Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR EPIFISIOLISIS

Disusun Oleh :

NURCHOLIS WINDHY P. (P27220016177)

NURJANNAH ESTU P. (P27220016178)

PUTR ERIANDI (P27220016179)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

2018/2019
A. DEFINISI

Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis
(pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang
agar terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang
terhadap trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan
merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan
nantinya.

b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi
lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya
menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke
metafisis.

c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi
lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah
menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.

d. Calcified zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium,
dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh
darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.

Gambar 1. Bagian-bagian dari tulang immatur


B. ETIOLOGI

1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur piringan epifiseal Salter-Haris berdasarkan pada mekanisme
fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epifiseal, selain
itu, ini berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan
dengan gangguan pertumbuhan.

Gambar 3. Klasifikasi Salter-Harris


1. Tipe I (Slipped/ Separation)
Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan
epifiseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting,
lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak
yang masih muda dimana piringan epifiseal masih relatif tebal. Prognosis baik, biasanya
hanya dengan closed reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau
tidak terjamin

Gambar 4. Fraktur tipe 1.

2. Tipe II ( Above)
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak
tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan
fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih
melekat pada epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, biasanya
terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana piringan epiphyseal relatif tipis.
Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi tersebut tetapi melekat pada sisi
cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu berada pada sisi potongan metafiseal.
Fraktur tipe 2 ini adalah fraktur yang paling sering terjadi (75%).
Gambar 5. Fraktur tipe 2 distal tibia.

3. Tipe III (Lower)


Patah tulang tipe 3 ini adalah intra-articular, memanjang dari permukaan sambungan
hingga bagian dalam piringan epifiseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga
sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra
artikular dan biasanya terbatas pada epifisis tibia distal. Sering memerlukan ORIF untuk
memastikan realignment anatomis.

Gambar 6. Fraktur tipe 3 distal tibia


4. Type IV (Through)
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui epifisis
memotong ketebalan piringan epifiseal dan melalui bagian metaphysis. Contoh yang
paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan
bagian atas.

Gambar 7. Fraktur tipe 4 distal tibia

5. Type V (Raised)
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi
pada epifisis menuju ke piringan epifiseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi
lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Seperti juga yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki.
Gambar 8. Fraktur tipe 5 distal tibia

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri
Nyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Echmiosis
3. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah
tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak
luka.
4. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang
tersebut saling berdekatan.
5. Bengkak/memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada
jaringan lunak.

E. PATOFISIOLOGI

Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis patah
physeal. Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan menguraikan nutrisi
dari bejana epifiseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epiphysis menuju metafisis, yang
kemudian terjadi degeneratif, fragmentasi dan mengalami hipertrofi. Fragmentasi sel
kemudian termineralisasi. Ini merupakan zona pengerasan sementara yang membentuk
pembatas metafiseal, dan bukan tulang rawan.
Neovaskularisasi terjadi dari metafisis menuju epifisisis. Sel endotelial berubah
menjadi osteoablast dan menggunakan puing-puing sel yang mengalami degeneratif
untuk membentuk tulang muda primer. Tulang muda ini secara progresif dibentuk kembali
menjadi tulang dewasa dan pembentukan ini kemudian menjadi tulang harversian
dewasa. Kerusakan baik pada saluran vascular epiphyseal maupun metaphyseal
mengganggu pertumbuhan tulang, akan tetapi kerusakan lapisan tulang rawan mungkin
tidak signifikan jika permukaannya tidak terganggu dan saluran vaskular ke tulang rawan
tidak terganggu secara permanen. Jika kedua dasar vaskular saling bersentuhan, fisis
tersebut tertutup dan tidak ada lagi pertumbuhan tulang berikutnya yang terjadi.
Daerah piringan epifiseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras, dan
jika terjadi fraktur yang melibatkan piringan epifiseal, biasanya garis pemisah berjalan
melintang melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, dan
sering masuk kedalam metafisis pada salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari
tulang. Ini tidak memberikan banyak efek terhadap pertumbuhan longitudinal yang terjadi
dalam lapisan germinal fisis dan lapisan fisis yang sedang berkembang biak.
Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat
mengakibatkan penulangan premature pada bagian yang mengalami cidera dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epfisieal
yang masuk dari permukaan epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga
dapat mengakibatkan piringan tersebut menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada
beberapa tempat suplai darah pada epifiseal tidak rusak pada saat terjadi luka karena
pada epifiseal femoral proximal dan epifiseal radial proximal pembuluh darah mengalir
melalui leher tulang dan memotong sekeliling epifiseal.
F. PATHWAY

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang
Tindakan Bedah Pergeseran
fragmen tulang

Nyeri
Perubahan
Perubahan
jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pre op Kurang
pengetahuan

Pergeseran fragmen
tulang Ansietas
Laserasi otot

Deformitas Post op

Luka insisi
Gangguan
mobilitas fisik Kerusakan
integritas
kulit Resiko infeksi

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan Laboratorium
H. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
2. Kompartement Syndrom
Terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan.
3. Fat Embolism Syndrom
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
4. Infeksi
5. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN)
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

I. PENATALAKSANAAN
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :

a. Recognisi/pengenalan : Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur


harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi : Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin
dapat kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi : Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menahan fragmen
d. Traksi : Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh
dengan memakai katrol dan t
e. ahanan beban untuk menyokong tulang.
f. Gips : Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk
tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
g. Operation/pembedahan : Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin
dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal,
sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS)
dan diagnose medis.
b. Keluhan utama pada kasus fraktur humerus adalah nyeri yang bersifat
menusuk. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST.
 Provoking Incedent : Hal yang menjadi faktor presipitas nyeri adalah trauma
pada lengan atas.
 Quality Of Plain: Klien yang merasakan nyeri yang menusuk.
 Region, Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas. Nyeri dapat redah
dengan imobilitas atau istirahat. Nyeri tidak dapat menjalar atau menyebar.
 Severity (Scale) of Plain: secara subjektif, klien merasakan nyeri dengan
skala 2-4 pada rentang 0-4.
 Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang. pengumpalan data dilakukan untuk menentukan
penyebab fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Pengkajian yang di dapat adalah adanya riwayat trauma pada
lengan. klien datang dengan lengan yang sakit tergantung tidak berdaya pada
sis tubuh dan di sangga oleh lengan yang sehat.
b. Riwayat penyakit dahulu. pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang
tersebut akan menyambung. Penyakit- penyakit tertentu, seperti kanker tulang
dan penyakit paget, menyebabkan fanktor patologis sehingga tulang sulit
menyambung.
c. Riwayat penyakit keluarga. penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

d. Pola Pengkajian Gordon


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolism kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zatbesi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein
3) Pola Eliminasi
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi.
Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien, status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutuhan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3) TTV : Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b. Head to Toe
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
12) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
13) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
14) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan laserasi otot
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas

5. Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri Setelah 1. Lakukan 1. Mengetahui


berhubun dilakukan pegkajian intervensi
gan intervensi nyeri keperawatan
dengan keperawatan secara selanjutnya yang
pergeser selama 3x24 komprehen akan diberikan
an jam, klien sif kepada klien
fragmen mampu termasuk 2. Tingkat nyeri yang
tulang mengontrol lokasi, dirasakan dapat
i akut nyeri, nyeri karakteristi mempengaruhi
berkurang dan k, durasi, intervensi
tingkat frekuensi, keperawatan apa
kenyamanan kualitas yang akan
meningkat. dan ontro diberikan
Kriteria hasil : presipitasi. selanjutnya
Klien dapat 2. Observasi 3. Mengurangi nyeri
melaporkan reaksi dan memberi
nyeri, frekuensi nonverbal kenyamanan.
nyeri, ekspresi dari
wajah, dan ketidaknya 4. Teknik relaksasi,
menyatakan manan distraksi dll,
kenyamanan 3. Kontrol digunakan dalam
fisik dan lingkungan mengetasi nyeri
psikologis. yang
Skala nyeri 1 mempenga 5. Pemberian
ruhi nyeri analgetik
TD:120/80
seperti merupakan cara
mmHg, N : 60-
suhu mengendalikan
100x/menit, S :
ruangan, nyeri agar tidak
36-36,5°C , R :
pencahaya menjadi lebih
16-20x/menit.
an, berat.
kebisingan
4. Ajarkan
teknik non
farmakolog
is
(relaksasi,
distraksi
dll)
5. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian
analgetik
2 Ganggua Setelah 1. Catat 1. Mengetahui
n dilakukan karakteristi intervensi
integritas intervensi k keperawatan
kulit keperawatan luka:tentuk selanjutnya
berhubun selama 3x24 an ukuran yang akan
gan jam, terjadi dan diberikan
dengan penyembuhan kedalaman kepada klien
laserasi pada luka dan luka, dan 2. Menghilangka
otot keutuhan klasifikasi n benda asing
struktur pengaruh dan bakteri
maupun ulkus. lainnya agar
fungsi 2. Bersihkan tidak terjadi
fisiologis dengan infeksi.
normal kulit. cairan anti 3. NaCl 0,9%
Kriteria hasil bakteri dapat
: Tidak ada 3. Bilas mengikat
tanda atau dengan jaringan
gejala infeksi cairan NaCl sehingga luka
0,9% cepat kering
4. Dressing 4. Menghindari
dengan kontaminasi
kasa steril dan infeksi
sesuai dari luar.
kebutuhan 5. Pembalutan
5. Lakukan dapat
pembaluta mencegah
n meluasnya
6. Berikan jaringan luka
posisi pada kulit.
terhindar
dari 6. Posisi yang
tekanan. baik dapat
membantu
klien untuk
memperoleh
kenyamanan
dan
keamanan
serta dapat
mencegah
terjadinya
infeksi

3 Ganggua Setelah 1. Kaji derajat 1. Pasien mungkin


n dilakukan imobilitas dibatasi oleh
mobilitas intervensi yang pandangan
fisik keperawatan dihasilkan diri/persepsi diri
berhubun selama 3x24 oleh tentang
gan jam, cidera/pen keterbatasan
dengan diharapkan gobatan fisik actual,
deformita klien dan memerlukan
s menunjukkan perhatikan informasi/interve
mobilitas persepsi nsi untuk
optimal. pasien meningkatkan
Kriteria hasil : terhadap kemajuan
a. Mempertah imobilisasi kesehatan.
ankan 2. Mobilisasi dini
posisi 2. . Berika menurunkan
fungsional. n/bantu komplikasi tirah
b. Menunjukka dalam baring (contoh
n teknik mobilisasi flebitis), dan
yang dengan meningkatkan
memampuk kursi roda, penyembuhan
an kruk, dan normalisasi
melakukan tongkat, fungsi organ.
aktivitas. sesegera Belajar
mungkin. memperbaiki
Instruksika cara
n menggunakan
keamanan alat penting
dalam untuk
mengguna mempertahanka
kan alat n mobilisasi
mobilitas optimal dan
3. Instruksika keamanan
n pasien pasien
untuk/bant 3. Meningkatkan
u dalam aliran darah ke
rentang otot dan tulang
gerak untuk
pasien/aktif meningkatkan
pada tonus otot,
ekstremitas mempertahanka
yang sakit n gerak sendi,
dan yang mencegah
tidak sakit. kontraktur/atrofi,
4. Berikan dan resorpsi
diet tinggi kalsium karena
protein, tidak digunakan.
karbohidrat
, vitamin, 4. Pada adanya
dan cidera
mineral. musculoskeletal,
Pertahanka nutrisi yang
n diperlukan untuk
penurunan penyembuhan
kandungan berkurang
protein dengan cepat,
sampai sering
setelah mengakibatkan
defekasi penurunan berat
pertama badan sebanyak
5. Kolaborasi, 20-30 pon
konsul selama traksi
dengan ahli tulang. Ini dapat
terapi fisik. mempengaruhi
massa otot,
tonus, dan
kekuatan
5. Mengembangka
n perencanaan
dan
mempertahanka
n/meningkatkan
mobilitas pasien.

6. Implementasi
Tindakan dari intervensi sesuai kebutuhan pasien

7. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifitasan asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Helmi. Zein Noor. 2016. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta;
Salemba medika

Kusuma. Hadi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta; MediAction

Wilkinson. Mjudith. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9 Nanda NIC NOC.
Jakarta; EGC

Brunner,Suddarth . 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ,edisi 8 vol 3 . EGC :
Jakarta

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-fraktur.html

http://ideperawatind.blogspot.com/2016/01/asuhan-keperawatan-askep-laporan_12.html

http://bangsalsehat.blogspot.com/2018/04/laporan-pendahuluan-fraktur-lp-patah.html

Anda mungkin juga menyukai