Anda di halaman 1dari 18

Elemen berikutnya dari daerah lingkaran tersebut yakni rencana unit.

Unit
lebih luas daripada research lesson. Rencana unit menunjukan bagaimana
research lesson yang diamati sesuai dengan serangkaian pelajaran.
Bagian terakhir dari rencana memandu belajar yakni tema penelitian (tema
penelitian ini telah diemukakan di depan). Tema penelitian dan pelajaran
mempunyai hubungan yang erat.
Bagian dari perencanaan pembelajaran yakni membuat rencana untuk
pengumpulan data. Hal itu juga merupakan suatu elemen penting dalam
menyusun rencana untuk memandu peserta didik belajar. Seperti telah
dikemukakan di depan, salah satu kolom rencana research lesson memuat “point
to notice” atau”evaluation”. Kolom itu memandu pengamat untuk
memperhatikan aspek-aspek khusus dari pelajaran. Anggota kelompok lesson
study dan guru-guru biasanya diberikan tugas dan format pengumpulan data untuk
membantu mereka dalam mengumpulkan data. Pengumpulan data biasanya
dikaitkan dengan suatu denah tempat duduk peserta didik, dafatar anggota setiap
kelompok peserta didik, catatan tentang partisipasi setiap anggota dari suatu
kelompok kecil, ataua data lainnya yang sesuai dan diperlukan.
Data yang dikumpulkan selama lesson study biasanya memuat bukti
tentang belajar, motivasi, dan iklim social. Walaupun pengumpulan data biasanya
lebih difokuskan pada peserta didik tetapi pengumpulan data juga biasa dilakukan
utnk menatat ucapan atau ceramah guru dan waktu yang digunakan guru pada
setiap elemen pelajaran.
Satu bbagianb penting dan yang patut dipertimbangkan dalam
merencanakan research lesson yakni mengundang pakar dari luar. Mereka bias
berasal dari guru atau peneliti yang memilikji pengetahuan tentang bidang studi
yang dipelajari dan atau bagaiman mengajar bidang studi tersebut. Keterlibatan
pakar dari luar akan lebih efektif jika sudah berlangsung sejak awal. Dengan cara
ini pakar mempunyai kesempatan dalam membantu merancang pelajaran, member
saran tentang sumbver-sumber kurikulum, dan bertindak sebagai komentator
terhadap research lesson.

D. Membelajarkan dan Mengamati Research Lesson


Research lesson yang sudah direncanakan dapat diimplementasikan dan
diamati. Guru anggota kelompok yang sudah ditunjuk dan disepakati dapat
melaksanakan tugas untuk membelajarkan lesson yang sudah ditetapkan.
Sedangkan, anggota kelompok lain mengamati lesson tersebut. Pengamat akan
mengumpulkan data yang diperlukan selama pembelajaran berlangsung. Untuk
mendokumentasikan research lesson biasanya dilakukan dengan menggunakan
audiotape, videotape, handycame, kamera, karya peserta didik, dan catatan
observasi naratif. Peranan pengamat selama lesson study yakin mengumpulkan
data dan bukan membantu peserta didik. Para peserta didik harus diberitahu lebih
dahulu bahwa pengamat atau guru lain di kelas mereka hanya bertugas untuk
mempelajari pembelajaran yang brelangsung dan bukan untuk membantu mereka.
Sebaiknya, setiap anggota kelompok lesson study diberi tugas dan
tanggung jawab tertentu. Di antara mereka ada yang bertugas misalnya,
memeroleh materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran, mengopi rencana
pembelajaran untuk pengamat, mencatat hasil diskusi setelah pembelajaran dan
menfasilitasi diskusi setelah pembelajaran.

E. Mendiskusikan dan Menganalisis Research Lesson

Research lesson yang sudah diimplimentasikan perlu didiskusikan dan


dianalisis. Hal itu perlu dilakukan karena hasil diskusi dan analisis dapat dijadikan
sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau revisi research lesson. Dengan
demikian, research lesson diharapkan menjadi lebih sempurna, efektif, dan
efisien.
Diskusi dan analisis tentang research lesson sebaiknya memuat butir-butir
(1) refleksi instruktur, (2) latar belakang anggota kelompok lesson study, (3)
presentase dan diskusi tentang data dari research lesson, (4) diskusi umum, (5)
komentator dari luar (opsional), dan (6) ucapan terima kasih (Lewis, 2002:69).
Beberapa bagian penting dan berguna dari panduan diskusi pembelajaran
sebagai berikut. Pertama guru pengajar research lesson diberi kesempatan
menjadi pembicara pertama dan berkesempatan mengemukakan semua kesulitan
dalam pembelajarannya sebelum kesulitan tersebut dikemukakan oleh yang lain.
Kedua sebagai suatu aturan main, pembelajaran yang disampaikan merupakan
milik semua anggota kelompok lesson study . Hal ini merupakan pelajaran “kita”,
bukan pelajaran “saya”. Dan hal ini direfleksikan dalam setipa keterangan masing-
masing anggota kelompok. Anggota kelompok berasumsi bahwa mereka
bertanggung jawab untuk menjelaskan pemikiran dan perencanaan yang ada pada
pelajaran tersebut. Ketiga instruktur atau guru yang merencanakan pelajaran
sebaiknya menceritakan mengapa mereka merencanakan hal itu, perbedaan antara
apa yang mereka rencanakan dan apa yang sesungguhnya terjadi, serta aspek-
aspek pembelajaran yang mereka inginkan sehingga para pengamat dapat
mengevaluasinya. Keempat diskusi berfokus pada data yang dikumpulkan oleh
para pengamat. Wujudnya, pengamat membicarakan secara spesifik percakapan
dan karya peserta didik yang mereka catat. Lebih lanjut, pengamat tidak
membicarakan tentang kualitas pembelajaran berdasarkan kesan mereka, retapi
mereka mebicarakan fakta tang ditemukan. Kelima waktu diskusi terbatas. Oleh
karena itu, terdapat kesempatan yang terbatas untuk “grandstanding” dan
penyimpangan (Lewis, 2002:69).
Diskusi dan analisis research lesson harus segera dilaksanakan pada hari
yang sama setelah research lesson diimplementasikan. Hal itu perlu diupayakan
secepat mungkin karena hasil diskusi dan analisis dapat digunakan dan
dipertimbangkan sebagai bahan merevisi pelajaran/unit/pendekatan pembelajaran.

F. Merefleksi Lesson Study dan Merencanakan Tahap-Tahap Berikutnya

Hal yang perlu dilakukan dalam merefleksi lesson study yakni memikirkan
tentang apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa
yang masih perlu diperbaiki. Pada saat ini, tiba saatnya berfikir tentang apa yang
harus dikerjakan selanjutnya oleh kelompok lesson study . apakah anggota
kelompok berkeinginan meningkatkan pembelajaran menjadilebih baik? Apakah
anggota-anggota yang lain berkeinginan untuk mengujicobakan pembelajaran
pada kelas mereka sendiri? Apakah anggota kelompok lesson study puas dengan
tujuan-tujuan lesson study dan metode operasi kelompok? (Lewis, 2002:71).
Pertanyaan-pertanyaan berikut juga dapat membantu guru dalam
melakukan refleksi terhadap siklus lesson study maupun memikirkan langkah
yang akan dilakukan berikutnya.
Pertanyaan tersebut antara lain (1) apa yang berguna atau bernilai tentang
lesson study yang dikerjakan bersama? (2) apakah lesson study membimbing guru
untuk berpikir dengan cara baru tentang praktik pembelajaran sehari-hari? (3)
apakah lesson study membantu mengembangkan pengetahuan guru tentang mata
pelajaran serta pengetahuan tentang belajar dan perkembangan perserta didik? (4)
apakah tujuan lesson study menarik bagi semua guru? (5) apakah guru bekerja
bersama-sama dalam suatu cara yang bersifat produktif dan suportif? (6) sudahkah
guru membuat kemajuan terhadap tujuan lesson study secara menyeluruh? (7)
apakah semua anggota kelompok sudah merasa terlibat dan berguna? Dan (8)
apakah pihakyang bukan peserta merasa terinformasikan dan terundang dalam
kegiatan lessotiapn study ini? (Lewis, 2002:71).

3. Bagaimana Melaksanakan Delapan Tahapan Lesson Study Secara


Umum?

Robinson (2006) mengusulkan ada delapan tahap berdasarkan banyaknya


kegiatan yang diperlukan dalam pelaksanaan lesson study, yakni sebgai berikut.
- Tahap 1: pemilihan topik lesson study
- Tahap 2: melakukan reviu silabus dalam upaya mendapatkan kejelasan
tujuan pembelajaran untuk topic tersebut dan mencari ide-ide dari materi
yang ada dalam buku pelajaran. Selanjutnya, berkerja dalam kelompok
untuk menyusun rencana pembelajaran.
- Tahap 3: setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran
menyajikan atau mempersentasikan recana pembelajaran. Sementara itu,
kelompok lain member masukan sampai akhirnya diperoleh rencana
pembelajaran yang lebih baik.
- Tahap 4: guru yang ditunjuk pleh kelompok menggumakan masukan-
masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran.
- Tahap 5: guru yang ditunjuk mempersentasikan rencana pembelajarannya
di depan semua anggota kelompok lesson study untuk mendapatkan
balikan.
- Tahap 6: guru yang ditunjuk secara detail memperbaiki kembali rencana
pembelajaran dan mengirimkan pada semua guru anggota kelompok,
sehingga mereka mengetahui bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan
di kelas.
- Tahap 7: para guru dapat mempelajari kembali rencana pembelajaran
tersebut dan mempertimbangkannya dari berbagai aspek pengalaman
pembelajaran yang mereka miliki, khususnya difokuskan pada hal-hal
yang penting, seperti hal-hal yang akan dilakukan seorang guru,
pemahaman peserta didik, dan kemungkinan yang akan terjadi dalam
implementasi pembelajarannya.
- Tahgap 8: guru yang ditunjuk melaksanakan rencana pembelajaran
dikelas. Sementara itu, guru yang lain bersama dosen/pakar mengamati
sesuai dengan tugas masing-masing untuk member masukan pada guru.
Pertemuan refleksi akan segera dilakukan secepatnya kegiatan pelaksanaan
pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari guru observer, dan
akhirnya komentar dari dosen atau pakar luar tentang keseluruhan proses
serta saran sebagai peningkatan pembelajaran, jika mereka mengulang di
kelas masing-masing atau untuk topic yang berbeda.
4. Pelaksanaan Lesson Study di Indonesia

Lesson study telah dilaksanakan di Indonesia sejak taun 2006 melalui


program SISTEMS (strengthening in-service teacher training of mathematics and
science education of secondary level) yang didukung Direktorat PMPTK, DIKTI,
dan JICA. Lesson study awalnya dilakukan, terutama di tiga kota, yaitu
Sumedang, berkolaborasi dengan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Bantul, berkolaborasi dengan Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY), dan Pasuruan, berkolaborasi dengan Universitas
Negeri Malang (UM). Pelaksanaannya ditekankan pada tiga tahap yaitu plan
(merencanakan atau merancang), do (melaksanakan), see (mengamati dan sesudah
itu merefleksikan hasil pengamatan) (Sutopo dan Ibrohim, 2006).
Dalam perkembangan selanjutnya, lesson study di Indonesia didefinisikan
sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegoalitas dan
mutual learning untuk membangun learning community.
Apabila dicermati dala, definisi lesson study dapat kita temukan tujuh kata
kunci, yaitu pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif,
berkelanjutan, kolegalitas, mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson study
bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan
sehingga peningkatan keprofesionalan pendidik secara terus menerus. Apabila
tidak dilakukan dapat menurunkan keprofesionalan guru. Bagaimana
mengupayakan hal itu? Upaya itu dapat dilakukan dengan pengkajian
pembelajaran secara terus menerus dan kolaboratif. Pengkajian pembealjaarn
harus dilakukan secara berkala, misalnya seminggu sekali atau dua minggu sekali
karena membangun komunitas belajar merupakanmembangun budaya yang
memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, koreksi, menghargai, membantu,
dan menahan ego. Membangun budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan waktu lama. Berapa lama waktu yang diperlukan?
Untuk membangun budaya komunitas belajar tidak ada pembatasan waktu,
semakin lama semakin baik.
Tidak ada pembelajaran yang sempurna tetapi selalu ada celah untuk
perbaikan. Oleh karena itu, pembelajaran harus dikaji secara terus menerus
sehingga lebih baik dan lebih baik lagi. Pengkajian pembelajaran dimaksudkan
untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran sehingga terjadi
peningkatan kualitas pembelajaran secara terus menerus. Objek kajian
pembelajaran dapat meliputi materi ajar, metode/strategi/pendekatan
pembelajaran, LKM/LKPD (lembar kerja mahasiswa atau lembar kegiatan peserta
didik), media pembelajaran, setting kelas, dan asesmen.
Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan secara kolaboratif? Dengan
kajian tersebut dapat memberikan lebih banyak masukan perbaikan sehingga
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagai ilustrasi, menurut penilaian
diri sendiri persiapan pembelajaran yang kita buat sudah bagus, tetapi ketika
mendapat masukan dari orang lain ternyata masih juga ada hal-hal yang bisa
meningkatkan kualitas persiapan pembelajaran.
Prinsip kolegialitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam
berkolaborasi ketika melaksanakan kegiatan lesson study. Dengan kata lain,
peserta kegiatan lesson study tidak boleh merasa superior (merasa paling pinter)
atau inferior (merasa rendah diri) tetapi semua peserta memiliki tujuan saling
belajar. Peserta yang sudah memahami atau memiliki ilmu lebih harus bersedia
berbagi dengan peserta lain yang belum paham. Sebaliknya, peserta yang belum
memahami harus bersedia bertanya. Narasumber dalam forum lesson study harus
bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi
peserta untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga peserta dapat
berkembang secara bersama-sama.
Siklus pengkajian pembelajaran dilaksanakan dalam tiga tahap, seperti
dalam Gambar 1.3.
Tahap perencanaan (plan) bertujuan menghasilkan rancangan
pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif
dan membangkitkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif oleh beberapa orang guru yang termasuk dalam suatu
kelompok lesson study (jumlah bervariasi 6-10 orang). Untuk memperlancar
kegiatan tersebut ditetapkan siapa guru yang akan menjadi guru pengajar
penyusun RPP. Para guru kemudian bertemu dan berbagi ide menyempurnakan
rancangan pembelajaran yang sudah disusun guru pengajar untuk menghasilkan
cara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun penyiapan alat
bantu pembelajaran yang dianggap paling baik. Semua komponen yang tertuang
dalam rancangan pembelajaran sebelum dilaksanakan dalam kelas disimulasikan
lebih dulu. Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen
yang diperlukan dalam pengamatan.
plan do
secara kolaboratif guru seorang guru melaksanakan
merencanakan pembelajaran yang pembelajaran yang berpusat peserta
berpusat pada peserta didik didik. sementara itu, guru lain
berbasis permasalahan di kelas. mengobservasi kegiatan belajar
peserta didik.

see
secara kolaboratif guru merefleksikan
keefektifan pembelajaran dan saling
belajar dengan prinsip kolegialitas.

Gambar 1.3 siklus pengkajian pembelajaran dalam lesson study di Indonesia

Tahap pelaksanaan (Do), dimaksudkan untuk menerapkan rancangan


pembelajaran yang telah direncanakan. Salah satu anggota kelompok berperan
sebagai guru model, sedangkan anggota lainnya mengamati. Fokus pengamatan
diarahkan pada kegiatan belajar peserta didik dengan berpedoman pada prosedur
dan instrumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan, bukan pada
penampilan guru yang sedang bertugas mengajar. Selama pembelajaran
berlangsung, para pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses
pembelajaran walaupun mereka boleh merekam dengan kamera video atau kamera
digital. Tujuan utama kehadiran pengamat yakni belajar dari pembelajaran yang
sedang berlangsung.
Tahap pengamatan dan refleksi (See) dimaksudkan untuk menemukan
kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru yang bertugas sebagai
pengajar mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan dan pemikirannya
mengenai pelaksanaan pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada
yang bertugas sebagai pengamat. Selanjutnya, pengamat dari luar juga
mengemukakan apa lesson learned yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang
baru berlangsung. Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan
atau menyakiti hati guru yang membelajarkan, dengan tujuan demi perbaikan
praktik ke depan. Berdasarkan masukan dapat dirancang pembelajaran berikutnya
yang lebih baik.
Menurut Ibrohim (2008), ada dua bentuk kegiatan lesson study yang
dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan yaitu sebagai berikut.
1) Lesson study berbasis musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), yakni
lesson study yang dilaksanakan pada setiap hari pertemuan MGMP yang
telah ditetapkan di Kabupaten Pasuruan (hari kamis untuk Matematika dan
Sabtu untuk Sains). Kegiatan yang dilakukan meliputi plan pada minggu
pertama diikuti do dan see pada minggu ketiga.
2) Lesson study berbasis sekolah (LSBS) atau entire school lesson study
(ESLS), yakni lesson study yang dilakukan di suatu sekolah dengan
kegiatan utama berupa open lesson atau open class oleh setiap guru secara
bergiliran pada hari tertentu. Pada saat salah seorang guru “membuka
kelas” (open class) guru-guru yang lain di sekolah bertindak sebagai
observer. Setelah itu semua guru, baik guru model atau observer
melakukan diskusi refleksi untuk membahas berbagai hal yang terkait
dengan fakta atau fenomena proses belajar peserta didik yang ditemukan
dalam pembelajaran tersebut.

Lesson study yang dilakukan pada lingkup MGMP oleh guru sebidanng
studi atau antarbidang studi (LSBS) merupakan salah satu wujud dari
pembentukan komunitas belajar di sekolah. Terbentuknya komunitas belajar
merupakan sarana untuk pengembangan diri setiap guru. Disamping itu, lesson
study dan pengembangan komunitas belajar di sekolah akan meningkatkan rasa
kebersamaan dan kolegialitas antarguru, bahkan dengan kepala sekolah. Kegiatan
seperti itu jauh lebih bermanfaat daripada sekadar mengikuti pelatihan yang
sifatnya sporadis. Dengan kata lain, pelatihan hanyalah sebagai pelengkap,
sementara lesson study harus lebih diutamakan dalam upaya pembinaan
keprofesionalan guru karena dapat dilakukan secara rutin, terus-menerus, berbasis
pada kebutuhan riil guru dalam mengembangkan pembelajaran, dan bertempat di
sekolah.
Bagian selanjutnya dari buku ini akan membahas mengenai Lesson study
berbasis sekolah yang merupakan uraian pengalaman mengembangkan LSBS di
SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang selama empat tahun.

E. Hambatan dan Kesulitan Melaksanakan Lesson Study

Menurut Lewis (2002), Saito (2007), dan Tim Ahli JICA untuk
SISTTEMS, (Susilo, 2008), hambatan dan kesulitan melaksanakan lesson study
sebagai berikut.

1. Miskonsepsi menbgenai Lesson study


Menurut Lewis, hambatan pelaksanaan terjadi karena adanya miskonsepsi
terhadap lesson study . Miskonsepsi tersebut sebagai berikut.
a. Lesson study hanya berupa kegiatan merancang pembelajaran.
Lesson study bukan sekadar kegiatan merancang pembelajaran, tetapi lebih
luas dari itu. Dapat dikatakan merancang pembelajaran hanya merupakan
sebagian kecil dari lesson study . Dalam pengertian lebih luas, lesson study
yang juga meliputi proses penetapan tujuan pendidikan jangka panjang
peserta didik, pengkajian respons peserta didik terhadap pembelajaran
yang dilakukan, dan perevisian pendekatan pembelajaran bila dirasa perlu.
b. Merancang pembelajaran mulai awal.
Lesson study juga tidak mulai dari awal atau dari nol, tetapi dikembangkan
dari apa yang sudah diketahui, pendekatan “state-of-the-art” yang sudah
dipakai saat ini, dan merevisinya untuk diadaptasikan pada lingkungan
pembelajaran yang di miliki sekolah. Jadi, fokus lesson study bukan pada
percepatan, tetapi pada pengembangan.
c. Menulis langkah-langkah pembelajaran yang kaku.
Lesson study juga tidak dimaksudkan untuk menghasilkan langkah-
langkah pembelajeran yang kaku.dalam lesson study guru memang
menuliskan secara lengkap scenario pembelajaran yang akan mereka
laksanakan.artinya,mereka merancang dengan hati-hati permasalahan atau
pertanyaan yang akan mereka gunakan untuk mengalakkan proses berpikir
peserta didiknya.guru-guru di jepang terbiasa mendeskripsikan secara
lengkap proses pembelajaran,pertanyaan yang akan diajukan ,jawaban dan
proses berpikir yang mungkin dilaksanakan peserta didik,dan pengalaman
yang perlu dialami peserta didik untuk membantu membangun
pemahaman mereka.dengan scenario itu,memberikan pedoman kepada
guru dalam melaksanakan pembelajarannya.guru-guru di jepang
mengibaratkan pembelajaran itu seperti”sebuah sungai yang terus
mengalir’.di dalamnya banyak keputusan yang harus diambil saat itu juga
dan perubahan terhadap rancangan pembelajaran yang telah dibuat
sebelumnya seringkali menghasilkan wawasan penting untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
d. Menulis rancangan pembelajaran yang ”sempurna”untuk disebarluaskan
ke guru lain.lesson study tidak di maksudkan sebagai menulis rancangan
pembelajaran yang “sempurna”untuk disebarluaskan ke guru lain.pada
hakikatnya,penyebaran suatu pembelajaran bergantung pada guru yang
mengamati dan yang tertarik.dari pengamatan dan ketertarikan tersebut
kemudian guru-guri memutuskan untuk mengadaptasikan di kelasnya.oleh
karena dunia begitu bervariasi dan terus menerus berubah tidak ada
jaminan bahwa suatu pembelajaran akan tepat untuk semua peserta didik
di semua sekolah atau akan tepat untuk peserta didik pada masa yang
akan dating.lesson study memberikan sarana bagi guru untuk terus-
menerus memperbaiki pembelajarannya sedemikian rupa sehingga mereka
dapat merespons secara efektif peserta didik yang dibina dalam kelas
mereka saat ini.kehidupan peserta didik terus menerus berubah.oleh karena
itu,lesson study tidak pernah berakhir.
e. “research lesson” adalah suatu pembelajaran dari para ahli.pembelajaran
yang diteliti (research lesson)bukanlah suatu demonstrasi mengenai suatu
penbelajaran yang dilakukan oleh”pakar”.pelaksanaan lesson studyi yakni
guru yang mempunyai status yang sama dengan guru-guru lain yang ikut
hadie di dalam kelas pada saat”pembelajaran yang dikaji”dilaksanakan
guru-guru yang bergabung dalam lesson study saling bertukar peran
sebagai pengajar dan pengamat dan mereka mempunyai kedudukan yang
setara.dalam konteks tersebut,tidak ada salah seorang guru yang bertindak
sebagai penatar atau pemimpin.
f. Lesson study merupakan suatu penelitian dasar. Lesson study merupakan
suatu penelitian dasar.istilah lesson study dapat juga diubah menjadi
penelitian atau kaji pembelajaran atau penelitian intruksional.guru jepang
menganggap lesson study sebagai penelitian dan mereka seringkali
memasukkan ke dalam peta konsep lesson study sebagai suatu hipotesis
yang menyebutkan bahwa suatu perubahan dalam pembelajaran akan
membantu peserta didik berkembang ke arah yang
diinginkan.namun,menurut lewis(2002), ada dua hal penting yang
membedakan lesson study dengan penelitian pendidukan umumnya dan
bahkan dengan penelitian tindakan. Perbedaan itu sebagai berikut.
Pertama, lesson study tidak bertujuan menghasilkan pengetahuan yang
akan diterapkan oleh guru lain. Lesson study bertujuan meningkatkan
pembelajaran peserta didik menurut pendapat guru itu sendiri, baik
pengamatan secara langsung melalui pembelajaran yang diteliti maupun
secara tidak langsung melalui apa yang dipelajari guru dalam pelaksanaan,
rekaman data, dan hasil diskusi refleksinya. Guru-guru di Jepang secara
terbuka berbagi hasil pembelajaran yang diteliti, tretapi mereka tidak
berasumsi bahwa pembelajaran yang cocok di sekolahnya pasti akan
cocok di sekolah lain. Tuujuan utama lesson study yaitu meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas dan mendokumentasikan proses
pembelajaran serupa dapat memahami dan memanfaatkan. Kedua, lesson
study mensyaratkan adanya upaya peningkatan secara aktif tidak hanya
berupa idea tau pertanyaan untuk dijawab. Dalam lesson study tidak
emalkukan kajian satu variable, tetapi mempraktikan berbagai variable
kualitas yang menentukan pembelajaran yang baik. Untuk itu,
mengajarkannya tidak cukup satu kali, terapi dilakukan setiap hari
sehingga kolega dapat mengamati pengaruh kumulatif dari praktik di kelas
dan disekolah seorang.
Dalam model penelitian pendidikan tradisional hasil penelitian diterapkan
pada praktik. Dalam lesson study, praktik itu merupakan bentuk penelitian.
Guru yang melaksanakan lesson study berangkat dari permasalahan yang
ditemui di kelas, misalnya peserta didik kurang termotivasi dalam belajar
sains. Untuk itu, guru perlu memikirkan perubahan apa yang perlu
dilakukan dalam pembelajaran dan mengamati, apakah perubahan
pendekatan itu bermanfaat. Jadi, tujuan utama pelaksanaan lesson study
teutama mengupayakan kemaslahatan anakdidik dan kedua menghasilkan
pengetahuan yang mungkin dapat diterapkan di tempat lain.

2. Kesulitan dan Permasalahan Pelaksanaan Lesson Study

Menurut Saito (2007) dan Tim Ahli JICAS untuk SISTEMS (2008),
kesuluitan atau permasalahan dalam pelaksanaan lesson study di Indonesia
terutama yang menyangkut LSBS meliputi empat hal yaitu terkait penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), penggunaan lembar kegiatan peserta
didik (LKPD) da proses pembelajaran, pemasukan kegiatan kelompok dalam
pembelajaran, dan kegiatan refleksi. Secara sederhana dijelaskan sebagai berikut.
a. Pertama LSBS terkait dengan penyusunan RPP. Guru kita kurang merasa
“memiliki RPP” yang akan dikembangkan dalam LS bila buikan dai yang
ditugaskan sebagai guru pengajar. Oleh karena itu, guru pengajarlah yang
biasanya menyusun RPP, baru kemudian pada kegiatan “plan” meminta
masukan dari guru-guru lain untuk penyempurnaanya.
b. LKPD terlalu padat dan materi terlalu banyak dalam sekali pembelajaran.
Padatnya LKPD menyebabkan kesulitan dalam proses pembelajaran, yaitu
peserta didi cenderung tidak mengerjakannya secara kolaboratif dengan
temennya, dan cenderung lebih banyak menfokuskan kegiatan pada
bagaiman menyelesaikan pengisian LKPD daripada berlatih berpikir
mengenai apa yang dipelajari. Masalah lain terkait proses pembelajaran
yakni adaanya kecenderungan peserta didik yang pandai yang
mengerjakan LKPD sementara itu, peserta didik yang kurang mampu
hanya menyontek pekerjaan mereka. Menurut Saito (2007), disebabkan
terklalu padatnya LKPD dan kurangnya perhatian guru terhadap proses
belajarr peserta didiknya. Lenih lanjut, Tim Ahli JICAS SISTEMS (2008)
menyebutkan bahwa permasalahn lain yang muncul terkait penggunaan
LKPD yakni guru hanya menyalin LKPD yang diterbitkan penerbit umum
sehingga tidak relevan upaya peningkatan kemampuan guru dalam
mendesain pembelajaran. Seringkali dalam pembelajaran guru tidak
fleksibel dalam memanfaatkan LKPD dan tidak menyesuaikan dengan
kondisi dan reaksi peserta didik. Selain itu, setelah pembelajaran guru
meminta peserta didik mengumpulkan LKPD sehingag tidak
emmunbgkinnkan me-review apa yang telah dipelajari hari itu.
c. Bagaimana memasukan kegiatan kelompok dalam pembelajran. Banyak
guru masih belum memahami mengapa diperkenalkan kegiatan kelompok
dalam pembelajaran. Pada dasarnya, kegiatan kelompok menfasilitasi
tumbuhnya perkembangan peserta didik. Wujud kegiatan tersebut
misalnya, medorong peserta didik yang berkemampuan rendah untuk
bertanya atau meminta penjelasan pada kelompok yang lebih pandai. Guru
seringkali membiarkan peserta didik menghabiskan waltu untuk tugas
kelompok dan presentasi. Ada juga guru yang tidak menyediakan waktu
untuk diskiusi kelompok selama kegiatan kelompok, peserta didik kurang
diberi kesempatan mereview hasil yang telah diperoleh, mendiskusi alas
an atau makna dibalik temaun yang diperoleh dan mnegmabil kesimpulan
secara bersama-sama.
d. Kesulitan yang terkait dengan refleksi yang dilakukan guru yaitu guru
cenderung mengatakan secara dekriftip apa yang daimati selama lesson
study tetapi sedikit sekali ayng memberikan wawasan atau hasil analisanya
mengenai mengapa terjadi hal itu atau mengapa peserta didik bertingkah
laku seperti itu. Kesulitan dan hambatan lain yang menonjol terjadi yakni
tidak semua guru dapat menjadi pendengar yang baik pada saat refleksi.
Misalnay sebagian mengobrol dan tidak mendengarkan komentar
pengamat.
3. Hambatan Budaya dan Biaya
Menurut Susilo (2008) hambatan terbeasr dalam pelaksanaan lesson study
yakni kurangnya pemahaman dan komitmen guru mengenai apa, mengapa dan
bagaimana melaksanakannya. Selain itu juga factor budaya dan biaya. Lesson
study berasal dari Jepang, yang hakikatnya memiliki budaya yang berbeda dari
budaya Indonesia. Apakah lesson study cocok dengan “budaya Indonesia”?
Lesson study merupakan satu cara peningkatan kualitas ppembelajaran yang dapat
dipelajari dan dimanfaaatkan jika kkita mau, yaitu setelah mengetahui, mengenal,
dan memahaminya. Pada perkembangannya lesson study mulai menyebar
kesuluruh dunia, misalanya AS, Australia, Malaysia, dan Singapura (Lewis and
Tsuchida, 1998’; Lewis, 2002; Richardson, 2001; Fernadez dan Chokshi,2002;
White dan Lim, 2007) selain ke Indonesia. Hambatan budaya dan konteks
merupakan salah satu hal yang harus diatas dalam pelaksanaannya. Hambatan
budaya yang berupa kecendurangan guru kurang komitmen dan kesungguhan hati
untuk melaksanakan yang terbaik, kuyrang memiliki sikap “mau belajar sepanjang
hayat” dan lebih tertarik melakukan sesuatu bila “ada biaya”nya. Hambatan lain,
kurang terbiasa mengembangkan budaya saling belajar dan membelajarkan secara
koalaboratif dan kurang biasa melakukan refleksi diri secar kritis. Untuk mengatsi
hal tersebut, guru perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Guru atau kelompok guru perlu belajar memahami apa, mengapa, dan
bagaimana lesson study. Apabila dilingkungan sekitarnya tidak ada atau
guru tidak memperoleh kesempatan utnuk melihat, melakukan atau
memahami jelas kesulitan baginya untuk mencoba melakukan sendiri,
karena hanya berdasarkan tulisan yang ada.
b. Hambatan budaya, kecenderungan guru dan dosen yang kurang memiliki
komitmen dan kesungguhan hati utnuk melakukan yang terbaik (“do is the
best”, tetapi lebih cenderung memilikisikap sedang-sedang, dan cukup
atau mediocre). Hidup adalah pilihan dan masing-masing kita bebas untuk
memilih bagaimana kita bersikap. Setelah membaca buku ini, siapa yang
akan memilih untuk mempelajari dan mendalami lesson study secara
sungguh-sungguh dan ingin mencoba mempraktikannya dengan
guru/dosen lain? Untuk itu, perlu kolaborasi dengan minimal dau orang
guru/dosen untuk melakukannya dan perlu waktu khusus. Misalnya, setiap
minggu.
c. Guru dan dosen kurang memiliki sikap “mau belajar sepanjang hayat”
(dan lebih tertarik melakukan sesuatu bila “ada biaya”nya.). hambatan itu
tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia. Fernadez dan
Chokshi (2002) memberi contoh dosen Amerika Serikat. Di Negara
tersebut, guru dan dosen melakukan lesson study berkecenderungan
sebagai sesuatu yang “incidental” dan buakn “purposefulí”. Utnuk itu,
agar dapat mencapai hasil yang optimal dalm meningkatkan kuaitas
pembelajaran, hendaknya dilakukan dengan tujuan mendasar, yakni
“mempelajari bagaimana peserta didik belajar” dan “bagaimana dapat
membantu peserta didik belajar lebih baik”. Para pelaku lesson study di
AS melaporkan bahwa mereka “banyak belajar” setelah melakukan lesson
study. Dengan demikian, untuk melaksanakan lesson study dengan baik
tidak cukup berbekal sekadr keinginan melakukan lesson study, keinginan
untuk “mau belajar sepanjang hayat”, berusaha melakukan yang terbaik
untuk membelajarkan peserta didik dmi kemaslahatan peserta didik. Ada
kecenderungan Dikti maupun Dierktorat PMPTK ingin segera
menyebarluaskan lesson study keseluruh LPTK dan MGMP di Indonesia.
Tidak cukup, bila lesson study dilakukan sekadar formalitas untuk
memenuhi persyaratan formal agar sudah ber lesson study dan agar
terkesan tidak ketinggalan zaman tanpa membawa “ruh” yang
menghidupinya, yaitu “keinginan untuk belajar sepanjang hayat membantu
membelajarkan peserta didik”.
d. Kepala sekolah dan pengawas kurang terbiasa melakukan supervise dalam
rangka peningkatan kualitas pembelajran. Salah seorang teman dosen
sering mengatakan bahwa selama ini “supervise di sekolah-sekolah kita
sudah mati”. Kunjungan kepala sekolah dan pengawas ke kelas selama ini
dianggap “menakutkan” karena mereka cenderung dianggap “ingin
mencari kesalahan guru” sehingga guru enggan dikunjungi kelasnya dan
kepala sekolah maupun pengawas “enggan mengunjungi” kelas. Selain itu,
juga ada masalah kurang cocoknya kualifikasi pengawas dengan
kualifikaasi guru yang diawaasi (misalnya, pengawas tidak sebidang studi
atau serumpun studi dengan guru). Pelaksanaan lesson study dapat
memperbaiki hal itu bilab kepala sekolah dan pengawas bersedia
membentuk masyarakat belajar (learning community) bersama dengan
guru. Selama ini, di Kabupaten Pasuruan hanya beberapa orang kepala
sekLestari, dan Suarsini, 2007).
e. Guru seringkali kurang melakukan refleksi diri, tetapi hanya menunggu
diberi masukan oleh kepala sekoalh atau pengawas. Sebagai cara
peningkatan kaulitas diri, guru di Jepang juga sudah sangat terbiasa
melakukan refleksi diri secara kritis. Sebaliknya di AS, guru-guru masih
kurang banyak melakukan kegiatan tersebut, sepert halnya guru-guru di
Indonesia. Hal itu juga merupakan salah satu hambatan budaya yang harus
ditembus.

Dengan mengetahui hambatandan kesulitan pelaksanaan lesson study


diharapkan para dosen dan guru dapat mengantisipasi dan melakukan upaya nyata
untuk mengurangi hambatan yang mungkin terjadi.
Lewis dan Tcuhida (1998) juga mempermasalahkan perbeadan kurikulum
di Jepang dan di Amerika ketika membahas apakah lesson study dapat ditransfer
utuk dilakukan di AS. Kurikulum di Jepang merupakan kurikulum nasional yang
“sederhana”. Sementara itu kurikulum di AS relative lebih padat, seperti
kurikulum Indonesia. Dengan kurikulum yang lebih sederhana, para guru di
Jepang dapat menggunakan lebih banyak waktu untuk membahas setiap topic dan
guru masih mempunyai waktu untuk mempelajari lebih dalam bagaimana
membelajarkan topik tersebut. Di Jepang, guru sudah terbiasa melakukan kegiatan
“belajar-membelajarkan” dengan guru lain disekolah maupun guru sekolah lain
secara kolaboratif. Sebaliknya, di Amerika Serikat, guru cenderung tidak
membahas praktik pembelajaran mereka apalagi sampai saling mengamati
pembelajaran yang dilakukan. Di Indonesia, sudah dalakukan penyederhanaan
kurikulum. Wujudnya, denga menyusun standar isi dan membiarkan guru
menyusun kurikulum sendiri di sekolahnya dalamn bentuk KTSP. Akan tetapi
kurikulum kita saat ini masih terlalu padat daripada kurikulum di Jepang. Dengan
demikian perlu dicari cara bagaimana membelajarkan peserta didik dengan
sebaik-baiknya melalui lesson study bersama guru-guru lain. Walaupun demikian,
kita harus bersyukur bahwa kita memiliki MGMP sehingga guru kita mempunyai
wadah yang secara kolaboratif dapat saling belajar dan membelajarkan diri
melalui lesson study dalam wujud seperti lesson study berbasis sekolah (LSBS).
Di Indonesia, rangkaian kegiatan lesson study yang dilaksanakan secara
kolaboratif antar guru maupun dengan pendampingan dosen MIPA telah
menghasilkan damapk sosiollogis yang positif (Sutopo dan Ibrohim, 2006).
Misalnya, kolegialitas antarpendidik data terbina dengan baik dan tidak ada
pendidik yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah. Mereka dapat berbagi
pengalaman dan saling belajar. Dapat dikatakan, melalui kegiatan lesson study
tercipta suatu keadaab yang kondusif, terciptanya mutual learning (saling belajar)
bagi seluruh pertisipannya. Pada dasarnya setiap orang yang terlibat dalam lesson
study diharapkan memperoleh lesson learned (suatu hal baru yang dipelajari).
Para dosen dan guru yang ingin melakukan lesson study diharapkan dapat
memperdalam bagaimana cara melakukannya melalui buku-buku dan artikel yang
kini dapat di download dari internet.
Dengan memahami apa, mengapa, dan bagaimana lesson study kegiatan
diharapkan dosen dan guru mulai mecoba melaksanakan sesuai dengan
karakterisktik peserta didik atau mahasiswa. Untuk melaksanakan dengan baik
diperlukan 5D (Indraseno, 2008) yang memodifikasinya deri 4Dnya Bryan Tracy,
yaitu Desire (keinginan yang kuat untuk mempelajarinya), Decision (keputusan
untuk mencobanya), Determiantion (kesungguhan untuk mempraktikkannya),
Discipline (pengadaan waktu bersama dosen atau guru lain seprofesi), dan Deed
(benar-benar melaksanakannya, tidak hanya sekedar wacana).

Anda mungkin juga menyukai