Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah salah satu profesi yang berperan penting dalam upaya

menjaga mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit melalui asuhan keperawatan yang

bermutu tinggi dan berkualitas (Aditama, 2013).Kualitas pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada pasien harus secara menyeluruh melalui pendekatan bio-psiko-

sosialkultural-spiritual yang kesinambungan (Depkes, RI, 2010). Perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan pasien tidak bisa hanya mengandalkan salah satu

profesi saja, melainkan memerlukan kerjasama interdisipliner dari profesi kesehatan

lain sebagai satu kesatuan tim kesehatan agar keamanan dan keselamatan tetap terjaga

(Asmadi, 2010).

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu

diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit memberikan asuhan

kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera (Kusnanto, 2011).

Prosedur dalam menjaga keamanan dan keselamatan pasien (patient safety) di

antaranya prosedur pengukuran (assessing) resiko, identifikasi dan pengelolaan risiko

terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan

menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi serta


meminimalkan risiko termasuk di dalamnya dengan meningkatkan komunikasi

perawat (Widajat, 2010).

Komunikasi antar petugas dalam kerjasama interdisipliner menjadi penyebab

lazimnya cedera pasien.Kesalahan komunikasi yang sering terjadi seperti perintah

medis yang tidak terbaca dan rancu sehingga salah terjemahan, kekeliruan prosedur

yang dijalankan, kesalahan medis, kesalahan pelaporan perubahan signifikan pasien,

serta ketidaksesuaian standar komunikasi yang diterapkan (Manupo,

2012).Komunikasi efektif oleh petugas kesehatan merupakan salah satu solusi untuk

menjaga keselamatan pasien sesuai dengan yang tertuang di Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang sasaran keselamatan pasien

(Kemenkes RI, 2011).Komunikasi tersebut melalui teknik SBAR (Situation,

Background, Assessment, Recommendation) (Leonard & Audrey, 2014).

Komunikasi teknik SBAR merupakan penggunaan kerangka komunikasi untuk

membakukan percakapan tentang perawatan pasien antara penyedia

pelayanan.Komunikasi SBAR singkatan situasi, latar belakang, penilaian dan

rekomendasi.Komunikasi teknik ini memungkinkan untuk dokter dan perawat

mendapatkan komunikasi yang jelas, efisien dan aman (Leonard & Audrey,

2014).Kerangka komunikasi dengan metode SBAR di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

digunakan pada saat perawat melakukan timbang terima (handover), pindah ruang

perawatan maupun dalam melaporkan kondisi pasien kepada dokter.


Implementasi penggunaan komunikasi SBAR di Rumah Sakit ternyata banyak

menemui kendala seperti dokumentasi oleh penerima pesan yang tidak tepat dan

pelaksanaannya karena tidak sesuai dengan standar operasional prosedur yang pada

akhirnya mempengaruhi kualitas dari pelaksanaan komunikasi SBAR. Petugas

pengirim pesan yang kurang detail dalam memberikan pesan kondisi pasien. Petugas

pengirim pesan kurang menyediakan waktu untuk memberi kesempatan pada penerima

pesan untuk memberikan konfirmasi apakah pesan dapat diterima dengan baik, dan

terkadang melakukan interupsi ataupun menyela pembicaraan (Ruky, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Sudresti, (2015) menghasilkan gambaran

pelaksanaan komunikasi SBAR oleh perawat masih kurang, antara lain perawat dalam

menyebutkan Situation hanya 39,53%, dalam menyebutkan Background hanya

10,47%, dalam menyebutkan Assessment hanya 22,09%, dalam menyebutkan

Recommendation hanya 27,91%. Penelitian yang dilakukan oleh Yusri (2015) juga

menghasilkan perawat dalam penggunaan komunikasi SBAR secara benar hanya

41,3% perawat.

Komunikasi SBAR yang dilakukan dengan tidak benar, maka dapat

menimbulkan beberapa masalah, diantaranya keterlambatan dalam diagnosis medis

dan peningkatan kemungkinan efek samping, juga konsekuensi lain termasuk biaya

yang lebih tinggi perawatan kesehatan, penyedia yang lebih besar dan ketidak puasan

pasien (Permanente, 2011). Sekitar 98.000 pasien rawat inap meninggal akibat

kesalahan medis di AS setiap tahun. Kegagalan komunikasi menyumbang 70%


penyebab dari kesalahan medis tersebut, sehingga efektivitas komunikasi antar perawat

harus ditingkatkan demi keselamatan pasien (JCI, 2011)

Beberapa penelitian terkait dokumentasi timbang terima dengan metode SBAR

telah banyak dilakukan. Penelitian oleh Wahyuni (2014) mengenai efektifitas

dokumentasi SBAR dalam pengaturan rehabilitasi menghasilkan bahwa penggunaan

dokumentasi SBAR memiliki potensi untuk meningkatkan komunikasi tim

interprofsional dalam konteks rehabilitasi. Penelitian tersebut juga menjelaskan

komunikasi SBAR memiliki kontribusi yang berharga dalam praktek keselamatan

pasien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif diantaranya

kepribadian, persepsi, sikap, sistem nilai, bahasa pengetahuan, pengalaman dan

kebutuhan atau motivasi (Ruky, 2012). Seorang karyawan akan terdorong untuk

berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya apabila didasari dengan

motivasi yang tepat. Karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi meyakini bahwa

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, akan sangat

bergantung pada terpeliharanya kepentingan-kepentingan pribadi para anggota

organisasi tersebut. Artinya perawat harus menyampingkan kepentingan pribadi dan

mengutamakan pekerjaannya dengan profesional, tentunya dengan motivasi yang baik

terhadap pekerjaannya (Sitorus, 2014).

Motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong

seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya suatu


tujuan tertentu (Suarli, 2011). Motivasi adalah semua proses yang menjadi penggerak,

alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan

sesorang berbuat sesuatu (Bahtiar, 2012). Motivasi sangat diperlukan perawat dalam

melakukan komunikasi SBAR, karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu

karyawan antusias untuk menerapkan komunikasi SBAR (Hamzah, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Buheli (2012) menghasilkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kinerja perawat dalam penerapan proses keperawatan adalah motivasi

dari perawat sendiri, dimana 74,5% perawat yang memiliki kinerja cukup terdiri dari

54,1% perawat yang memiliki motivasi yang cukup baik. Penelitian yang dilakukan

oleh Berthiana (2012) menghasilkan bahwa ketepatan dokumentasi keperawatan yang

sudah baik sebanyak 30% terdiri dari 75,1% perawat yang memiliki motivasi baik,

ketepatan dokumentasi keperawatan yang cukup baik sebanyak 53,3% terdiri dari

65,4% perawat yang memiliki motivasi baik.

Studi pendahuluan pada tanggal 1 Mei 2019 dengan menanyakan kepada 6

perawat di RS PGI Cikini Jakarta, sejumlah 3 perawat mengatakan bahwa penerapan

komunikasi SBAR di rumah sakit sudah digalakkan sejak 2015 untuk menghadapi

akreditasi paripurna. Wawancara dengan 3 perawat mengatakan komunikasi SBAR

diterapkan untuk melakukan timbang terima (handover), pindah ruang perawatan, dan

pelaporan kondisi pasien kepada dokter. Menurut Kepala Ruang, pelaksanaan

komunikasi SBAR masih sering ditemukan kesalahan perawat sebagai pelapor dan

penerima pesan tidak menyebutkan teknik SBAR yang benar, seperti tidak memberikan

keterangan vital sign pasien dengan lengkap, dan penulisan data SBAR juga sering
tidak sesuai, perawat dalam motivasi dan pemahaman secara lebih kompleks dalam

komunikasi SBAR masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

penerapan komunikasi SBAR (situation, background, assesment, recommendation) di

RS PGI Cikini Jakarta.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku perawat

dalam melaksanakan komunikasi SBAR di Instalasi Rawat Inap L RS PGI Cikini.

Jakarta

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis hubungan faktor Sikap terhadap pelaksanakan

komunikasi SBAR perawat.

2. Menganalisis hubungan faktor Tingkat pengetahuan terhadap

pelaksanaan komunikasi SBAR perawat.

3. Menganalisis hubungan faktor pendidikan terhadap pelaksanaan

komunikasi SBAR perawat.

4. Menganalisis faktor-faktor yang paling dominan dari variabel-variabel

tersebut.
1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat

mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya terhadap ilmu management

keperawatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam

melaksanakan komunikasi SBAR.

1.4.2 Manfaat Praktisi

a. Bagi Rumah Sakit

Dapat dipakai sebagai masukan dalam upaya meningkatkan perilaku perawat

dalam melaksanakan komunikasi SBAR sesuai SOP di Instalasi Rawat Inap

L RS PGI Cikini.

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat mengevaluasi penerapan dan pelaksanaan pendokumentasian

komunikasi SBAR sesuai SOP dan pertimbangan untuk memperbaiki prilaku

keperawatan dan bebas dari tuntutan hukum sesuai dengan perkembangan

pelayanan dan persaingan nasional maupun internasional.

c. Bagi Penulis
Langkah awal untuk penelitian lebih lanjut pada peningkatan perilaku perawat

dalam melaksanakan komunikasi SBAR sesuai SOP dan untuk meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.

d. Bagi Peneliti selanjutnya

Sebagai bahan pustaka dan acuhan bagi peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai