Anda di halaman 1dari 64

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular dari

Diabetes Melitus (DM). Komplikasi ini terjadi karena hiperglikemia pada

pembuluh darah dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik merupakan

salah satu penyebab kebutaan terbanyak setelah katarak. Seiring meningkatnya

jumlah penderita DM, meningkat pula prevalensi retinopati diabetik dan risiko

kebutaan akibatnya (Sitompul, 2011).

Survei kesehatan di Amerika Serikat dari tahun 2005-2008 melibatkan

penyandang DM menunjukkan 28,5% di antaranya didiagnosis RD dan 4,4%

dengan RD yang terancam buta. Penyebab retinopati diabetik masih belum

diketahui pasti, namun hiperglikemia yang berlangsung lama diduga merupakan

faktor resiko utama. Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini penting

dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik. Keterlambatan diagnosis

retinopati diabetik dan tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit

menyebabkan sebagian besar kasus retinopati diabetik tidak terdeteksi hingga

terjadi kerusakan pembuluh darah retina dan kebutaan pada mata secara permanen

(irreversible) (Nasution, 2011; Pandelaki, 2014).

Jumlah pasien DM diseluruh dunia menuru tInternational Diabetes

Federation (IDF) menyatakan bahwa jumlah populasi diabetes akan meningkat

dari 382 juta pada 2013 menjadi 592 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013).Indonesia

sendiri menempati peringkat tujuh dengan jumlah pasien diabetes sebanyak 8.5
2

juta, pada tahun 2013. Provinsi jawa timur menempati jumlah pasien DM yang

terbanyak 605.974 jiwa (Kemenkes, 2013). Diabetes melitus merupakan penyakit

sindroma metabolik yang ditandai gangguan sekresi insulin pada sel beta di

pankreas, DM menempati urutan ke empat dari daftar penyakit terbanyak di Kota

Malang. Sebanyak 502 pasien diabetes telah berkunjung di poli spesialis penyakit

dalam RSUD. Dr. Safiul Anwar untuk melakukan terapi (Dinkes Kota Bandung,

2014; Rekam medis, 2014).

Tingkat prevalensi retinopati untuk orang dewasa yang berusia 40 tahun dan

lebih tua dengan diabetes di Amerika Serikat adalah 28,5% (4,2 juta orang);

sedangkan di seluruh dunia angka prevalensinya diperkirakan mencapai 34,6%

(93 juta orang). Prevalensi retinopati diabetik di Indonesia mencapai 33,40%

nomer dua setelah neuropati yang mencapai 54,00% terhadap pasien DM yang di

rawat di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (AAO, 2014;Kemenkes, 2013).

Kontrol gula darah merupakan hal yang paling penting pada pengendalian

penyakit DM agar terhindar dari komplikasi Non Proliferatif Diabetic

Retinopathy (NPDR) dan Proliferatif Diabetic Retinopathy (PDR). Pemeriksaan

kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan lebih menggambarkan kadar gula

darah sesaat, sehingga tidak bisa digunakan sebagai patokan untuk menilai kadar

gula darah rata-rata selama tiga bulan terakhir. Hiperglikemia yang

berkepanjangan akan membentuk proses glikosilasi yang terjadi secara spontan

dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam

darah tinggi.Pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal

2kali dalam setahun untuk menilai kadar gula darah selama tiga bulan

(hemoglobin glikosilat/HbA1c). Pemeriksaan ini menjadi sangat penting karena


3

dapat menilai keberhasilan terapi, prognosis, dan memperkirakan terjadinya

komplikasi DM (PERKENI, 2011; Antonetti, et al., 2012).

Peningkatan kadar glukosa secara kronik akan mengawali perubahan

patologis pada retinopati diabetik dan akan mengaktivasi tiga jalur (Akumulasi

Jalur Nonezimatik, Jalur Poliol, Jalur PKC). Keseluruhan jalur tersebut

menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia

menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang

pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran

basalisnya, proliferasi sel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya,

terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina (Kusniyah et al,

2011; Sitompul, 2011).

Berdasarkan gambaran tersebut, peniliti sangat tertarik untuk meneliti

tentang hubungan kadar HBA1c terhadap retiopati diabetik pasien DM tipe 2.

Lokasi penelitian di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kadar HBA1c terhadap retinopati diabetik pasien

Diabetes Mellitus tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kadar HBA1c pada pasien DM tipe-2 dengan

komplikasi retinopati diabetik.


4

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran HbA1c pada penderita DM tipe-2 yang disertai

komplikasi retinopati diabetik

2. Menegetahui frekuensi pendertia Diabetes Melitus tipe 2 dengan

komplikasi retinopati diabetik.

3. Mengetahui kadar HbA1c baik (< 7%) atau buruk ( ≥7%) pada pasien

DM tipe-2 yang menderita retinopati

1.4 Manfaat penelitian

1. Manfaat Akademis

Memberikan informasi ilmiah tentang hubungan kadar HbA1c

terhadap retinopati diabetik pada pasien Diabetes Melitus tipe 2.

2 Manfaat Klinis

a. Memberikan pengetahuan terhadap praktisi kesehatan untuk

mencegah dan mendeteksi terjadinya komplikasi retinopati diabetik

pada pasein DM tipe-2.

b. Memberikan edukasi pada pasien akan pentingnya menjaga kadar

gula darah supaya terhindar dari komplikasi-komplikasi DM.

3. Manfaat bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat pada

umumnya untuk mengtahui hubungan antara kadar HBA1c terhadap

komplikasi retinopati diabetik pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.


PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh

karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan

kekurangan insulin secara absolute maupun relative. Sehingga menyebabkan

terjadinya hiperglikemia dan glukosuria. Pada keadaan normal glukosa diatur

sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga

kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun

sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.

Seorang perawat diperlukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada

penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit

Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan

diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,

latihan fisik akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa, pemantauan kadar glukosa darah, pemberian obat anti

diabetik.

Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011

penyakit Diabetes Mellitus berada pada urutan ke 7 dengan jumlah penderita

sebanyak 219 orang

TUJUAN LAPORAN KASUS

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD

Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan ulkus

diabetik.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klienNy.S dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik.

c. Membuat rencana keparawatan pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan

ulkus diabetik .

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny.S dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik.

e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan

Diabetes Mellitus dan ulkus diabetik.

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran

basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007).

B. Etiologi

Penyebab dari penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Faktor Genetik

2. Faktor Lingkungan

3. Imunologi

4. Usia

5. Obesitas

6. Gaya hidup
Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga

ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat

oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut

emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi

hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer, 2002).

C. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus menurut Mansjoer (2007) dibagi menjadi :

1. Akut

a. Koma hipoglikemia

b. Diabetes ketoasidosis

c. Koma hiperosmolar
2. Kronis

a. Makroangiopati : mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroanginopati : mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik

d. Rentan terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

e. Kaki diabetic

Patofisiologi

Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan

penurunan pembentukan glikogen, sehingga pembentukan glikogen akan

mengalami suatu peningkatan yang mengakibatkan hiperglikemia. Peningkatan

glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.

Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.

Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine

(poliuri), dan peningkatan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga

menggangu metabolisme protein dan lemak, menyebabkan penurunan berat badan

dan peningkatan selera makan (poliphagia) akibat dari penurunan simpanan

kalori. Komplikasi metabolik dari diabetes adalah terjadinya penyumbatan

vaskuler. Hal tersebut menyebabkan retinopati tahanan parsial karbondioksida

yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan

mengakibatkan perubahan dalam hantaran jantung sehingga terjadi distritmia

jantung (Smeltzer, 2002).


D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Smeltzer (2002) tujuan utama penatalaksanaan terapi pada

Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

b. Latihan

c. Pemantauan

d. Terapi (jika diperlukan)

e. Pendidikan

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

g. Stres Mekanik

h. Tindakan Bedah

TINJAUAN KASUS

Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di

Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan

pasien maupun keluarga pasien, pengamatan langsung, membaca catatan medik

dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang

bersangkutan dalam pengelolaan.

Analisa Data

Tabel 1.3 Analisa Data

Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.

DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari

08/05/ 2012
DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)

Resiko tinggi infeksi kadar glukosa tinggi, perubahan pada sirkulasi.

08/05/ 2012

DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.

DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl

Kelelahan penurunan produksi energi metabolik.

Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan

diagnosa dan prioritas keperawatan yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PEMBAHASAN KASUS

Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa

yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,

tidak ditemukannya gangguan penglihatan karena pasien masih dapat melihat

orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat

melihat. Maksud mengalami gangguan penglihatan adalah terjadinya penglihatan

ganda atau kesulitan dalam melihat (Price & Wilson, 2006).

Kedua, tidak adanya riwayat penyakit jantung, dikarenakan menurut

keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang
menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan

adanya tanda-tanda bahwa pasien menderita penyakit jantung.

Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena pada hasil pengkajian
didapatkan

data tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi dan stroke.

Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya hidup pasien dan bukan merupakan faktor
keturunan.

Keempat, tidak terdapat batuk pada pasien khususnya batuk produktif. Sementara dari pemeriksaan
auskultasi

didapatkan data berupa bunyi vesikuler.

Kelima, tidak ditemukannya hambatan jalan nafas, pada pasien didapati kanul O2 akan tetapi pasien
tidak

mengalami hambatan dalam bernafas, misal adanya akumulasi sekret pada jalan nafas.

Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil pemeriksaan auskultasi dengan
bunyi

vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga
terdengar suaraa seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak

memiliki riwayat merokok. Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji;
yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi hanya terkaji sekilas
adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan pada saat penulis mengkaji

laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada bagian pola pengkajian kurang lengkap sehingga
menyebabkan penulis tidak mengkaji lebih mendalam atau detail

Diagnosa

Secara umum diagnosa kerperawatan dalam teori tidak jauh berbeda,

namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.

Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan

mengelompokannya sebagai berikut:


1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus nyata adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Kekurangan cairan adalah keadaan dimana individu yang tidak mengalami

puasa mengalami atau beresiko mengatasi dehidrasi vasikuler, interstisial atau

intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari

hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah) dan masukan yang

dibatasi dengan tanda peningkatan keluaran urine encer, kelemahan, haus,

penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,

hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler (Dongoes, 2003).

Implementasi

Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang

telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana

tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing

masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan

untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,

apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan

meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah

pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing-masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.


2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PENUTUP

Simpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus di dapatkan pasien mengeluh

nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga

mengeluh lemas / loyo.

2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada

pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)

yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, resiko

tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi perubahan pada

sirkulasi, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik.

3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan

pada pasien. Intervensi Dx 1 : kaji tanda – tanda vital, observasi nadi perifer

dan membran mukosa, monitor masukan dan makanan/cairan, dan motivasi

masukan oral. Dx 2 : kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema,

dan discharge, frekuensi ganti balut, kaji adanya nyeri, lakukan perawatan

luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dan kolaborasi pemberian insulin.

Dx 3 : pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelumnya dan

sesudah aktivitas, libatkan keluarga dalam memenuhi aktivitas, kaji tingkatkan

partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas, tingkatkan aktivitas secara

bertahap, bantu dan motivasi untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.


4. Semua intervensi diatas dapat dilakukan oleh perawat dengan berkolaborasi

dengan dokter dan ahli gizi.

5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mengalami

perubahan pada Dx 1 : masalah pasien teratasi, rasa haus pasien sudah

berkurang dan pasien minum 7-8 gls/hari. Dx 2 : masalah pasien teratasi

sebagian, nyeri kaki pasien sudah berkurang, skala nyeri 4. Dx 3 : masalah

teratasi sebagian, aktivitas pasien masih dibantu keluarga dan perawat.

Saran

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh
karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan

kekurangan insulin secara absolute maupun relative. Sehingga menyebabkan

terjadinya hiperglikemia dan glukosuria. Pada keadaan normal glukosa diatur

sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga

kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun

sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.

Seorang perawat diperlukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada

penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit

Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan

diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,

latihan fisik akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa, pemantauan kadar glukosa darah, pemberian obat anti

diabetik.

Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011

penyakit Diabetes Mellitus berada pada urutan ke 7 dengan jumlah penderita

sebanyak 219 orang

TUJUAN LAPORAN KASUS

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD

Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan ulkus

diabetik.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klienNy.S dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik.

c. Membuat rencana keparawatan pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan

ulkus diabetik .

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny.S dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik.

e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan

Diabetes Mellitus dan ulkus diabetik.

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran

basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007).

B. Etiologi

Penyebab dari penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Faktor Genetik

2. Faktor Lingkungan

3. Imunologi

4. Usia

5. Obesitas

6. Gaya hidup

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga

ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut

emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi

hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer, 2002).

C. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus menurut Mansjoer (2007) dibagi menjadi :

1. Akut

a. Koma hipoglikemia

b. Diabetes ketoasidosis

c. Koma hiperosmolar

2. Kronis

a. Makroangiopati : mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.


b. Mikroanginopati : mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik

d. Rentan terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

e. Kaki diabetic

Patofisiologi

Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan

penurunan pembentukan glikogen, sehingga pembentukan glikogen akan

mengalami suatu peningkatan yang mengakibatkan hiperglikemia. Peningkatan

glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.

Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.

Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine

(poliuri), dan peningkatan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga

menggangu metabolisme protein dan lemak, menyebabkan penurunan berat badan

dan peningkatan selera makan (poliphagia) akibat dari penurunan simpanan

kalori. Komplikasi metabolik dari diabetes adalah terjadinya penyumbatan

vaskuler. Hal tersebut menyebabkan retinopati tahanan parsial karbondioksida

yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan

mengakibatkan perubahan dalam hantaran jantung sehingga terjadi distritmia

jantung (Smeltzer, 2002).

D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Smeltzer (2002) tujuan utama penatalaksanaan terapi pada


Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

b. Latihan

c. Pemantauan

d. Terapi (jika diperlukan)

e. Pendidikan

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

g. Stres Mekanik

h. Tindakan Bedah

TINJAUAN KASUS

Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di

Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan

pasien maupun keluarga pasien, pengamatan langsung, membaca catatan medik

dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang

bersangkutan dalam pengelolaan.

Analisa Data

Tabel 1.3 Analisa Data

Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.

DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari

08/05/ 2012

DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)

Resiko tinggi infeksi kadar glukosa tinggi, perubahan pada sirkulasi.

08/05/ 2012

DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.

DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl

Kelelahan penurunan produksi energi metabolik.

Diagnosa Keperawatan

Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan

diagnosa dan prioritas keperawatan yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PEMBAHASAN KASUS

Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa

yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,

tidak ditemukannya gangguan penglihatan karena pasien masih dapat melihat

orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat

melihat. Maksud mengalami gangguan penglihatan adalah terjadinya penglihatan

ganda atau kesulitan dalam melihat (Price & Wilson, 2006).

Kedua, tidak adanya riwayat penyakit jantung, dikarenakan menurut

keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang

menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan
adanya tanda-tanda bahwa pasien menderita penyakit jantung.

Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena

pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki

riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya

hidup pasien dan bukan merupakan faktor keturunan.

Keempat, tidak terdapat batuk pada pasien khususnya batuk produktif.

Sementara dari pemeriksaan auskultasi didapatkan data berupa bunyi vesikuler.

Kelima, tidak ditemukannya hambatan jalan nafas, pada pasien didapati

kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal

adanya akumulasi sekret pada jalan nafas.

Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil

pemeriksaan auskultasi dengan bunyi vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan

adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara

seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak

memiliki riwayat merokok.

Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji

yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi

hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan

pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada

bagian pola pengkajian kurang lengkap sehingga menyebabkan penulis tidak

mengkaji lebih mendalam atau detail.

Diagnosa

Secara umum diagnosa kerperawatan dalam teori tidak jauh berbeda,

namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan

mengelompokannya sebagai berikut:

1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus nyata adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Kekurangan cairan adalah keadaan dimana individu yang tidak mengalami

puasa mengalami atau beresiko mengatasi dehidrasi vasikuler, interstisial atau

intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari

hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah) dan masukan yang

dibatasi dengan tanda peningkatan keluaran urine encer, kelemahan, haus,

penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,

hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler (Dongoes, 2003).

Implementasi

Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang

telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana

tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing

masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan

untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,

apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan

meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing-masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PENUTUP

Simpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus di dapatkan pasien mengeluh

nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga

mengeluh lemas / loyo.

2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada

pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)

yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, resiko

tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi perubahan pada

sirkulasi, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik.

3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan

pada pasien.

Intervensi : PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh

karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan

kekurangan insulin secara absolute maupun relative. Sehingga menyebabkan

terjadinya hiperglikemia dan glukosuria. Pada keadaan normal glukosa diatur

sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga
kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun

sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.

Seorang perawat diperlukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada

penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit

Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan

diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,

latihan fisik akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa, pemantauan kadar glukosa darah, pemberian obat anti

diabetik.

Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011

penyakit Diabetes Mellitus berada pada urutan ke 7 dengan jumlah penderita

sebanyak 219 orang

TUJUAN LAPORAN KASUS

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD

Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan ulkus

diabetik.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Ny.S dengan Diabetes

Mellitus dan ulkus diabetik.

c. Membuat rencana keparawatan pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan

ulkus diabetik .

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny.S dengan Diabetes


Mellitus dan ulkus diabetik.

e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan

Diabetes Mellitus dan ulkus diabetik.

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran

basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007).

B. Etiologi

Penyebab dari penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Faktor Genetik

2. Faktor Lingkungan

3. Imunologi

4. Usia

5. Obesitas

6. Gaya hidup

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga

ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat

oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut

emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi

hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer, 2002).

C. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus menurut Mansjoer (2007) dibagi menjadi :

1. Akut

a. Koma hipoglikemia

b. Diabetes ketoasidosis

c. Koma hiperosmolar

2. Kronis

a. Makroangiopati : mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroanginopati : mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik

d. Rentan terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.
e. Kaki diabetic

Patofisiologi

Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan

penurunan pembentukan glikogen, sehingga pembentukan glikogen akan

mengalami suatu peningkatan yang mengakibatkan hiperglikemia. Peningkatan

glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.

Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.

Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine

(poliuri), dan peningkatan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga

menggangu metabolisme protein dan lemak, menyebabkan penurunan berat badan

dan peningkatan selera makan (poliphagia) akibat dari penurunan simpanan

kalori. Komplikasi metabolik dari diabetes adalah terjadinya penyumbatan

vaskuler. Hal tersebut menyebabkan retinopati tahanan parsial karbondioksida

yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan

mengakibatkan perubahan dalam hantaran jantung sehingga terjadi distritmia

jantung (Smeltzer, 2002).

D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Smeltzer (2002) tujuan utama penatalaksanaan terapi pada

Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

b. Latihan

c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)

e. Pendidikan

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

g. Stres Mekanik

h. Tindakan Bedah

TINJAUAN KASUS

Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di

Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan

pasien maupun keluarga pasien, pengamatan langsung, membaca catatan medik

dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang

bersangkutan dalam pengelolaan.

Analisa Data

Tabel 1.3 Analisa Data

Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.

DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari

08/05/ 2012

DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)

Resiko tinggi infeksi kadar glukosa tinggi, perubahan pada sirkulasi.

08/05/ 2012

DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.

DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl

Kelelahan penurunan produksi energi metabolik.


Diagnosa Keperawatan

Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan

diagnosa dan prioritas keperawatan yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PEMBAHASAN KASUS

Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa

yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,

tidak ditemukannya gangguan penglihatan karena pasien masih dapat melihat

orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat

melihat. Maksud mengalami gangguan penglihatan adalah terjadinya penglihatan

ganda atau kesulitan dalam melihat (Price & Wilson, 2006).

Kedua, tidak adanya riwayat penyakit jantung, dikarenakan menurut

keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang

menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan

adanya tanda-tanda bahwa pasien menderita penyakit jantung.

Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena

pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki

riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya

hidup pasien dan bukan merupakan faktor keturunan.

Keempat, tidak terdapat batuk pada pasien khususnya batuk produktif.

Sementara dari pemeriksaan auskultasi didapatkan data berupa bunyi vesikuler.


Kelima, tidak ditemukannya hambatan jalan nafas, pada pasien didapati

kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal

adanya akumulasi sekret pada jalan nafas.

Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil

pemeriksaan auskultasi dengan bunyi vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan

adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara

seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak

memiliki riwayat merokok.

Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji

yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi

hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan

pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada

bagian pola pengkajian kurang lengkap sehingga menyebabkan penulis tidak

mengkaji lebih mendalam atau detail.

Diagnosa

Secara umum diagnosa kerperawatan dalam teori tidak jauh berbeda,

namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.

Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan

mengelompokannya sebagai berikut:

1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus nyata adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Kekurangan cairan adalah keadaan dimana individu yang tidak mengalami

puasa mengalami atau beresiko mengatasi dehidrasi vasikuler, interstisial atau

intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari

hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah) dan masukan yang


dibatasi dengan tanda peningkatan keluaran urine encer, kelemahan, haus,

penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,

hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler (Dongoes, 2003).

Implementasi

Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang

telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana

tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing

masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan

untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,

apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan

meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah

pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing-masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007).

B. Etiologi

Penyebab dari penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Faktor Genetik

2. Faktor Lingkungan

3. Imunologi

4. Usia

5. Obesitas

6. Gaya hidup

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga

ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat

oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut

emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi

hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten


c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer, 2002).

C. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus menurut Mansjoer (2007) dibagi menjadi :

1. Akut

a. Koma hipoglikemia

b. Diabetes ketoasidosis

c. Koma hiperosmolar

2. Kronis

a. Makroangiopati : mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroanginopati : mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik

d. Rentan terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

e. Kaki diabetic

Patofisiologi

Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan

penurunan pembentukan glikogen, sehingga pembentukan glikogen akan

mengalami suatu peningkatan yang mengakibatkan hiperglikemia. Peningkatan

glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.

Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.

Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine

(poliuri), dan peningkatan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga

menggangu metabolisme protein dan lemak, menyebabkan penurunan berat badan

dan peningkatan selera makan (poliphagia) akibat dari penurunan simpanan

kalori. Komplikasi metabolik dari diabetes adalah terjadinya penyumbatan

vaskuler. Hal tersebut menyebabkan retinopati tahanan parsial karbondioksida

yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan

mengakibatkan perubahan dalam hantaran jantung sehingga terjadi distritmia

jantung (Smeltzer, 2002).

D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Smeltzer (2002) tujuan utama penatalaksanaan terapi pada

Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

b. Latihan

c. Pemantauan

d. Terapi (jika diperlukan)

e. Pendidikan

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

g. Stres Mekanik

h. Tindakan Bedah

TINJAUAN KASUS

Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di
Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan

pasien maupun keluarga pasien, pengamatan langsung, membaca catatan medik

dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang

bersangkutan dalam pengelolaan.

Analisa Data
Tabel 1.3 Analisa Data

Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012

DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan
diuresis osmotik.

DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari

08/05/ 2012

DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya,

P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T
: nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm,
lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352 mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu
keluarga (makan, minum, sibin, dll)

Resiko tinggi infeksi kadar glukosa tinggi, perubahan pada sirkulasi.

08/05/ 2012

DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.

DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl

Kelelahan penurunan produksi energi metabolik.

Diagnosa Keperawatan

Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan

diagnosa dan prioritas keperawatan yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik


2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PEMBAHASAN KASUS
Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa

yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,

tidak ditemukannya gangguan penglihatan karena pasien masih dapat melihat

orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat

melihat. Maksud mengalami gangguan penglihatan adalah terjadinya penglihatan

ganda atau kesulitan dalam melihat (Price & Wilson, 2006).

Kedua, tidak adanya riwayat penyakit jantung, dikarenakan menurut

keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang

menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan

adanya tanda-tanda bahwa pasien menderita penyakit jantung.

Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena

pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki

riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya

hidup pasien dan bukan merupakan faktor keturunan.

Keempat, tidak terdapat batuk pada pasien khususnya batuk produktif.

Sementara dari pemeriksaan auskultasi didapatkan data berupa bunyi vesikuler.

Kelima, tidak ditemukannya hambatan jalan nafas, pada pasien didapati

kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal

adanya akumulasi sekret pada jalan nafas.

Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil
pemeriksaan auskultasi dengan bunyi vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan

adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara

seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak

memiliki riwayat merokok.

Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji

yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi

hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan

pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada

bagian pola pengkajian kurang lengkap sehingga menyebabkan penulis tidak

mengkaji lebih mendalam atau detail.

Diagnosa
Secara umum diagnosa kerperawatan dalam teori tidak jauh berbeda,

namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.

Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan

mengelompokannya sebagai berikut:

1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus nyata adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Kekurangan cairan adalah keadaan dimana individu yang tidak mengalami

puasa mengalami atau beresiko mengatasi dehidrasi vasikuler, interstisial atau

intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari

hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah) dan masukan yang

dibatasi dengan tanda peningkatan keluaran urine encer, kelemahan, haus,

penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,

hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler (Dongoes, 2003).


Implementasi

Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang

telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana

tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing

masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan

untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,

apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan

meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah

pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing-masing diagnosa.

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan

pada sirkulasi.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

PENUTUP
Simpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus di dapatkan pasien mengeluh

nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga
mengeluh lemas / loyo.

2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada

pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)

yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, resiko

tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi perubahan pada

sirkulasi, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik.

3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan

pada pasien. Intervensi Dx 1 : kaji tanda – tanda vital, observasi nadi perifer

dan membran mukosa, monitor masukan dan makanan/cairan, dan motivasi

masukan oral. Dx 2 : kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema,

dan discharge, frekuensi ganti balut, kaji adanya nyeri, lakukan perawatan

luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dan kolaborasi pemberian insulin.

Dx 3 : pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelumnya dan

sesudah aktivitas, libatkan keluarga dalam memenuhi aktivitas, kaji tingkatkan

partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas, tingkatkan aktivitas secara

bertahap, bantu dan motivasi untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

4. Semua intervensi diatas dapat dilakukan oleh perawat dengan berkolaborasi

dengan dokter dan ahli gizi.

5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mengalami

perubahan pada Dx 1 : masalah pasien teratasi, rasa haus pasien sudah

berkurang dan pasien minum 7-8 gls/hari. Dx 2 : masalah pasien teratasi

sebagian, nyeri kaki pasien sudah berkurang, skala nyeri 4. Dx 3 : masalah

teratasi sebagian, aktivitas pasien masih dibantu keluarga dan perawat.


Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. S di

ruang Cempaka Bawah RSUD Sukoharjo dan kesimpulan yang telah penulis

susun seperti diatas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Dalam pemberian asuhan keperawatan perlu adanya keikutsertaan keluarga

karena keluarga merupakan orang terdekat pasien yang tahu akan

perkembangan dan kebiasaan pasien.

2. Dalam memberikan implementasi tidak harus sesuai dengan apa yang terdapat

pada teori, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien

serta menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit.

3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien

sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu

merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus

bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, psikiatri dan pekerja

sosial) dalam melakukan perawatan atau penanganan pasien dengan diabetes

mellitus + ulkus diabetik.

DAFTAR PUSTAKA

Amir A, Hartono R, Pakhri A, Hendrayati. 2004. Perbandingan Metode Penyuluhan Untuk Peningkatan
Pengetahuan Dan Sikap Ketaatan Diit Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Salewangan Maros.

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC

Catatan Medical Record RSUD SUKOHARJO, 2011. Prevalensi Diabetes Mellitus. Sukoharjo.

Dongoes, E Marilynn. et al. 2003 : Rencana Asuhan Keperawatan.Pedoman Untuk Pedoman Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta. Media Ausculapius

Maulana, M. 2009. Mengenal Diabetes Melitus, Panduan praktis mengenai penyakit Kencing Manis. Yogyakarta.
Ar ruzz media grup.
Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Suyono, A. W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Smeltzer, C. Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta: FKUI

Price Wilson, A Sylvia. Et al. 2006 :Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.Jakarta: EGC

Perdarahan Vitreus: Etiologi, Gejala Klinis dan


Tatalaksana
18/10/2017admin websiteOfthalmologiNo comments
Etiologi

Etiologi terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu:

1. Pembuluh darah retina abnormal

Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit seperti diabetik
retinopati, retinopati sel sabit, oklusi vena retina, retinopati prematuritas atau sindrom
iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen yang tidak memadai, Vascular
Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor kemotaktik lainnya menginduksi
neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya endotel tight
junction yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu,
komponen berserat yang sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah
yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh tersebut.

2. Pecahnya pembuluh darah normal

Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang tinggi.
Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat membahayakan pembuluh
darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau ablasio. Namun, perdarahan vitreus
dalam bentuk sebuah PVD akut harus diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina
bercukup tinggi (70-95 persen). Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai pembuluh
darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus pada
orang muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab yang jarang dari perdarahan
vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari ekstravasasi darah ke dalam vitreus
karena perdarahan subaraknoid. Sebaliknya peningkatan tekanan intrakranial dapat
menyebabkan venula retina pecah.

3. Darah dari sumber lainnya


Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus juga dapat
menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan dari makroaneurisma retina,
tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua dapat memperpanjang melalui membran
batas dalam vitreus dan menyebabkan perdarahan.

Mekanisme Perdarahan Vitreus.

1. Pembuluh darah Abnormal

 Retinopati diabetikum (31-54 persen perdarahan vitreus disebabkan oleh diabetes)


 Neovaskularisasi dari cabang atau pusat oklusi vena retina (4-16 persen)
 Retinopati sel sabit (0,2-6 persen)

2. Pecahnya Pembuluh darah normal

 Robekan retina (11-44 persen)


 Trauma (12-19 persen)
 Posterior Vitreous Detachment (PVD) dengan robekan pembuluh darah retina (4-
12 persen)
 Ablasio retina (7-10 persen)
 Sindrom Terson (0,5-1 persen)

3. Darah Dari Sumber Lain

 Makroaneurisma (0,6-7 persen)


 Age Related Macula Degeneration (0,6-4 persen)
Gambar. Mekanisme perdarahan vitreus

(Sumber: Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology: a short textbook; 2009; 287)

Gejala klinis

Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau berasap,
ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring laba laba.
Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa
kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan
cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa
menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap.
Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai bayangan
kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan kecil
tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya.
Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya
tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena
keluhan floaters ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,
misalnya ablasio retina atau perdarahan di vitreus.

Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru, perdarahan
vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan vitreus
cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya.
Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus. Pengecualian
mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut
sekunder yang parah atau trauma.

Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia sickle
sel, leukemia dan miopia tinggi. Pemeriksaan lengkap terdiri dari oftalmoskopi langsung
dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi neovaskularisasi sudut, TIO dan
B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap segmen posterior tertutup oleh darah.
Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat membantu memberikan petunjuk etiologi dari
perdarahan vitreus, seperti retinopati diabetik proliferatif.

Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dan semakin
banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya. Dapat pula
dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh hemorrhage” atau sudah lama “clotted
hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran
yang sejajar di B-scan ultrasonografi. Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk
dideteksi. Pada slit lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya
set “off-axis” dan mikroskop pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan,
pandangan ke retina dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat
ditentukan.

Gambar. Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior

(Sumber: Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ, ed.
Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 228)

Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam ruang
potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar seperti
hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki batas
dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan dari
segmen posterior.

Penatalaksanaan

Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi jika tidak
dapat diperiksa secara oftalmoskopi . Vitrektomi dilakukan segera apabila teridentifikasi.
Jika pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan
pembatasan kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-45° sehingga
memungkinkan darah untuk turun ke inferior agar dapat terlihat periferal fundus superior.
Robekan retina dapat dilihat dengan kriotherapi atau laser fotokoagulasi. Jika ablasio
retina telah dikesampingkan, pasien dapat kembali ke aktifitas normal serta hindari
penggunaan obat anticlotting seperti aspirin dan sebagainya.

Setelah retina dapat divisualisasikan, pengobatan ditujukan untuk etiologi yang


mendasari sesegera mungkin. Jika neovaskularisasi dari retinopati proliferatif adalah
penyebabnya, dilakukan laser fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi,
akan lebih baik hasilnya apabila melalui perdarahan residual. Sebuah laser kripton dapat
membantu fotokoagulasi saat melewati perdarahan lebih baik daripada laser argon.
Sebuah sistem laser yang tidak langsung juga memungkinkan pengiriman energi pada
retina sekitar perdarahan vitreus. Intravitreal anti-VEGF dapat menyebabkan regresi
neovaskularisasi sampai laser fotokoagulasi.
Vitrektomi diindikasikan untuk perdarahan vitreus, neovaskularisasi dari iris atau
glaukoma. Waktu vitrektomi tergantung pada etiologi yang mendasari. Perencanaan
vitrektomi berdasarkan etiologi.

 Retinal detachment: Darurat


 Iris or angle neovascularization: Darurat
 Type 1 diabetes: satu bulan
 Subhyaloid vitreus hemorrhage: satu bulan
 Type 2 diabetes: dua atau tiga bulan
 Other causes: tiga bulan atau lebih

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrew W, Eller. Diagnosis and management of vitreous Hemorrhage. Focal


Point. Vol. XVIII, No. 10. 2000; 1-14
2. Kim DY, et al. Acute onset vitreous hemorrhage of unknown origin before
vitrectomy: causes and prognosis. Hindawi Journal of Opthalmology. Vol. 2015.
2015; 1-8
3. Herman D et al. Vitreous hemorrhage. In: American Academy of Opthalmology:
Retina and Vitreous. 2014.
4. Sidarta I, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata Edisi ke-5. Jakarta. Badan Penerbit FK
UI. 2015.
5. Brian A et al. Vitreous hemorrhage. In: emedicine.medscape.com/article/1230216.
2015. Diakses pada 10 Mei 2016.
6. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. In: Ophtalmology : clinical sign and differential
diagnosis 2000; 237.
7. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. In: Ryan SJ, ed. Retina.
Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 224-306.
8. Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology a short textbook; 2009; 287-290.

www.Jasa Jurnal.com
Layanan pencarian jurnal dan penerjemahan jurnal kedokteran bergaransi

Kontak:
LINE ID
Pencarian Jurnal : Jasajurnal3
Terjemah: Jasajurnal4 atau JasaJurnal 5

SMS/WA : 0812 3398 8685 atau 0857 3512 4881

Email : center.jasjur@gmail.com
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA

A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya
destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)

B. Etiologi

Faktor penyebabnya antara lain:

 Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
 Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
 Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-
keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
 Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson,
sindrom defisiensi imun.
 Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :

o Bakteri

Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae,
sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.

o Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola


o Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
o Reaksi hipersensifitas

Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen


tak diketahui (ulkus cincin)

(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

C. Tanda dan Gejala

 Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatrik kornea.
 Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala
obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
 Fotofobia
 Rasa sakit dan lakrimasi

(Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL

Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :

1. Ulkus kornea sentral meliputi:

a. Ulkus kornea oleh bakteri

Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor
pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :

o Streptokokok pneumonia
o Streptokokok alfa hemolitik
o Pseudomonas aeroginosa
o Klebaiella Pneumonia
o Spesies Moraksella

Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen
opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva,
atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan
infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :

o Stafilokukkus epidermidis
o Streptokokok Beta Hemolitik
o Proteus
 Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok

Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah
:

o Streptokok pneumonia (pneumokok)


o Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
o Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
o Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)

Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada


keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus
dan pseudomonas.

Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan


karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga
terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan
bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi
kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor
pencetusnya.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok

Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung.
Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia

Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan


intra vena

 Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus


Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus,
Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling
berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal,
infeksi ulkus alergi (toksik).

Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor
penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa
kontak yang telah lama digunakan.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus

Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi
abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi
kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
terhadap Stafilokokus Aureus.

 Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas

Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini
ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan
menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan
mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami
kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein,
cairan lensa kontak.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas

Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna
keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar
dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge
kental berwarna kuning kehijauan.

Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal,


subkonjungtiva serta intra vena.

b. Ulkus kornea oleh virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat
diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral.

c.Ulkus kornea oleh jamur

Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :

o Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
o Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang
yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang
berada di lingkungan hidup.
o Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka
faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.

Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan


sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada
manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.

Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik ,


selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen,
selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.
Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa
(filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure
keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan
pemakaian kortikosteroid.

Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila


memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat
memilih obat anti jamur yang spesifik.

2. Ulkus marginal

Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea
yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering
dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama
dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan
Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap
makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun
disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.

Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi
dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya.
Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.

1. Ulkus cincin

Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea,
bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.

Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri


basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.

2. Ulkus kataral simplek

Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag
tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus
ditepiya terlihat bagian yang bening.

Terjadi ada pasien lanjut usia.

Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.

3. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran
khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya
kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan
kornea terkenai.

Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.

Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.

Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva,


keratektomi dan keratoplasti.

(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

. Penatalaksanaan :

Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang
sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan
pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga
kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan
tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan
midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata
(patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol,
karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.

F. Pemeriksaan Diagnostik :

1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan
)
2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
5. Pemeriksaan EKG
6. Tes toleransi glukosa

G. Pengkajian :

1. Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas


2. Neurosensori : penglihatan kabur, silau
3. Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar
mata
4. Keamanan : takut, ansietas

(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :


1. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat

Intervensi :

o Kaji derajat dan durasi gangguan visual


o Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
o Jelaskan rutinitas perioperatif
o Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
o Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

2. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Intervensi :

o Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
o Orientasikan pasien pada ruangan
o Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
o Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
o Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

3. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi


bedah atau pemberian tetes mata dilator

Intervensi :

o Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep


o Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
o Kurangi tingkat pencahayaan
o Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
4. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan

Intervensi :

o Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala,
komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
o Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat

o Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan


o Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan

e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan

Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil :

1. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan


2. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:

o Perkenalkan pasien dengan lingkungannya


o Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak
mengalami gangguan
o Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan
ansietas
o Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
o Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses
penyakit

Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya

Kriteria hasil:

1. Pasien memahami instruksi pengobatan


2. Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan

Intervensi:

o Beritahu pasien tentang penyakitnya


o Ajarkan perawatan diri selama sakit
o Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada
pasien dan keluarga
o Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan
PATHWAYS

1. Kelainan pada bulu mata dan sistem air mata


2. Trauma kornea
3. Kelainan kornea
4. Kelainan sistemik
5. Obat penurun mekanisme imun

1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Hipersensitivitas
PATHWAY

Menginfeksi Kornea

Terpajannya Reseptor Nyeri

PERFORASI KORNEA
ULKUS

Senin, 16 Juni
2008
ASUHAN
TIO Meningkat Perubahan Persepsi Sensori :
KEPERAWATAN
Penglihatan
PADA PASIEN
DENGAN ULKUS
KORNEA
A. Pengertian

Keratitis
Penglihatan Terganggu Resikoyang
Cidera
ulseratif lebih
dikenal sebagai
Senin, 16kornea
ulserasi Juni
2008
yaitu terdapatnya
destruksi
Harga Diri Rendah
ASUHAN
(kerusakan) pada
KEPERAWATAN
bagian epitel
PADA PASIEN
kornea. (Darling,H
DENGAN ULKUS
Vera, 2000, hal 112)
KORNEA Body Image
Gangguan
A.IB. Etiologi
Pengertian

FaktorKeratitis
penyebabnya
ulseratif yang lebih
antara lain:
dikenal sebagai
ulserasi kornea
 Kelainan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI ; 1998.

2. Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta :


Penerbit Andi; 1995.

3. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000

Anda mungkin juga menyukai