2013 1 84204 441409011 Bab2 01082013025048 PDF
2013 1 84204 441409011 Bab2 01082013025048 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
tumbuhan dengan tinggi sekitar 75 cm. Tumbuhan ini biasa hidup di tempat yang
lembab, batangnya basah, pendek, membentuk rimpang, dan berwarna putih kotor.
Daunnya tunggal, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 60 cm, lebar sekitar
5 cm, dan warna hijau. Bunga majemuk bentuk bonggol, ujung meruncing, panjang
20-25 cm terletak di ketiak daun dan berwarna putih. Jeringau dapat diperbanyak
dengan cara setek batang, rimpang, atau dengan tunas-tunas yang muncul dari buku-
Nama
Daerah Daerah Nama Tanaman
Tanaman
Malaysia Jerangau Gayo Jerango
Indonesia Jeringau Nias Sarango
Aceh Jeurunger Jawa Tengah Dlingo
Batak Jerango Bali Jangu
Sunda Daringo Sasak Jeringo
Madura Djarango Minahasa Kalamunga
Flores Kaliraga Ambon Ai Wahu
Makasar Kareango Buru Bila
Bugis Areango Bolaang Mongondow Koimbonga
Gorontalo Olumongo
kiri. Banyaknya cabang ditentukan oleh kesuburan tanah. Rimpang jeringau dalam
keadaan segar kira-kira sebesar jari kelingking sampai sebesar ibu jari, isinya
berwarna putih tetapi jika kering berubah menjadi berwarna merah muda sampai
petak bulat beruas, dengan panjang ruas 1-3 cm, sebelah sisi akar batang memiliki
akar serabut. Kebanyakan dari akar ini tumbuh pada bagian bawah akar batangnya.
Bila umur tanaman lebih dari 2 tahun, akarnya dapat mencapai 60-70 cm. Bau akar
sangat menyengat (keras) seperti bau rempah atau bumbu lainnya. Rimpang jeringau
Jika diletakkan di lidah rasanya tajam, pedas, dan sedikit pahit tetapi tidak panas. Jika
rimpang dimemarkan, akan keluar bau yang lebih keras lagi karena rimpang jeringau
rimpang jeringau terdiri dari asaron 82%, kolamenol (5%), kolamen 4%, kolameone
1%, metil eugenol 1%, dan eugenol 0,3%. Rimpang dan daun jeringau mengandung
saponin dan flavonoida. Menurut Onasis (2001) dalam Anonim (2008) bahwa
manfaat rimpang jeringau adalah campuran dalam industri makanan dan minuman,
Rimunandar (1988) dalam Anonim (2008) bahwa jeringau adalah tanaman yang
mengandung bahan kimia aktif pada bagian rimpang baik dalam bentuk tepung
maupun minyak yang dikenal sebagai minyak atsiri. Tanaman ini mudah tumbuh dan
sebagai obat penenang, obat lambung dan obat limpa disamping itu merupakan bahan
baku kosmetik (Soehardi, 2008). Menurut Nugrahadi (2001) dalam Balafif (2011)
bahwa rimpang jeringu berkhasiat sebagai obat anti muntah, dalam bentuk infus
dalam kelebihan asam lambung, demam, obat limpa, obat batuk dan pilek.
Menurut Agusta (2008) dalam Anonim (2008) bahwa dalam dosis yang
rendah jeringau dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek
sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat, karena senyawa asaron memiliki
struktur kimia mirip senyawa golongan amfetamin dan ekstasi. Namun jika jeringau
digunakan dalam dosis yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat
antibodi yang ada di dalam tubuh tidak bisa mengeliminasi efek karsinogen jeringau.
2.2 Flavonoid
fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna
merah, ungu, biru, dan sebagian warna kuning ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
2.2.1 Senyawa Flavonoid
yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu
3
A
2
neoflavonoid. Kelompok senyawa ini kemudian diberi nama flavonoid berasal dari
kata flavon, karena flavon adalah jenis yang paling besar jumlahnya dan paling
banyak ditemukan. Struktur dasar senyawa dapat dilihat pada gambar 4 berikut
B 3
A 3
A
1 2
3 2
A
1
2 B B
Menurut Supriyati (2006) dan Sutjipto (2006) dalam Marlina (2008) bahwa
flavonoid merupakan senyawa fenol yang dimiliki oleh sebagian besar tumbuhan
hijau dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah, kulit kayu, daun dan
bunga.
Istilah “flavonoid” yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini berasal
dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya
fenilkroman (Gambar 5), dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang
sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C) (Waji dan
Sugrani, 2009).
2 3
1
8
O 2 1
7 B 4
A
6 3 6 5
5 4
tingkat oksidasi dari rantai propan dan sistem 1,3-diarilpropan. Dalam hal ini, flavan
mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap sebagai
flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada
suatu gula. Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono-, di-, atau triglikosida, dimana
satu, dua, atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. (Waji,
oksidasinya maka flavonoid dibedakan atas beberapa jenis yang memiliki tingkat
oksidasi rendah, sehingga senyawa ini dianggap senyawa induk dalam tatanama
senyawa turunan flavon. Berbagai jenis senyawa flavonoid utama dapat dilihat pada
O O
O
OH
O O O
O
O
OH
O OH OH
O O O
B
+ A
+
OH
Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis flavonoid yang paling banyak
seperti bunga, daun, buah, kayu, akar, dan kulit kayu. Sebagian besar dari flavonoid
alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada suatu
gula. Jika dihidrolisis dengan asam, maka suatu glikosida terurai kembali atau
Menurut Ahmad (1986) dalam Mandjurungi (2006) bahwa dari segi struktur,
Oleh karena itu, sebagaimana kroman dan kumarin, flavonoid dapat dideteksi
berdasarkan warnanya dibawah sinar tampak atau sinar ultraviolet. Selain dengan
identifikasi reaksi warna, yang mana dengan pereaksi AlCl3 1% dalam etanol
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, karena
mempunyai sejumlah hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula. Flavonoid
merupakan senyawa polar dan umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti
(DMF), dan air (Mandjurungi, 2006). Menurut Markham (1988) dalam Mandjurungi
(2006) bahwa aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, dan
flavonol yang termetoksi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform.
flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting,
buah, kayu, kulit kayu, dan akar. Akan tetapi, senyawa flavonoid tertentu seringkali
terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu, misalnya antosianidin adalah zat warna
ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Senyawa tersebut harus diperiksa
dengan cermat, yakni harus membentuk bercak tunggal dalam beberapa sistem
KLT/KKt. Selain itu dapat juga ditentukan melalui uji warna, penentuan kelarutan,
dilakukan identifikasi dengan spektrofotometer UV. Reaksi warna dari berbagai jenis
dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi
flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin
C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik (Waji dan Sugrani,
2009).
antioksidan. Flavonoid yang terdapat dalam sayuran, teh, dan minuman dapat
mengurangi radikal bebas. Menurut Jawi (2007) dalam Marlina (2008) bahwa salah
antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin, yang merupakan salah
satu zat antioksidan yang mampu mencegah berbagai jenis kerusakan akibat oxidative
stress. Menurut Darusman (2001) dalam Marlina (2008) bahwa senyawa flavonoid
2.3 Antioksidan
Menurut Rohdiana (2001) dan Sunarni (2005) dalam Sunardi (2007) bahwa
sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan
senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal
bebas, sehingga radikal tersebut dapat diredam. Menurut Lindsay (1985) dalam
Suryani (2012) bahwa antioksidan adalah semua bahan yang dapat menghambat
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap
sel normal, protein dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan
oksidative stress. Ada beberapa bentuk antioksidan, diantaranya vitamin, mineral dan
reaktif yang relatif lebih stabil (Waji dan Sugrani, 2009). Menurut Dalimartha dan
soedibyo (1999) dalam Sunardi (2007) bahwa berdasarkan sumber perolehannya ada
dua macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).
mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun akhir ini. Antioksidan alami
(1988) dalam Daud dkk., (2011) bahwa antioksidan alami yang terkandung dalam
tumbuhan merupakan senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan
obat yang mengandung antioksidan dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama
disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti flavonoid, asam fenolat. Biasanya
mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi orto dan para terhadap
kateksin, dan kalkon. Turunan asam sinamat yang meliputi asam kafeat, asam ferulat,
memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipida karena rantai
C yang panjang, tokoferol yang terkenal adalah α tokoferol dikenal sebagai sumber
vitamin E.
adalah vitamin C (L-asam askorbat). Menurut Winarsi (2007) dalam Anonim () Asam
askorbat mudah mengalami kerusakan jika terkena cahaya dan suhu tinggi. Asam
askorbat dalam keadaan murni berbentuk Kristal putih dengan berat molekul 176,13
dan rumus molekul C6H8O6. Antioksidan asam askorbat mampu bereaksi dengan
terakhir ini akan berubah menjadi askorbat atau dehidroaskorbat. Asam askorbat
dapat bereaksi dengan oksigen teraktivasi seperti anion super oksida dan radikal
hidroksil. Pada konsentrasi rendah asam askorbat dapat bereaksi dengan radikal
hidroksil menjadi askorbil yang sedikit reaktif sementara pada kadar tinggi asam ini
tidak bereaksi.
2.3.3 Antioksidan Sintesis
hasil sintesis reaksi kimia dan telah diproduksi untuk tujuan komersil.
Butil Hidroksil Anisol (BHA) memiliki antioksidan yang baik pada lemak
hewan dalam sistem makanan panggang, namun relative tidak efektif pada minyak
tanaman. BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air. Berbentuk padat putih dan
dijual dalam bentuk tabelt atau serpih, bersifat volatile sehingga berguna untuk
dengan BHA, akan member efek sinrgis bila dimanfaatkan bersama BHA, berbentuk
Kristal padat putih dan digunakan secara luas karena relatif murah. Propel Gallat
148oC, dapat membentuk kompleks warna dengan ion metal, sehingga kemampuan
antioksidannya rendah. Propel gallat memiliki sifat berbentuk Kristal padat putih,
sedikit tidak larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis dengan BHA dan
BHT. TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif untuk lemak dan minyak,
khusunya minyak tanaman. TBHQ memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada
penggorengan tetapi rendah pada pembakaran. TBHQ dikenal berbentuk bubuk putih
sampai cokelat terang, mempunyai kelarutan cukup pada lemak dan minyak, tidak
membentuk kompleks warna dengan Fe dan Cu tetapi dapat berubah pink dengan
adanya basa.
2.3.4 Manfaat Antioksidan
ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada
radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
logam. Kedua adalah antioksidan sekunder yang bekerja dengan cara mengkhelat
antioksidan atau antiradikal saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya
inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah
Menurut Tahir dkk., (2003) dalam Sunardi (2007) bahwa fungsi utama
lemak yang terkandung dalam makanan serta menjaga hilangnya kualitas sensori dan
nutrisi. Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam
bahan makanan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas satu atau lebih
komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama pengolahan atau dari
bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari sumber-sumber alami dan
simpan. Menurut Sofia dkk., (2006) dalam Sunardi (2007) bahwa tubuh manusia
menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Sebagai contoh tubuh
manusia dapat menciptakan Glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat.
antioksidan dari luar. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi
kunci utama penjagaan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan.
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom, molekul, atau senyawa yang tidak stabil dan
sangat reaktif karena memilki satu atau lebih elektron tak berpasangan pada orbital
terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan
menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta
penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu substansi
penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut. Sehingga
Radikal bebas dapat berasal dari polutan lingkungan, radiasi, zat-zat kimia,
racun, makanan cepat saji, dan makanan yang digoreng pada suhu tinggi (Suryani,
2012). Karena secara kimia, molekulnya tidak berpasangan, radikal bebas cenderung
untuk bereaksi dengan molekul sel tubuh. Kemudian menimbulkan senyawa tidak
normal (radikal bebas baru yang lebih reaktif) dan memulai reaksi berantai yang
dapat merusak sel-sel penting. Beberapa komponen tubuh yang rentan terhadap
serangan radikal bebas antara lain: kerusakan DNA, membran sel, protein, lipid,
peroksida, proses penuaan, dan autoimun manusia. Dalam bidang medis, diketahui
bahwa radikal bebas merupakan akibat berbagai keadaan patologis seperti penyakit
liver, jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, penyakit hati, dan berbagai proses
(NO), hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorit (HOCl), dan lain-lain. Derajat
kekuatan tiap radikal bebas ini berbeda, dan senyawa paling berbahaya adalah radikal
hidroksil (OH-) karena memiliki reaktivitas paling tinggi. Radikal bebas diatas
terdapat dalam tubuh dengan berbagai cara, tetapi secara umum timbul akibat
berbagai proses biokimia dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi,
atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel,
olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan
seperti asap kendaraan, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari (Putra,
2008).
. Menurut Prakash (2001) bahwa salah satu cara untuk menguji aktivitas suatu
senyawa sebagai zat antioksidan adalah mereaksikannya dengan reagen DPPH secara
tetapi untuk semua senyawa antioksidan dalam sampel. pengukuran kapasitas total
Menurut Prakash (2001) Metode DPPH digunakan secara luas untuk menguji
Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur aktivitas antioksidan baik
dalam pelarut polar maupun non polar. Beberapa metode lain terbatas mengukur
komponen yang terlarut dalam pelarut yang digunakan dalam analisis. Metode DPPH
mengukur semua komponen antioksidan baik larut dalam lemak maupun dalam air.
Menurut Miller dkk., (2000) dalam Yulia (2007) bahwa metode DPPH merupakan
salah satu metode uji aktivitas antioksidan yang sederhana dengan menggunakan 1,1-
senyawa radikal bebas yang stabil yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang
berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi. Menurut Kubo dkk.,
(2002) dalam Yulia (2007) bahwa reaksi antara DPPH dengan senyawa antioksidan
NO2 NO2
AH + O2N + O 2N H
N N A N N
NO2 NO2
(a) (b)
Gambar 7. Struktur DPPH: (a) DPPH bentuk radikal, (b) DPPH bentuk
tereduksi. Sumber : Molyneux, 2003
Menurut Kardono dan Dewi (1998) dalam Yulia (2007) bahwa metode
sampel.
Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil uji aktivitas
dan AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antiokxidant Capacity). Nilai IC50 merupakan
radikal sebesar 50% (Molyneux, 2003), sedangkan nilai AEAC digunakan untuk
AEAC menyatakan mg asam askorbat yang setara dengan satu gram sampel kering.
2.6 Ekstraksi
yang sesuai dan metode yang tepat, sehingga konstituen yang diinginkan dapat tersari
dengan sempurna. Efektifitas ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
ukuran partikel bahan yang disari, tekstur bahan atau jaringan simplisia, faktor fisika
seperti suhu, tekanan, kelarutan, jenis dan polaritas cairan penyari dan teknik
penyarian yang digunakan. Menurut Depkes RI (1986) dalam Reniza (2003) bahwa
memperbesar luas permukaan total dari simplisia yang akan disari. Hal ini akan
memperbesar terjadinya kontak antara partikel simplisia dengan cairan penyari, yang
dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi
sederhana terdiri atas: (a) Maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam
sampel dengan larutan penyari berdasarkan waktu tertentu dengan atau tanpa
pengadukkan sehingga simplisia menjadi lunak; (b) Perkolasi yaitu metode ekstraksi
yang dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia di
dalam perkolator sampai senyawa kimia tersari; (c) Reperkolasi yaitu perkolasi
dalam perkolator sampai senyawa kimia tersari; (d) Evakolasi yaitu perkolasi dengan
tekanan udara. Menurut Harbone (1996) dalam Reniza (2003) bahwa ekstraksi khusus
yaitu : (a) sokletasi yaitu metode ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan
untuk menyari simplisia kering dengan menggunakan larutan penyari yang bervariasi;
(b) arus balik yaitu metode ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan
dimana simplisia dan larutan penyari saling bertemu melalui gerakan aliran yang
berlawanan; (c) ultrasonik yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang
mempengaruhi berhasilnya proses ekstraksi adalah mutu dari pelarut yang digunakan.
Ada dua pertimbangan utama dalam pemilihan pelarut yang akan digunakan untuk
menyari, yaitu harus memiliki daya larut yang tinggi dan pelarut tersebut tidak
2.6.1 Maserasi
proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali pengocokkan
pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini dengan cara merendam sampel dengan
selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang
merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak
jarang dipakai.
Menurut Hamdani (2011) dalam Mahajani (2012) bahwa penyarian zat aktif
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang
sesuai tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses
2.7 Kromatografi
seorang ahli botani dari Rusia. Dalam percobaannya dia berhasil memisahkan klorofil
dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk
kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai
pelarut. Proses pemisahan ini diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada
permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter.
Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil
tersebut muncul istilah kromatografi yang bersal dari kata “chroma” dan “grafhein”.
Dalam bahasa yunani kedua kata tersebut berarti “warna” dan “menulis”. Dalam
distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fasa. Menurut pengertian ini
kromatografi selalu melibatkan dua fasa, yaitu fasa diam (stationary phase) dan fasa
gerak (gerak phase). Fasa diam bisa berupa padatan atau cairan yang terikat pada
permukaan padatan (kertas atau adsorben), sedangkan fasa gerak bisa berupa cairan
disebut eluen atau pelarut, atau gas pembawa yang inert. Gerakan fasa gerak ini
(Soebagio dkk., 2003). Komponen yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan
harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara
melarut di dalamnya, teradsorpsi atau bereaksi secara kimia (penukar ion). Pemisahan
terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil
metode pemisahan lainnya ialah: (a) dapat digunakan untuk sampel dan konstituen
yang sangat kecil (semi mikro dan makro); (b) cukup selektif terutama untuk
dalam waktu yang relatif singkat; (d) seringkali murah dan sederhana, karena
umumnya tidak memerlukan alat yang mahal dan rumit (Soebagio dkk., 2003).
yang lebih modern, dengan hasil pemisahan yang lebih selektif, akurat dan dapat
digunakan untuk sampel dengan jumlah yang sangat kecil (Soebagio dkk., 2003).
dalam beberapa cara, misalnya berdasarkan jenis fasa yang digunakan, mekanisme
yaitu: (a) kromatografi adsorpsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi penukar
ion; (d) dan kromatografi eksklusi. Pada kromatografi adsorpsi, fasa diam berupa
padatan dan fasa geraknya dapat berupa cairan atau gas. Zat terlarut diadsorpsi oleh
permukaan partikel padat. Contoh jenis kromatografi ini adalah kromatografi lapis
kesetimbangan pertukaran ion. Fasa diam berupa padatan resin sedangkan fasa
untuk proses pembuatan air minum. Resin tersebut berfungsi untuk menghilang ion-
ion yang tidak dikehendaki dalam air minum (Soebagio dkk., 2003). Kromatografi
eksklusi merupakan jenis kromatografi yang teknik pemisahannya bekerja atas dasar
ukuran molekul zat terlarut. Molekul-molekul zat terlarut dengan ukuran lebih besar
dari pori-pori padatan fasa diam akan bertahan. Contoh jenis kromatografi ini adalah
(Soebagio dkk., 2003). Dalam kromatografi elusi proses pemisahan terjadi karena
pelarut segar sebagai fasa gerak yang disebut eluen. Pemisahan terjadi karena
Pada kromatografi analisis frontal larutan cuplikan dalam fasa gerak dialirkan
terus menerus terhadap zat perngadsorpsi (fasa diam) dalam suatu kolom. Tiap
mempunyai kapasitas yang berbeda dalam menahan komponen yang ada. Komponen
tertahan paling lemah akan keluar lebih dahulu daripada komponen lainnya (Soebagio
dkk., 2003). Pada teknik pergeseran atau teknik pemindahan (pendesakan) digunakan
fasa gerak aktif. Fasa gerak aktif ini akan mendesak molekul-molekul komponen
yang terikat kurang kuat pada adsorben. Molekul-molekul komponen yang tertahan
kuat oleh fasa diam akan mendesak atau memindahkan keluar molekul-molekul
komponen yang tertahan kurang kuat oleh fasa diam (Soebagio dkk., 2003).
Dalam jenis kromatografi dengan teknik elusi gradient digunakan fasa gerak
(eluen) yang bervariasi. Variasi fasa gerak ini dapat berupa tingkatan pH dan susunan
atau komposisi fasa gerak. Dengan kata lain pada teknik ini digunakan lebih dari zat
pengelusi, dari tingkatan yang paling jelek sampai yang terbagus (Soebagio dkk.,
2003).
2.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT atau TLC = Thin Layer Chromatography)
digantikan lembaran kaca atau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben
seperti alumina, silika gel, selulosa atau materi lainnya. Kromatografi lapis tipis lebih
bersifat reprodusibel (bersifat boleh ulang) daripada kromatografi kertas (Soebagio
dkk., 2003).
Fasa diam KLT terbuat dari serbuk halus dengan ukuran 5 sampai 50 µm.
Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak
molekul atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Untuk membuat
lapisan tipis perlu dibuat bubur (slurry) berair dari serbuk halus tadi. Zat pengikat
seperti gips, barium sulfat, polivinil alkohol atau kanji perlu ditambahkan untuk
membantu pelekatan lapisan tipis tadi pada papan penyangga (kaca, plastik atau
aluminium) secara merat, sehingga diperoleh tebal lapisan 0,1-0,3 mm. lapisan tipis
adsorben ini diaktifkan dengan cara pengeringan di dalam oven pada suhu 110oC
Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina, dan
serbuk selulosa. Parikel silika gel mengandung gugus hidroksil dipermukaannya yang
pengelusi eluen naik sejalan dengan polaritasnya (misal dari heksana aseton
alkohol air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran
kaca obyek miroskopik sebagai papan KLT. Pemisahan pendahuluan dengan cara ini
enak digunakan untuk menentukan kondisi optimum pengembangan. Cara ini untuk
Penggunaannya terutama untuk ukuran sampel dengan rentangan 10-100 µg. Noda
atau bercak sampel akan mempunyai diameter 2-5 mm, jika digunakan larutan sampel
kertas karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Noda tidak
berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultraviolet dapat ditampakkan
dengan cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan
kelarutan membentuk warna-warna tertentu (Soebagio dkk., 2003). Pada saat ini
tersedia di pasaran berbagai lapisan tipis yang sudah terpasang pada papan penyangga
sehingga siap pakai. Untuk memudahkan pendeteksian noda tersedia lapisan adsorben
KLT yang dimasuki zat warna pendar fluor. Jika diperlakukan dengan sinar
ultraviolet akan nampak noda-noda gelap, dimana sampel noda mengalami
Harbone (1996) dalam Reniza (2003) bahwa hasil KLT dapat dikatakan baik bila
noda yang terbentuk berada pada nilai selang Rf 0,3-0,9. Nilai Rf adalah
organik adalah dengan penyemprotan larutan H2SO4. Langkah ini kemudian diikuti
Untuk keperluan analisa kuantitatif noda dapat dikerok, kemudian diekstrak dengan
pelarut polar tertentu. Kadar analit yang diinginkan diperiksa secara instrumental dari
larutan hasil ekstraksi (Soebagio dkk., 2003). Tehnik kromatografi lapis tipis
gelas, sehingga terbentuk lapis tipis. KLT adalah suatu metode pemisahan, dimana
lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), yang
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau bahan yang cocok
(Reniza, 2003).
Menurut gritter (1991) dala Reniza (2003) KLT digunakan untuk pemisahan
analitik preparatif. KLT analitik dipakai pada tahap permulaan pemisahan suatu
cuplikan, sedangkan KLT preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi tertentu
dari suatu campuran. Menurut Winarno dkk. (1980) dalam Reniza (2003) bahwa KLT
memiliki penerapan keuntungan yaitu pemisahan dapat dilakukan dengan cepat, zat-
zat yang bersifat asam atau basa kuat dapat digunakan, analisis dapat dilakukan lebih
Menurut Gritter (1991) dalam Mahajani (2012) bahwa cuplikan yang akan
dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut yang agak nonpolar untuk ditotolkan
pada lapisan. Pada umumnya, dipakai larutan 0,1-1%. Pelarut yang digunakan pada
umumnya mempunyai titik didih antara 50-100 oC. Pelarut demikian mudah ditangani
dan mudah menguap dari lapisan. Menurut Gritter (1991) dalam Mahajani (2012)
bahwa penotolan dilakukan dengan memakai kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca
yang menyerupai peniti. Cuplikan berupa larutan, harus ditotolkan sekitar 8-10 mm
dari salah satu ujung plat KLT terlapisi sempurna. Beberapa kali penotolan dapat
dilakukan pada tempat yang sama asal saja lapisan kering dulu sebelum penotolan
berikutnya, dan sebanyak tiga kali bercak cuplikan dapat ditotolkan pada satu plat.
tiga konsentrasi yang berbeda. Bercak yang berasal dari cuplikan dengan konsentrasi
terendah akan tampak tajam dan pembentukan ekor kurang. Bercak yang berasal dari
Menurut Gritter (1991) dalam Mahajani (2012) bahwa pelarut yang dipakai
untuk penotolan harus betul-betul dihilangkan dari lapisan sebelum kromatografi, jika
perlu dengan penyemprot udara panas atau pengering rambut listrik. Pelarut yang
digunakan atau sering dikombinasikan dalam kromatografi lapis tipis adalah n-
heksana, petroleum eter, karbon tetraklorida, eter, kloroform, etil asetat, asam asetat
2.8.6 Perhitungan Rf
Menurut Wiryawan (2011) dalam Mahajani (2012) bahwa data yang diperoleh
dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai Rf berguna untuk identifikasi suatu
senyawa. Nilai Rf suatu senyawa dalam sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut
kromatografi cair-padat (KCP) kolom terbuka (Soebagio dkk., 2003). Peralatan utama
kromatografi sederhana terdiri dari kolom dan labu erlenmeyer penampung eluen.
Kolom umumnya terbuat dari pipa kaca dengan ukuran bervariasi tergantung kepada
keperluannya. Umumnya ukuran panjang kolom minimal 10 kali diameter pipa kaca
yang digunakan. Kolom dilengkapi dengan kran untuk mengatur aliran pelarut. Diatas
kran dipasang wol kaca (glass wool) untuk menahan fasa diam (Soebagio dkk.,
2003).
Fasa diam berupa adsorben yang tidak boleh larut dalam fasa gerak, ukuran
partikel fasa diam harus seragam. Zat pengotor yang terdapat pada fasa diam dapat
menyebabkan adsorpsi tidak reversibel. Sebagai fasa diam dapat digunakan alumina,
silika gel, arang, bauksit, magnesium karbonat, kalsium karbonat, pati, selulosa, gula,
dan tanah diatom. Pengisian fasa diam ke dalam kolom dapat dilakukan dengan cara
kering dan cara basah. Dalam cara basah, fasa diam diubah dulu menjadi bubur
(slurry), dengan pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak, kemudian baru
diisikan ke dalam kolom (Soebagio dkk., 2003). Fasa gerak pada kromatografi kolom
dapat berupa pelarut tunggal atau campuran beberapa pelarut dengan komposisi
tertentu. Pelarut dapat merupakan pelarut polar dan pelarut non polar. Umumnya
senyawa non polar dengan berat molekul kecil lebih cepat meninggalkan fasa diam
tama sampel yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Sampel ini
kemudian diletakkan di bagian atas kolom yang sudah berisi fasa diam (adsorben).
Fasa gerak kemudian dialirkan pelan-pelan dan dibiarkan mengalir melalui kolom
tersebut. Pada saat fasa gerak mengalir sepanjang kolom, fasa gerak akan membawa
teradsorbsi pada fasa diam dengan komponen yang terlarut dalam fasa gerak akan
dalam fasa diam yang selanjutnya masing-masing pita dapat didorong keluar kolom
pemisahan yang baik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1
gram) dalam perkembangan selanjutnya, terutama untuk sampel yang sangat kecil
dikembangkan untuk kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Pengembangan ini dilakukan antara lain dengan digunakannya: (a) adsorben yang
lebih kecil dan lebih halus; (b) tekanan dari suatu pompa untuk mendorong pelarut;
(c) detektor untuk mendeteksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif senyawa-
senyawa terelusi; (d) dan cara-cara pengemasan baru adsorben dalam kolom
kolom adalah memisahkan komponen cuplikan menjadi pita atau fraksi yang lebih
sederhana, ketika cuplikan itu bergerak melalui media. Ukuran kolom yang
digunakan sangat beragam, tetapi biasanya panjang kolom yang digunakan sekurang-
kurangnya sepuluh kali garis tengah kolom. Perbandingan panjang terhadap lebar
ditentukan oleh mudah sukarnya pemisahan, sedangkan ukuran kolom dan penyerap
yang digunakan ditentukan oleh bobot campuran yang akan dipisahkan. Menurut
Scenk (1978) dalam Reniza (2003) bahwa pada kromatografi kolom, fase diam akan
berinteraksi dengan sampel dan tiap komponen akan diadsorbsi oleh pelarut oleh
adsorben pada tingkat tertentu. Adsorben yang digunakan adalah alumina, silika gel,
pati dan sebagainya. Kromatografi ini dilakukan pada tekanan sekitar satu atmosfer
dengan diameter dalam kolom 1-5 cm. Teknik pemisahan dilakukan dengan
memasukkan sampel secara hati-hati ke dalam kolom dan elusi terjadi secara lambat
Menurut Scenk (1978) dalam Reniza (2003) bahwa kecepatan bergeraknya zat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (a) Daya serap zat penyerap yaitu
besarnya suatu zat tertahan oleh penyerap didalam kolom. Suatu senyawa yang
diserap lemah akan bergerak lebih cepat daripada yang diserap kuat; (b) Sifat pelarut;
(c) Suhu dan sistem kromatografi. Pemisahan sebaiknya dilakukan pada suhu tetap
penguapan. Menurut Adnan (1997) dalam Reniza (2003) bahwa pelarut mempunyai
peranan penting dalam menentukan baik buruknya pemisahan. Pelarut yang mampu
menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu melakukan pemisahan yang
sempurna. Sebaliknya elusi yang tidak terlalu lambat akan menyebabkan waktu
retensi yang terlalu lama. Menurut Gritter (1991) bahwa ada tiga pendekatan yang
dilakukan untuk memperoleh pelarut yang cocok untuk kromtografi kolom, yaitu
spektrofotometer berkas tunggal blanko dimasukkan atau disinari secara terpisah. Zat
yang dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis yaitu zat dalam bentuk larutan
dan zat yang tidak berwarna maupun berwarna. Jenis spektroskopi UV-Vis terutama
berguna untuk analis kuantitatif langsung misalnya kromofor, nitrat, nitrit, dan
pada sinar ultraviolet dan sinar visibel dapat dianggap sebagai energi yang merambat
dalam bentuk gelombang. Adapun yang diukur pada spektrofotometri adalah nilai
absorban (A) yakni adanya absorpsi pada panjang gelombang maksimum yang
kemudian dihitung konsentrasinya. Metode ini disebut metode basah karena sampel
yang digunakan adalah larutan dimana harus diketahui batas konsentrasi terkecil
tersebut dalam pelarut yang tidak menyerap misalnya air, etanol, dan heksana.
Menurut Riyadi (2009) dalam Mahajani (2012) bahwa kemudahan metode ini adalah
dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga sampel tak berwarna.
kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan
otomatis. Senyawa tak berwarna diukur pada jangka 200 sampai 400 nanometer (nm),
senyawa berwarna pada jangka 200 sampai 700 nm. Panjang gelombang serapan
maksimum dan minimum pada spektrum serapan yang diperoleh direkam (dalam
nm), demikian juga dengan kekuatan absorbansi (keterserapan) (atau kerapatan optik)
pada maksimum dan minimum yang khas. Pengukuran spektrum yang demikian itu
penting pada identifikasi kandungan kimia, yaitu untuk memantau eluat dari
menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan gugus hidroksil dan fenol
bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi diagnostik
ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi.
Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan
kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugus hidroksi fenol
(Markham, 1988).
Menurut Riyadi (2009) dalam Mahajani (2012) bahwa daerah inframerah dan
daerah antara 4.000-670 cm-1 (2,5-15µm). Pada spektro inframerah meskipun bisa
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama
adanya suatu gugus fungsi spesifik. Menurut Harbone (1987) dalam mahajani (2012)
daerah pada spektrum inframerah di atas 1200 cm-1 menunjukkan spektrum atau
puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul
yang ditelaah. Daerah dibawah 1200 cm-1 menunjukkan pita yang disebabkan oleh
getaran seluruh molekul, dan karena kerumitannya dikenal sebagai daerah „sidik jari‟.
yang terdapat dalam suatu senyawa. Dengan mengetahui ikatan kovalen yang ada dan
mana yang tidak maka dapat kita perkirakan gugus fungsional yang ada atau tidak ada
dalam suatu struktur. Misalnya, bila suatu senyawa mempunyai ikatan O-H, maka
senyawa dapat berupa asam karboksilat (RCO2H), alkohol (ROH), atau suatu fenol
(ArOH). Spektrum inframerah adalah grafik dari presentase transmitan dengan
1997).
tersebut adalah bahwa vibrasi dan rotasi molekul harus disertai perubahan netto
momen dipolnya (net change in dipole moment). Bila kondisi ini terpenuhi, maka
medan listrik bolak balik dari sinar akan dapat berinteraksi dengan molekul yang