Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Pembimbing:
dr. Lily Zulkarnain, Sp.A

Disusun Oleh :
Eva Liyanti
030.14.057

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSAL DR. MINTOHARDJO JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 29 April – 13 Juli 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul
“Kejang Demam Kompleks”. Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSAL Dr.
Mintohardjo Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian
presentasi kasus ini, terutama kepada dr.Lily Zulkarnaen, Sp.A selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga
presentasi kasus ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan presentasi kasus ini tidak lepas
dari kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai
saran dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap
semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam
bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu kesehatan anak.

Jakarta, 9 Mei 2019

Eva Liyanti
030.14.057

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Judul:
KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Penyusun:
Eva Liyanti
030.14.057

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing :


dr. Lily Zulkarnaen, Sp.A

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepanitraan klinik
Dapartemen Ilmu Kesehatan Anak di RS TNI AL Dr. Mintohardjo
Periode 29 APRIL – 13 JULI 2019

Jakarta, 9 Mei 2019

Pembimbing :
dr. Lily Zuklarnaen, Sp.A

2
DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR...................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................2
DAFTAR ISI ……….....................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan …................................................................................4
BAB II Laporan Kasus .............................................................................5
2.1 Anamnesis …………...................................................................6
2.2 Pemeriksaan fisik ....................................................................12
2.3 Pemeriksaan Penunjang............................................................15
2.4 Ringkasan …………..................................................................16
2.5 Diagnosis Kerja …….................................................................17
2.6 Diagnosis Banding ….................................................................17
2.7 Pemeriksaan Anjuran ...............................................................17
2.8 Penatalaksanaan…….................................................................17
2.9 Prognosis ………….................................................................17
2.10 Lembar Follow up ...................................................................18
2.11 Analisa Kasus …………...........................................................21
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................23
3.1 Definisi …………........................................................................23
3.2 Epidemiologi ...........................................................................23
3.3 Etiologi ..............................................................................24
3.4 Patofisiologi …………............................................................24
3.5 Klasifikasi ……....................................................................25
3.6 Manifestasi Klinis …...............................................................27
3.7 Diagnosis ……………...............................................................28
3.8 Diagnosis Banding……..............................................................30
3.9 Penatalaksanaan …….............................................................31
3.10 Komplikasi ……....................................................................37
3.11 Pencegahan .……..............................................................38
3.12 Prognosis …...............................................................38

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….39

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38 o C ) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan
sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang
demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam
tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf
seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.3 Dahulu Livingston membagi
kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered
of by fever).
Hampir 3% anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya.
Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi
serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan.
Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita
mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

4
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

STATUS PASIEN
Pembimbing : dr. Lily, Sp.A Tanda tangan :
Nama Mahasiswa : Eva Liyanti
NIM : 030.14.057
IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. S Suku Bangsa : Jawa
Umur : 2 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan :-
Alamat : Jl. Perjompongan Rt 005/006 Kel Benhil Tahan Abang
ORANG TUA/ WALI
AYAH
Nama : Tn. A Agama : Islam
Umur : 30 tahun Pendidikan : D3
Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Perjompongan Rt 005/006 Kel Benhil Tahan Abang
Gaji : Rp. 4.000.000

IBU
Nama : Ny. D Agama : Islam
Umur : 28 tahun Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Sunda Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Perjompongan Rt 005/006 Kel Benhil Tahan Abang
Hubungan dengan orang tua : anak kandung/angkat/tiri/asuh

5
2.1 ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 3 Mei 2019,
pukul 12.00 WIB di Bangsal Pulau Laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta

KELUHAN UTAMA
Kejang sejak jam sejak ± 8 jam SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
demam (+) nyeri kepala (+) batuk (+), pilek (+)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien   datang   ke   IGD   RSAL   Mintohardjo   pada   tanggal   30   april   2019   pukul

15.00. Keluhan  pasien demam sejak  2 minggu  yang lalu  smrs, demam  tinggi

dirasakan sepanjang hari dan naik turun, Ibu pasien menyatakan sebelum kejang

pasien mengalami demam. pasien dirawat di Rs Sumber Waras Cirebon selama 5

hari. 3 hari setelah dirawat pasien kejang. Kejang dialami sebanyak 3 kali dengan

jarak ± 1-2 jam.  Saat kejang seluruh tubuh pasien kaku dan kedua mata pasien

mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa, kedua kaki

dan salah satu tangan kaku disertai gerakan­gerakan kejut yang kuat. Setelah kejang, pasien

sadar, langsung menangis. Total kejang dari 3 hari setelah dirawat di Rs Sumber

Waras Cirebon hingga saat ini mencapai 20x. Pasien mengeluh batuk berdahak

dan pilek sejak 6 hari yang lalu, dahak berwarna putih. Nafsu makan pasien baik.

BAB normal 2­3x perhari. BAK normal 4­5x/hari berwarna kuning. 

6
Riwayat penyakit dahulu:

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteri - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam - Kejang - Darah -
berdarah
Demam - Kecelakaan - Radang paru -
tifoid
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi Lainnya -

Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga:


Ibu pasien mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanak-kanaknya dan
tidak mempunyai riwayat batuk-batuk. Kejang terjadi pada waktu ibu pasien
berumur 2 tahun, terjadi sebanyak 1kali

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Rutin setiap bulan ke dokter kandungan
Penyakit Kehamilan Tidak ada penyakit kehamilan

7
KELAHIRAN

Tempat Kelahiran Rumah Sakit


Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan Normal
Masa Gestasi 39 minggu
Riwayat kelahiran Berat Badan: 3200 gram
Panjang Badan Lahir: ibu pasien tidak ingat
Lingkar kepala: ibu pasien tidak ingat
Langsung menangis/tidak langsung menangis
APGAR score: ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan: tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 13 bulan
Baca dan tulis : 5 tahun
Perkembangan pubertas : Suara sudah mulai memberat
Gangguan Perkembangan : Tidak ada
Kesan : Tumbuh kembang pasien sesuai usia

RIWAYAT IMUNISASI

8
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bulan

DPT/DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -


Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Tifoid - - - - - - -
MMR 15 bulan - - -
Kesan : imunisasi dasar lengkap dan ulangan tidak dilakukan karena ibu pasien
tidak mengetahui

RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI - √ √
8 – 10 ASI √ √ √
10-12 ASI √ - √
Kesan : ASI eksklusif selama 6 bulan, selanjutnya diberikan ASI dan makanan
pendamping. Pemberian makanan secara kuantitas baik

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi / Pengganti 3x/hari
Sayur 6x/minggu
Daging 5x/minggu
Telur 2x/minggu
Ikan 1x/minggu
Tahu 3x/minggu
Tempe 3x/minggu
Susu (merk / takaran) -
Kesan : Makanan cukup bervariasi

9
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR
Diare Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah -
Tuberculosis - Demam Tifoid -
Kejang Demam - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Herpes di ketiak -

RIWAYAT KELUARGA
Corak Produksi
Tanggal
Jenis Lahir Mati Ket.
No lahir Hidup Abortus
kelamin mati (sebab) kesehatan
(umur)
1. 2 tahun Perempuan Ya - - - Pasien

DATA KELUARGA
Ayah Ibu
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

10
Riwayat kejang (+) Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-),
penyakit neurologis (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), penyakit kelainan
darah dalam keluarga disangkal.

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga lain/ orang serumah


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit ataupun keluhan serupa
dengan pasien

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Rumah pribadi
Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama dengan ayah, ibu. Rumah satu lantai, beratap asbes,
berlantai ubin, dan berdinding tembok. Kamar tidur berjumlah 3, kamar mandi
berjumlah 1, terdapat dapur, ruang makan, ruang tamu, serta teras yang berjumlah
1 di depan rumah. Ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dari air
PAM. Peralatan makan dicuci menggunakan air PAM, tidak selalu direndam di air
mendidih. Sumber air minum dari air minum isi ulang merk Vit. Sampah dibuang
ke tempat sampah dan setiap hari dikumpulkan di tempat sampah depan rumah.

Keadaan lingkungan :
Rumah berada di lingkungan yang tidak terlalu padat penduduk, jarak antar
rumah ± 1 meter. Kondisi lingkungan baik, aliran got terbuka, lancar tidak
tersumbat walaupun hujan lebat. Tidak pernah banjir dan tempat pembuangan
sampah jauh dari rumah dan diangkut oleh petugas setiap hari.
Kesan : Kondisi rumah baik, layak dihuni. Kondisi lingkungan baik

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

11
Tanggal : 3 Mei 2018
Pukul : 13.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital
TD : 110/70
Nadi : 120x/menit kuat, isi cukup, equal kanan dan kiri, regular
Suhu : 37,8℃
Respirasi : 24x/menit
Data antropometri : BB : 14 kg TB: 89 cm
Status gizi : BB/U : Persentil 0-2
PB/U : Persentil 0-2
Kesan : Gizi baik

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran : normocephali, wajah simetris, tidak terdapat lesi atau
hematoma
Rambut dan kulit kepala : rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut,
jejas (-)
Mata : mata tidak tampak cekung, palpebra tidak ada
kelainan, konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-),
kornea jernih (+/+), lensa jernih (+/+), pupil isokor
(+/+) ø 3mm, refleks cahaya langsung (+/+) refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : normotia, nyeri tekan (-), nyeri tarik (-), serumen (-)
Hidung : sekret (-), deformitas (-), deviasi septum (-), nafas
cuping hidung (-)

12
Bibir : warna kemerahan bibir kering (-), sianosis
(-), anemis (-), edema (-) ulkus (-)
Mulut : trismus (-), hiperemis mukosa (-) simetris
Gigi-geligi : caries (-)
Lidah : normoglotia, artrofi papil lidah (-), lidah kotor (-)
Tonsil : T1-T1 tampak tenang
Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris, uvula di tengan
LEHER :
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
THORAKS
Dinding thoraks
I : bentuk datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
PARU
I : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi
P : gerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, vocal fremitus
sama kuat di kedua lapang paru
P : sonor di kedua lapang paru
Batas paru kanan – hepar : linea midclavicularis dextra ICS VI
Batas paru kiri – gaster : linea axillaris anterior sinistra ICS VIII
A : Suara napas vesikular (+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-)

JANTUNG
I : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra, thrill (-)
P : redup

Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung : linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung : linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A : bunyi jantung I & II reguler, murmur (-) gallop (-)

13
ABDOMEN
I : bentuk datar, simetris
A : bising usus (+) 4x/menit
P : supel, nyeri tekan (-) (+) nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani seluruh regio abdomen

ANUS
Tidak ada kelainan

GENITAL
Genitalia perempuan, tidak ada kelainan

ANGGOTA GERAK
Simetris, deformitas (-), akral hangat, capillary refill time < 2 detik, pergerakan
tidak terbatas dan tidak nyeri gerak, oedem (-)

KULIT
Warna kulit kuning, bintik kemerahan(-) dipaha dan lengan, tidak ada efloresensi
yang bermakna

KELENJAR GETAH BENING


Tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+, Patella +/+, Achilles +/+
Refleks patologis : Babinsky -/- , Chaddok -/- , Tanda rangsang meningeal (-)

2.3 pemeriksaan penunjang

30 april 2019 / 17.49 / rsal dr.mintohardjo

14
Hematologi
Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 10600 /ul 5.000-10.000
Eritrosit 4.21 Juta/ul 4,2-5,4
Hemoglobin 11.2 G/dl 10,8-15,6
Hematokrit 34 % 33-45
Trombosit (plt) 543000 Ribu/ul 150000-450000
30 april 2019 / 17.49 / rsal dr.mintohardjo
Hematologi
Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 10600 /ul 5.000-10.000
Eritrosit 4.21 Juta/ul 4,2-5,4
Hemoglobin 11.2 G/dl 10,8-15,6
Hematokrit 34 % 33-45
Trombosit (plt) 543000 Ribu/ul 150000-450000

15
2.4 RINGKASAN
Pasien datang ke IGD RSAL Mintohardjo pada tanggal 30 april 2019 pukul

15.00. Keluhan pasien demam sejak 2 minggu yang lalu smrs, demam tinggi

dirasakan sepanjang hari dan naik turun, pasien kejang. Kedua kaki dan tangan

kaku disertai gerakan­gerakan kejut yang kuat dan kejang­kejang selama kurang lebih 1

menit   .  Saat   kejang   seluruh   tubuh   pasien   kaku   dan   kedua   mata   pasien

mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah

kejang,   pasien   sadar,   langsung   menangis   dan   mengalami   keringat   dingin.

Total kejang dari 3 hari setelah dirawat di Rs Sumber Waras Cirebon hingga

saat ini mencapai 20x. Pasien mengeluh batuk berdahak dan pilek sejak 6

hari yang lalu, dahak berwarna putih. Nafsu makan pasien baik. BAB normal

2­3x perhari. BAK normal 4­5x/hari berwarna kuning. 
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang,
dengan kesadaran compos mentis dan status gizi baik. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan Tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu
37,8 C, Pernapasan 24 kali permenit, dan Nadi 120 kali per menit. Pada
pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan leukosit (10600)
Hb (11,2) hematokrit (34) trombosit (543.000) eritrosit (4.21)

1
2.5 DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks

2.6 DIAGNOSA BANDING


Epilepsi yang diprovokasi demam

2.7 PEMERIKSAAN ANJURAN


Elektroensefalogram (EEG)

2.8 PENATALAKSANAAN
Rawat inap dan tirah baring dengan medikamentosa

IVFD
Cairan Ringer Laktat 16 tetes/menit

Oral
Paracetamol 3x1/2 Cth
Ambroksol 3x1/2 Cth
Cefixime 2x1/2 Cth
Asam Valproat 1x6,5ml

2.9 PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanationam : bonam

17
2.10 LEMBAR FOLLOW-UP

Tanggal S O A P
2/05/19 Demam hari ke 14 KU : Tampak sakit sedang, CM Kejang demam kompleks - IVFD RL 20tpm
2 kali kejang pada jam 11 malam dan TD : 100/75 HR: 100x/m RR: 22x/m - Cefotaxime 3x750mg IV

Hari ke-2 jam 2 pagi T 37,8 oC Saturasi : 99% - PCT 3x ½ Cth


batuk (+) Pilek (+) Suara Nafas Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/- - Asam valvroat 1x5mg
BJ1&2 reg M(-) G(-)
Abd supel (+) BU (+) normal, turgor normal,
Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: akral hangat (+), CRT <2 detik

Lab 30/04/19 Darah rutin(28/02/19) : 18.12 -


- Eritrosit 4,21 juta/uL
17.49 - hematokrit 34 %
- trombosit 543.000 ribu/uL
- leukosit 10600 /uL
- hemoglobin 11.2 g/dL

18
03/5/19 Demam (-) kejang (+) jam 3 subuh, KU : Tampak sakit ringan. CM Kejang demam kompleks - IVFD RL 15tpm

Hari ke-3 mata melotot, kejang dimulai dari TD : 100/70 HR: 92x/m RR: 24x/m T: 36,5oC - Cefotaxime 3x750mg IV
tangan kiri kemudian ke kaki kanan dan Saturasi: 99% Suara Nafas Vesikuler +/+ Rh -/- - PCT 3x ½ Cth
kiri setelah kejang pasien langsung Wh -/- - Asam valvroat 1x5mg
menangis. Batuk (+) Abd supel (+) BU (+) normal, turgor normal,
Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: akral hangat (+), CRT <2 detik

19
4/5/19 Demam (-) kejang (-) batuk (+) dahak KU : Tampak sakit ringan, CM - kejang demam kompleks - PCT 3x1 500mg

Hari ke-4 (+) TD 120/70 HR: 90x/m RR: 26x/m T: 36.5oC - Asam valproate 1c6.5ml
Saturasi 98% - Ambroksol 3x1/2 Cth
Suara Nafas Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/- - Cefixime 2x1/2 Cth
Abd supel (+) BU (+) normal, turgor normal,
Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: akral hangat (+), CRT <2 detik

-
5/5/19 Demam (-) kejang (-) batuk (+) KU : Tampak sakit ringan, CM - Kejang demam kompleks Bila kejang

Hari ke-5 TD : 120/70 HR: 92x/m RR:24x/m T: 36,2 oC Diazepam 10mg


Saturasi 99% fenitoin
Suara Nafas Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd supel (+) BU (+) normal, turgor normal,
Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: akral hangat (+), CRT <2 detik

20
2.11 ANALISA KASUS
Pada pasien anak laki-laki berumur 2 tahun dengan berat badan 16 kg, dari anamnesa
didapatkan keluhan kejang sebanyak 3 kali dalam satu hari dan total hingga pada tanggal 5
mei 2019 mencapai 20x kejang. Kejang merupakan kejang pertama kali dan berdurasi lebih
dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci
dan tidak mengeluarkan busa. pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah
kejang. Kejang tidak didahului dengan aura. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan
pada pasien ini atas dasar lama kejang pada pasien yang berdurasi selama lebih 15 menit.
Demam terjadi 2 minggu, tidak terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terus-
menerus. Demam yang tidak terlalu tinggu <39 juga masuk dalam kriteria kejang demam
complex. 6 hari SMRS ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, berdahak berwarna putih.
Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran napas dan ini telah memicu terjadinya
demam.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan dalam batas normal. Pemeriksaan
refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan
meningen. Dari pemeriksaan laboratorium pada 30 April 2019, didapatkan hasil dalam batas
normal, yaitu leukosit (10600) Hb (11,2) hematokrit (34) trombosit (543.000) eritrosit (4.21)

Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang
diprovokasi demam. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan epilepsy
yang diprovikasi demam.

 Epilepsi yang diprovokasi demam


Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti
kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari
4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam
kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa
disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi
adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan
tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam.
Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat
capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

21
Pada   terapi,   a   Infus   cairan   Ringer   Laktat   diberikan   karena   keadaan   demam   bisa

menyebabkan dehidrasi pada pasien.   Cairan ini digunakan karena bersifat isotonis, maka

efektif dalam mengisi sejumlah volume  cairan  ke dalam pembuluh darah untuk mengatasi

kehilangan cairan yang terjadi karena dehidrasi.

Antibiotik yang digunakan adalah cefotaxime 3x750mg IV perhari selama perawatan di

rumah sakit. Cefixime  Cefixime adalah   antibiotik untuk mengobati berbagai infeksi yang

disebabkan oleh bakteri. Ambroxol dengan dosis 3x ½ Cth  merupakan obat mukolitik yang

umumnya   digunakan   untuk   mengatasi   gangguan   pernapasan   akibat   produksi   dahak   yang

berlebihan,   serta   diberikan   paracetamol   dengan   dosis   3x1   untuk   menurunkan   keluhan

panasnya.   Pasien   juga   diberikan   asam   valproate   1x5mg   dengan   tujuan   untuk   mengontrol

kejangnya. 

Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan anjuran yaitu


elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak
terutama pada penderita epilepsi. Gambaran abnormal yang bisa temukan berbentuk spike,
sharp wave, spike and wave dan paroxysmal slow activity.

22
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI(1)(5)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhuh tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
adalah kejang yang terkait dengan gejala demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi
intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC
rektal atau lebih 37,8oC aksila. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok
neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau
dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun.

3.2 EPIDEMIOLOGI
Pendapat para ahli, kejang demam terbanyak terjadi pada waktu anak berusia antara 3
bulan sampai dengan 5 tahun.1 Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam.1 Lebih dari 90% kasus kejang demam ter- jadi pada anak berusia di bawah 5
tahun.Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai
dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di Amerika
Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi kejang demam
demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian
kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.1 Hasil penelitian Van Stuijven Berg15
menunjukan bahwa 17% di antara orang tua anak dengan kejang demam tidak mempunyai
pengetahuan tentang kejang, dan 47%-77% menganggap anaknya sakit berat dan akan berakhir
dengan kematian.
Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2 ­ 4 % di tahun 2005
­2006.  Provinsi jawa tengah 2­3% dan tahun 2005 ­ 2006 rumah sakit Roesmani Semarang
untuk   kasus   mencapai   2%   pada   tahun   2004   –   2006   lebih   sering   pada   anak   laki­laki
(Maryatongo,   2007).   Dari   hasil   penelitian   sebelumnya   didapatkan   bahwa   kejang   demam
agak lebih sering  dijumpai pada anak laki­laki dari pada perempuan, dengan perbandingan
yang berkisar antara  1,4:1 dan 1,2 :1,dan penelitian oleh Lumbantobing fakultas kedokteran

23
universitas Indonesia mendapatkan 297 anak dengan kejang demam 165 anak adalah pria
dan 132 wanita. Perbandingan anak laki­laki dan perempuan ialah 1,2 : 1 (Lumbangtobing,
2007 ).2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk
di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih
tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.(1)
3.3 ETIOLOGI

Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi otak kongenital, faktor genetic atau
adanya penyakit seperti meningitis dan ensefalitis serta demam yang tinggi atau dapat dikenal
2
dengan istilah kejang demam, gangguan metabolisme, trauma dan lain sebagainya Semua jenis
infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan
kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi
saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga
yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran
kemih. 2

3.4 PATOFISIOLOGI(2)(3)(4)

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

24
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. 3

3.5 KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua(8)

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat

- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

25
- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :(2)

1. Kejang demam sederhana

 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit

 Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali

 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

 Kejang lama dan bersifat lokal

 Umur lebih dari 6 tahun

 Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun

 EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :

26
1. Kejang demam kompleks

 Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

 Kejang bersifat fokal/multipel

 Didapatkan kelainan neurologis

 EEG abnormal

 Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun

 Temperatur kurang dari 39 ℃

2. kejang demam sederhana

 Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

 Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat

 Kejang bersifat umum (tonik/klonik)

 Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

 Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun

 Temperatur lebih dari 39 ℃

3. Kejang demam berulang

 Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:

1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

2. Riwayat kejang demam dalam keluarga

27
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal

4. Riwayat demam yang sering

5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam.
Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah
seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut.
Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering
terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena
terkena sinar lampu yang tajam.

3.6 MANIFESTASI KLINIS(1)(2)(5)

1. sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit


2. Sering sewaktu suhu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama
penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun
(Abraham M. Rudolph, 2006)
1. kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu
tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik
klonik lama beberapa detik sampai 10 menit
2. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses
infeksi atau toksik
3. Mata terbalik ke atas disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
(Behman (2000: 843)

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

28
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bernapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

3.7 DIAGNOSIS(4)(9)(10)
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural
pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

¤ Anamnesis
Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan demam
baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Pastikan tidak adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi
kemungkinan kejang oleh penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan
untuk menganamnesis anak dengan kejang demam:

29
Usia anak berkisar 9-15 bulan
 Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih.
 Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.
 Adanya demam sebelum timbulnya kejang
 Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu demam.
 Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga yang juga
pernah mengalami kejang demam.

¤ Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat
dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi
pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan
apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang
digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat
kesadaran kualitatif pasien terbagi atas:
 Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.
 Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
 Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
 Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran
turun lagi
 Koma : tanpa gerakan sama sekali
Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale. Pemeriksaan tanda
rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk
pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda
Laseque dan tanda Brudzinsky.
¤ Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar
elektrolit, glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai.
Adanya pemeriksaan ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam

30
namun juga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat
yang membangkitkan serangan kejang.
Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan
hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia.
Analisa cairan serebrospinal tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan
ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak.
Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena
umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan
mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun
anak yang beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan
yang mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan
anak normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan
mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi

3.8 DIAGNOSA BANDING

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak
yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.

Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis

31
Demam Ensefalitis

1. Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu gejalanya


demam dengan demam demam
2. Kelainan Otak
(-) (+) (+)

3. Kejang berulang
(+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran
(+) (-) (+)

Ket (-): tidak ada

3.9 PENATALAKSANAAN(3)(4)(10)(13

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin

2. Pengobatan penunjang

3. Memberikan pengobatan rumat

4. Mencari dan mengobati penyebab

5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

6. Pengobatan akut

I.Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti.
Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg

32
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg
mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam

Usia Dosis IV (infus) Dosis per rektal


(0.2mg/kg) (0.5mg/kg)

< 1 tahun 1–2 mg 2.5–5 mg

1–5 tahun 3 mg 7.5 mg

5–10 tahun 5 mg 10 mg

> 10 years 5–10 mg 10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal

2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1


mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

33
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

II.Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi
dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan
nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian
oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan
metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat.

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah
perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena
pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga
menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres
hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh
darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena
dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut
penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan
ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan
secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah
dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang
mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB.

34
Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis
pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason
diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

III.Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi
atas dua bagian, yaitu:

 Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan
obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama
episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-
15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak
dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral
dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai
sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.

 Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil
dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1). Fenobarbital

35
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.

2). Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh
lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan
hepar, pankreatitis.

3). Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

IV.Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang
datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu
untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi
penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan
pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium,
nitrogen, dan faal hati.

¤ Non medika mentosa


Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk
menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang
demam.
 Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher
yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.

36
 Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-
hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut.
Berikan O2 jika tersedia.
 Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa
anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak
tersebut.
 Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
 Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah
Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat
menyebabkan sindrom Reye.
Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada
kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar
magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.
Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang
akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak.
Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L 4 – L5 untuk mengambil cairan
serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya
infeksi pada sistem saraf pusat. Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak
dilakukan pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan pada:
 Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun.
 Kejang yang berulang.
 Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya
defisit neurologis pasca kejang.

¤ Medika Mentosa
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan
adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat-
obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat-obat yang dapat digunakan sebagai
antipiretik adalah asetaminofen 10-15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-
10 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam.

37
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek
terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek
toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis
tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan
intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam
habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali
menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah
dibuktikan keampuhannya. Pemberian dilakukan pada anak atau bayi dalam posisi
miring atau menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin,
dimasukkaniah pipa saluran keluar rektal ke rektum sedalam 3-5 cm. Kemudian rektal
dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur
ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal
yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang
langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50
mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan
fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi
200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan
depresi pernafasan.

3.10 Komplikasi
¤ Epilepsi

38
Anak yang menderita kejang demam berseiko lebih besar mengalami epilepsi
dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor,
namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya
kejang demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang
anak normal yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar
dibandingkan populasi kontrol.
Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko dapat
meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi 18 kali
lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan
serangan kejang demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang
sama memiliki 50% kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.
¤ Retardasi mental
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik dan
status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang demam. Kejang yang
berkepanjangan tampaknya merupakan faktor pemicu timbulnya sekuele.

3.11 Pencegahan
Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak
tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal yang dapat
dilakukan ialah:
¤ Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
¤ Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
¤ Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.
Pencegahan sekunder berupa mencegah rekurensi demam telah dibahas di bagian
penatalaksanaan, yaitu dengan pemberian diazepam oral 0,33 mg/kg setiap 8 jam.

3.12 Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat
pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

39
¤ Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan
pria 33%.
¤ Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahtera T. factor risiko bangkitan kejang pada anak. Bagian ilmu kesehatan anak. Sari
Pediatri, Vol. 12, No. 3, Oktober 2010
2. Amalia K, Fatimah. Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam Pada Anak 
Balita Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum. Volume 1 Nomor 6 
Tahun 2013. ISSN : 2302­1721
3. Irdawati. Kejang Demam dan Penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan
ISSN 1979-2697, Vol 2 No.3, September 2009: 143-146
4. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
5. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002.
6. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90.
8. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
9. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
10. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
12. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm

40
13. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html

41

Anda mungkin juga menyukai