Anda di halaman 1dari 32

FARMAKOTERAPI TERAPAN

PENYAKIT GANGGUAN TIROID

Disusun oleh:
Iman Firmansyah
260112170068

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR IS ……………………………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. v
BAB I GANGGUAN TIROID ……………………………………………….. 1
1.1 DEFINISI ………………………………………………………. 1
1.2 PATOFISIOLOGI ……………………………………………… 2
1.3 MANIFESTASI KLINIS ……………………………………….. 4
1.4 DIAGNOSIS GANGGUAN TIROID ………………………….. 6
1.4.1 Hipertiroid ……………………………………………… 6
1.4.2 Hipotiroid ………………………………………………. 8
1.5 HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN ……………………….. 11
1.6 PENANGANAN GANGGUAN TIROID ……………………… 11
1.6.1 Terapi Non-Farmakologi ……………………………….. 11
1.6.2 Terapi Farmakologi …………………………………….. 11
1.6.3 Pengobatan Thyroid Storm …………………………….. 15
1.7 EVALUASI HASIL TERAPI ………………………………….. 17
BAB II STUDI KASUS ……………………………………………………….. 18
2.1 Kasus …………………………………………………………… 18
2.2 Subjek …………………………………………………………... 19
2.3 Objek …………………………………………………………… 19
2.4 Assessment ……………………………………………………... 20
2.5 Analisis DRP (Drug Related Problem) …………………………. 20

ii
2.5.1 Indikasi tanpa obat ……………………………………… 20
2.5.2 Obat tanpa indikasi ……………………………………... 20
2.5.3 Dosis kurang ……………………………………………. 21
2.5.4 Dosis lebih ……………………………………………… 22
2.5.5 Pemilihan Obat yang kurang tepat ……………………… 22
2.5.6 Reaksi yang tidak dikehendaki …………………………. 23
2.5.7 Gagal mendapat obat …………………………………… 24
2.5.8 Interaksi obat …………………………………………… 24
2.6 Plan ……………………………………………………………... 25
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 27

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Tanda dan gejala klinik Hipertiroid …………………………………... 4
Tabel 2 Tanda dan gejala klinik Hipotiroid …………………………………… 5
Tabel 3 Hasil tes fungsi tiroid dalam kondisi tiroid berbeda ………………….. 7
Tabel 4 Dosis Obat yang Digunakan dalam Pengelolaan Thyroid Storm …….. 16
Tabel 5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien ……………………………... 19

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Thyroid Disorders Testing …………………………………………. 10

v
BAB I
GANGGUAN TIROID

1.1 DEFINISI
Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh manusia yang
terletak di leher bagian depan, terdiri atas dua bagian (lous kanan dan lobus kiri).
Panjang kedua lobus masing-masing 5 cm dan menyatu di garis tengaah, berentuk
seperti kupu-kupu. Penyakit atau gangguan tiroid adalah suatu kondisi kelainan pada
seseorang akibat adanya gangguan kelenjar tiroid, baik berupa perubahan bentuk
kelenjar maupun perubahan fungsi (berlebihan, berkurang atau normal) (Kemenkes
RI, 2015).

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yaitu tiroksin (T4) dan


triiodotironin (T3). Pembentukan hormone tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan
balik yang melibatkan hormone Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Bila Produksi
hormone tiroid meningkat maka produksi TSH menurun dan sebaliknya jika produksi
hormone tiroid tidak mencukupi kebutuhan maka produksi TSH meningkat
(Kemenkes RI, 2015).

Jenis Penyakit/Gangguan Tiroid menurut kelainan bentuknya, gangguan tiroid


dapat dibedakan dalam 2 bentuk :

a. Difus
Pembesaran kelenjar yang merata, bagian kanan dan kiri kelenjar sama-sama
membesar dan disebut struma difusa ( tiroid difus ).
b. Nodul
Terdapat benjolan seperti bola, bias tunggal (mononodosa) atau banyak
(multinodosa), bias padat atau berisi cairan (kista) dan bias berupa tumor
jinak/ganas.

1
Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3 jenis :
a. Hipotiroid
Kumpulan manifestasi klinis akibat berkurang/berhentinya produksi hormone
tiroid
b. Hipertiroid
Disebut juga tirotoksikosis, merupakan kumpulan manifestasi klinis akibat
kelebihan hormone tiroid
c. Eutiroid
Keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya normal
(Kemenkes RI, 2015).

1.2 PATOFISIOLOGI
Tirotoksikosis terjadi saat jaringan terkena kadar T4, T3, atau keduanya yang
berlebih. Sekretor TSH tumor hipofisis mengeluarkan hormon aktif secara biologis
yang tidak responsif terhadap kontrol feedback normal. Tumor dapat membahayakan
hormon prolaktin atau pertumbuhan, oleh karena itu, pasien dapat mengalami
amenore, galaktorea, atau tanda-tanda akromegali (Dipiro, 2015).

Pada penyakit Graves, hasil hipertiroidisme berasal dari aksi tiroid-stimulating


antibodi (TSAb) ditujukan terhadap reseptor thyrotropin pada permukaan sel tiroid.
Imunoglobulin ini berikatan dengan reseptor dan mengaktifkan enzim adenilat siklase
dengan cara yang sama seperti TSH (Dipiro, 2015).

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada


kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali
dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan

2
sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal
(Kemenkes RI, 2015).

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
menyerupai TSH. Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan
konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI
selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior
(Kemenkes RI, 2015).

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid mensekresikan hormon hingga diluar batas,


sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin
termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek
pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid
pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar (Kemenkes RI, 2015).

3
1.3 MANIFESTASI KLINIS

Tirotoksikosis merupakan manifestai klinik dari berlebihnya hormon tiroid di


sirkulasi darah, sedangkan hipertiroidisme merupakan suatu tirotoksikosis akibat
hipermetabolisme. Berdasarkan letak anatomi hipertiroid dibagi menjadi hipertiroid
primer apabila kelainan terjadi di kelenjar tiroid dan hipertiroid sekunder apabila
letak kelainan di luar kelenjar tiroid. Kelainan ini bisa timbul secara spontan ataupun
akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan (Wartofsky, 2013).

Tabel 1. Tanda dan gejala klinik Hipertiroid

Sistem Gejala dan tanda


Umum Tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh
cepat, toleransi obat
Gastrointestinal Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia,
splenomegali
Muskular Rasa lemah
Genitourinaria Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti
Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair,dan
Psikis, saraf dan onikolisis
jantung Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik,
Darah dan dispneu, hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung
sistem limfatik Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar
Skeletal Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang

Terdapat dua macam hipertiroidisme yang paling sering dijumpai yaitu : penyakit
Graves dan Goiter nodular toksik. Penyakit Graves paling sering terjadi pada usia

4
sekitar dekade ketiga atau keempat walaupun bisa terdapat pada semua umur dengan
angka kejadian lebih sering pada perempuan daripada lakilaki. Pada pasien dengan
hipertiroidisme 60 – 80 % mengalami penyakit graves. Manifestasi yang paling
sering tampak adalah trias Graves seperti : 1) Hipertiroidisme dan goiter, 2)
Optalmopati, 3) Dermopati. Dermatopati tiroid terjadi pada 2 – 3% pasien dengan
penyakit Graves dan menyebabkan penebalan kulit di sekitar kulit tibia bawah tanpa
piting (Luiz, et.al., 2013).

Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat
lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa
ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema. Gejala yang
sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan dingin, berat
badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot (Schteingart, 2006).

Tabel 2. Tanda dan gejala klinik Hipotiroid


Sistem Gejala dan tanda
Kardiovaskuler Bradikardia, gangguan kontraktilitas, penurunan curah jantung,
kardiomegali (paling banyak disebabkan oleh efusi perikard)

Respirasi Sesak dengan aktivitas, gangguan respon ventilasi terhadap


hiperkapnia dan hipoksia, hipoventilasi, sleep apnea, efusi
pleura

Gastrointestinal Anoreksia, penurunan peristaltik usus, konstipasi kronik,


impaksi feses dan ileus

Ginjal Penurunan laju filtrasi ginjal, penurunan kemampuan ekskresi


kelebihan cairan, intoksikasi cairan dan hyponatremia

Hematologi Anemia, disebabkan gangguan sintesis hemoglobin karena


defisiensi tiroksin

5
Neuromuskular Kelemahan otot proksimal, berkurangnya reflex, gerakan otot
melambat, kesemutan

Psikiatri Depresi, gangguan memori, gangguan kepribadian

1.4 DIAGNOSIS GANGGUAN TIROID


Diagnosis dari penyakit tiroid telah banyak disederhanakan dengan
dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan
TSH dan tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari hipotiroidisme, dan
TSH yang tersupresi dan FT4 yang meningkat menetapkan diagnosis dari
hipertiroidisme.

1.4.1 Hipertiroid
Peningkatan serapan radioaktif radioaktif selama 24 jam (RAIU) menunjukkan
hipertiroidisme: kelenjar tiroid pasien memproduksi lebih banyak T4, T3, atau
keduanya (RAIU normal 10% -30%). RAIU yang rendah menunjukkan bahwa
kelebihan hormon tiroid bukan hasil dari kerusakan fungsi kelenjar tiroid namun
kemungkinan disebabkan oleh tiroiditis atau konsumsi hormon.
TSH-penginduksi hyperthyroid didiagnosis dengan adanya hipermetabolisme
perifer, pembesaran kelenjar tiroid difus, peningkatan kadar hormon tiroid bebas, dan
peningkatan konsentrasi TSH imunoreaktif serum. Karena kelenjar pituitari sangat
sensitif terhadap peningkatan T4 bebas, tingkat TSH "normal" atau tinggi pada pasien
tirotoksik menunjukkan produksi TSH yang tidak tepat.
TSH-sekresi adenoma pituitari didiagnosis dengan kurangnya respon TSH
terhadap stimulasi TRH, kadar TSH yang tidak tepat, peningkatan kadar TSH α-
subunit, dan pencitraan radiologis.
Dalam penyakit Graves tirotoksik, terjadi peningkatan tingkat produksi hormon
secara keseluruhan dengan peningkatan T3 yang tidak proporsional terhadap T4.

6
Saturasi TBG meningkat karena peningkatan kadar serum T4 dan T3, yang terlihat
pada serapan resin T3 yang meningkat. Akibatnya, konsentrasi T4 bebas, T3 bebas,
dan indeks T4 dan T3 bebas meningkat sampai batas yang lebih tinggi daripada
konsentrasi total serum T4 dan T3 yang diukur. Tingkat TSH tidak terdeteksi karena
umpan balik negatif oleh peningkatan kadar hormon tiroid pada hipofisis. Pada pasien
dengan manifestasi penyakit, pengukuran serum bebas T4 (atau total serapan resin T4
dan T3), total T3, dan TSH akan mengkonfirmasi diagnosis tirotoksikosis. Jika pasien
tidak hamil, peningkatan RAIU 24 jam menunjukan bahwa kelenjar tiroid tidak tepat
menggunakan yodium untuk menghasilkan lebih banyak hormon tiroid ketika pasien
tersebut terkena tirotoksik.

Tabel 3. Hasil tes fungsi tiroid dalam kondisi tiroid berbeda


Indeks
Total T4 Total Penyerapan
Tiroksin TSH
T4 Bebas T3 Resin T3
Bebas
4,5- 60- 0,5-4,7 milli
0,8-2,7 1,0-4,3
Normal 10,9 181 22-34% international
ng/dL units
mcg/dL ng/dL units/L
Hipertiroid ↑↑ ↑↑ ↑↑↑ ↑ ↑↑↑ ↓↓
Hipotiroid ↓↓ ↓↓ ↓ ↓↓ ↓↓↓ ↑↑
Peningkatan
↑ Normal ↑ Normal Normal Normal
TBG
(Dipiro, et al., 2015)
Pada adenoma toksik, yang memungkinan adanya peningkatan serum T3
dengan nodul berfungsi secara efektif, tingkat T3 harus diukur untuk menyingkirkan
toksikosis T3 jika tingkat T4 normal. Jika fungsi otonom dicurigai, namun TSH
normal, diagnosisnya dapat dikonfirmasi dengan kegagalan nodul otonom untuk
mengurangi serapan yodium selama pemberian T3 eksogen yang cukup untuk
menekan TSH.

7
Pada gondok multinodular, pemindaian tiroid dapat menunjukkan area tambal
tiroid yang berfungsi secara mandiri.
Hasil RAIU yang rendah mengindikasikan kelebihan hormon tiroid bukan
merupakan konsekuensi dari kelenjar tiroid yang bekerja hiperfungsi. Hal ini dapat
dilihat pada tiroiditis subakut yang menyakitkan, tiroiditis tanpa rasa sakit, struma
ovarii, kanker folikel, dan konsumsi hormon tiroid secara eksogen
Pada tiroiditis subakut, tes fungsi tiroid biasanya menjalankan uji triphasic pada
penyakit-terbatas pada diri sendiri. Awalnya, kadar serum T4 meningkat karena
pelepasan bentuk hormon tiroid sebelumnya. RAIU 24 jam pada kondisi ini kurang
dari 2% karena peradangan tiroid dan penekanan TSH oleh kadar T4 yang meningkat.
Seiring perkembangan penyakit ini, tempat penyimpanan hormon intrathyroidal
habis, dan pasien dapat menjadi agak hipotiroid dengan tingkat TSH yang tinggi.
Selama fase pemulihan, tempat penyimpanan hormon tiroid diisi ulang, dan
peningkatan TSH serum secara bertahap kembali normal.
Selama fase tirotoksik tiroiditis tanpa rasa sakit, RAIU-24 jam ditekan hingga
kurang dari 2%. Tingkat antibodi antitiroglobulin dan antitiroid peroksidase
meningkat pada lebih dari 50% pasien.
Tirotoksikosis factitia harus dicurigai pada pasien tirotoksik yang tanpa gejala
peningkatan produksi hormon, peradangan tiroid, atau jaringan tiroid ektopik. RAIU
rendah karena fungsi kelenjar tiroid ditekan oleh hormon tiroid eksogen. Pengukuran
tiroglobulin plasma menunjukkan tingkat keberadaannya yang sangat rendah (Dipiro,
et al., 2015).

1.4.2 Hipotiroid
Kenaikan kadar TSH adalah bukti pertama hipotiroidisme primer. Banyak
pasien memiliki kadar T4 bebas dalam kisaran normal (hipotiroidisme kompensasi)
dan sedikit, bila ada, gejala hipotiroidisme. Seiring perkembangan penyakit, kadar T4
bebas turun di bawah normal. Konsentrasi T3 sering dipertahankan pada kisaran
normal meskipun T4 rendah. Antibodi antimiroid peroksidase dan antibodi

8
antitiroglobulin biasanya meningkat. RAIU tidak berguna dalam mengevaluasi
hipotiroidisme karena hasilnya dapat rendah, normal, maupun tinggi.
Kegagalan hipofisis (hipotiroidisme sekunder) harus dicurigai pada pasien
dengan kadar T4 yang menurun dan kadar TSH normal maupun rendah (Dipiro, et al.,
2015).

9
Gambar 1. Thyroid Disorders Testing (Thyroid Disorders Testing Algorithm, 2014)

10
1.5 HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN
Tujuan terapi pada gangguan tiroid antara lain menormalkan hormon
tiroid, meredakan gejala, melaksanakan terapi berdasarkan tipe dan keparahan
penyakit, usia dan jenis kelamin pasien, adanya kondisi nontiroidal dan respon
terhadap terapi sebelumnya (Dipiro, 2015).

1.6 PENANGANAN GANGGUAN TIROID


1.6.1 Terapi Non Farmakologi
a. Pengangkatan kelenjar tiroid harus dilakukan pada pasien dengan kelenjar
besar (> 80 g), ophthalmopathy berat, atau kurangnya remisi pada
pengobatan obat antitiroid.
b. Jika tiroidektomi direncanakan, propylthiouracil (PTU) atau methimazole
biasanya diberikan kepada pasien secara biokimia euthyroid (biasanya 6-8
minggu), diikuti dengan penambahan iodida (500 mg / hari) selama 1-14 hari
sebelum operasi untuk menurunkan vaskularitas kelenjar. Levothyroxine
dapat ditambahkan untuk mempertahankan keadaan eutiroid sementara
thionamida dilanjutkan.
c. Propranolol telah digunakan selama beberapa minggu sebelum operasi dan 7
sampai 10 hari setelah operasi untuk mempertahankan denyut nadi kurang
dari 90 denyut / menit. Prereatment kombinasi dengan propranolol dan 10
sampai 14 hari kalium iodida juga telah dianjurkan (Dipiro, 2015).

1.6.2 Terapi Farmakologi


A. Thioureas (Thionamides)
PTU dan methimazole memblokir sintesis hormon tiroid dengan
menghambat sistem enzim peroksidase tiroid, mencegah oksidasi iodida yang
terperangkap dan penggabungan selanjutnya menjadi iodotyrosin dan pada
akhirnya iodothyronin ("organifikasi"); dan dengan menghambat kopling MIT dan
DIT untuk membentuk T4 dan T3. PTU (tapi tidak methimazole) juga
menghambat konversi perifer T4 ke T3.

11
Dosis awal yang biasa termasuk PTU 300 sampai 600 mg setiap hari
(biasanya dalam tiga atau empat dosis terbagi) atau metimazol 30 sampai 60 mg
setiap hari diberikan dalam tiga dosis terbagi. Bukti ada bahwa kedua obat
tersebut bisa diberikan sebagai satu dosis harian.
Perbaikan gejala dan kelainan laboratorium harus terjadi dalam waktu 4
sampai 8 minggu, pada saat mana rejimen peregangan terhadap dosis
pemeliharaan dapat dimulai. Buat perubahan dosis setiap bulan karena T4 yang
diproduksi secara endogen akan mencapai konsentrasi steady-state baru dalam
interval ini. Dosis pemeliharaan rutin tipikal adalah PTU 50 sampai 300 mg dan
metimazol 5 sampai 30 mg. Lanjutkan terapi selama 12 sampai 24 bulan untuk
menginduksi remisi jangka panjang.
Pantau pasien setiap 6 sampai 12 bulan setelah pengampunan. Jika kambuh
terjadi, terapi alternatif dengan RAI lebih disukai daripada obat antitiroid kedua,
karena pengobatan selanjutnya cenderung menyebabkan remisi.
Reaksi merugikan ringan meliputi ruam maculopapular pruritus, artralgia,
demam, dan leukopenia sementara yang jinak (jumlah sel darah putih <4000 /
mm3). Thiourea alternatif dapat dicoba dalam situasi ini, namun kepekaan silang
terjadi pada ~ 50% pasien
Efek samping utama meliputi agranulocytosis (dengan demam, malaise,
radang gusi, infeksi orofaring, dan jumlah granulosit <250 / mm3), anemia
aplastik, sindroma mirip lupus, polymyositis, intoleransi intravena,
hepatotoksisitas, dan hipoprothrombinemia. Jika terjadi, agranulositosis biasanya
berkembang dalam 3 bulan pertama terapi; Pemantauan rutin tidak dianjurkan
karena onsetnya yang tiba-tiba. Karena risiko hepatotoksisitas serius, PTU tidak
boleh dianggap sebagai terapi lini pertama kecuali selama trimester pertama
kehamilan (bila risiko embrio yang diinduksi methimazole dapat melebihi
hepatotoksisitas yang diinduksi oleh PTU), intoleransi terhadap metimazol, dan
badai tiroid (Dipiro, 2015).

12
B. IODIDES
Iodida secara akut menghambat pelepasan hormon tiroid, menghambat
biosintesis hormon tiroid dengan mengganggu penggunaan iodida intratiroid, dan
menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.
Perbaikan gejala terjadi dalam waktu 2 sampai 7 hari setelah memulai terapi,
dan konsentrasi serum T4 dan T3 dapat dikurangi selama beberapa minggu.
Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk mempersiapkan
pasien dengan penyakit Graves untuk operasi, untuk secara akut menghambat
pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan eutiroid pada pasien
tirotoksik dengan dekompensasi jantung, atau untuk menghambat pelepasan
hormon tiroid setelah terapi RAI.
Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38 mg iodida per tetes)
atau sebagai larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes.
Khas dosis awal SSKI adalah 3 sampai 10 tetes setiap hari (120-400 mg)
dalam air atau jus. Saat digunakan untuk mempersiapkan pasien untuk operasi,
harus diberikan 7 sampai 14 hari sebelum operasi.
Sebagai tambahan untuk RAI, SSKI tidak boleh digunakan sebelumnya
namun lebih 3 sampai 7 hari setelah pengobatan RAI sehingga RAI dapat
berkonsentrasi dalam tiroid.
Efek samping meliputi reaksi hipersensitivitas (ruam kulit, demam obat,
rinitis, konjungtivitis), pembengkakan kelenjar ludah, "iodisme" (rasa logam,
mulut terbakar dan tenggorokan, sakit gigi dan gusi, gejala kepala dingin, dan
kadang sakit perut dan diare. ), dan ginekomastia (Dipiro, 2015).

C. ADRENERGIC β-LOCKERS
β-Bloker digunakan untuk memperbaiki gejala tirotoksik seperti palpitasi,
kegelisahan, tremor, dan intoleransi panas. Mereka tidak berpengaruh pada
tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak mengurangi TSAb atau
mencegah thyroid storm. Propranolol dan nadolol secara parsial memblokir
konversi T4 ke T3, namun kontribusi ini terhadap keseluruhan efeknya kecil.

13
β-Bloker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat
antitiroid, RAI, atau iodida saat merawat penyakit Graves atau nodul beracun;
dalam persiapan untuk operasi; atau badai tiroid. Satu-satunya kondisi dimana β-
blocker adalah terapi utama untuk tirotoksikosis adalah yang terkait dengan
tiroiditis.
Dosis propranolol yang dibutuhkan untuk menghilangkan gejala adrenergik
bervariasi, namun dosis awal 20 sampai 40 mg secara oral empat kali sehari
efektif untuk kebanyakan pasien (denyut jantung <90 denyut / menit). Pasien yang
lebih muda atau lebih beracun mungkin memerlukan 240 sampai 480 mg / hari.
β-Bloker dikontraindikasikan pada gagal jantung dekompensasi kecuali jika
disebabkan hanya oleh takikardia (keluaran tinggi). Kontraindikasi lainnya adalah
sinus bradikardia, terapi bersamaan dengan inhibitor monoamine oxidase atau
antidepresan trisiklik, dan pasien dengan hipoglikemia spontan. Efek sampingnya
meliputi mual, muntah, kegelisahan, insomnia, sakit kepala ringan, bradikardia,
dan gangguan hematologi.
Simpatolitik sentralisasi aksi (misalnya, klonidin) dan antagonis saluran
kalsium (misalnya diltiazem) mungkin berguna untuk pengendalian gejala saat
kontraindikasi terhadap β-blokade ada (Dipiro, 2015).

D. RADIOACTIVE IODINE
Sodium iodide-131 adalah cairan oral yang berkonsentrasi pada tiroid dan
pada awalnya mengganggu sintesis hormon dengan memasukkan hormon tiroid
dan tiroglobulin. Selama beberapa minggu, folikel yang telah naik RAI dan folikel
sekitarnya mengembangkan bukti nekrosis seluler dan fibrosis jaringan
interstisial.
RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Graves, nodul otonom beracun, dan
penghisap multinodular beracun. Kehamilan merupakan kontraindikasi mutlak
penggunaan RAI.
β-Blocker adalah terapi tambahan utama untuk RAI karena dapat diberikan
kapan saja tanpa mengurangi terapi RAI.

14
Pasien dengan penyakit jantung dan pasien lansia sering diobati dengan
thionamides sebelum ablasi RAI karena kadar hormon tiroid meningkat sementara
setelah pengobatan RAI karena pelepasan hormon tiroid.
Obat antitiroid tidak rutin digunakan setelah RAI karena penggunaannya
dikaitkan dengan kejadian kambuhan posttreatment yang lebih tinggi atau
hipertiroidisme persisten.
Jika iodida diberikan, mereka harus diberi 3 sampai 7 hari setelah RAI untuk
mencegah gangguan pada serapan RAI pada kelenjar tiroid.
Tujuan terapi adalah untuk menghancurkan sel tiroid yang terlalu aktif, dan
dosis tunggal 4000 sampai 8000 rad menghasilkan keadaan eutiroid pada 60%
pasien pada usia 6 bulan atau lebih cepat. Dosis kedua RAI harus diberikan 6
bulan setelah pengobatan RAI pertama jika pasien tetap hipertiroid
Hipotiroidisme biasanya terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun
setelah RAI. Efek samping akut dan jangka pendek meliputi nyeri tekan tiroid
ringan dan disfagia. Tindak lanjut jangka panjang belum menunjukkan
peningkatan risiko pengembangan karsinoma tiroid, leukemia, atau cacat bawaan
(Dipiro, 2015).

1.6.3 Pengobatan Thyroid Storm


Lakukan tindakan terapeutik berikut segera:
a. penekanan pembentukan dan sekresi hormon tiroid,
b. terapi antiadrenergik,
c. pemberian kortikosteroid,
d. pengobatan komplikasi terkait

15
Tabel 4. Dosis Obat yang Digunakan dalam Pengelolaan Thyroid Storm

Iodida, yang dengan cepat menghalangi pelepasan hormon tiroid preformed,


harus diberikan setelah thionamide diinisiasi untuk menghambat penggunaan
iodida oleh kelenjar yang terlalu aktif.
Terapi antiadrenergik dengan agen short-acting esmolol lebih disukai karena
dapat digunakan pada pasien dengan penyakit paru atau berisiko mengalami gagal
jantung dan karena pengaruhnya bisa cepat terbalik.
Kortikosteroid umumnya direkomendasikan, namun tidak ada bukti
meyakinkan adanya insufisiensi adrenokortikal pada thyroid storm; Manfaat
mereka dapat dikaitkan dengan tindakan antipiretik dan stabilisasi tekanan darah
(BP).
Langkah-langkah pendukung umum, termasuk asetaminofen sebagai
antipiretik (aspirin atau obat anti-inflamasi nonsteroid lainnya dapat
menggantikan hormon tiroid terikat), penggantian cairan dan elektrolit, obat
penenang, digoksin, antiaritmia, insulin, dan antibiotik harus diberikan seperti
yang ditunjukkan (Dipiro, 2015).

16
1.7 EVALUASI HASIL TERAPI
Setelah terapi (thionamide, RAI, atau operasi) untuk hipotiroid telah
dimulai, pasien sebaiknya dievaluasi tiap bulan sampai mencapai kondisi
euthyroid. Tanda klinik berlanjutnya tirotoksikosis atau perkembangan hipotiroid
sebaiknya diperhatikan. Setelah penggantian tiroksin dimulai, target adalah
mempertahankan level tiroksin bebas dan konsentrasi TSH dalam rentang normal.
Setelah didapat dosis tiroksin yang tetap, pasien bisa dievaluasi tiap 6-12 bulan.

17
BAB II
STUDI KASUS

2.1 Kasus
Seorang wanita Turki berusia 41 tahun di usia kehamilan 27 minggu
kemudian dirujuk ke bagian gawat darurat dengan diagnosis henti napas. Dia
pingsan dan telah diintubasi. Tekanan darahnya 160/90 mmHg dan denyut
nadinya 120 denyut/menit. Suhu tubuhnya 36,5 ° C. Dia juga memiliki kelenjar
tiroid gondok penuh dengan exophthalmos bilateral. Dari riwayat pasien,
diketahui bahwa dia telah didiagnosis menderita penyakit Graves satu tahun
sebelumnya setelah berkonsultasi dengan ahli bedah umum untuk kesulitan
pernapasan karena pembengkakan leher (gondok) yang membesar, tiroidektomi
total direncanakan untuk perawatan bedah. Dia juga positif terhadap gejala
Pemberton. Dia mulai menggunakan obat antitiroid. Selain itu, dia oligomenore
dan tidak tahu bahwa dia sudah hamil. Dia terus menggunakan propylthiouracil 50
mg setiap enam jam bersama dengan propranolol HCl 40 mg /hari selama empat
bulan pertama kehamilannya. Kesulitan pernapasannya mulai sedikit teratasi
setelah itu. Setelah dia tahu bahwa dia benar-benar hamil, dia tiba-tiba berhenti
minum obatnya tanpa berkonsultasi dengan dokter dan tidak merawatnya setelah
itu. Dia tidak diikontrol secara teratur oleh dokter kandungan selama
kehamilannya dan baik-baik saja pada trimester kedua meskipun ada beberapa
masalah pernafasan ringan. Namun, pada awal trimester ketiga, kesulitan
pernafasannya memburuk, dia mengunjungi dokter kandungan untuk konsultasi
mengenai gangguan pernafasannya. Dia diberi terapi oksigen dan dikirim pulang.
Keesokan harinya, dia kembali dengan henti napas yang parah bersamaan dengan
stridor di rumah sakit. Hasil laboratoriumnya kompatibel dengan tirotoksikosis.
Dia diintubasi dengan susah payah karena adanya edema pada jalan napas bagian
atas. Setelah resusitasi, dia dirujuk unit perawatan intensif dan bayinya ditemukan
tidak lagi hidup. Nilai triiodothyronine (T3) bebas ibu 17,6 pg / mL (1,80-4,71),
hormon tiroksin bebas (T4) 3,79 ng / dL (0,80-1,90), dan thyroid-stimulating
hormone / TSH), dan 0,07μ IU / mL (0,400-4,0). Thyroglobulini 184ng / mL

18
(0,73-84) sedangkan antibodi antitiroid peroksidase (TPO) adalah 420 IU / mL
(10-40) dan antibodi antithyroglobulin adalah 60 IU / mL (20-35). Pasien
didiagnosis dengan thyroid storm dan diberi pengobatan dengan propylthiouracil
150 mg setiap delapan jam, propranolol HCl 40 mg / hari, deksametason 0,5 mg /
hari, larutan jenuh kalium iodida empat tetes setiap delapan jam.

2.2 Subjektif

a. Wanita, umur 41 tahun

b. Usia kehamilan 27 minggu

c. Riwayat Penyakit : Graves disease

d. Kesulitan pernapasan karena pembengkakan leher (gondok) yang


membesar, adanya edema pada jalan napas bagian atas

2.3 Objektif

a. Tekanan darahnya 160/90 mmHg

b. Denyut nadinya 120 denyut/menit

c. Suhu tubuhnya 36,5 ° C.

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien


Data Laboratorium Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Kategori
triiodothyronine
17,6 pg / mL (1,80-4,71) Tinggi
(T3) bebas

tiroksin bebas (T4) 3,79 ng / dL (0,80-1,90) Tinggi

thyroid-stimulating
0,07μ IU / mL (0,400-4,0) Rendah
hormone / TSH),

Thyroglobulini 184ng / mL (0,73-84) Tinggi

19
antibodi antitiroid
420 IU / mL (10-40) Tinggi
peroksidase (TPO)

Antibodi (20-35).
60 IU / mL Tinggi
antithyroglobulin

Riwayat Pengobatan :
a. propylthiouracil 150 mg setiap delapan jam
b. propranolol HCl 40 mg / hari
c. deksametason 0,5 mg / hari
larutan jenuh kalium iodida empat tetes setiap delapan jam

2.4 Assessment
Problem medis yang dialami pasien adalah thyroid storm

2.5 Analisis DRP (Drug Related Problem)


2.5.1 Indikasi tanpa obat

No Problem Medis Obat

Propylthiouracil, Propranolol, dexamethason, larutan


1. Tiroid storm
jenuh kalium iodida

Tidak ditemukan indikasi tanpa obat

2.5.2 Obat tanpa indikasi

No. Obat Indikasi

1. Propylthiouracil Hipertiroid

2. Propranolol HCl Terapi hipertensi/ untuk tambahan terapi tiroid

3. Deksametason Anti inflamasi

Menghalangi pelepasan hormon tiroid, inhibit


4. Larutan jenuh
biosintesis hormon tiroid dengan menghalangi

20
kalium iodida penggunaan iodida intratiroid, dan menurunkan
ukuran dan vaskularitas kelenjar.

2.5.3 Dosis Kurang

No Nama Obat Dosis dalam Resep Kesesuaian Dosis

1. Propylthiouracil 150 mg setiap 8 jam Po : 150-450 mg/hari dalam


dosis terbagi
= 450 mg/hari
Parah, awal : 600-1,200 mg/hari

Perawatan untuk pasien


euthyroid : 50-150mg/hari

Dosis sesuai. Pasien tetap di kontrol selama 4-8 minggu


(untuk melihat penurunan abnormalitas), kemudian dosis
mulai diturunkan 50-300 mg. Penyesuaian dosis dilakukan
setiap bulan. Pengobatan dilanjutkan 1-2 tahun.

2. Propranolol 40 mg/hari 20 mg 3x/hari. Ditingkatkan


HCl setelah 3 hari menjadi 40 mg 3-
4x/ hari untuk pasien dengan
denyut nadi < 90 denyut. Untuk
pasien lebih muda/ dalam
kondisi lebih toksisk butuh 240-
480 mg/ hari. Dosis sesuai

3. Deksametason 0,5 mg/hari 0,75-9 mg/hari dibagi 2-4 dosis


perhari

4. Larutan jenuh 4 tetes setiap 8 jam Dosis awal 3-10 tetes/hari (120-
kalium iodida 400 mg)
= 12 tetes/ hari (456
mg)

21
Dosis Berlebih

Dikonfirmasi kembali
ke dokter mengenai
dosis yang akan
diberikan.

Tidak ditemukan dosis kurang

2.5.4 Dosis Lebih


Pada pengobatan ini ditemukan dosis berlebih yaitu pemberian kalium iodida.
Sehingga penggunaannya harus dikonfirmasi kembali ke pada dokter mengenai
dosia yang akan diberikan

2.5.5 Pemilihan obat yang kurang tepat

No Problem Obat Kesesuaian Obat


Medis

1. Propiltiourasil Merupakan golongan thiourea dengan


mekanisme meng-inhibit perubahan
perifer dari T4 menjadi T3.

2. Propranolol HCl β blocker tekah digunakan secara luas


untuk mengurangi simom tirotoksik
seperti palpitasi, cemas, tremor, dan
Thyroid tidak tahan panas. secara parsial
Storm menghalangi perubahan T4 menjadi T3,
tapi kontribusinya kecil terhadap terapi
keseluruhan.

3. Larutan jenuh Iodida sebenarnya menghalangi


kalium iodida pelepasan hormon tiroid, inhibit
biosintesis hormon tiroid dengan
menghalangi penggunaan iodida

22
intratiroid, dan menurunkan ukuran dan
vaskularitas kelenjar.

Dexamethason merupakan obat antiinflamasi dan alergi yang kuat, ada


perhatian khusus pada pasien hipertiroid. Sehingga Untuk terapi thyroid storm
menurut guideline ATA (American Thyroid Association) 2016 terapi pendukung
yang dianjurkan asetaminofen sebagai antipiretik (aspirin dan NSAID lain bisa
menggantikan hormon tiroid yang terikat), penggantian cairan dan elektrolit,
sedatif, digitalis, antiaritmia, insulin, dan antibiotik sebaiknya diberikan sesuai
indikasi. Plasmapheresis (= pemindahan plama dari darah) dan dialisis peritoneal
telah digunakan untuk mengeluarkan hormon berlebih pada pasien yang tidak
merespon terapi konservatif.

2.5.6 Reaksi yang tidak dikehendaki (e.s)


No. obat Efek samping
1. propylthiouracil Efek samping minor termasuk pruritic maculopapular,
arthralgia (sakit pada persendian), demam, dan
lukopenia ringan (hitung darah putih <4000/mm3).
Thiourea alternatif bisa dicoba pada situasi ini, tapi
crosssensitivity (reaksi sensitivitas antar obat) terjadi
pada 50% pasien. Efek samping mayor termasuk
agranolusitosis (dengan demam, merasa lemah,
gingivitis, infeksi oropharyngeal, dan hitung granulosit
<250/mm3), anemia aplastik, sindroma seperti-lupus,
polymyositis (= kondisi yang ditandai inflamasi dan
degenerasi dari otot skelet), intoleransi saluran cerna,
hepatotoksisitas, dan hipoprotrombinemia.
Agranulositosis, jika terjadi, selalu terjadi dalam tiga
bulan pertama terapi; pengawasan rutin tidak dianjurkan
karena onset yang mendadak. Pasien yang telah
merasakan efek samping mayor terhadap salah satu

23
thiourea sebaiknya tidak beralih ke obat lain karena
cross-sensitivity (reaksi sensitivitas antar obat).
2. propranolol HCl Gangguan saluran cerna, kelemahan otot, lelah. Jarang;
bradikardia, parestesia, trombositopenia, purpura, ruam
kulit
3. deksametason Retardasi pertumbuhan, osteoporosis, tukak lambung,
glaucoma dan fraktur kompresi. Fitur seperti Cushing,
disfungsi pankreas dan pankreatitis, gangguan saluran
pencernaan meningkatkan nafsu makan, kulit menjadi
rapuh. Rentan terkena infeksi.
4. larutan jenuh termasuk reaksi hipersensitivitas (kulit kemerahan, drug
kalium iodida fever, rhinitis [= inflamasi membran mukosa hidung],
conjunctivitis); pembengkakan kelenjar ludah, ‘iodisme’
(rasa logam, mulut dan tenggorokan terbakar, nyeri
pada gigi dan gusi, simtom head cold, dan terkadang
gangguan perut dan diare); dan ginekomasti.

2.5.7 Gagal mendapat obat

Setelah dia tahu bahwa dia benar-benar hamil, dia tiba-tiba berhenti minum
obatnya tanpa berkonsultasi dengan dokter dan tidak merawatnya setelah itu.
Kegagalan mendapatkan obat kemungkinan disebabkan tidakpatuhan pasien.

2.5.8 Interaksi Obat


No Obat Interaksi Obat
1. propylthiouracil dapat mempotensiasi aktivitas antikoagulan. dosis b-
blocker, digitalis glikosida dan teofilin mungkin perlu
dikurangi saat pasien menjadi euthyroid.

2. propranolol HCl Meningkatkan efek depresan miokardium yang lain, Ca


antagonis dan hipoglikemi. Efek dihilangkan oleh
isoprenalin. Efek vasokontriksi perifer ditingkatkan oleh

24
adrenalin dan noreadrenalin. Efek ditingkatkan oleh
penghambat saraf adrenergik dan deplesi katekolamin.

3. deksametason Meningkatkan resiko hipokalemia bila digunakan


bersamaan dengan obat yang menurunkan kalium seperti
amfoterisin B dan diuretik loop. Mengurangi efikasi
isoniazid, salisilat, vaksin dan toksoid. Meningkatkan
aktivitas dexametason dan siklosporin ketika digunakan
bersamaan. Penggunaan bersamaan dengan aspirin atau
etanol dapat meningkatkan efek samping salurang
pencernaan.

Berpotensi fatal : Mengurangi efikasi bila


dikombinasikan dengan efedrin, kolestiramin, fenitoin,
fenobarbital dan rifampisin.

4. larutan jenuh Penggunaan bersamaan dengan dosis tinggi obat yang


kalium iodida mengandung iodine dan diueretik hemat kalium, pasien
dapat mengembangkan hiperkalemia.

Dengan penggunaan simultan dari lithium obat dapat


mengembangkan hipotiroidisme dan gondok.

Dalam simultan penerima tiosianat dan perklorat


kompetitif menghambat penyerapan yodium oleh
kelenjar tiroid.

Tidak terdapat interaksi obat yang berpengaruh pada pengobatan ini.

2.6 Plan
a. Operasi
Pengangkatan kelenjar tiroid adalah perawatan pilihan untuk cold nodule
yang sudah ada, goiter yang sangat besar, dan pasien yang
dikontraindikasikan untuk thionamide (yaitu, alergi atau efek samping) dan
RAI (yaitu, kehamilan).

25
b. Memberi saran kepada dokter agar penggunaan dexamethason diganti dengan
asetaminofen saja.
c. Melakukan monitoring penggunaan obat, kepatuhan penggunaan obat, jika
perlu dilakukan konseling oleh apoteker agar meningkatkan kepatuhan pasien
dalam meminum obat.
d. Memberikan saran kepada pasien
Menjaga pola makan, pola hidup, dan olahraga

26
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro. JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New
York.
Dipiro, Cecily V., Barbara G. Wells, Joseph T DiPiro, and Terry L.
Schwinghammer. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Ed. United States:
McGraw-Hill Education.
Kemenkes RI. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI 2442-7659
Luiz H, Pereira B, Silva T, Veloza A, Matos C, Manita I, et al. Thyroid
Tuberculosis with Abnormal Thyroid Function-Case Report and Review of
the Literature. Endocrine Practice. 2013;19(2):e44-e9
Ross, Douglas. et. al. 2016. American Thyroid Association Guidelines for
Diagnosis and Management of Hyperthyroidism and Other Causes of
Thyrotoxicosis. THYROID. American Thyroid Association. Mary Ann
Liebert, Inc.:Volume 26:10.
Schteingart DE. Gangguan Kelenjar Tiroid In: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. 2. 6 ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006:1225-36
Thyroid Disorders Testing Algorithm. 2014. Tersedia di
https://arupconsult.com/algorithm/thyroid-disorders-testing-algorithm
(Di akses pada 19 September 2017)
Wartofsky L. Penyakit Tiroid In: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip - Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam 5. 13 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2013:2144-68
Yildizhan, R., et. al. 2009. Fetal death due to upper airway compromise
complicated by thyroid storm in a mother with uncontrolled Graves’
disease:a case report. Journal of Medical Case Report. 3:7297

27

Anda mungkin juga menyukai