Pembimbing :
Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulisan Jurnal Ilmu Kesehatan Anak ini dapat diselesaikan dengan
baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
Jurnal yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “Utility of Early-
Onset Sepsis Risk Calculator for Neonates Born to Mothers with Chorioamnionitis”.
Jurnal ini diajukan untuk memenuhi tugas stase Ilmu Kesehatan Anak.
Dengan terselesaikannya jurnal ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Taufiqur Rahman, Sp. A selaku pembimbing kami, yang telah
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya,
Penulis
Utility of Early-Onset Sepsis Risk Calculator for Neonates
Born to
Mothers with Chorioamnionitis
Tujuan : untuk mengevaluasi kinerja dari kalkulator resiko EOS dengan studi
cohort dengan neonatus yang lahir dari ibu dengan chorioamnionitis secara
klinis, dan untuk membandingkan kegunaan diagnostik dari kalkulator EOS,
gejala klinis dan evaluasi laboratorium untuk indentifikasi secara benar dengan
kalkulator EOS.
Hasil : dari 1159 neonatus yang lahir dari ibu dengan chorioamnionitis, 5
diantaranya (0.43%) terbukti secara kultur mengalami EOS. Rekomendasi
penanganan berdasarkan kalkulator yaitu terapi tanpa antibiotik empirik 67%
, termasuk 2 dari 5 neonatus dengan EOS. Semua neonatus dengan kultur
terbukti EOS memiliki CBC dan CRP yang abnormal pada 6-12 jam. Tiga dari
lima neonatus dengan EOS memiliki tanda klinis sepsis.
Kesimpulan : Resiko EOS pada neonatus yang lahir dari ibu dengan
chrorioamnionitis merupakan resiko rendah. Penggunaan kalkulator EOS
dapat mengurangi penggunaan antibiotik empiris pada neonatus dg paparan
chorioamnionitis, namun pada penelitian ini beberapa neonatus dengan kultur
yang terbukti EOS mungkin terlewat. Penelitian yang lebih besar dibutuhkan
untuk mengevaluasi pembatasan antibiotik pada neonatus dg paparan
chorioamnionitis dengan tanda klinis dan laboratorium dapat dengan aman
menurunkan penggunaan antibiotik.
METODE
Tujuan pertama kami adalah untuk mengevaluasi dari nilai prediktif dari
kalkulator EOS untuk mengidentifikasi neonatus dengan sepsis menggunakan studi
cohort retrospekif pada neonatus yang lahir dari ibu dengan klinis chorioamnionitis.
Tujuan kedua adalah untuk menentukan insidensi dari hasil tes abnormal (DL dan C-
reactive protein {CRP}) pada umur 6-12 jam kelahiran pada neonatus yang lahir dari
ibu chorioamnionitis. Selanjutya, kami bandingkan keguanaan diagnostik pada
kalkulator EOS, hasil tes laboratorium abnormal, dan gejala klinis untuk
mengidentifikasi EOS pada neonaus yang lahir dari ibu yang secara klinis mengidap
chorioamnionitis.
Studi cohort kami terdiri dari neonatus yang lahir dengan UK ≥35 minggu pada
ibu yang mengidap chorioamnionitis secara klinis pada bulan november 2006 sampai
maret 2007 dan dirawat di NICU level III. Institutional Review Coomiitee rumah sakit
kami menerima studi ini. Npada neonatus dengan ibu chorioamnionitis diidentifikasi
dari data neonatal (Neodata; Isoprime, Lisle, Illinois). Demografis yang relevan,
klinis, dan data laboratorium dikumpulkam. Diagnosis chorioamnionitis ditentukan
oleh dokter kandungan yang berdasarkan pada demam saat intrapartum (temperatur
>38°C) saja atau disertai dengan leukositosis, nyeri pada uterus, cairan amnion yang
berbau busuk, dan maternal atau fetal takikardi. Semua neonatus yang lahir dari ibu
chorioamnionitis dirawat di NICU. Dilakukan kultur darah dan terapi antibiotik
empiris diberikan. DL dan CRP dinilai pada umur 6-12 jam kelahiran. Pada studi ini,
DL yang abnormal didefinisikan dengan sl darah putih <5000/µl, imatur : total
neutrofil (I:T) rasio ≥0.2, atau hitung platelet <100.000µl. I:T rasio dihitung dan
dijelaskan oleh Manroe dkk dengan nilai I:T rasio ≥0.2 dikatakan meningkat. Nilai
CRP >1 mg/dL dikatakan abnormal. Sepsis dengan kultur darah negatif diterapi
dengan antibiotik selama ≥7 hari pada neonatus dengan kultur darah negatif dan kultur
cairan serebrospinal. Neonatus diterapi dengan prolong antibiotik untuk suspek sepsis
dengan kultur darah negatif pada pemberi kebijakan.
HASIL
Dari 17.908 neonatus yang lahir pada usia kehamilan ≥35 minggu selama
penelitian, 1159 (6.5%) terpapar oleh ibu dengan klinis chorioamnionitis. Lima
neonatus (0.43%) lahir dari ibu choriomanionitis yang terbukti sepsis dengan kultur
darah. Data yang cukup untuk dihitung menjadi resiko terjadinya EOS didapatkan
pada 896 neonatus (77.3%), termasuk semua 5 neonatus dengan kultur darah positif.
Data yng dibutuhkan untuk kalkulator EOS hilang pada 263 neonatus, sehingga
diekslusi. Demografi pasien dan karakteriktik klinis dituliskan pada Tabel I. Tidak
ada perbedaan yang signifikan pada data baseline demografi diantara neonatus yg
menjadi inklusi ataupun ekslusi.
Pedoman dari CDC dan Committee on the Fetus and Newborn untuk
penanganan neonatus yang terpapar chorioamnionitis mengarah pada overtreatment
untuk banyak neonatus yang tidak terinfeksi. Pada cohort ini, untuk setiap neonatus
yang secara kultur terbukti EOS, kami tangani 231 neonatus yang tidak terinfeksi
dengan antibiotik spektrum luas. Manajemen strategi ini didesain untuk mengadakan
penurunan maksimal dari EOS dengan menerima overtreatment yang signifikan.
Penelitian terbaru menyoroti efek samping potensial dari penggunaan antibiotik pada
neonatus. Antibiotik dapat mengganggu mikrobio, meningkatkan resiko infeksi
selanjutnya dan memengaruhi sistem imun. Pengobatan antibiotik selama masa infant
merupakan faktor resiko untuk asma, obesitas, dan gangguan autoimun. Neonatus
yang lahir dari ibu dengan chorioamnionitis sering dirawat di NICU yang mana
menghalangi ikatan dan menyusui, memperpanjang masa perawatan, dan
meningkatkan resiko medical error dan komplikasi pengobatan. Akhirnya, evaluasi
dan pengobatan empiris setiap neonatus yang lahir dari ibu dengan chorioamnionitis
membuat beban besar dalam hal biaya kesehatan. Dibutuhkan jalan yang aman dan
efektif untuk menilai resiko dari EOS dan membatasi penggunaan antibiotik pada
neonatus yang terpapar chorioamninitis.
Kekuatan studi ini termasuk ukuran sampel yang besar dari neonatus yang
terpapar chorioamnionitis diatasi dengan pedoman CDC dan Committee on the Fetus
and Newborn. Selain itu, jumlah neonatus dengan kultur positif melampaui jumlah
neonatus dari 3 studi yang sama, dan kami menggunakan pengulangan terbaru dari
kalkulator EOS untuk evaluasi ini.
Dalam era penggunaan antibiotik intrapartum, resiko EOS pada neonatus yang
lahir dari ibu dengan chorioamnionitis sangat rendah. Menggunakan pedoman CDC
dan Committee on the Fetus and Newborn, sejumlah besar neonatus yang tidak
terinfeksi dirawat di NICU dan diobati dengan antibiotik empiris. Pedoman yang
sudah ada untuk penanganan neonatus yang terpapar chorioamnionitis perlu
dimodifikasi untuk mencegah perawatan NICU yang tidak perlu, pemisahan neonatus
dengan ibunya, konsekuensi dari penggunaan antibiotik, dan biaya pengobatan yang
mahal. Penggunaan kalkulator EOS dapat menurunkan penggunaan antibiotik empiris
pada neonatus yang terpapar chorioamnionitis, namun belum secara akurat
mengidentifikasi neonatus dengan kultur darah positif. Data kami menyarankan
pendekatan yang lebih baik untuk menunda antibiotik atau perawatan NICU hanya
untuk neonatus dengan tanda klinis sakit atau hasil tes laboratorium yang
terstandarisasi, dan dan hal ini perlu secara prospektif diteliti dalam studi ke depannya.