Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan postpartum adalah perdarahan setelah anak lahir melebihi

500 ml (Prawirohardjo, 2007) yang merupakan penyebab kematian maternal

terbanyak. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan

setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan

sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4

jam setelah melahirkan.

Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara

langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000

kelahiran hidup yang menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan

oleh perdarahan postpartum. Di beberapa negara berkembang angka

kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan

data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan

oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal

tiap tahunnya (Setiawan, 2008).

Menurut Kesga Dinkes Kepri tahun 2010, berdasarkan Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) AKI di Indonesia mengalami penurunan yang

cukup tinggi, dari 390 pada tahun 1994 menjadi 307 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2002/2003, angka ini masih termasuk tinggi diantara

negara-negara ASEAN. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain,

maka Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 15 kali Angka Kematian Ibu di

Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari

pada Filipina (Abdul Bari Saifuddin dkk, 2006).

1
Tingkat kematian ibu melahirkan di Provinsi Riau tahun 2010 mengalami

peningkatan mencapai 228 jiwa, sehingga dikategorikan tinggi secara

nasional (BKKBN Provinsi Riau, 2010). Penyebab kematian maternal

terbanyak adalah perdarahan 34%, kemudian keracunan kehamilan 24%

dan infeksi masa nifas 11% (Goenadi, 2010).

Kebijakan pemerintah dalam upaya menurunkan AKI dilakukan dengan

mengadakan pendekatan antar ibu dengan pelayanan kesehatan atau

dengan tenaga kesehatan yang kompeten. Menurut departemen kesehatan

RI, kematian ibu akibat perdarahan postpartum dapat dicegah melalui

deteksi dini adanya faktor resiko. Beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya perdarahan postpartum adalah usia, paritas, antenatal care, kadar

hemoglobin, dan lain-lain (Risma, 2007).

1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan

keperawatan gadar pada klien dengan Hemoragic postpartum.

2. Secara khusus makalah ini bertujuan untuk:

a. Menjelaskan konsep dasar medis Hemoragic postpartum yang

meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,

pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dari Hemoragic

postpartum baik secara medis maupun keperawatan.

b. Menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan gadar pasien

dengan Hemoragic postpartum yang meliputi pengkajian, diagnosa

dan intervensi keperawatan.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi perdarahan post partum

Pendarahan post-partum didefinisikan oleh The World Health

Organization (WHO) sebagai keadaan kehilangan darah >500 ml pada 24

jam setelah melahirkan. Beberapa pengertian lain menyebutkan >500 ml

merupakan jumlah darah yang hilang melalui persalinan normal,

sedangkan >1000 ml untuk seksiocaesarean.

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang

terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 cc setelah

persalinan abdominal dalam 24 jam dan sebelum 6 minggu setelah

persalinan.

Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau lebih

setelah kala III selesai / setelah plasenta lahir (Saifudin, 2007 : 150 ).

2.2 Jenis-Jenis Perdarahan Postpartum

Menurut pendapat (Varney, 2008). Perdarahan post partum dibagi

menjadi 2 yaitu :

a. Perdarahan Post Partum Dini/Perdarahan Post Partum Primer

(Early Postpartum Hemorrhage)


Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang

terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. Penyebab utama

perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2

jam pertama.
b. Perdarahan pada Masa Nifas I Perdarahan Post Partum Sekunder

(Late Postpartum Hemorrhage)

3
Perdarahan post partum sekunder ialah perdarahan yang terjadi

setelah anak lahir biasanya hari ke 5-15 post partum.

Penyebab utamanya robekan jalan lahir dan sisa plasenta.


2.3 Penyebab Perdarahan Post Partum

Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum,

antara lain 4T (Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin) :

1. Tone Dimished : Atonia uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu

untuk berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar

dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh

kontraksi serat - serat myometrium terutama yang berada disekitar

pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan

plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat

berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus

membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul

karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat

uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan

plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia

uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri :

o Manipulasi uterus yang berlebihan.

o General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi

yang dalam.

o Uterus yang teregang berlebihan.

o Kehamilan kembar.

o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).

4
o Polyhydramnion.

o Kehamilan lewat waktu, Partus lama.

o Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).

o Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ).

o Plasenta previa, Solutio plasenta

2. Tissue

o Retensio plasenta

o Sisa plasenta

o Plasenta acreta dan variasinya.

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir,

hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan

karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta

sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan,

tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang

merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum

lepas dari dinding uterus karena :

o Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

( plasenta adhesiva )

o Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis

komalis menembus desidva sampai miometrium - sampai

dibawah peritoneum ( plasenta akreta - perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi

belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk

melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga

5
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang

menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa

plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20 - 25 % dari

kasus perdarahan postpartum. (Fransisca, 2012).

3. Trauma

Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh

trauma jalan lahir akibat :

o Ruptur uterus

o Inversi uterus

o Perlukaan jalan lahir

o Vaginal hematom

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa

menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat

operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi

oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section

secarea sebelumnya.

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan

biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun

persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan

dengan vacum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi

pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah

mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom,

perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya

karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa

menyebabkan terjadinya syok.

6
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan

jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika

ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada

penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.

Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan

kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari

laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina

diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi

terbaik.

Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri,

sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum

uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera

setelah plasenta keluar.Inversio uteri dapat dibagi :

o Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum

keluar dari ruang tersebut.

o Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

o Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian

besar terletak diluar vagina.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah

perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan

tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari

dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan

fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III

atau setelah persalinan selesai.

7
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak

diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat

menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 -

70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik

untuk keselamatan penderita. (Fransisca, 2012)

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit

keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa

berupa :

o Hipofibrinogenemia,

o Trombocitopeni,

o Idiopathic thrombocytopenic purpura,

o HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and

low platelet count ),

o Disseminated Intravaskuler Coagulation,

o Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah

lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh

sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

 Faktor Predisposisi
a Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun

atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya

perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian

maternal. Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita belum berkembang dengan sempurna, jalan lahir mudah

robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan terjadi

8
perdarahan. Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita mengalami penurunan kemungkinan komplikasi

pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.

Umur lebih dari 35 th tahun berhubungan dengan mulainya

terjadi regenerasi sel – sel tubuh terutama dalam hal ini

endometrium, akibat usia biologi jaringan dan adanya penyulit

pada ibu hamil pada usia 36 tahun ( Cuningham, 2006). Pada usia

< 20 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan yang mengancam

keselamatan ibu dan bayi hal ini disebabkan pada usia muda

organorgan reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal

secara psikologis belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang

cukup dewasa sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan

kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada proses

kehamilan persalinan hingga masa nifas. Ibu dengan usia < 20

tahun masih berada dalam tahap pertumbuhan dan

perkembangan sehingga kondisi hamil akan membuat dirinya

harus berbagi dengan janin yang sedang di kandung untuk

memenuhi kebutuhan gizinya, rahim dan panggul sering kali

belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Sebagai akibatnya pada

umur tersebut bila melahirkan bisa mengalami persalinan lama,

sehingga beresiko terjadinya perdarahan postpartum. Bila umur

diatas 35 tahun kondisi kesehatan sudah menurun sehingga hamil

pada umur tersebut mempunyai kemungkinan lebih besar untuk

terjadi persalinan lama dan perdarahan postpartum.

b Perdarahan pascapersalinan dan gravid

9
Ibu-ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko >

dibandingkan primigravida. Pada Multigravida fungsi reproduksi

mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya

perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.

c Perdarahan pascapersalinan dan paritas

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari

perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian

maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)

mempunyai kejadian perdarahan lebih tinggi. Pada paritas yang

rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi

persalinan yang pertama adalah faktor penyebab

ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang

terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi

peregangan otototot rahim. Akibat regangan tersebut elastisitas

otot-otot rahim rahim tidak kembali seperti sebelum hamil setelah

persalinan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin

dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin

terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna

dan mengakibatkan perdarahan postpartum.( Saifudin. 2010)

d Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Perdarahan

10
pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500

ml atau lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya

penanganan yang tepat dan akurat mengakibatkan turunnya kadar

hemoglobin dibawah nilai normal.

Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan

komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan

dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan

otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat

timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan postpartum

(Manuaba, 2010).

e Persalinan lama memiliki risiko untuk mengalami perdarahan

postpartum

Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan uterus

dimana tonus otot rahim pada saat setelah plasenta lahir uterus

tidak dapat berkontraksi dengan baik sehingga terjadi perdarahan

postpartum.

2.4 Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah

didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan

pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus

maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka

tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh

bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya

gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat

11
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang

banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab

perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan

menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan

perineum.

2.5 manifestasi klinis

Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam

jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah,

haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan

darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala klinis berdasarkan penyebab ;

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan

perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut

nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir

segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c. Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik

12
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi

berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan

d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput

(mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi

fundus tidak berkurang.

e. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi

massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera,

dan nyeri sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan

peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-

16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat

hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat

hamil 5.000-15.000)

c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk

split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa

tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial

13
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID

Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

2.7 Penatalaksanaan

Perdarahan post partum yang masiv dapat menyebabkan syok.

Syok adalah suatu sindroma akut yang timbul karena disfungsi

kardiovaskular dan ketidakmampuan sistem sirkulasi memberi oksigen

dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme organ vital. Syok

menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat/hipoksia selular,

metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis

mikrosirkulasi. Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang

ditandai dengan menurunnya volume intravaskular oleh karena

perdarahan. Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan

cairan tubuh yang lain. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat

dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi

yang sangat berkurang. Syok hemoragik secara khusus merupakan

hilangnya darah secara akut dalam jumlah yang signifikan sehingga

volume sirkulasi menjadi tidak adekuat. Kondisi hipoperfusi pada syok

hemoragik akan menginduksi ketidakseimbangan antara jumlah

pengiriman dan kebutuhan oksigen atau substrat yang dibutuhkan

sehingga memicu terjadinya disfungsi selular.

Dua kategori besar dalam upaya penanganan perdarahan

postpartum adalah Active Management of Third Stage of Labor (AMTSL)

dan penanganan setelah perdarahan postpartum teridentifikasi.

a. Active Management of Third Stage of Labor (AMTSL)

14
Penanganan klinis berdasarkan AMTSL terdiri dari beberapa hal,

yaitu pemberian oksitosin, pengontrolan saat pelepasan plasenta dan

pemijatan segera setelah plasenta lahir..Terdapat dua macam bentuk

penanganan klinis dari persalinan kala III, antara lain pendekatan

expectant dan pendekatan aktif. Pendekatan expectant atau pendekatan

fisiologis mencakup, antara lain menunggu tanda klinis pemisahan

plasenta (perubahan bentuk, ukuran uterus, penurunan dan

pemanjangan tali pusat, dan memancarnya darah secara mendadak dari

vagina) dan membiarkan plasenta terlahirkan dengan gravitasi atau

bantuan dari stimulasi puting susu ibu. Di sisi lain, pendekatan aktif

terdiri dari pemberian agen uterotonik, penegangan tali pusat terkendali,

penjepitan tali pusat dini, dan pemijatan uterus setelah kelahiran

plasenta.

b. Penanganan setelahpost partum teridentifikasi

Penanganan primer saat terdeteksi perdarahan post partum

adalah komunikasi, resusitasi, monitoring dan inverstigasi serta

menghentikan perdarahan. Resusitasi yang dilakukan pada pasien

harus mengacu pada Guideline ATLS. Jika perdarahan tidak tertangani,

pasien segera dipindahkan ke ruang operasi untuk mendapat tindakan.

Pada pasien dengan inversio uteri, apabila terjadi pada saat

penarikan tali pusat maka manajemen akut kegawatdaruratan obstetrik

harus segera dimulai. Penanganan inversio uteri terdiri dari tindakan

non-operatif yaitu manual replacement dan tehnik replacement

O’Sullivan. Sedangkan tindakan operatif yaitu laparotomi.

15
Untuk syok, penatalaksaan yang dapat dilakukan yaitu

menentukan defisit cairan dan segera melakukan resusitasi cairan

dengan RL, jika tidak adekuat dapat menggunakan cairan koloid. Jika

dosis maksimal cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi syok, dapat

diberi noradrenaline, selanjutnya apabila tidak terdapat perbaikan, dapat

ditambahkan dobutamine. Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil

dengan menilai perbaikan outcome hemodinamik klinis

a Penatalaksanaan umum
1. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan

aman
3. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila

dihadapkan dengan masalah dan komplikasi


5. Atasi syok jika terjadi syok
6. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah,

lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml

dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).


7. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan

robekan jalan lahir


8. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan

dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.


b Penatalaksanaan khusus
Atonia uteri
a) Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
b) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian

uterotonika, lakukan pengurutan uterus


c) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
d) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui

dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah

telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang

16
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali

berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.


 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak

tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina

untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.


 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan

ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan

kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus

dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,

penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi,

denyut arteri femoralis.

Retensio plasenta dengan separasi parsial

a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil.


b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila

ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.


c. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan

40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per

rektal.
d. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual

plasenta secara hati-hati dan halus.


e. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
f. Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
g. Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +

metronidazole 1 g supp/oral ).
Ruptur uteri
a Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit

dan siapkan laparatomi


b Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas

pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit

rujukan

17
c Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan

memungkinkan, lakukan operasi uterus


d Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien

mengkwatirkan lakukan histerektomi


e Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
f Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
Sisa plasenta
a Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta

setelah dilahirkan
b Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
c Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh

instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan

kuret.
d Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari

selama 10 hari.
Robekan serviks
a Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan

mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala

bayi.
b Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi

perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan

kanan porsio.
c Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga

perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi

lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan

dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga

semua robekan dapat dijahit.


d Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus

uteri dan perdarahan paska tindakan


e Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda

infeksi

18
f Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb

dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

2.8 . Komplikasi Perdarahan Post Partum

Komplikasi perdarahan postpartum adalah

1. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan

dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas.

2. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani

BAB 3
KONSEP ASKEP GADAR HEMORAGIC POST PARTUM

19
Diagnosa keperawatan yang di tegakkan di peroleh berdasarkan

pengkajian primer dan sekunder.

a. Pengkajian Primer
 Pengkajian A, B, C, D
1) Airway
 Kaji bersihan jalan nafas pasien, apakah ada

sumbatan/tdk. Namun pada pasien post partum biasanya

tidak ada gangguan pada jalan nafas


2) Breathing
 Kaji pernafasan pasien, apakah ada sesak nafas dan

takipnea, jika ada berikan oksigen


3) Circulation
 Kaji tanda hipotensi, takikardi dan tanda gangguan

sirkulasi lainnya
4) Disability
 Kaji tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS, apakah

pasien mengalami fatique yang dapat berpengaruh pada

kontraksi uterus.

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas

35 tahun

2. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

20
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan

perdarahan post partum adalah perdarahan dari jalan lahir,

badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas,

pusing, pandangan berkunang-kunang.

2. Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia,

bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda,

anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,

robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,

chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.

3. Riwayat kesehatan :

 Riwayat kesehatan dahulu

Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita

penyakit yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk

keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit

diabetus mellitus dan jantung (hipertensi)

 Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga

pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama

1. Pengkajian Fisik

1. Tanda-tanda vital

 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)

 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)

 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )

 Suhu : Normal/ meningkatn

21
 Kesadaran : Normal / turun (Barbara R.Stright, 2004)

2. Inspeksi

 Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak, dan

karakteristik episiotomi

 Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah

 Pervaginam: keluar darah, robekan

 Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah

 Inspeksi payudara adakah area kemerahan

 Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, memepuh

dan perdarahan( Barbara R. Stright, 2004)

3. Palpasi

 Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan

 Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri

pada kaki

 Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan

nyeri tekan

 Kulit apakah dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat,

capilary refil memanjang

 Kandung kemih : distensi, produksi urin

menurun/berkurang

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan

22
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman

kematian

5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang

kurang steril

6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

C. Rencana keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum

1 Kekurangan volume cairan b.d perdarahan pervaginam

DO:

- Hipotensi

- Peningkatan nadi,

- Penurunan volume urin,

- Membran mukosa kering,

- Pelambatan pengisian kapiler

DS:

- Ibu mengatakan urin sedikit

- Ibu mengatakan pusing dan pucat

Tujuan :

Volume cairan adekuat

Hasil yang diharapkan:

- TTV stabil

- Pengisian kapiler cepat

23
- Haluaran urine adekuat

Mandiri:

1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor

penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio

plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung

pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh

dokter.

3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan

masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan

tangan kedua tepat diatas simfisis pubis

4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau

sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.

5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau

tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada

6. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis

7. Berikan terapi intravena dengan ukuran jarum 18 atau lebih untuk

menginfuse atau memenuhi ke kebutuhan isotonic sesuai perintah.

8. Memberikan obat sesuai perintah seperti oksitosin, methergine, atau

prostaglandin sesuai perintah untuk meninkatkan kontraksi uterus.

2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

DO:

- Penurunan pulsasi arteri,

- Ekstremitas dingin

- Perubahan tanda-tanda vital

24
- Pelambatan pengisian kapiler

- Penurunan produksi ASI

DS:

- Ibu mengatakan Asi sedikit

- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin

Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan

Kriteria hasil :

· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal

· Ekstremitas hangat

Intervensi keperawatan ;

1. Monitor tanda vital

2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu

kulit

3. Tindakan kolaborasi :

 Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas

darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )

 Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk

memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna. 2009. Asuahn Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra

Cendikia.

Damayanti. 2009. Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba IBG., Perdarahan Postpartum, Operasi Kebidanan Kandungan dan

Keluarga Berencana untuk Dokter Umum, PP. 298-302, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 2004

25
nurul ummah. 2018. faktor resiko penyebab perdarahan postpartum di

puskesmas pamotan kabupaten rembang . jurnal kebidanan vol.7 no.15

april 2018 issn.2089-7669

Prawiroharjo., Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2008

rodiani, susianti, gemayangsura .2017.p2a0 post partum hemorrhagic post

partum et causa inversio uteri, syok hemoragik dan anemia berat.

fakultas kedokteran universitas lampung. j agromedunila | volume 4|

nomor 1 | juni 2017 | 97

Sarwono, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,

Jakarta, 2008

Syaifuddin AB. 2006.Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan

syafneli, sst , sri masyuni daulay. 2010 . analisis faktor – faktor yang

berhubungan dengan perdarahan postpartum primer di rsud rokan hulu

tahun

26

Anda mungkin juga menyukai