PENDAHULUAN
pembuluh darah dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik merupakan
jumlah penderita DM, meningkat pula prevalensi retinopati diabetik dan risiko
faktor resiko utama. Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini penting
retinopati diabetik dan tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit
terjadi kerusakan pembuluh darah retina dan kebutaan pada mata secara permanen
dari 382 juta pada 2013 menjadi 592 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013).Indonesia
sendiri menempati peringkat tujuh dengan jumlah pasien diabetes sebanyak 8.5
2
juta, pada tahun 2013. Provinsi jawa timur menempati jumlah pasien DM yang
sindroma metabolik yang ditandai gangguan sekresi insulin pada sel beta di
Malang. Sebanyak 502 pasien diabetes telah berkunjung di poli spesialis penyakit
dalam RSUD. Dr. Safiul Anwar untuk melakukan terapi (Dinkes Kota Bandung,
Tingkat prevalensi retinopati untuk orang dewasa yang berusia 40 tahun dan
lebih tua dengan diabetes di Amerika Serikat adalah 28,5% (4,2 juta orang);
nomer dua setelah neuropati yang mencapai 54,00% terhadap pasien DM yang di
Kontrol gula darah merupakan hal yang paling penting pada pengendalian
kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan lebih menggambarkan kadar gula
darah sesaat, sehingga tidak bisa digunakan sebagai patokan untuk menilai kadar
dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam
2kali dalam setahun untuk menilai kadar gula darah selama tiga bulan
patologis pada retinopati diabetik dan akan mengaktivasi tiga jalur (Akumulasi
terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina (Kusniyah et al,
3. Mengetahui kadar HbA1c baik (< 7%) atau buruk ( ≥7%) pada pasien
1. Manfaat Akademis
2 Manfaat Klinis
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh
sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga
kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun
sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.
penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit
Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan
diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,
diabetik.
Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011
1. Tujuan Umum
Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD
Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada Ny.S dengan Diabetes Mellitus dan ulkus
diabetik.
ulkus diabetik .
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan
3. Imunologi
4. Usia
5. Obesitas
6. Gaya hidup
Manifestasi klinis
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
(Smeltzer, 2002).
C. Komplikasi
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Diabetes ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar
2. Kronis
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik
saluran kemih.
e. Kaki diabetic
Patofisiologi
Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan
glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.
Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine
yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
e. Pendidikan
g. Stres Mekanik
h. Tindakan Bedah
TINJAUAN KASUS
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di
Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan
dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang
Analisa Data
Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.
DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari
08/05/ 2012
DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)
08/05/ 2012
DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.
DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl
Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan
pada sirkulasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa
yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,
orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat
keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang
menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan
Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena pada hasil pengkajian
didapatkan
data tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi dan stroke.
Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya hidup pasien dan bukan merupakan faktor
keturunan.
Keempat, tidak terdapat batuk pada pasien khususnya batuk produktif. Sementara dari pemeriksaan
auskultasi
Kelima, tidak ditemukannya hambatan jalan nafas, pada pasien didapati kanul O2 akan tetapi pasien
tidak
mengalami hambatan dalam bernafas, misal adanya akumulasi sekret pada jalan nafas.
Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil pemeriksaan auskultasi dengan
bunyi
vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga
terdengar suaraa seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak
memiliki riwayat merokok. Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji;
yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi hanya terkaji sekilas
adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan pada saat penulis mengkaji
laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada bagian pola pengkajian kurang lengkap sehingga
menyebabkan penulis tidak mengkaji lebih mendalam atau detail
Diagnosa
namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan
intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari
penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,
Implementasi
telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing
masing diagnosa.
pada sirkulasi.
Evaluasi
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,
apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan
meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
pada sirkulasi.
PENUTUP
Simpulan
nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada
pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)
metabolik.
3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan
pada pasien. Intervensi Dx 1 : kaji tanda – tanda vital, observasi nadi perifer
dan discharge, frekuensi ganti balut, kaji adanya nyeri, lakukan perawatan
luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dan kolaborasi pemberian insulin.
Saran
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh
karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga
kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun
sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.
penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit
Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan
diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,
diabetik.
Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011
1. Tujuan Umum
Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD
Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
diabetik.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klienNy.S dengan Diabetes
ulkus diabetik .
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan
3. Imunologi
4. Usia
5. Obesitas
6. Gaya hidup
Manifestasi klinis
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
(Smeltzer, 2002).
C. Komplikasi
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Diabetes ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar
2. Kronis
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik
saluran kemih.
e. Kaki diabetic
Patofisiologi
Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan
glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.
Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine
yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
e. Pendidikan
g. Stres Mekanik
h. Tindakan Bedah
TINJAUAN KASUS
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di
Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan
dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang
Analisa Data
Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.
DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari
08/05/ 2012
DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)
08/05/ 2012
DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.
DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl
Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan
pada sirkulasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa
yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,
orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat
keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang
menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan
adanya tanda-tanda bahwa pasien menderita penyakit jantung.
Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena
pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya
kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal
Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil
adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara
seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak
Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji
yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi
hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan
pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada
Diagnosa
namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan
intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari
penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,
Implementasi
telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing
masing diagnosa.
pada sirkulasi.
Evaluasi
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,
apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan
meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing-masing diagnosa.
pada sirkulasi.
PENUTUP
Simpulan
nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada
pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)
metabolik.
3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan
pada pasien.
Intervensi : PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh
sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel ß pancreas. Sehingga
kadarnya dalam darah selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun
sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %.
penderita Diabetes Mellitus, agar mengurangi keluhan dan gejala dari penyakit
Diabetes Mellitus. Hal yang dilakukan oleh perawat antara lain: penatalaksanaan
diit dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,
diabetik.
Dari pengambilan data 10 besar penyakit di RSUD Sukoharjo pada tahun 2011
1. Tujuan Umum
Mellitus dan ulkus diabetik pada Ny. S di bangsal Cempaka Bawah RSUD
Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
diabetik.
ulkus diabetik .
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan
3. Imunologi
4. Usia
5. Obesitas
6. Gaya hidup
Manifestasi klinis
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
(Smeltzer, 2002).
C. Komplikasi
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Diabetes ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar
2. Kronis
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik
saluran kemih.
e. Kaki diabetic
Patofisiologi
Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan
glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.
Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine
yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
g. Stres Mekanik
h. Tindakan Bedah
TINJAUAN KASUS
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di
Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan
dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang
Analisa Data
Tgl Data fokus Problem Etiologi 08/05/ 2012 DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien
mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan diuresis osmotik.
DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari
08/05/ 2012
DS : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T : nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada
luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm, lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352
mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll)
08/05/ 2012
DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.
DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl
Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan
pada sirkulasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa
yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,
orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat
keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang
menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan
Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena
pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya
kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal
Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil
adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara
seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak
Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji
yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi
hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan
pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada
Diagnosa
namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan
intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari
penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,
Implementasi
telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing
masing diagnosa.
pada sirkulasi.
Evaluasi
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,
apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan
meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
A. Pengertian
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, di sertai lezi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007).
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan
3. Imunologi
4. Usia
5. Obesitas
6. Gaya hidup
Manifestasi klinis
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
(Smeltzer, 2002).
C. Komplikasi
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Diabetes ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar
2. Kronis
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik
saluran kemih.
e. Kaki diabetic
Patofisiologi
Defesiensi insulin terjadi akibat dari kerusakan sel beta akan menyebabkan
glikosa hepar dan peningkatan lipolisis jika kadar gula dalam darah cukup tinggi.
Ginjal tidak dapat menyerap pembentukan semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa keluar dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih akibatnya akan mengalami peningkatan urine
yang menurun akibat dari asidosis metabolik yang ditandai dengan takikardi akan
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
e. Pendidikan
g. Stres Mekanik
h. Tindakan Bedah
TINJAUAN KASUS
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB di
Bangsal Cempaka Bawah kamar 4A, data atau pengkajian dilakukan dengan
dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang
Analisa Data
Tabel 1.3 Analisa Data
DS : 1. pasien mengatakan sering merasa haus. 2. Pasien mengatakan lemes. Kekurangan volume cairan
diuresis osmotik.
DO : 1. TD ; 160/90 mmHg, N ; 84 kali/menit, Rr; 24kali/menit, T; 36,4°C 2. Mukosa bibir pasien kering, 3.
Denyut nadi periver tidak teraba kuat. 4. Pasien minum 4-5 gelas/hari
08/05/ 2012
P : nyeri tekan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada kaki kanannya samping jempol, S : skala nyeri 7, T
: nyeri saat bergerak hilang timbul setiap saat, DO : 1. Ada luka dikaki sebelah kanan, panjang luka ±10 cm,
lebar ±5 cm warna luka merah muda. 2. Glukosa sewaktu : 352 mg/dl (70-120 mg/dl) 3. Aktifitas pasien dibantu
keluarga (makan, minum, sibin, dll)
08/05/ 2012
DS : 1. Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas. 2. Pasien mengatakan aktivitas dibantu keluarga.
DO : 1. Aktifitas pasien dibantu keluarga (makan, minum, sibin, dll). 2. Pasien terlihat beraktivitas di tempat
tidur. 3. Glukosa 2 jam PP (Normal 80-140mg/dl) : 181 mg/dl
Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian tanggal 08 Mei 2012 jam 16.00 WIB dapat dirumuskan
pada sirkulasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada dasarnya pengkajian yang penulis lakukan adalah sama dengan apa
yang terdapat pada Doenges (2003), adapun hasil yang berbeda adalah pertama,
orang yang datang dan menurut hasil wawancara langsung, pasien masih dapat
keluarga pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah sakit yang
menyebabkan pasien dirawat. Dan dari pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan
Ketiga, tidak adanya riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga, karena
pada hasil pengkajian didapatkan data tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat hipertensi dan stroke. Hal tersebut memungkinkan di pengaruhi oleh gaya
kanul O2 akan tetapi pasien tidak mengalami hambatan dalam bernafas, misal
Keenam, tidak terdapat suara nafas ronkhi. Hal ini ditunjang pada hasil
pemeriksaan auskultasi dengan bunyi vesikuler. Ronkhi berhubungan dengan
adanya akumulasi sekret atau dahak pada jalan nafas sehingga terdengar suara
seperti mendengkur. Hal ini sering dijumpai pada perokok, sementara pasien tidak
Selain itu ada pengkajian pada Doenges (2003) yang belum penulis kaji
yaitu penulis tidak mencantumkan pada beberapa pola pengkajian Doenges tetapi
hanya terkaji sekilas adalah integritas ego dan pernapasan. Hal ini dikarenakan
pada saat penulis mengkaji laporan pendahuluan yang digunakan penulis pada
Diagnosa
Secara umum diagnosa kerperawatan dalam teori tidak jauh berbeda,
namun masih ditemukan beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan
intravaskuler (Carpenito, 2007). Hal ini disebabkan adanya diuresis osmotik (dari
penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering, tugor kulit jelek,
telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi pada masing
masing diagnosa.
pada sirkulasi.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis susun,
apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan
meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
pada sirkulasi.
PENUTUP
Simpulan
nyeri pada kaki, sering merasa cepat haus, tidak nafsu makan, pasien juga
mengeluh lemas / loyo.
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa khusus muncul tiga diagnosa pada
pasien. Diagnosa yang muncul sesuai dengan teori menurut Dongoes (2003)
metabolik.
3. Intervensi yang muncul dalam teori menurut Dongoes (2003) dapat dilakukan
pada pasien. Intervensi Dx 1 : kaji tanda – tanda vital, observasi nadi perifer
dan discharge, frekuensi ganti balut, kaji adanya nyeri, lakukan perawatan
luka dengan teknik aseptik dan antiseptik dan kolaborasi pemberian insulin.
ruang Cempaka Bawah RSUD Sukoharjo dan kesimpulan yang telah penulis
2. Dalam memberikan implementasi tidak harus sesuai dengan apa yang terdapat
pada teori, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien
3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien
merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus
bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, psikiatri dan pekerja
DAFTAR PUSTAKA
Amir A, Hartono R, Pakhri A, Hendrayati. 2004. Perbandingan Metode Penyuluhan Untuk Peningkatan
Pengetahuan Dan Sikap Ketaatan Diit Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Salewangan Maros.
Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Catatan Medical Record RSUD SUKOHARJO, 2011. Prevalensi Diabetes Mellitus. Sukoharjo.
Dongoes, E Marilynn. et al. 2003 : Rencana Asuhan Keperawatan.Pedoman Untuk Pedoman Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.
Maulana, M. 2009. Mengenal Diabetes Melitus, Panduan praktis mengenai penyakit Kencing Manis. Yogyakarta.
Ar ruzz media grup.
Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Suyono, A. W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Smeltzer, C. Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta: FKUI
Price Wilson, A Sylvia. Et al. 2006 :Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.Jakarta: EGC
Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit seperti diabetik
retinopati, retinopati sel sabit, oklusi vena retina, retinopati prematuritas atau sindrom
iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen yang tidak memadai, Vascular
Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor kemotaktik lainnya menginduksi
neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya endotel tight
junction yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu,
komponen berserat yang sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah
yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh tersebut.
Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang tinggi.
Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat membahayakan pembuluh
darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau ablasio. Namun, perdarahan vitreus
dalam bentuk sebuah PVD akut harus diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina
bercukup tinggi (70-95 persen). Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai pembuluh
darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus pada
orang muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab yang jarang dari perdarahan
vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari ekstravasasi darah ke dalam vitreus
karena perdarahan subaraknoid. Sebaliknya peningkatan tekanan intrakranial dapat
menyebabkan venula retina pecah.
(Sumber: Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology: a short textbook; 2009; 287)
Gejala klinis
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau berasap,
ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring laba laba.
Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa
kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan
cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa
menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap.
Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai bayangan
kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan kecil
tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya.
Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya
tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena
keluhan floaters ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,
misalnya ablasio retina atau perdarahan di vitreus.
Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru, perdarahan
vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan vitreus
cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya.
Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus. Pengecualian
mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut
sekunder yang parah atau trauma.
Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia sickle
sel, leukemia dan miopia tinggi. Pemeriksaan lengkap terdiri dari oftalmoskopi langsung
dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi neovaskularisasi sudut, TIO dan
B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap segmen posterior tertutup oleh darah.
Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat membantu memberikan petunjuk etiologi dari
perdarahan vitreus, seperti retinopati diabetik proliferatif.
Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dan semakin
banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya. Dapat pula
dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh hemorrhage” atau sudah lama “clotted
hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran
yang sejajar di B-scan ultrasonografi. Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk
dideteksi. Pada slit lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya
set “off-axis” dan mikroskop pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan,
pandangan ke retina dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat
ditentukan.
Gambar. Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior
(Sumber: Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ, ed.
Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 228)
Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam ruang
potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar seperti
hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki batas
dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan dari
segmen posterior.
Penatalaksanaan
Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi jika tidak
dapat diperiksa secara oftalmoskopi . Vitrektomi dilakukan segera apabila teridentifikasi.
Jika pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan
pembatasan kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-45° sehingga
memungkinkan darah untuk turun ke inferior agar dapat terlihat periferal fundus superior.
Robekan retina dapat dilihat dengan kriotherapi atau laser fotokoagulasi. Jika ablasio
retina telah dikesampingkan, pasien dapat kembali ke aktifitas normal serta hindari
penggunaan obat anticlotting seperti aspirin dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
www.Jasa Jurnal.com
Layanan pencarian jurnal dan penerjemahan jurnal kedokteran bergaransi
Kontak:
LINE ID
Pencarian Jurnal : Jasajurnal3
Terjemah: Jasajurnal4 atau JasaJurnal 5
Email : center.jasjur@gmail.com
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA
A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya
destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)
B. Etiologi
Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-
keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson,
sindrom defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
o Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae,
sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatrik kornea.
Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala
obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
Fotofobia
Rasa sakit dan lakrimasi
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor
pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
o Streptokokok pneumonia
o Streptokokok alfa hemolitik
o Pseudomonas aeroginosa
o Klebaiella Pneumonia
o Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen
opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva,
atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan
infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :
o Stafilokukkus epidermidis
o Streptokokok Beta Hemolitik
o Proteus
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah
:
Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung.
Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia
Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor
penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa
kontak yang telah lama digunakan.
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi
abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi
kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
terhadap Stafilokokus Aureus.
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini
ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan
menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan
mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami
kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein,
cairan lensa kontak.
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna
keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar
dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge
kental berwarna kuning kehijauan.
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat
diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral.
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
o Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
o Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang
yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang
berada di lingkungan hidup.
o Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka
faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea
yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering
dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama
dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan
Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap
makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun
disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi
dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya.
Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.
1. Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea,
bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.
Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag
tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus
ditepiya terlihat bagian yang bening.
3. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran
khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya
kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan
kornea terkenai.
. Penatalaksanaan :
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang
sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan
pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga
kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan
tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan
midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata
(patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol,
karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.
F. Pemeriksaan Diagnostik :
1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan
)
2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
5. Pemeriksaan EKG
6. Tes toleransi glukosa
G. Pengkajian :
(Doenges, 2000)
Intervensi :
Intervensi :
o Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
o Orientasikan pasien pada ruangan
o Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
o Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
o Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata
Intervensi :
Intervensi :
o Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala,
komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
o Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat
Kriteria hasil :
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Hipersensitivitas
PATHWAY
Menginfeksi Kornea
PERFORASI KORNEA
ULKUS
Senin, 16 Juni
2008
ASUHAN
TIO Meningkat Perubahan Persepsi Sensori :
KEPERAWATAN
Penglihatan
PADA PASIEN
DENGAN ULKUS
KORNEA
A. Pengertian
Keratitis
Penglihatan Terganggu Resikoyang
Cidera
ulseratif lebih
dikenal sebagai
Senin, 16kornea
ulserasi Juni
2008
yaitu terdapatnya
destruksi
Harga Diri Rendah
ASUHAN
(kerusakan) pada
KEPERAWATAN
bagian epitel
PADA PASIEN
kornea. (Darling,H
DENGAN ULKUS
Vera, 2000, hal 112)
KORNEA Body Image
Gangguan
A.IB. Etiologi
Pengertian
FaktorKeratitis
penyebabnya
ulseratif yang lebih
antara lain:
dikenal sebagai
ulserasi kornea
Kelainan
DAFTAR PUSTAKA