Anda di halaman 1dari 19

Journal Reading

DIAGNOSIS RADIOLOGI TUBERKULOSIS (TB) PARU PADA


PELAYANAN PRIMER

Oleh
Prisela Zharaswati 1702612033
Gusti Ayu Dea Dwi Apriza D 1702612035
I Made Agus Sudantha 1702612114

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


DEPARTEMEN/KSM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2019

i
Journal Reading

DIAGNOSIS RADIOLOGI TUBERKULOSIS (TB) PARU PADA


PELAYANAN PRIMER

Oleh
Prisela Zharaswati 1702612033
Gusti Ayu Dea Dwi Apriza D 1702612035
I Made Agus Sudantha 1702612114

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


DEPARTEMEN/KSM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya, Journal Reading “Diagnosis Radiologi Tuberkulosis (TB) Paru pada
Pelayanan Primer” dapat diselesaikan. Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di SMF/Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

Semua tahapan laporan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya berkat


dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad (K) selaku pembimbing journal
reading kami di Bagian/KSM Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dokter-dokter spesialis radiologi di Bagian/KSM Radiologi FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar.
3. Rekan-rekan sejawat (Dokter Residen dan Dokter Muda) di Bagian/KSM
Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
4. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan journal reading ini.
Diharapkan hasil laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan
dapat menjadi inspirasi dalam perencanaan kegiatan dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia dan khususnya di Bali.

Denpasar, Mei 2019

Penulis

iii
ISSN 2469-5793 Al Ubaidi. J Fam Med Dis Prev 2018, 4:073
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073
Volume 4 | Issue 1
Open Access
Jurnal
Kedokteran Keluarga dan Pencegahan Penyakit

DIAGNOSIS RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU (TB) PADA


PELAYANAN PRIMER

Basem Abbas Al Ubaidi*

Konsultan Dokter Keluarga, Menteri Kesehatan, Kerajaan Bahrain

*Corresponding author: Basem Abbas Al Ubaidi, Consultant Family Physician, Ministry of Health,
Kingdom of Bahrain,E-mail: bahmed1@health.gov.bh

Abstrak

Program screening Bahrain terutama bergantung pada penggunaan rontgen dada dan
PPD, dimana tidak menggunakan pertanyaan mengenai gejala dari keduanya dan Xpert
MTB / RIF (XP). Kunci pentingnya adalah untuk mengajar dan melatih semua dokter
dalam mendeteksi gejala awal dengan temuan rontgen TB Paru yang aktif, tidak aktif,
dan mendiagnosis TB paru laten.

Kata Kunci
Program skrining TB, Tes konfirmasi TB, Penemuan radiologi TB, Sensivitas dan
spesifitas tes skrining TB

Pendahuluan
Penetapan program skiring TB berstandar internasional sangat penting dalam
deteksi dini TB aktif di Bahrain dan melatih Dokter Pelayanan merupakan hal yang
sangat vital dalam deteksi dini kasus TB aktif [1].
Skrining TB merupakan suatu proses identifikasi pada orang yang tampaknya
sehat dengan kecurigaan adanya TB aktif dengan menggunakan tes, pemeriksaan, atau
prosedur lain yang harus dilakukan pada kelompok resiko tinggi [2,3].

Halaman 1 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Metode paling baik untuk skrining TB yaitu pertanyaan gejala dan Chest
radiograph (CXR) yang tergantung pada ketersediaan sumber daya, biaya, dan hasil
yang diharapkan [4,5].
Tiga tes skrining konvensional TB adalah gejala menggunakan kuisoner dengan
menanyakan adanya batuk produktif yang lama, haemoptisis, demam malam hari,
berkeringat malam hari, penurunan berat badan, dan nyeri dada pleuritis, disamping
chest x-ray (CXR) dan tes skrining PPD. Sensitivitas pertanyaan mengenai gejala dan
CXR merupakan yang paling baik dibanding metode yang lain, dimana metode ini
mencerminkan setiap ketidaknormalan CXR pada orang yang bergejala [4,6].
Dua tes konfirmasi dari TB aktif adalah sputum-smear microscopy (SSM) dan
Xpert MTB/RIF (XP). Namun, penilaian sebagian besar dokter untuk mendiagnosis TB
aktif berasal dari kuisoner pertanyaan dari gejala dan temuan radiografi dada. Setiap
pasien yang tidak respon terhadap antibiotik spektrum luas yang singkat harus dinilai
kembali untuk kemungkinan adanya TB yang tidak terdeteksi [7].
Sensivitas dan spesifitas dari gejala dengan kuisoner adalah 77% dan 66%,
sedangkan untuk PPD lebih baik yaitu 89% dan 89%, sementara itu untuk CXR
mencapai 86% dan 89% [8].
Sensivitas dan spesifitas dari dua tes konfirmasi adalah 61% dan 98% pada SSM.
Sementara itu, XP mencapai yang paling tinggi yaitu 90% dan 99%. Analisis sensivitas
dan spesivitas bergantung pada beberapa faktor; seperti adanya status HIV, usia pasien,
tingkat keparahan penyakit, latar belakang epidemiologi, proses pemeriksaan sputum
dan teknik pengecatan sputum, dan kualitas diagnostiknya [7,9,10].

Diskusi
Tidak ada algoritma universal yang ideal pada pelayanan primer. Meskipun
demikian, solusinya bisa berupa tes skrining yang diikuti oleh satu tes konfirmasi atau
satu tes skrining yang diikuti oleh dua tes konfirmasi sekuential atau dua tes skrining
secara paralel yang diikuti oleh satu tes konfirmasi atau dua tes skrining berikutnya
yang diikuti oleh satu tes konfirmasi [11].

Page 2 of 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Tuberkulosis paru primer aktif adalah penyakit yang biasanya dialami pada
masa bayi atau dewasa muda yang tidak terpapar Basil Mycobacterium Tuberculosis.
Gambaran tuberkulosis paru primer aktif ini dapat terlihat seperti konsolidasi pada
pneumonia (opasitas padat yang homogen atau opasifikasi berupa bercak-bercak)
dimana paling sering pada lobus tengah dan bawah dengan atau tanpa limfadenopati
hilus yang biasanya disebut dengan kompleks Ghon. Gambaran radiologis lain dari
tuberkulosis paru primer aktif adalah opasitas milier atau adanya efusi pleura atau bisa
juga terlihat edema paru (Garis Kerely B) (Gambar 1-6) [12,13].

Gambar 1. X-ray dada yang Gambar 2. X-ray dada yang


menunjukkan opasitas homogen dan menunjukkan adenopati hilar bilateral
padat di lobus kanan, tengah, dan pada TB paru primer.
bawah pada TB Paru Primer.

Halaman 3 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Gambar 3. X-ray dada yang Gambar 4. X-ray dada yang


menunjukkan opasitas yang tidak menunjukkan kekeruhan milier
merata pada paru-paru kanan atas dan bilateral yang difus pada TB paru
tengah dengan bayangan fibrotik primer.
kanan kiri disertai limfadenopati hilus.

Gambar 5. X-ray dada yang Gambar 6. X-ray dada yang


menunjukkan opasitas pleural yang menunjukkan garis Kerley B
padat dengan efusi di paru kiri karena edema interstitial (hanya
bawah pada TB paru primer pada anak-anak) pada TB Paru
Primer
Halaman 4 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Namun, terdapat banyak gambaran hasil rontgen dada dari TB yang tidak aktif
seperti fibrosis, kalsifikasi yang persisten (Ghon's
fokus), dan tuberkuloma (adanya massa yang persisten seperti opasitas) [12,13].
Fokus Ghon adalah lesi TB yang berupa granulomatosa kecil di bagian superior
lobus bawah atau bagian inferior dari lobus atas, sedangkan kompleks Ghon
adalah fokus Ghon yang sama disertai dengan adenopati hilar kelenjar getah bening
(Gambar 7-9) [12,13].

Gambar 7. X-ray dada yang Gambar 8. X-ray dada yang menunjukkan


menunjukkan kompleks Gohn dari TB fokus Ghon sebagai jaringan parut yang
Aktif . terkalsifikasi persisten.

Gambar 9. X-ray dada yang menunjukkan


tuberculoma halus sebagai massa persisten
menyerupai opasitas.

Halaman 5 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Selain itu, tuberkulosis paru post primer aktif (reaktivasi TB atau TB sekunder)
dapat terjadi lagi dan menjadi penyakit saat dewasa dimana pasien sebelumnya sudah
terpapar basil Mycobacterium TB minimal dalam dua tahun terakhir ketika kekebalan
pasien memburuk. Penemuan x-ray pada TB post-primer dapat memperlihatkan adanya
konsolidasi yang tidak jelas (patchy consolidation) dengan lesi kavitas atau penyakit
fibroproliferatif dengan kepadatan retikulonodular kasar yang melibatkan segmen
posterior dari lobus atas, atau segmen superior dari lobus bawah yang menyebar ke
endobronkial sehingga memberikan tampilan "tree-in-bud" [13-15]. Adanya lesi
nodular dengan batas yang tidak jelas dan menunjukkan suatu kepadatan berbentuk
bulat di dalam parenkim paru disebut juga dengan hazy tuberculoma (Gambar 10-14)
[15].

Gambar 10. X-ray dada yang Gambar 11. X-ray dada yang
menunjukkan lesi kavitas di bagian menunjukkan lesi kavitas dan air-fluid
atas paru kiri TB Paru post-primer. level pada lobus bawah kiri dan tengah
paru kanan post-primer TB paru.

Halaman 6 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Gambar 12. X-ray dada yang Gambar 13. X-ray dada menunjukkan
menunjukkan lesi fibroproliferatif retikulonodular kasar pada paru kanan
pada paru-paru kanan atas pada TB
bawah TB paru post-primer
paru post-primer.

Gambar 14. X-ray dada


memperlihatkan nodul dengan batas
yang tidak jelas atau kurang dapat
didefinisikan (tree-in bud sign) TB
paru post-primer.

Halaman 7 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Sekuel akhir dari TB sekunder yaitu jaringan parut fibrokalsifikasi, jaringan


parut fibronodular dengan kolaps lobus, bronkiektasis traksi, impaksi mukoid,
penebalan pleura, dan kalsifikasi pleura (Gambar 15-21) [15].

Gambar 15. X-ray dada menunjukkan Gambar 16. X-ray dada menunjukkan
jaringan parut fibrokalsifikasi sebagai nodul berbentuk bulat dengan tepi
opasifikasi pada ruang udara atau bulat tanpa kalsifikasi.
kekaburan di antara atau sekitar
densitas tersebut.

Gambar 17. X-ray dada menunjukkan Gambar 18. Nodul diskrit dengan
adanya fibrotik dengan adanya adanya kehilangan volume atau
kehilangan volume atau penarikan retraksi- satu atau lebih nodular
dengan deviasi fisura atau hilum ke dengan batas yang terpisah dan tidak
atas pada sisi yang terkena serta terdapat opasifikasi di rongga udara
volume asimetri dari kedua rongga dengan pengurangan ruang pada lobus
torak. atas. Nodul berbentuk bulat atau
berbatas bulat.

Halaman 8 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Gambar 19. X-ray dada menunjukkan Gambar 20. X-ray dada menunjukkan
loss of volume atau kolaps pada lobus. gambaran bronkiektasis bilateral pada
TB paru post-primer

Gambar 21. X-ray dada menunjukkan


penebalan pleura TB paru post-primer.

Halaman 9 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Pada umumnya, dokter harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap
lesi TB aktif dan harus dapat membedakannya dari lesi TB yang tidak aktif (Tabel 1)
[16,17].

Infeksi TB laten merupakan individu yang dengan x-ray dada yang rutin, dan
apusan sputum negatif, serta mempunyai skin test positif (PPD/TST) (tabel 2) atau hasil
tes darah IGRA mengindikasikan infeksi TB sebelumnya.

Dokter harus mengetahui penyebab adanya positif palsu dari rekasi PPD (misal,
infeksi non-tuberkulosis mikobakteria, vaksinasi BCG sebelumnya, administrasi yang
salah, interpretasi yang salah dari reaksi, antigen yang digunakan salah). Demikian
juga, dokter harus mengetahui penyebab negatif-palsu reaksi PPD (misal, imunitas
rendah, infeksi TB baru atau lama, masa bayi awal ≤ 6 bulan, vaksinasi virus hidup
atau penyakit, administrasi PPD yang salah, dan interpretasi rekasi yang salah) [16,17].

PPD kontraindikasi terhadap orang yang memiliki reaksi yang berat


sebelumnya (misal, nekrosis akut, blister, syok anafilaksis, atau ulserasi) terhadap TST
[18].

Terapi pada infeksi TB laten adalah regimen rifapentine ditambah dengan


isoniazid sekali seminggu selama 3 bulan atau INH untuk 9 bulan.

Halaman 10 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Tabel 1. Lesi Radiologikal dari TB paru aktif dan inaktif

TB Paru Aktif TB Paru Inaktif Penemuan Inkonsisten


pada Paru

 Pneumonia lobaris  Kolaps lobar  Penebalan pleura


 Bronkopneumonia (atelektasis)  Diaphragmatic
 Limpadenopati  Bronkiektasis tenting
hilar  Kalsifikasi hilar  Sudut
 Kompleks gohn  Fokus gohn kotoprenikus
 Efusi pleura luas  Efusi pleura tumpul
 Pasiti milier minimal,  Nodul yang
 Garis Kerely B penebalan terkalsifikasi

 Lesi kavitas pleura, soliter atau

 Fibroproliferatif kalsifikasi pleura granuloma

 Retikulonidular  Jaringan parut  Penemuan

 Gambaran fibrosis dengan muskuloskeletal

endobronkial “tree volume loss minor

in bud”  Tuberculoma  Penemuan

 Fibrosistik atau  Impaksi mukoid cardiac minor

fibronodular ≥ 1  Lesi
cm fibrokalsifik
 Fibrosistik atau
fibronodular ≤

Halaman 11 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Tabel 2. Klasifikasi Reaksi Skin Test Tuberkulin Positif (PPD)

Indurasi ≥ 5 mm Indurasi ≥ 10 mm Indurasi ≥ 15 mm

-Terdapat kontak pada - Pasien usia lanjut - Tidak


pasien dengan TB aktif mengetahui
- Imigran atau pekerja
faktor resiko
- Orang dengan asing yang berasal dari
untuk TB
perubahan fibrotik pada negara dengan
radigrafi toraks yang prevalensi tinggi (< 5
konsisten dengan tahun)
gambaran TB
- Bayi, anak-anak, atau
-Pasien dengan orang dewasa dengan
tranplantasi organ resiko tinggi

-Pasien imunosupresi -Pengguna obat IV


(misal: prednison> 15
- Petugas kesehatan
mg/hari untuk 1 bulan
atau lebih, konsumsi - Gaya hidup detrimental
TNF-a antagonis) (akomodasi yang ramai,
pengguna narkoba atau
-Pasien HIV
peminum alkohol)

-orang yang dipenjara

-Pasien dengan penyakit


dasar yang terkait

-Pasien yang dalam


perawatan di rumah

Halaman 12 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

Kesimpulan
Menetapkan program skrining TB berstandar nasional sangat penting untuk
deteksi dini TB paru aktif. Metode terbaik untuk skrining tuberkulosis adalah paralel
baik pertanyaan mengenai gejala dan radiografi dada (CXR). Dokter sebaiknya dilatih
untuk mendiagnosis secara dini TB aktif dimana harus dapat membedakan tanda
radiologis aktif dan tidak aktif. Dokter harus memberikan diagnosis infeksi TB laten
dan memberikan manajemen yang tepat. Algoritma TB harus disederhanakan dan
diperbarui secara berkala.

Potensi Konflik Kepentingan


Tidak ada

Minat Persaingan
Tidak ada

Pensponsoran
Tidak ada

Halaman 13 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

DAFTAR PUSTAKA

1. Al Ubaidi BA (2015) Tuberculosis Screening Among Expatriate in Bahrain. Int J


Med Invest 3: 282-288.

2.https://www.gov.uk/guidance/tuberculosis-screening

3. Lonnroth K, Corbett E, Golub J, Godfrey-Faussett P, Uplekar M, et al. (2013)


Systematic screening for active tuberculosis: rationale, definitions and critical
considerations. Int J Tuberc Lung Dis 17: 289-298.

4. van’t Hoog AH, Langendam MW, Mitchell E, Cobelens FG, Sinclair D, et al.
(2013) A Systematic Review of the Sensitivity and Specificity of Symptom- and
Chest-Radiography Screening for Active Pulmonary Tuberculosis in HIV-Negative
Persons and Persons with Unknown HIV Status.

5. van’t Hoog AH, Meme HK, Laserson KF, Agaya JA, Muchiri BG, et al. (2012)
Screening strategies for tuberculosis prevalence surveys: the value of chest
radiography and symptoms. PLoS One 7: e38691.

6. van’t Hoog AH, Laserson KF, Githui WA, Meme HK, Agaya JA, et al. (2011)
High prevalence of pulmonary tuberculosis and inadequate case finding in rural
western Kenya. Am J Respir Crit Care Med 183: 1245-1253.

7. Steingart KR, Henry M, Ng V, Hopewell PC, Ramsay A, et al. (2006)


Fluorescence versus conventional sputum smear microscopy for tuberculosis: a
systematic review. Lancet Infect Dis 6: 570-581.

8. Steingart KR, Sohn H, Schiller I, Kloda LA, Boehme CC, et al. (2014) Xpert(R)
MTB/RIF assay for pulmonary tuberculosis and rifampicin resistance in adults
(updated). Cochrane Database Syst Rev 1: CD009593.

Halaman 14 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

9. Steingart KR, Ng V, Henry M, Hopewell PC, Ramsay A, et al. (2006) Sputum


processing methods to improve the sensitivity of smear microscopy for tuberculosis:
a systematic review. Lancet Infect Dis 6: 664-674.

10. Cattamanchi A, Davis JL, Pai M, Huang L, Hopewell PC, et al. (2010) Does
bleach processing increase the accuracy of sputum smear microscopy for diagnosing
pulmonary tuberculosis? J Clin Microbiol 48: 2433-2439.

11. van’t Hoog AH, Onozaki I, Lonnroth K (2014) Choosing algorithms for TB
screening: a modelling study to compare yield, predictive value and diagnostic
burden. BMC Infect Dis 14: 532.

12. Burrill J, Williams CJ, Bain G, Conder G, Hine AL, et al. (2007) Tuberculosis: a
radiologic review. Radiographics 27: 1255-1273.

13.http://radiopaedia.org/articles/primary-pulmonary-tuberculosis

14. Harisinghani MG, Mcloud TC, Shepard JA, Ko JP, Shroff MM, et al. (2000)
Tuberculosis from head to toe. Radiographics 20: 449-470.

15. http://radiopaedia.org/articles/post-primary-pulmonary-tuberculosis-1

16. Sanofi Receives FDA Approval of Priftin® (Rifapentine) Tablets for the
Treatment of Latent Tuberculosis Infection.

17. Sterling TR, Villarino ME, Borisov AS, Shang N, Gordin F, et al. (2011) Three
months of rifapentine and isoniazid for latent tuberculosis infection. N Engl J Med
365: 2155-2166.

18.http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.htm

19.http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/general/LTBIandActiveTB.htm

20. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell R (2007) Robbins Basic Pathology. (8th
edn), Saunders Elsevier, 516-522.

Halaman 15 dari 16
DOI: 10.23937/2469-5793/1510073 ISSN: 2469-5793

21. Rossi SE, Franquet T, Volpacchio M, Gimenez A, Aguilar G (2005) “Tree-in-


Bud Pattern at Thin-Section CT of the Lungs: Radiologic-Pathologic Overview”.
Radiographics 25: 789-801.

22.http://www.bing.com/images/search?q=Pleural+thickening+x+ray&FORM=HDR
SC

23.http://www.bing.com/images/search?q=diaphragmatic+tenting+x+ray&go=Submit
+Query&qs=ds&form=QBIR

24.http://www.bing.com/images/search?q=blunting+of+-
costophrenic+angle+x+ray&go=Submit+Query&qs=ds&- form=QBIR

25.http://www.bing.com/images/search?q=solitary+pulmonary+calcified+nodules++
&go=Submit+Query&qs=ds&- form=QBIR

26.http://www.bing.com/images/search?q=+calcific+pulmonary+granuloma++&go=
Submit+Query&qs=ds&- form=QBIR

Halaman 16 dari 16

Anda mungkin juga menyukai