Pendahuluan
Infeksi virus HIV merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh masyarakat dunia
beberapa dekade belakangan ini. Infeksi virus ini menyerang berbagai macam orang dari
berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua. Sesuai dengan nama penyakit yang
ditimbulkannya, virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga seseorang yang sudah
tekena infeksi virus ini menurun kekebalan tubuhnya. Penuruan kekebalan tubuh ini menjadikan
seseorang rentan terkena penyakit-penyakit dan juga efek yang ditimbulkan oleh penyakit-
penyakit yang pada umumnya ringan pada orang biasa dapat berakibat fatal pada penderita. Perlu
diketahui juga pasien yang mendapatkan infeksi HIV prognosis nya buruk. Karena infeksi
sekunder atau komplikasi dari penyakit ini retntan terjadi walaupun telah mendapatkan terapi
yang suportif.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis dapat
dilakukan dengan wawancara terhadap pasien ataupun kerabat terdekatnya misalnya:
1
6. Menayakan pada pasien apakah ada riwayat keluarga yang menderita HIV AIDS dan
sebagainya.1
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan keadaan umum, derajat kesadaran dan
tanda-tanda vital. Dari hasil pemeriksaan fisik yg di dapat adalah: Keadaan umum: tampak sakit
sedang, kesadaran: composmentis, conjungtiva anemis sclera tidak ikterik, terdapat oral trush,
pembesaran kelenjar getah bening (kenyal, diameter 1cm) tidak nyeri tekan. Pada anus di
temukan ulkus durum dan polip multiple bergerombol.
Tanda vital:
- Td: 110/70
- Nadi: 80x/menit
- Pernafasan: 20x/menit
- Suhu: 37,8C
Pemeriksaan penunjang
- Western blot
2
Lebih spesifik dari tes EIA dan apabila terjadi false positif EIA tes, tes ini dapat memastikan
apakah orang tersebut terinfeksi atau tidak. Tes ini dilakukan dengan memisahkan HIV antigen
dengan elektroforesis, lalu di transfer ke kertas nitroselulosa dan disusun , protein yang lebih
besar ada di atas dan protein yang lebih kecil ada di dasar. Lalu serum sampel ditambahkan. Jika
terdapat HIV antibody, maka akan berikatan dengan sepisivik antigen virus yg ada di kertas.
Sebuah enzim dan substrat lalu di tambahkan untuk menghasilkan warna seperti pada tes
EIA. Jika tidak ada warna makan tes ini negative dan jika tes ini positif akan terlihat kombinasi
warna. Saat hasil tes dengan EIA menunjukkan hasil yg positif dan western blot positif orang
tersebut positif menderita HIV sedangkan apabila hasil EIA positif sedangkan western blot
negative orang tersebut tidak menderita HIV.2
Working Diagnosis
HIV/AIDS dengan candidiasis oral
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel
sistem kekebalan tubuh manusia, terutama Sel T CD4+ dan makrofaga, komponen vital dari
sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka.
Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang
menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Penyakit HIV hampir di takuti banyak orang, karena hingga kini belum ditemukan obat
yang dapat menyembuhkannya. Virus mematikan ini menyerang sel kekebalan tubuh penderita
dan menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh sangat mudah terkena
infeksi. HIV dapat di tulakan melalui darah dan cairan tubuh seperti sperma, cairan vagina dan
ASI. Pada banyak kasus, penularan dapat melalui jarum suntik seperti pada pengguna narkoba
suntik. Kasus lain adalah pada hubungan seksual, karena sering terjadi luka kecil yang tidak
disadari. Terdapat 4 stadium penyakit HIV yang memiliki gejala yang berbeda beda yaitu:
1. Stadium 1: pasien tanpa gejala, atau terdapat pembengkakan kelenjar limfe yang berulang
atau menetap selama beberapa tahun.
2. Stadium 2: pada masa awal infeksi HIV, penderita dapat mengalami berbagai gejala
penyakit yang sering kali tidak secara langsung dicurigai sebagai gejala HIV. Gejala ini
di antaranya penurunan berat badan <10% tanpa sebab yang jelas, luka di bibir dan
3
sariawan berulang, ketombe, jamur dan ruam gatal di kulit, serta infeksi jamur kuku.
Penderita juga dapat mengalami infeksi saluran napas atas seperti batuk, nyeri
tenggorokan, dan sinusitis berulang.
3. Stadium 3: dengan berprosesnya infeksi HIV dalam tubuh, gejala klinis sudah ada dapat
memburuk dan muncul gejala lainnya. Gejala memburuk diantaranya seperti penurunan
berat badan tanpa sebab, naik hingga >10%, sariawan yang menjadi infeksi tuberculosis
diparu atau di kelenjar limfe. Gejala lain bertambah diantaranya diare dan demam >1
bulan tanpa sebab yang jelas, serta gangguan sistemik seperti anemia. Stadium 3
merupakan stadium klinis HIV tingkat sedang, sebelum masuk ke kategori AIDS.
4. Stadium 4: pada stadium ini , seorang penderita infeksi HIV sudah masuk kategori AIDS
atau di Indonesia di sebut HIV/AIDS. Gejala pada stadium 4 ini menjadi lebih kompleks
dan berupa sindrom atau kumpulan penyakit.
Hal ini disebabkan sistem imun penderita yang sangat rendah, sehingga mudah terserang
berbagai infeksi dan dapat menimbulkan gejala yang parah. Penyakit yang muncul pada stadium
ini adalah pneumonia bacterial berulang dalam 6 bulan, infeksi jamur pada saluran napas bawah,
infeksi herpes hingga >1 bulan, kanker servis, infeksi selaput otak, tuberculosis diluar paru dan
masih banyak lagi.3
Infeksi jamur candida pada penderita HIV/AIDS merupakan infeksi oportunistik penyakit
yang jarang terjadi pada orang sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem
imunnya terganggu, termasuk infeksi HIV. Organism-organisme penyakit ini sering hadir dalam
tubuh, tetapi umumnya dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Ketika seseorang
terinfeksi HIV/AIDS berkembang infeksi oportunistik. Umumnya bagian intra oral yang paling
banyak dialami penderita HIVyakni infeksi jamur candida. Infeksi yang disebabkan oleh jamur
candida merupakan infeksi yang paling umum, yaitu jamur dimorfik yang biasanya ada dalam
rongga mulut dalam keadaan nonpatogenik, tetapi di bawah kondisi yang menguntungkan jamur
candida memiliki kemampuan untuk merubah menjadi bentuk hifa pathogen (yang menyebabkan
penyakit).
Differential Diagnosis
4
Tuberculosis (TB)
Sifilis
Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi
pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut dengan ‘raja singa’
disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari
famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangatkecil dan dapat hidup hampir di seluruh
bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain
melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini
juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak
dapat ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
Peningkatan insidens sifilis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik,
fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual
kurang tersebar luas, kontrol sifilis belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan
Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada tahun
1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan
sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada
US Centers for Disease Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada
pria, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang
dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika
5
Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh tahun
terakhir. Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami
peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah meningkat 2% sifilis juga merupakan
faktor terjadinya infeksi HIV, sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya
peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS.
Limfadenitis Tuberkilosis
Limfadenitis disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organism, seperti bakteri,
virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Untuk penyebaran ke kelenjar getah bening melalui infeksi
pada kulit, hidung, telinga, dan mata. Limfadenitis tuberculosis suatu peradangan pada satu atau
lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit tuberculosis luar.
Tubrkulosis sendiri di kenal sejak 1000 tahun sebelum masehi, nama tuberculosis berasal dari
kata tuberculum yang berarti benjolan kecil yang merupakan gambaran patologik khas pada
penyakit ini. Begitu juga dengan limfadenitis , penyakit ini di tandai bejolan pada bagian leher
penderitanya. Siklus masuknya penyakit ini adalah bacteria dapat masuk melalui makanan ke
rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfe di leher, sering tanpa tanda TBC paru.
Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Gejala untuk menganalisa
apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan
membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah
demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan terasa hangat,
pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau biasa di sebut tumor.
Candiloma Acuminata
Virus alami dari genital warts, Venereal warts, verruca vulgaris, jengger ayam, kutil
kelamin pertama kali dikenal tahun 1907 oleh Ciuffo. Dengan berkembangnya teknik biologi
molekuler, Human Papillomavirus (HPV) diidentifikasi sebagai penyebab kondiloma akuminata.
Kondiloma adalah kutil yang berlokasi di area genital (uretra, genital dan rektum).
Kondiloma merupakan penyakit menular seksual dan berpengaruh buruk bagi kedua pasangan.
Masa inkubasi dapat terjadi sampai beberapa bulan tanpa tanda dan gejala penyakit. Biasanya
lebih banyak selama masa kehamilan dan ketika terjadi pengeluaran cairan yang berlebihan dari
6
vagina. Meskipun sedikit, kumpulan bunga kol bisa berkembang dan sebagai akibatnya adalah
akumulasi bahan – bahan purulen pada belahan – belahan, biasanya berbau tidak sedap warnanya
abu – abu, kuning pucat atau merah muda.
Kondiloma akuminata merupakan tonjolan – tonjolan yang berbentuk bunga kol atau kutil
yang meruncing kecil yang bertumbuh kembang sampai membentuk kelompok yang
berkembang terus ditularkan secara seksual. Kondiloma akuminata dijumpai pada berbagai
bagian penis atau biasanya didapatkan melalui hubungan seksual melewati liang rectal disekitar
anus, pada wanita dijumpai pada permukaan mukosa pada vulva, serviks, pada perineum atau
disekitar anus..
Kondiloma sering kali tampak rapuh atau mudah terpecah, bisa terssebar multifocal dan
multisentris yang bervariasi baik dalam jumlah maupun ukurannya. Lesinya bisa sangat meluas
sehingga dapat menguasai penampakan normal dan anatomi pada genitalia. Daerah tubuh yang
paling umum adalah frenulum, korona, glans pada pria dan daerah introitus posterior pada
wanita.
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang mempunyai aktivitas
seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual lebih dari 1 orang (multiple). Winer et al.,
pada penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-ganti
pasangan seksual dapat terinfeksi HPV melalui pemeriksaan DNA. Wanita dengan lima atau
lebih pasangan seksual dalam lima tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi HPV
(anogenital warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang waktu tersebut. Pada
penelitian yang lebih luas, WAVE III yang melibatkan wanita berusia 18-25 tahun yang
memiliki tiga kehidupan seksual dengan pasangan yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi
HPV.4
7
Patofisiologi
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik
virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya
tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak
sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV
tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan
daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena
penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel
syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.3
8
Gejala Klinis
Secara klinis AIDS dikategorikan dalam 4 kelompok:5
Kelompok I : Infeksi HIV akut
Kelompok II : Infeksi seropositif tanpa gejala
Kelompok III : Radang kelenjar getah bening meyeluruh dan menetap
Kelompok IV : Penyakit berat yang berkaitan dengan AIDS.
Kelompok I
Sejak HIV masuk kedalam tubuh akan menimbulkan gejala yang sangat sulit dikenal
karena menyerupai gejala influenza saja: demam, lesu, ngantuk, sakit otot, sakit kepala, dan
timbul bercak merah di kulit. Perjalanan penyakit saat ini sesuai dengan masa induksi yang dapat
berlangsung sampai 3 bulan.
Kelompok II
Stadium penyakit ini tidak menunjukkan gejala klinik yang khas. Penderita tampak sehat
tetapi jika diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif. Kelompok ini sangat berbahaya
karena dapat menularkan lawan jenisnya.
Kelompok III
Stadium ini menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening seluruh tubuh yang menetap
(lebih dari tiga bulan) dan biasanya disertai demam, diare, berkeringat pada malam hari, lesu
berat badan menurun. Pada kelompok ini sering disertai infeksi jamur kandida sekitar mulut dan
herpes zooster.
Kelompok IV
Penyakit dengan gejala konstitusi yang mengalami paling sedikit dua gejala klinis yang
menetap selama tiga bulan atau lebih.
Gejala-gejala tersebut berupa:
1. Demam yang terus menerus lebih dari 37° C
2. Kehilangan berat badan 10% atau lebih
3. Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening di
luar daerah kemaluan
4. Diare yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
5. Berkeringat banyak pada malam hari yang terus-menerus
9
Komplikasi
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri,
virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh
yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV
mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita
kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut
limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan
berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Epidemiologi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada
penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang
dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya penggunaan
narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana.
Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat,
baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar odha
berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana presentase
penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang
terbukti tertular HIV dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan
heteroseksual.
10
Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang
semakin nyata pada pengguna narkotika. Padahal sebagian besar odha yang merupakan
pengguna narkotika adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia
produktif. Anggapan bahwa pengguna narkotika hanya berasal dari keluarga broken home dan
kaya juga tampaknya semakin luntur. Pengaruh teman sebaya (peer group) tampaknya lebih
menonjol.
Pengguna narkotika suntik mempunyai risiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau
bibit penyakit lain yang dapat menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum
suntik secara bersamaan dan berulang yang lazim dilakukan oleh sebagian besar pengguna
narkotika. Satu jarum suntik dipakai bersama antara 2 sampai 15 orang pengguna narkotika.5
Etiologi
11
Pencegahan
1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual
Infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu
difokuskan pada hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu:
12
3. Pencegahan penularan dari ibu-anak. (perinatal)
Diperkirakan 50% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) akan terinfeksi HIV sebelum,
selama dan tidak lama sesudah melahirkan. Ini yang perlu disampaikan kepada ibu-ibu yang HIV
(+). Ibu-ibu seperti ini perlu konseling. Sebaiknya ibu yang HIV(+), tidak hamil.6
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Pengobatan medikamentosa mencakup pemberian obat-obatan profilaksis infeksi oportunistik
yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Terapi profilaksis berupa pemberian
kotrimoksazole pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang
memiliki kadar CD4 <15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit
pneumocystisjirovecii.
Pengobatan penting adalah pemberian anti retroviral (ARV). Sebelum memberikan ARV, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain kerjasama pengasuh dan orangtua, karena
mereka harus memahami tujuan pengobatan, mematuhi program pengobatan, dan pentingnya
kontrol. Pemberian ARV dimulai bila keluarga sudah diyakinkan untuk siap dan patuh. Tujuan
pengobatan yang ingin dicapai adalah:
Untuk pengobatan penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral dapat diberikan beberapa
obat antijamur. Beberapa obat antijamur yang sering digunakan dalam terapi pada kandidiasis
makokutan pasien HIV/AIDS yaitu: flukonazol, itrakonazol, klotrimazole, suspensi nistatin, dan
suspensi amphotericin B (diberika intravena pada kasus berat). Kebayakan obat anti jamur yyang
diberikan pada pasien kandidiasis oral HIV/AIDS tidak memberika hasil yang memuskan atau
mengalami kegagalan terapi dengan golongan azol, hal ini disebabkan karena pasien HIV/AIDS
mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh akibat limfosit T CD4+ yang rendah.7
13
Non medika mentosa
Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis HIV/AIDS ditegakkan
dan dilakukan secara berke – sinambungan. Pada konseling dan edukasi perlu diberikan
dukungan psikososial supaya ODHA mampu memahami, percayadiri dan tidak takut tentang
status dan perjalanan alami HIV/AIDS, cara penularan, pencegahan serta pengobatan HIV/AIDS
dan IO; semuanya ini akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya
Kesimpulan
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang ditandai dengan rusaknya system
kekebalan tubuh sehingga mudah diserang berbagai macam infeksi. AIDS disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit AIDS tidak ditularkan melalui kontak biasa,
namun ditularkan melalui hubungan seksual, kontak dengan darah yang tercemar HIV dan
melalui jarum suntik atau alat kedokteran lainnya yang tercemar HIV.
Infeksi jamur candida sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS yang berhubungan
langsung tingkat imunosupresinya, yang dapat menjadi indikator infeksi HIV dan prediksi
perkembangan infeksinya menjadi AIDS.
14
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Cetakan ke-3. Jakarta:
Kedokteran Universtitas Indonesia;2008.
2. Porth mattson carol, Matfin glenn. Pathophysiology concepts of altered health states. 8th
edition. united states America: Mcgraw Hill companies;2009.
3. Djoerban Z & Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.
4. Siregar, R.S. Prof. Dr, Sp. KK (K). 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed. 2.
EGC : Jakarta
5. Sudoyo A W. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta: Interna
Publishing;2009.
6. Wartono JH, Chanif abu, Maryati siti, Subandrio yon. AIDS/HIV dikenal untuk dihindari.
Jakarta:LEPIN;2000.
7. Williams D, Lewis M. Pathogenesis and treatment of oral candidosis. J Oral
Mocrobiology 2011; 28:3.
15