Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
• Nama pasien : Tn. A.F
• Jenis kelamin : Laki - laki
• Usia : 32 tahun
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Alamat : Tegal

B. ANAMNESIS
• Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan sakit di sekitar wajah sejak 1bulan SMRS.

• Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengeluhkan sering terasa sakit. Sakit terutama dirasakan pada daerah wajah di dekat
hidung. Sakit dirasakan seperti terasa penuh Selain itu, hidung terasa tersumbat dan
sering keluar cairan seperti ingus berwarna putih, kental dan berbau. Kadang terasa cairan
mengalir ke tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan sering mencium bau busuk dari
hidungnya. OS mengaku di kedua hidungnya terkadang tersumbat dan bersin-bersin
terutama jika pada pagi hari. Kadang keluhan disertai badan terasa lemas, batuk dan pilek
terus menerus dan sering kambuh, demam disangkal oleh pasien .pasien juga mengeluh
penciuman kedua hidung sedikit menurun,tapi tidak sebegitu parahnya.

1
Pasien mengeluh sering sakit kepala,nyeri telinga,keluar cairan pada
telinga,telinga berdengung, penurunan pendengaran, nyeri saat menelan disangkal pasien.
Pasien juga menyangkal pernah terjadi trauma di sekitar wajah. Pasien juga menyangkal
pada gigi gigi nya terdapat yang bolong atau hilang.

• Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal mengalami keluhan seperti ini sebelumnya , batuk dan pilek
sering dialami pasien.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan yang
dialami pasien.

• Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

• Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien sebagai karyawan swasta, makan teratur ± 3x sehari dengan porsi sedang,
riwayat merokok (-), riwayat minum kopi (-).

• Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu, makanan,
suhu/cuaca, debu,atau bulu binatang.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 90x/menit, reguler
Suhu : Afebris

2
 Pemeriksaan Sistemik
Kepala : DBN
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : DBN
Toraks : DBN
Abdomen : DBN
Ekstremitas : DBN
 Status Lokalis THT
Telinga:
Kelainan Dekstra Sinistra
Dauntelinga Kel. Kongenital - -
Trauma - -
Radang - -
Nyeritekan - -
Liang &dindingtelinga Cukuplapang (N) + +
 Sempit Sempit lapang lapang
Hiperemis - -
Edema - -
Massa - -
 Secret/serumen Bau + (N) + (N)
Warna - -
Jumlah Sedikit Sedikit
Membran timpani
 Utuh Warna (N) (N)
Reflekcahaya + +
Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
 Perforasi - -
 Mastoid Nyeritekan - -
Tandaradang - -
Nyeriketok - -
 Tesgarputala Rinne + +
Schwabach N N
Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (-)

Hidung
Hidungluar Deformitas - -
Kelainankongenital - -
Trauma - -
Radang - -

3
Sinus paranasal Nyeriketok Sinus maksilaris Sinus maksilaris
(+) (+)
Nyeritekan Sinus maksilaris Sinus maksilaris
(+) (+)
Rinoskopi anterior
 Vestibulum Vibrise + +
Radang - -
Cukuplapang - -
Lapang Sempit Sempit
 Secret Jenis Perulen Purulen
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau + +
Ukuran Normal Normal
 Konkha inferior Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Licin Licin
Edema (+) (+)
Ukuran Hipertropi Hipertrofi
 Konkha media Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Cukuplurus/deviasi Deviasi (-) Deviasi (-)
 Septum Permukaan - -
Warna - -
Spina - -
Krista - -
Abses - -
Perforasi - -
Lokasi - -
 Massa Bentuk - -
Ukuran
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -

Orofaringdanmulut
Palatum mole dan arkus Simetris/tidak Simetris Simetris
faring
Warna Normal Normal
Edema - -
Dinding faring Warna Normal Normal

4
Permukaan Licin Licin
Post nasal drip + +
Tonsil Ukuran T1 T1
Warna Normal Normal
Permukaan Licin Licin
Muarakripti - -
Detritus - -
Eksudat - -

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi:

Interpretasi : Tampak penebalan dinding sinus maksilaris dextra et sinistra.


Kesan : Sinusitis maksilaris bilateral.

RESUME KASUS
OS datang dengan keluhan yang dirasakan sejak 1 bulanSMRS. Awalnya pasien
mengeluhkan sering terasa sakit. Sakit terutama dirasakan pada daerah wajah di dekat
hidung. Sakit dirasakan seperti terasa penuh. Selain itu, hidung terasa tersumbat dan
sering keluar cairan seperti ingus berwarna putih, kental dan berbau. Kadang terasa cairan
mengalir ke tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan sering mencium bau busuk dari
hidungnya. Hidung sering tersumbat dan bersin-bersin terutama jika pada pagi hari.
Kadang keluhan disertai badan terasa lemas, batuk dan pilek terus menerus dan sering
kambuh, demam tidak ada. Pasien juga mengeluh penciuman kedua hidung sedikit
5
menurun,tapi tidak terlalu parah,pasien mengeluh sering sakit kepala,nyeri telinga,keluar
cairan pada telinga,telinga berdengung,penurunan pendengaran,nyeri saat menelan
disangkal pasien.

Pada pemeriksaanFisik:
Pada pemeriksaan hidung di dapatkan hasil:
 Tampak konka media hiperemis, terdapat edema konka dan konka hipertrofi.
 Terdapat sekret purulen dan berbau.
 Nyeri tekan dan ketok disunus maksilaris bilateral.

 Pemeriksaan sinus paranasal


 Terdapat nyeri tekan dan nyeri ketok pada sinus maksilaris bilateral.
 Pemeriksaan Radiologi
 Tampak penebalan dinding sinus maksilaris dextra et sinistra.

II. DIAGNOSIS : Sinusitis maksilaris Bilateral


III. SARAN : CT-SCAN SINUS PARANASAL
IV. TERAPI :
Medikamentosa
 Pseudoefedrin 60 mg & Loratadine 5mg 2 dd caps 1
 Asammefenamat 3 x 500 mg
 coamoxcilav 3 x 625 mg
 pencuci rongga hidung H2o2 3% -> 3x sehari
 Sol efedrin 1% selama 5 hari
 Fisioterapi : Diathermi 5x

Non-medikamentosa
• Penggunaan masker sebagai pencegahan perberatan penyakit dan penularan
penyakit (pasien ISPA).
• Konsumsi nutrisi dan olahraga yang adekuat untuk meningkakan imunitas tubuh.
• Konsumsiobat yang diberikan dokter secara teratur dan sesuai anjuran.
• Edukasi seputar tindakan operasiuntuk sinusitis.

V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

6
Quo ad sanationam : bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Hidung

7
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung
dengan perdarahan dan persarafannya, serta fisiologi hidung.
Hidung luar berbentuk
piramid dengan bagian-
bagiannya dari atas ke
bawah:1
1. pangkal hidung
(bridge)
2. dorsum nasi
3. puncak hidung
4. ala nasi
5. kolumela
6. lubang
hidung

Gambar 2.1 Hidung bagian luar


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:1
1. tulang hidung (os nasalis)
2. prosesus frontalis os maksila
3. prosesus nasalis os frontalis
Sementara itu, kerangka tulang rawan terdiri atas beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:1
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)
3. Kartilago alar minor
4. Tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.1

8
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior.1
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina prependikularis os ethmoid,vomer, krista
nasalis os maksila, krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago
septum (lamina kuadrangularis) & kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada
bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi
pula oleh mukosa hidung.1
Bagian depan hidung dinding hidung lateral licin, yang disebut agar nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral
hidung.1
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka superior, konka media, konka
inferior dan konka supreme. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka
superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya
rudimenter. 1

Gambar 2.2 Dinding lateral rongga hidung


Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan
labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari
labirin etmoid.1
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Berdasarkan letaknya, ada 3 meatus yaitu meatus inferior, medius dan
superior. Meatus inferior terletak di anatara konka inferior dengan dasar hidung dan

9
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis.1
Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus usinatus, hiatus semilunaris dan
infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung
dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. 1
Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior
merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding
superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang
memisahkan rongga terngkorak dan rongga hidung.1

Vaskularisasi
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan
posterior yg merupakan cabang a. oftalmika (cabang dari a. karotid interna). Bagian
bwh rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris interna, yaitu a.
palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.1

Gambar 2.3 Perdarahan hidung


Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, a. palatina major, yang disebut

10
Pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superisial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epitaksis, terutama anak-anak. 1
Vena-vena hidung berjalan berdampingan dengan arteri. Vena di vestibulum dan
struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yg berhubungan dengan sinus kavernosus.
Vena-vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intrakranial. 1

2.1.2 Fisiologi Hidung


Fungsi hidung adalah 1:
1. Sebagai jalan napas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran
udara ini berbentuk lengkungan atau arkus
Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan
yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi, di bagian depan aliran udara
memeceah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara


Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu, untuk mempersiapakan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara
mengatur kelembaban dan mengatur suhu.
Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.
Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga
radiasi berlangsung optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung
kurang lebih 370C.
3. Penyaring dan Pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh:
a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b) silia
c) palut lendir

11
d) enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut
lysozyme.
Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar
akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir akan dialirkan ke nasofaring
oleh gerakan silia.
4. Indra Penghidu
Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi Suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidng akan menebabkan resonansi berkurang atau hilang
sehinga terdengar suara sengau (rinolalia).
6. Membantu proses bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir
dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatu mole turun untuk aliran udara.
7. Refleks Nasal
Mukosa hidung merpakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskular dan pernapasan. Misalnya, iritasi mukosa hidung menyebabkan
refleks bersin dan napas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar
liur, lambung, dan pankreas.

SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan
kiri.Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang.Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus

12
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1

 SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar.Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar
orbita dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid. 1
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah : 1
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1
dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,
bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi
geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya
tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang
sempit.
d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.

 SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun.

13
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempuyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus
frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-
septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi
sinus.Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.Sinus frontal berdrenase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. 1

 SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.Pada
orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior. 1
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.Berdasarkan letaknya sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis. 1
Di bagian terdepan sinus etmoid aterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal.Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila.Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. 1
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi snus etmoid dari
rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. 1

14
 SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. ukuranya adalah 2 cm, tingginya 2.3 cm
dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh
darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. 1

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisis,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.
karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons. 1

 Kompleks Ostio Meatal (KOM)

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoidal anterior. Daerah ini rumit akan
sempit dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila. 1

15
 Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tapi
beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut 1 :
- Sebagai pengatur kondisi udara.
- Sebagai penahan suhu.
- Membantu keseimbangan kepala.
- Membantu resonansi suara.
- Peredam perubahan tekanan udara.
- Membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung.

Gambar. Anatomi sinus paranasal (potongan koronal) 3

16
Gambar.Anatomi sinus paranasal (potongan sagital). 4

Pemeriksaan Sinus Paranasal

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan
sinuskopi. 1

Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka.Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu
sinusitis maksilaris akut.Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu
sinusitis frontalis akut.Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali
bila telah terbentuk abses. 1

17
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu oada bagian medial atap
orbita.Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. 1

Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa
sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.Bila terdapat
kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi,
sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus
maksila.Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan
normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang. 1

Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior anterior
untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan
etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan. 1

Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop.Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.Dengan sinuskopi dapat
dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau
kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. 1

18
1. SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia.Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal.Umumnya disertai atau
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.1
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus parasanal disebut pansinusitis.Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. 1
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka
infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.Sinusitis dapat menjadi
berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit diobati. 1

1. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis ormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologi, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar
negeri adalah penyakit fibrosis kistik . 1
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral . 1
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia . 1

2. Patofisiologi

19
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mokosiliar (muccociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.1
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu seingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. 1
Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.Mukosa semakin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik
yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentuka polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi. 1

3. Klasifikasi dan Mikrobiologi

Konsesus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas
sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi
akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika
lebih dari 3 bulan. 1
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan dengan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi
harus dicari dan diobati secara tuntas. 1
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus Pneumonia (30-50%).Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella Catarhallis
(4%).Pada anak, M. Catarhallis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor
predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri
negatif gram dan anaerob. 1

20
4. Gejala Sinusitis

4.1 Sinusitis Akut


Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersembut disertai nyeri/rasa tekanan pada
muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip).Dapat
disertai gejalah sistemik seperti demam dan lesu. 1
Keluhan nyeri dan rasa tekanan di daera sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal.
Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah
mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang adalah nyeri alih ke gigi dan telinga. 1
Gejala lain adalah sakit kepala, hipossmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak. 1
Rhinosinusitis akut setidaknya meliputi 3 kriteria gejala dan tanda dari : 4
 Sekret yang purulen dari kavum nasal,
 Terdapat nyeri lokal,
 Demam >380C,
 Tingginya kadar Erythrocyte sedimentation rate atau C-Reactive Protei,
 Double sickening
Faktor Anatomi antara lain Haller cells, concha bullosa, septal deviation, choanal atresia,
nasal polyps dan hypoplasia termasuk penyebab terjadinya rhinosinusitis akut. 4

4.2 Sinusitis Kronis


Terjadi saat 12 minnggu atau lebih. Pada usia dewasa ditandai dua atau lebih gejala salah
satu yang mengalami penyumbatan / obstruksi atau discharge di hidung ( anterior /
posterior nasal drip ): 4

21
• wajah rasa sakit / tekanan
• pengurangan atau kehilangan bau
Sedangkan pada usia anak anak ditandai dua atau lebih gejala salah satu yang mengalami
penyumbatan / obstruksi atau discharge di hidung ( anterior / posterior nasal drip ): 4
• wajah rasa sakit / tekanan
• Disertai adanya batuk

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosisi. Kadang-kadang hanya 1
atau 2 dari gejala-gejala di bawa ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis) bronkiektasis dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. 1

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskoi
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di
meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). 1
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. 1
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level)
atau penebalan mukosa. 1
CT scan sinus merupakan gold standartd diagnosis sinusitis karena mampu menilai
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. Namun karema hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusits kronik

22
yang tidak membaik dengan pengobatan dan pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus. 1
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
suda jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. 1
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotikyang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil
sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 1
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi yang menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop, bisa dilihat kodisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 1

6. Terapi

Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat pertumbuhan 2) mencegah komplikasi dan


3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM
sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. 1
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan pinisilin seperti amoksisislin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. 1
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob.Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga merupaknan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat. 1

7. Tindakan Operasi

23
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan
dan tindakan radikal. 1
Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
kronik disertai kista aau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis
serta sinusitis jamur. 1

8. Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.


Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. 1
- Kelainan orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling
sering ialah sinusitis etmoid kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. 1
- Kelainan intrakranial.
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis
sinus kavernosus. 1
- Osteomielitis dan abses subperiostal.
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.
Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral aau fistula pada pipi. 1
- Kelainan paru
Seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan
kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan. 1

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR, 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: Penerbit Badan Penerbit FKUI;
2011. H. 145-9: 150-3.
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/57349/4/Chapter%20II.pdf. Accses
on : 1 September 2016.
3. https://shieldate.wordpress.com/2015/12/03/rhinosinusitis/ Accses on : 1 September
2016.
4. http://www.ep3os.org/EPOS2012.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai