“PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN”
Anggota Kelompok :
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan hidayah dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Paper ini membahas tentang “Pembangunan Berkelanjutan”. Penulis
berharap dengan adanya Paper ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan kita mengenai
Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam penulisan paper ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan paper
ini.
Semoga paper sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih.
( Penulis)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Menurut Swaminathan (2002), pembangunan berkelanjutan
mempunyai empat pilar, yakni:
3
dimulai dengan diundangkannya UU No.1 tahun 1967 tentang Modal Asing dan
UU No.6 tahun 1968 tentang Modal Dalam Negeri. Dalam Repelita yang pertama
ini, aspek lingkungan yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan belum
masuk dalam konsep pembangunan pada saat itu, dan juga karena terkait dengan
permasalahan ini masih menjadi perdebatan di forum PBB karena pada mulanya
masalah lingkungan yang terkait dengan sustainable development ini, khususnya
bagi negara berkembang, dikhawatirkan akan menghambat laju pembangunan yang
sedang dilaksanakan. Hal ini berlangsung hingga tahun 1972, dimana pada saat itu
dicapai kesepakatan tentang hubungan antara masalah lingkungan yang terkait
dengan sustainable development dengan pembangunan. Perkembangan ini telah
mendorong dirumuskannya kembali konsep pembangunan Indonesia yang
kemudian dikenal dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan (dimulai
pada Repelita II, 1974), dimana pada saat itu aspek lingkungan lebih ditekankan
dibandingkan dengan aspek pembangunan lainnya.
Pengaruh dari konsep sustainable development juga berlanjut pada tahun 1982,
yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1982) dan
dilanjutkan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997). Baik UUPLH 1982
maupun UUPLH 1997 pada dasarnya memiliki asas dan sasaran yang sama.
Demikian pula dalam hal mengenai hak, kewajiban serta peran masyarakat dalam
lingkungan hidup. Hanya penekanan prinsip dan cakupannya yang berbeda. Yang
membedakan antara UUPLH 1982 dengan UUPLH 1997 yaitu karena adanya
perkembangan di dunia, UUPLH 1997 telah mengadopsi prinsip-prinsip dari UN
Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi PBB
mengenai Lingkungan dan Pembangunan yaitu konferensi khusus tentang
lingkungan dan pembangunan yang dikenal sebagai Earth Summit.
4
berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap negara. Pada setiap
tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar
pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya.
Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap
kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial.
Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula
aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan tahapan
ini digambarkan sebagai berikut.
karakteristik yang khas dan berbeda dengan pola pembangunan lainnya yang
selama ini dilaksanakan. Ciri-ciri tersebut sebagai berikut.
5
Menjamin pemerataan dan keadilan. Strategi pembangunan yang
berwawasan lingkungan dilandasi oleh pemerataan distribusi lahan dan
faktor produksi, pemerataan kesempatan perempuan, dan pemerataan
ekonomi untuk kesejahteraan.
Menghargai keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati
merupakan dasar bagi tatanan lingkungan. Pemeliharaan
keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber daya alam
selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa yang akan
datang.
Dalam pembangunan berkelanjutan berusaha menyatukan tiga dimensi
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup menjadi suatu sinergi dalam
meningkatkan kualitas manusia. Dimensi ekonomi dalam pembangunan
berkelanjutan tetap memfokuskan kepada pertumbuhan, pemerataan,
stabilitas, dan arif. Dimensi sosial mencakup pemberdayaan, peran serta,
kebersamaan, mobilitas, identitas kebudayaan, pembinaan kelembagaan,
dan pengentasan kemiskinan. Dimensi ekologi bertujuan untuk integritas
ekosistem, ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam, pelestarian
keanekaragaman hayati, dan tanggapan isu global.
Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari
setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen
yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi,
dan perspektif jangka panjang.
6
pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan
adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi
etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan
pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan
dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi
perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang
yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti
pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa
datang dalam memenuhi kebutuhannya.
7
discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang
berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek mendominasi
pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, olehkarena itu perlu
dipertimbangkan.
8
.Beberapa hal penting dalam UUD 1945 tentang kekuasaan pasca Perubahan
Keempat pada tahun 2002, yaitu mengenai konstitusionalisasi kebijakan
ekonomi dan peningkatan status lingkungan hidup dikaitkan dengan hak-hak
asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang dasar. Pada rumusan BAB
XIV UUD 1945, yang terkait dengan konstitusionalisasi kebijakan ekonomi,
semula hanya berjudul “Kesejahteraan Sosial,” akan tetapi sejak perubahan
keempat pada tahun 2002, menjadi “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan
Sosial.” Untuk status lingkungan hidup dikaitkan dengan hak asasi manusia,
dalam rumusan Pasal 28 huruf H ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.Akibat dari konstitusionalisasi dari hak asasi manusia dalam UUD
1945, negara diwajibkan menjamin terpenuhinya hak setiap orang untuk
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jadi, semua kebijakan dan
tindakan pemerintahan dan pembangunan harus mengikuti ketentuan mengenai
hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
9
Agar sasaran pertumbuhan ekonomi dapat terpenuhi, pemerintah harus
melaksanakan kebijakan makroekonomi yang terukur dan berhati-hati di
berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan di berbagai bidang untuk 2010-2014,
yang nantinya akan menuju kepada suatu pembangunan yang berkelanjutan
atau Sustainable Development , antara lain yaitu :
10
berkembangnya perdagangan karbon secara global, meningkatkan efisisensi
konsumsi dan penghematan energi baik di lingkungan rumah tangga
maupun industri dan sektor transportasi, dan memproduksi energi yang
bersih dan ekonomis;
5. Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah
perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di
perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan
kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu terus dilakukan
program reboisasi, penghutanan kembali (reforestasi) dan program
pengurangan emisi karbon;
6. Dalam rangka mengatasi dampak pemanasan global, untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan, Indonesia, pada tahun 2009, dalam pertemuan
G 20 di Pitsburgh dan Konvensi Internasional tentang Perubahan Iklim di
Copenhagen telah berinisitaif memberikan komitmen mitigasi dampak
perubahan iklim berupa penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun
2020 sebesar 26% dari kondisi tanpa rencana aksi (business as usual – BAU)
dengan usaha sendiri serta penurunan sebesar 41% dengan dukungan
internasional. Upaya penurunan emisi GRK tersebut terutama difokuskan
pada kegiatan-kegiatan kehutanan, lahan gambut, limbah dan energi yang
didukung oleh langkah-langkah kebijakan di berbagai sektor dan kebijakan
fiscal.
7. Dalam bidang infrastruktur, meneruskan pembangunan dan pasokan
infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas
berbagai prasarana penunjang pembangunan seperti jalan raya, jalan kereta
api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik, irigasi, air bersih dan sanitasi
serta pos dan telekomunikasi; dan
8. Dalam bidang usaha Kecil dan Menengah, langkah-langkah yang dilakukan
adalah, meningkatkan dan memajukan usaha kecil menengah dengan
menambah akses terhadap modal termasuk perluasan Kredit Usaha Rakyat
(KUR), meningkatkan bantuan teknis dalam aspek pengembangan produk
11
dan pemasaran, melaksanakan kebijakan pemihakan untuk memberikan
ruang usaha bagi pengusaha kecil dan menengah, serta menjaga fungsi,
keberadaan serta efisiensi pasar tradisional.
12
Penyelenggara pembangunan berkelanjutan di NSB tidak dapat
dilaksanakan tanpa upaya mengurangi kesenjangan social, yaitu melalui
pengetesan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan (WRI, 1992; World
Bank, 1992). Untuk konteks Indonesia, keberadaan sumber daya alam
pedesaan merupakan modal dasar yang penting dalam pengembangan
wilayah mengingat sebagian besar penduduk Indonesia berada dipedesaan.
Namun, yang lebih penting lagi adalah bagaimana masyarakat mengelolah
sumber daya dan bagaimana pemerintah mengatur kebijakan pembangunan
agar dapat berkelanjutan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
15