan dengan aktif keluhan klien
4) Identifikasi perilaku yang mengindikasikan kegagalan untuk mengikuti program
pengobatan
19

5) Berikan umpan balik yang positif untuk keterlibatan terapi

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah, pembatasan diit.
Tujuan : diharapkannutrisi seimbang
Kriteria Hasil : Berat badan stabil, laboratorium darah dalam batas normal, tidak ada
tanda-tada malnutrisi.
Intervensi :
1) Awasi konsumsi makanan dan hitung kalori per hari
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
3) Berikan makan sedikit tapi sering
4) Berikan perawatan mulut sering
5) Berikan asam askorbat, asam folat, vitamin D
6) Observasi hasil Lab

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, gangguan persepsi,


nyeri.
Tujuan : diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan diri
Kriteria Hasil : penampilan rapi, bersih, bau badan tidak menyengat.
Intervensi :
1) Berikan bantuan dengan aktivitas yang diperlukan
2) Gunakan teknik penghematan energi
3) Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.

f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.


Tujuan : diharapkan pola nafas efektif
Kriteria Hasil : suara napas bersih, tidak sianosis, tidak dispneu, tanda vital dalam
batas normal, sesak hilang/berkurang, pH 7,35 – 7,45, tidak ada nafas cuping
hidung, O2 saturasi dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi bunyi, frekuensi, jenis dan kedalaman nafas
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan
3) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
20

4) Kolaborasi pemberian O2
5) Keluarkan sekret dengan batuk/suction
6) Observasi lab dan O2 saturasi

g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme ragulasi,


penurunan haluaran urin.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi kelebihan
volume cairan
Kriteria hasil : sesak hilang/berkurang, tidak ada bunyi nafas tambahan, edema
berkurang/hilang, intake output seimbang, ttv dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Kaji adanya edema pada ekstremitas
3) Monitor intake dan output
4) Kolaborasi pemberian diuretik
5) Auskultasi bunyi jantung paru
6) Observasi status kesadaran

h. Gangguan rasa aman : penurunan daya tahan tubuh berhubungan dengan Malnutrisi,
Anemia, Terpapar zat kimia seperti desinfektan, havox, formalin, Overhidrasi
Resiko terjadi hipotensi berhubungan dengan Penurunan volume darah yang
berlebihan
Tujuan : daya tahan tubuh meningkat
Kriteria Hasil : status gizi meningkat, Hb >10 mg/dl, anemia tidak ada, lemas tidak
ada, tidak mengeluh mudah/ sering sakit
Rencana Tindakan :

1. Kaji satus nutrisi, status gizi, status anemi/zat besi


2. Anjurkan untuk mendapat status nutrisi sesuai kebutuhan diet untuk klien dengan
dialysis
3. Lakukan priming, soacking dan ultra filtrasi pada sirkulasi trertutup secara adekuat
untuk mengeluarkan zat-zat kimia
21

4. Anjurkan kepada klien, keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengenakan


pelindung seperti masker, menerapkan prinsip universal precaution agar tidak
terpapar kontaminan
5. Kolaborasi untuk koreksi anemi: EPO, terafi zat besi, dan transfuse
6. terapkan prinsip a/anti septic saat penusukan, pencabutan atau menhindari paparan
terhadap darah.
7. Lakukan pengontrolan rutin terhadap water treatment
8. Anjuran untuk membatasi peningkatan BB 5% berat badan kering
interdialitikGangguan keseimbangan cairan : berlebih berhubungan dengan
Penurunan fungsi ginjal dalam dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

1. Gangguan rasa aman: cemas berhubungan dengan Perubahan konsep diri Ancaman
fungsi peran Ketidakpastian hasil terafi pengganti ginjal Batasan-batasan diet obat
dan penanganan Berkurangnya rasa kendali diri
Tujuan : Cemas berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : wajah tampak rileks, penolakan tidak ada, cemas tidak ada, tidak
mudah marah,
Rencana Tindakan :

1. Mengkaji tingkat kecemasan:


a. Apabila ringan sampai sedang, dilanjutkan dengan penyelesaian masalah
(problem solving)
b. Apabila berat-panik, kurangi tuntutan-tuntutan pada klien, mencegah prosedur
yang tidak perlu, gunakan teknik focusing dan relaksasi
2. Mengkaji stressor tertentu terhadap ancaman-ancaman yang tidak spesifik dan
umum
3. Menunjukkan sikap pengertian
4. Mempertahankan cara yang santai, tidak mengancam dan empati
5. Membantu mengidentifikasi mekanisme koping yang biasa klien gunakan
6. Identifikasi cara klien meminimalkan stressor-stressor yang dihadapinya
7. Berikan umpan balik realistis terhadap ancaman nonspesifik yang dihadapi klien
8. Gali cara-cara klien mengontrol dirinya
9. Gali konsep diri klien dan persepsi akan perasaannya
10. Berikan konsistensi terhadap apa yang kita lakukan
22

4. Pelaksanaan Keperawatan
1. Pengertian
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. (Budiono, 2015)
2. Tahap-tahap dalam pelaksanaan tindakan keperawatan sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
1) Review rencana tindakan keperawatan
2) Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Antisipasi komplikasi yang akan timbul
4) Mempersiapkan peralatan (waktu, tenaga, alat)
5) Mengindetifikasi aspek-aspek hokum dan etik
6) Memerhatikan hak-hak pasien antara lain hak atas pelayanan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
b. Tahap pelaksanaan
1) Berfokus pada klien
2) Berorientasi pada tujuan dan krtiteria hasil
3) Memerhatikan keamanan fisik dan psikologis klien
4) Kompeten
c. Tahap pendokumentasian
1) Menilai keberhasilan tindakan
2) Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi aktivitas/tindakan keperawatan,
hasil/respons pasien, tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, dan tanda
tangan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
(hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. ( Budiono, 2015)
Macam-macam evaluasi :

1. Evaluasi proses (formatif), evaluasi yang dilakukan setelah tindakan, berorientasi


pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan
tercapai.
23

2. Evaluasi hasil (sumatif), evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan
keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Untuk memudahkan mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunkan


komponen SOAP, yaitu :
1. S artinya data subjektif, berupa keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
2. O artinya data objektif, hasil pengukuran atau hasil observasi secara langsung
kepada klien.
3. A artinya analisis, interpretasi dari data subjektif dan objektif.
4. P artinya planning, perencanaan yang akan dilanjutkan
24

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Tn. H usia 25 tahun, beragama islam, suku bangsa jawa, pendidikan SMA,
alamat Jl. Pondok Indah RT 006/ RW 009 Kel. Kota Bambu Utara Kec.
Palmerah, Jakarta barat. klien datang kerumah sakit PELNI Jakarta pada
tanggal 19 Maret 2019, pukul 07.00 untuk melakukan cuci darah di Poli HD
Lt.3 dengan nomor register 726140 dengan diagnosa Cronic kidney disease,
stage 5, sumber informasi didapat dari klien dan catatan medis.

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan utama lemas, sedikit mual, kurang
nafsu makan, pusing, Kronologis keluhan: Faktor pencetus karena klien
menjalani hemodialisa, timbilnya: bertahap, lamanya: selama menjalani
proses hemodialisa, upaya mengatasinya: klien memilih istirahat tidur.
b. Riwayat kesehatan masa lalu: tidak ada, tidak ada riwayat alergi
(makanan, obat, hewan), tidak ada riwayat kecelakaan, pernah 2x dirawat
dirumah sakit karena melakukan pemasangan CDL short time pada
tanggal 06 maret 2019. Riwayat pemakaian obat amplodipine.
3. Riwayat Penyakit : klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 minggu.
4. Riwayat dialysis atau transplantasi
a. Dialysis pertama dilakukan pada tangga 07 Maret 2019 di Rumah Sakit
Pelni Jakarta, klien tidak pernah melakukan therapy CAPD dan
transplantasi ginjal. Klien dilakukan operasi pemasangan Akses CDL pada
tanggal 06 Maret 2019. Femoral diagnosi penyakit lain (komordibitas):
tidak ada. Komplikasi kronik:batu ginjal.
5. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Orang yang terdekat dengan orang tuanya, pola komunikasi baik, pembuat
keputusan klien dan orang tuanya, klien tidak ikut dalam kegiatan
kemasyarakatan karena lebih okus bekerja dan ketika libur klien lebih memilih
untuk istirahat. klien merasa cemas dengan penyakitnya dan klien merasa
25

penyakitnya membuat klien menjadi lemas, mual dan takut akan kehilangan
pekerjannya. Mekanisme koping terhadap stress minum obat dan istirahat. Hal
yang pasien fikirkan saat ini klien ingin cepat pulih kondisinya, harapannya
agar klien sehat, berat badan tidak naik atau overload.
6. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik umum ; berat badan 60 kg, sebelum hemodialisa 58 kg.
Tinggi badan 160 cm,TD 130/78 Mmhg, nadi 80x/menit, P 19x/menit, Suhu
36,5ͦ C. Keadaan umum sedang, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.
Data Tambahan
a. Sistem penglihatan
Tidak ada kelainan pada otot-otot mata klien, Sisi mata klien simetris,
kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva anemis,
kornea normal, sklera anikterik, pupil anisokor, tidak ada kelainan otot-
otot mata. Fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-tanda radang, tidak
memakai kacamata atau lensa kotak, reaksi terhadap cahaya positif.
b. Sistem pendengaran
Tidak ada serumen, kondisi telinga tengah normal, tidak ada cairan dari
telinga, tidak ada perasaan penuh di telinga, tidak ada tinitus, tidak ada
otalgia, fungsi pendengaran normal, tidak ada gangguan keseimbangan,
tidak memakai alat bantu pendengaran.
c. Sistem wicara normal
d. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih, pernafasan klien tidak mengalami sesak, tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, frekuensi nafas 19x/menit, irama
teratur, jenis pernafasan spontan, pernafasan klien dalam, batuk tidak ada,
sputum tidak ada, tidak terdapat darah, palpasi dada simetris, perkusi dada
simetris, suara nafas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernafas, dan tidak
menggunakan alat bantu nafas seperti oksigen.
e. Sistem kardiovaskuler
Sirkulasi perifer teraba nadi 80 x/menit, dengan irama teratur, denyut
teraba kuat. Tekanan Darah 130/78mmHg, tidak ada distensi vena
jugularis kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat,
pengisian kapiler 2 detik, tidak ada edema. Pada sirkulasi jantung
26

kecepatan denyut apikal 100 x/menit, irama teratur, tidak ada kelainan
bunyi jantung, tidak ada nyeri dada saat klien beraktivitas
f. Sistem hematologi
Tidak ada gangguan pada sistem hematologi, klien terlihat pucat, tidak ada
pendarahan..
g. Sistem syaraf pusat
Klien tidak ada keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran klien compos
mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS), E:4, M:6, V:5, Tidak ada
tanda-tanda peningkatan TIK, ada gangguan sistem persyarafan di bagian
kelumpuhan ekstremitas kiri, pemeriksaan refleks fisiologis normal,
sedangkan tidak ada refleks patologis.
h. Sistem pencernaan
keadaan mulut tidak ada caries gigi, klien tidak menggunakan gigi palsu,
tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, selera makan kurang,
makan habis 1/2 porsi, Klien ada mual tidak ada muntah, tidak ada nyeri
di daerah perut, hepar klien tidak teraba, abdomen teraba lembek, dengan
lingkar abdomen 80 cm, pola makan klien di rumah sebanyak 2xsehari.
Saat di auskultasi terdengar bising usus 6x/menit, BAB klien normal,
tidak ada konstipasi, BAB berwarna kuning, konsistensi setengah padat,
tidak ada diare, tidak ada konstipasi, klien tidak menggunakan laxatif, dan
pola kebiasaan BAB klien di rumah 2xsehari.
i. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, klien ada
poliuri, polidipsi, polifagia, dan tidak ada luka ganggren.
j. Sistem urogenital
Balance cairan intake 600ml, output 150ml, ada perubahan pada pola
kemih anuria, tidak ada ketegangan kandung kemih dan tidak ada keluhan
sakit pinggang.
k. Sistem integumen
Turgor kulit elastis, temperature hangat, warna kulit pucat, gatal-gatal
tidak ada, kelainan kulit tidak ada, kondisi terpasang CDL divena
jugularis tidak ada kemerahan, keadaan rambut dan kebersihan baik.
27

l. Sistem muskuloskeletal
Kesulitan dalam pergerakan tidak, sakit pada tulang, sendi, kulit tidak,
fraktur tidak, kelainan bentuk tulang sendi tidak, kelainan struktur tulang
belakang tidak, keadaan tonus otot baik, kekuatan :

5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

Data tambahan (pemahaman tentang penyakitnya): klien tidak mengetahui


tentang penyakitnya tentang komplikasi dari Hipertensi akan berakibat bisa
cuci darah, klien hanya tahu kalau minumnya harus dibatasi 600 ml/ 24jam.

7. Data penunjang (pemeriksaan diagnostik yang menunjang masalah: lab.


radiologi, endoskopi,dll)
Pemeriksaan hematologi tanggal 17 Maret 2019 dilakukan pemeriksaan DPL
(Darah Perifer Lengkap) Hemaglobin 8,1 g/dl (13,5-18), Leukosit ,7010^3/ul
(5,0-10,0), Hematokrit 22,7% (38-54), Eristrisit 2,52 juta/ul (4,5-5,5), MCHC
31,3 (32-36).

8. Resume
Klien datang ke unit hemodialisa lantai 3 Rumah Sakit Pelni Jakarta untuk
melakukan hemodialisa. Pada saat pengkajian klien mengatakn dia dating
hanya untuk melakukan rutinitas hemodialisa sesuai yang di jadwalkan yaitu
hari selasa dan jum’at, klien mengatkan setiap selesai hemodialisa klien selalu
merasakan lemas, pusing dan di lakukan tindakan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital dengan hasil TD: 130/78, N: 80, Suhu: 36,5oC, R: 19x/menit.
memberikan posisi semi fowler.
9. Penatalaksanaan (therapi/pengobatan termasuk diet)
a) Amplodiphine 1 x 5mg diberikan melalui oral pada jam 22.00, Natrium
Bicarbonat 3 x 500 mg tablet diberikan melalui oral pada jam 06.00,
14.00 dan 22.00.
28

10. Catatan transfuse darah


07 maret 2019 golongan darah O+ jenis PRC jumlah transfuse 205 cc diruang
hemodialisa, 09 maret 2019 golongan darah O+ jenis PRC jumlah transfuse
194cc diruang hemodialisa, 10 maret 2019 golongan darah O+ jenis PRC
jumlah transfuse 202cc diruang melati.

11. Data Fokus


Data subjektif : klien mengatakan lemas, pusing dan tidak dapat beraktivitas
seperti biasa. dan khawatir dengan kesehatannya dan akan kehilangan
pekerjaan jika suatu saat kondisi klien semakin parah. klien mengatakan badan
terasa lemas, pucat, BAK sedikit, wajah sembab, telapak kaki terasa kebas saat
berjalan

Data objektif : TTV; TD 130/78 mmHg, N 80x/menit, P 19x/menit, Sh 36,5ͦ C,


klien tampak lemah, konjungtiva anemis, tidak ada edema BB sebelum
hemodialisa 58kg sesudah hemodialisa 60kg. Terpasang CDL dengan keadaan
tidak ada kemerahan, tidak ada push keadaan daerah yang terpasang CDL
baik. klien tampak lemah, wajah tampak sembab, konjungtiva anemis, TD:
130/80 mmHg, Nadi: 81 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,7 0C. TB:160cm,
mukosa bibir kering, Hemaglobin 8,1 g/dl (13,5-18), Leukosit ,7010^3/ul (5,0-
10,0), Hematokrit 22,7% (38-54), Eristrisit 2,52 juta/ul (4,5-5,5), MCHC 31,3
(32-36). Output 200ml.

12. Analisa data


No Analisa Data Masalah Etiologi
1 DS ; klien mengatakan Ketidakseimbangan Intake nutrisi
pusing,lemas, BB nutrisi kurang dari inadekuat
sebelum hd 58 kg, BB kebutuhan tubuh
sekarang 60kg

DO ; kesadaran
composmetis keadaan
umum sedang hasil TTV
29

: TD:130/78 mmHg, N:
80x/menit, S: 36,5 °c, P:
19x/menit, klien terlihat
pucat, mukosa bibir
lembab, klien minum air
putih 600ml/hari
DS ; klien mengatakan
2. pertama hemodialisa Resiko infeksi Pemasangan akses
pada tanggal 06 Maret CDL
2019 dengan akses
terpasang CDL short
time

DO ; terpasang CDL
vena jugularis sebelah
kanan, tidak tampak
kemerahan dan push di
daerah yang terpasang
CDL

DS :
klien mengatakan badan
3. terasa lemas, pucat, BAK
sedikit, wajah sembab,
telapak kaki terasa kebas Kelebihan volume Perubahan haluaran
saat berjalan urine urine
DO :
klien tampak lemah,
wajah tampak sembab,
konjungtiva anemis, TD:
130/78 mmHg, Nadi: 81
x/menit, RR: 19 x/menit,
0
Suhu: 36,7 C.
30

TB:160cm, Hemaglobin
8,1 g/dl (13,5-18),
Leukosit ,7010^3/ul (5,0-
10,0), Hematokrit 22,7%
(38-54), Eristrisit 2,52
juta/ul (4,5-5,5), MCHC
31,3 (32-36). Output
200ml.

DS: klien mengatakan


4. khawatir dengan
kesehatannya berfikir Gangguan rasa aman: berhubungan
akan kehilangan cemas dengan Perubahan
pekerjaan jika suatu saat konsep diri
kondisi klien semakin Ancaman fungsi
parah peran
DO : klien tampak Ketidakpastian
murung, tidak ada gairah hasil terafi
untuk berbicara, selalu pengganti ginjal
tidur saat ingin diajak Batasan-batasan
bicara. diet obat dan
penanganan
Berkurangnya rasa
kendali diri

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan haluaran urine
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pamasangan CD
4. Cemas berhubungan dengan berhubungan dengan Perubahan konsep diri Ancaman
fungsi peran Ketidakpastian hasil terafi pengganti ginjal Batasan-batasan diet obat dan
penanganan Berkurangnya rasa kendali diri
31

Anda mungkin juga menyukai