Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. P
Usia : 26 tahun
Tanggal Lahir : 14 Februari 1988
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Sunda
Agama : Islam
Gol. Darah :B
Alamat : Tanjung Priuk, Jakarta Utara
Masuk RS : 12 Juni 2014 Jam 09:00 WIB
No RM : 43.73.33

IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. B
Usia : 35 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Cleaning Service
Suku : Jawa
Agama : Islam
Gol. Darah :B

I.2. ANAMNESIS
Didapatkan keterangan dari pasien pada tanggal 12 Juni 2014.
Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan
Pusing, mual, muntah, dan nyeri pada perut bagian bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang

1
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 1
minggu SMRS. Keluar darah pertama kali saat pasien sedang beristirahat
setelah melakukan pekerjaan rumah tangga. Awalnya darah yang keluar
sedikit seperti flek, namun sejak 3 hari yang lalu darah keluar terus menerus
seperti haid, berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal, berlendir, dan
berbau. Dalam sehari pasien mengganti pembalut 5 kali.
Pasien tidak haid sejak 3 bulan yang lalu. Ini hamil kedua, anak
pertama berusia 4 tahun. HPHT pada tanggal 15 Maret 2014, TP pada tanggal
22 Desember 2014. Riwayat selama hamil: mual (+), muntah (-). Riwayat
ANC: kontrol ke bidan 1x saat usia kehamilan 1 bulan dan diberikan tablet
Fe. Riwayat berhubungan seksual terakhir ±1 bulan yang lalu.
Pasien mengaku juga mengalami pusing, mual, muntah, dan nyeri pada
perut bagian bawah. Keluhan ini terjadi hilang timbul dan berkurang dengan
istirahat.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat
keputihan yang banyak dan berbau disertai gatal tidak ada. Riwayat minum
jamu tidak ada. Riwayat terpapar radiasi atau sinar rontgen tidak ada. BAK
jumlah dan warna biasa. BAB warna dan konsistensi biasa. Pasien makan 2
kali dalam sehari dalam porsi sedikit karena mual dan sering muntah,
semenjak hamil, pasien mengalami penurunan berat badan kira-kira 4 kg.
Pada 3 hari SMRS pasien berobat ke Poli Kebidanan dan Kandungan
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dengan diagnosis G2P1 hamil 9-10 minggu
dengan abortus imminens, diberikan terapi Cygest 1 x 200 mg per vaginam
dan asam folat 1 x 1 per oral. Pasien diberi tahu bila perdarahan masih aktif
segera ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, paru, asma,
alergi, ginjal, hepatitis disangkal pasien. Riwayat abortus sebelumnya
disangkal, riwayat penyakit pada organ reproduksi dan riwayat operasi
sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

2
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, paru, asma,
alergi, ginjal pada keluarga disangkal pasien. Riwayat penyakit keganasan
pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan :


- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
- Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, merokok, dan minum kopi
- Suami pasien perokok, dalam sehari menghabiskan 2 bungkus rokok

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah saat berusia 21 tahun, dan usia suami 30 tahun.
Pernikahan pertama bagi pasangan suami dan istri.

Riwayat Gynekologi
Menarche pada usia 15 tahun dengan siklus teratur 1 x sebulan (28
hari), lama haid 5 hari, ganti pembalut 3-4 kali per hari. Keluhan nyeri haid
tidak ada. HPHT pada tanggal 15 Maret 2014, TP pada tanggal 22 Desember
2014.

Riwayat Obstetri
- Anak I :
Lahir spontan pada tahun 2010 di puskesmas dengan bantuan bidan pada
usia kehamilan 41 minggu, tidak ada penyulit, bayi perempuan dengan
BBL 3400 gr dan PBL 48 cm, saat ini kondisi anak pertama sehat.
- Anak II :
Hamil ini.

Riwayat KB
Setelah melahirkan anak pertama, pasien menggunakan KB jenis suntik
1 bulan selama 3 tahun, tidak ada keluhan.

Catatan Selama Asuhan Antenatal


Pasien pernah memeriksakan kehamilannya 1 x di bidan saat usia
kehamilan 1 bulan dan diberi tablet Fe.

I.3. PEMERIKSAAN FISIK

3
Dilakukan pada tanggal 12 Juni 2014.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah: 110/70 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Pernapasan : 18 x/menit
- Suhu : 36,0oC
Berat Badan : 56 kg (BB sebelum hamil 60 kg)
Tinggi Badan : 160 cm
Indeks Massa Tubuh: 21.8 kg/m2 (normoweight)

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret -/-, edema konka -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-, serum -/-, liang telinga lapang +/+
Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba
Paru : Suara napas dasar vesicular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (+), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, tidak terdapat
deformitas

Status Obstetri
Periksa Luar :
- Inspeksi : Vulva dan uretra tenang.
- Palpasi : Fundus uteri tidak teraba, ballotement (-), nyeri tekan (+).
Inspekulo :

4
Porsio licin, OUE tampak terbuka, fluor negatif, fluxus positif.
Periksa dalam :
Uterus teraba sedikit membesar, nyeri goyang porsio tidak ada, OUE
terbuka, nyeri dan massa adnexa negatif, parametrium lemas.

I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium tanggal 12 Juni 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 13.3 12-16 g/dl
Hematokrit 37 37-47%
Eritrosit 4.6 4.3-6.0 juta/μl
Leukosit 9790 4.800-10.800/ μl
Trombosit 325000 150.000-400.000/ μl
MCV 80 80-96 fL
MCH 29 27-32 pg
MCHC 36 32-36 g/dl

FAAL HEMOSTASIS
KOAGULASI
WAKTU
PROTROMBIN (PT)
- Kontrol 11.0 Detik
- Pasien 9.8 9.3-11.8 detik

APTT
- Kontrol 31.7 Detik
- Pasien 27.4 31-47 detik

KIMIA KLINIK

5
SGOT (AST) 19 <35 u/l
SGPT (ALT) 21 <40 u/l
Ureum 20 20-50 mg/dl
Kreatinin 0.8 0,5-1,5 mg/dl
Gula darah (sewaktu) 102 < 140 mg/dL

IMUNOSEROLOGI
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Ultrasonografi (USG) tanggal 09 Juni 2014


Hasil pemeriksaan :
- Tampak GS ukuran 2,3 x 1,4 x 1,8 cm sesuai usia gestasi 6-7 minggu

Ultrasonografi (USG) tanggal 12 Juni 2014


Hasil pemeriksaan :
- Uterus : bentuk dan ukuran normal, gambaran otot
homogen
- Endometrium : tampak massa hiperechoic sedikit hipoechoic
dengan diameter 2.3 x 2.5 cm di cavum uteri
- Adneksa kanan : ovarium kanan normal
- Adneksa kiri : ovarium kiri normal
- Rongga pelvic : cairan bebas (-)
- Doppler : tidak dilakukan
- Penilaian : sisa konsepsi

II.5. DIAGNOSIS KERJA


G2P1 hamil 9-10 minggu dengan abortus inkomplit
II.6. PENATALAKSANAAN
II.6.1. Rencana diagnostik:
Cek laboratorium (darah lengkap)
USG

II.6.2. Rencana terapi:


 Kuretase

6
 Kirim jaringan ke PA
 Monitoring : Observasi keadaan umum dan tanda vital, observasi
perdarahan

II.6.3. Rencana edukasi:


Informed consent, penjelasan kepada pasien dan keluarga
mengenai kondisi pasien saat ini dan rencana tatalaksana.

I.8 PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Janin : ad malam

FOLLOW UP
12 Juni 2014
S : Keluar darah dari kemaluan positif, mual positif, BAB/BAK lancar
O : KU : baik, Kes : Compos mentis
TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, P 20x/menit, S 36,3oC
Status generalis : dbn
Status ginekologi :
Inspeksi : v/u tenang
A : Pro kuretase a.i sisa konsepsi pada G2P1 hamil 9-10 minggu
P : Rencana evakuasi sisa konsepsi  kuretase : Besok (13 Juni 2014)
Observasi TTV / jam dan observasi perdarahan
Hygiene vulva perineum
Dulcolax supp 1x1
Ondansetron 8 mg i.v
Etiperan i.v

13 Juni 2014
S : Keluar darah dari kemaluan positif, mual positif, BAB/BAK lancar
O : KU : baik, Kes : Compos mentis
TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, P 20x/menit, S 36,3oC
Status generalis : dbn
Status ginekologi :
Inspeksi : v/u tenang, perdarahan (-)

7
A : Pro kuretase a.i sisa konsepsi pada G2P1 hamil 9-10 minggu
P : Rencana evakuasi sisa konsepsi hari ini  kuretase

LAPORAN OPERASI (13 Juni 2014)


Tindakan Pembedahan : kuretase
Operator : dr. Budi Santoso, Sp.OG
Uraian Pembedahan :
 Pasien dengan posisi litotomi dalam narkose umum (neuroleptikum)
 Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis vulva dan sekitarnya
 Dipasang speculum bawah yang dipegang oleh asisten
 Spekulum atas dipasang, portio dibersihkan dengan cairan antiseptik
 Portio dijepit dengan tenakulum pada arah jam 11 dan 1
 Dilakukan sondase didapatkan uterus 8 cm, antefleksi
 Dikeluarkan jaringan sisa konsepsi ± 15 cc, dilanjutkan dengan sendok
kuret tajam sampai diyakini bersih
 Jaringan dikirim ke PA
 Pasca tindakan, perdarahan (-), posisi stabil

13 Juni 2014 (pasca kuretase)


S : Tidak ada keluhan
O : KU : baik, Kes : Compos mentis
TD 110/70 mmHg, N 88x/menit, P 20x/menit, S 36,3oC
Status generalis :
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : distensi (-), nyeri tekan (-)
Genitalia : perdarahan per vaginam (-)
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Status ginekologi :
Inspeksi : v/u tenang, perdarahan (-)
A : Post kuretase a.i sisa konsepsi pada G2P1 hamil 9-10 minggu
P :
Target : hemodinamik stabil Observasi tanda vital, perdarahan,
mobilisasi aktif.
Cegah infeksi Cefadroxil 2x500 mg p.o

8
Atasi nyeri Asam mefenamat 3x500 mg p.o
Uterotonikum Metergin 2x1 tab p.o
Pasien boleh pulang 6 jam post Kontrol Poli 1 minggu kemudian (20 Juni
kuretase bila hemodinamik stabil, 2014)
tidak ada perdarahan aktif per
vaginam.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Abortus merupakan suatu keadaan dimana hasil konsepsi mengalami
ancaman atau pengeluaran dari rahim sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan
berat janin kurang dari 500 gram.1

II.2. Epidemiologi
Abortus spontan dapat terjadi antara 15-20% dari semua kehamilan. Lebih
dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut
kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali
kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester
pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 %
pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan5,6.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus
spontan maupun sebagai komplikasi dari provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkomplit sendiri belum diketahui secara pasti namun
sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan
perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi. Delapan puluh persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2,3,4

10
II.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Terdapat beberapa kondisi yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya
abortus, seperti faktor genetik, kelainan kongenital uterus, autoimun, defek fase
luteal, infeksi, hematologik, dan lingkungan.2,3,4,5
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal


Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom
sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang
paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan
monosomi X (13%)7,8 .

2.3.2 Faktor Maternal


Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat
terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi
abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan
perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari

11
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab
utama5.
b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus5,9.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur5,9. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian
peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini
tidak ditemukan oleh peneliti lainnya5.

c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabetes mellitus, dan defisiensi progesteron5,9. Diabetes tidak
menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik.
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya5.

d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan.

12
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.

f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa gamet
yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi
dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan
binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi.
Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru
terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu
sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi
oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas5,7,9.

13
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang
dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian
dietilstilbestrol (DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus,
bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih
besar kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian,
leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil
pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan
adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan
tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan.

k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.

2.3.3 Faktor Paternal


Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses
timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat

14
menimbulkan zigot yang mengandungt bahan kromosom terlalu sedikit atau
terlalu banyak, sehingga terjadi abortus5,7.

2.3.4. Faktor fetal


Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara
lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan pengaruh dari luar.
Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus
spotan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
Lingkungan yang kurang sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar
tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada
hasil konsepsi terganggu. Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obat-obat yang
sifatnya teratogenik.

Gambar 2.2 Kromosom trisomi2

2.3.5. Faktor plasenta


Pada plasenta seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda
misalnya karena hipertensi yang menahun.

15
II.4. Klasifikasi
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan
sedangkan abortus yang terjadi akibat suatu tindakan tertentu disebut abortus
provokatus. Bila tindakan yang dilakukan merupakan suatu indikasi medis yang
berguna untuk menyelamatkan ibu dan janin maka disebut dengan abortus
provokatus medisinalis/terapeutik sedangkan bila disebabkan oleh suatu tindakan
kejahatan maka disebut dengan abortus provokatus kriminalis.
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion, dan abortus habitualis, abortus servikalis, abortus
infeksiosus, dan abortus septik.1,2,3

Gambar : jenis-jenis abortus

16
Manifestasi Klinik dan Diagnosis
Klasifikasi abortus menurut tingkatannya:
a. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus sesuai dengan umur kehamilan dan
tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens
dapat dilakukan dengan melihat kadar hormone hCG pada urin dengan cara
melakukan tes urin kehamilan tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil
tes urin keduanya masih positif maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran
1/10 hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam. Pemeriksaan USG
untuk mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta apakah sudah terlepas
atau belum. Diperhatikan ukuran biometri/ kantong gestasi apakah sesuai dengan
umur kehamilan berdasarkan HPHT, denyut jantung janin, dan gerakan janin, ada
tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti.
Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan
hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
Penderita boleh dipulangkan setelah terjadi perdarahan dengan pesan tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu.1

b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai umur kehamilan dan tes urin kehamilan

17
masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran masih normal
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks
uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada atau tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan
perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi
telur angsa, tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan
evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan kuretase sambil
diberikan uretonika untuk mencegah terjadinya perforasi dinding uterus.
Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uretonika, dan
antibiotika profilaksis. 1

c. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit, besar uterus tidak sesuai dengan
umur kehamilan. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 – 10
hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus
ataupun pengobatan, biasanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan
pasien memerlukan. 1

d. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus
di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba
jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit

18
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site
masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan
tindakan kuretase. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan
kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik
yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung
baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.
Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun peroral dan
antibiotika. 1

e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes
urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil,
kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran
fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung
lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan

19
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa
koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari
20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose
5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi
diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil
keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar
mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah
lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah
segar atau fibrinogen. 1

f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive. Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse
leukosit atau heparinisasi.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks
akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan

20
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.
Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis
servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester ke dua. 1

g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik


Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Abortus septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan aborotus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya
tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan
tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan
tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur
dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang
keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta
unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol
2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Pada saat tindakan, uterus
dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotika dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotic yang
lebih sesuai. 1

21
2.5. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses
terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa
waktu.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin,
disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,9.

2.6. Gambaran Klinis


Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam
derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah,
bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama
plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia
kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta,
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat
atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat5,7.

2.7. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan
diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.

22
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen,
inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang
berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.

2.8. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan
dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun
aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat
antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan
salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan analog prostaglandin yang
dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi
parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai
kombinasi tindakan tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.

23
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara1,3:
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 12 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
12 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).

3. Jika kehamilan lebih dari 12 minggu:


• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat


untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan
negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60
ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika
dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang
dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada
serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat
dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan

24
dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara
95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus
inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit5,3. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-
lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian1,3.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.

25
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut
yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase
yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.

2.9. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu5,9.

2.10. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil
konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterin dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila
pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai5.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.
Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan
antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila
ada keraguan, pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan

26
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.

27
BAB III
PEMBAHASAN

1. Subjektif
Pasien wanita berusia 26 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak 1 minggu SMRS. Keluar darah pertama kali saat pasien
sedang beristirahat setelah melakukan pekerjaan rumah tangga. Awalnya
darah yang keluar sedikit seperti flek, namun sejak 3 hari yang lalu darah
keluar terus menerus seperti haid. Dalam sehari pasien mengganti pembalut 5
kali. Darah yang keluar berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal,
berlendir, dan berbau.
Pasien tidak haid sejak 3 bulan yang lalu. Ini hamil kedua, anak
pertama berusia 4 tahun. HPHT pada tanggal 15 Maret 2014, TP pada tanggal
22 Desember 2014. Riwayat selama hamil: mual (+), muntah (-). Riwayat
ANC: kontrol ke bidan 1x saat usia kehamilan 1 bulan dan diberikan tablet
Fe. Riwayat berhubungan seksual terakhir ±1 bulan yang lalu.
Pasien mengaku juga mengalami pusing, mual, muntah, dan nyeri pada
perut bagian bawah. Keluhan ini terjadi hilang timbul dan berkurang dengan
istirahat.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat
keputihan yang banyak dan berbau disertai gatal tidak ada. Riwayat minum
jamu tidak ada. Riwayat terpapar radiasi atau sinar rontgen tidak ada. BAK
jumlah dan warna biasa. BAB warna dan konsistensi biasa.
Pada 3 hari SMRS pasien berobat ke Poli Kebidanan dan Kandungan
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dengan diagnosis G2P1 hamil 9-10 minggu
dengan abortus imminens, diberikan terapi Cygest 1 x 200 mg per vaginam
dan asam folat 1 x 1 per oral. Pasien diberi tahu bila perdarahan masih aktif
segera ke rumah sakit.
Faktor yang dapat dicurigai sebagai penyebab terjadinya abortus ini
adalah faktor lingkungan yang secara epidemiologi berperan dalam 1-10%
kasus abortus. Faktor lingkungan yang terutama berperan adalah paparan
terhadap asap rokok yang diketahui dari anamnesa bahwa suami pasien

28
adalah seorang perokok berat. Asap rokok mengandung ratusan unsur toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Faktor lain yang dicurigai berperan serta adalah riwayat berhubungan
seksual saat kehamilan trimester awal yang menyebabkan pelepasan
prostaglandin sehingga menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan memacu
terjadinya abortus.
Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi,
diketahui pasien mengalami kekurangan asupan nutrisi selama kehamilan
akibat mual dan muntah sehingga mengalami penurunan berat badan.

2. Objektif
Dari pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76
x/menit, laju pernapasan 18 x/menit, suhu 36,0oC. Pemeriksaan berat badan
saat ini 56 kg, berat badan sebelum hamil 60 kg, tinggi badan 160 cm, indeks
massa tubuh 21.8 kg/m2.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan status
obstetri didapatkan hasil inspeksi vulva dan uretra tenang, palpasi fundus uteri
tidak teraba, ballotement (-), nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan inspekulo
ditemukan porsio licin, OUE tampak terbuka, fluor negatif, fluxus positif.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan uterus teraba sedikit membesar, nyeri
goyang porsio tidak ada, OUE terbuka, nyeri dan massa adnexa negatif,
parametrium lemas.
Pemeriksaan laboratorium hematologi lengkap, kimia klinik, hemostasis
dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG tampak GS ukuran 2,3 x 1,4 x
1,8 cm sesuai usia gestasi 6-7 minggu, pada pemeriksaan USG didapatkan
uterus bentuk dan ukuran normal, gambaran otot homogen, endometrium
tampak massa hiperechoic sedikit hipoechoic dengan diameter 2.3 x 2.5 cm di
cavum uteri, adneksa kanan dan kiri ovarium normal, pada rongga pelvic
cairan bebas (-), memberikan penilaian sisa konsepsi.

29
3. Assesment
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosa klinis sebagai
Abortus inkomplit. Abortus inkompletus merupakan abortus yang sebagian hasil
konsepsinya telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site
masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pengelolaan pasien harus
diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan
hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.

4. Plan
Penatalaksanaan kasus berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat
komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur
yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan
tindakan kuretase. Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun
peroral dan antibiotika.
Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
 Kuretase
 Cefadroxyl 2x 500 mg p.o  untuk mencegah infeksi
 Asam mefenamat 3 x 500 mg p.o  untuk mengurangi nyeri
 Metergin 2 x 1 tab p.o  untuk kontraksi uterus sehingga dapat
mencegah terjadinya perdarahan
Kondisi post kuretase  pasien stabil.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Kehamilan. Dalam :


Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan.
Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal.
302 - 312.
2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health
Profile 2003. Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf
3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003
4. Wenstrom KD. Abortion. In : Cunningham FG, et all. William Obsetrics. 22 nd
ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
6. Griebel CP, et all. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home New &
Publications Joumals American Family Physician. October 01 2005;72;1.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16225027.
7. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In:
AmericanFamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/artic
les/mi_m3255/isn8_v48/ai_14674724/pg_1.
8. Valley, VT. Abortion Incomplete. In : Emedicine.
http://www.emedicene.com/emerg/obs-tetrics and gynecology.htm last update
: agust, 2008.
9. Lindsey, JL. Missed Abortion. Available from htpp ://
www.emedicine.com/med/topic last update : agust, 2007.

31

Anda mungkin juga menyukai