Anda di halaman 1dari 31

STUDI KEPUASAN PASIEN

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. dr. Starry Rampengan, MARS, Sp.JP(K)

Dr. dr. Wulan P.J. Kaunang, GradDip, M.Kes

dr. Grace E.C. Korompis, MHSM, DrPH

Disusun Oleh :

SITI ADRIANTI

222021110040

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa serta dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga
makalah mengenai "Studi Kepuasan Pasien" dapat terselesaikan dengan
baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna,


sehingga masih membutuhkan saran dari berbagai pihak. Penulis
berharap makalah ini dapat menjadi wujud ibadah penulis kepada Zat
Yang Maha Mengetahui lagi Bijaksana, dan dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca.

Manado, 27 Agustus 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... 1

Kata Pengantar ...................................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6

A. Konsep Kepuasan Pasien .......................................................................... 6

B. Dimensi dan Variabel Kepuasan Pasien ................................................... 12

C. Penelitian tentang Kepuasan Pasien di Rumah Sakit ............................... 22

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hak setiap warga negara dan merupakan salah


satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional bangsa Indonesia
sebagaimana termaktub pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Kesehatan
juga merupakan bagian terpenting dari perekonomian suatu negara. Kebijakan
kesehatan merupakan salah satu tugas utama aparatur pemerintah dan
berorientasi pada pelayanan masyarakat (publik) dalam bentuk barang dan jasa
pelayanan kesehatan. Pelayanan publik di bidang kesehatan merupakan
aktivitas/manfaat yang ditawarkan oleh organisasi pelayanan kesehatan atau
tenaga kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan yang pada umumnya
bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. (Dachi, 2017)

Mengingat bahwa obyek yang dilayani dalam pelayanan publik di


bidang kesehatan adalah individu, golongan maupun kelompok, maka dalam
menyelenggerakan pelayanan publik tersebut petugas kesehatan harus memiliki
suatu keterampilan dan keahlian yang berbanding lurus dengan posisi dan nilai
lebih dalam kecakapan tertentu, sehingga mampu memberikan bantuan dan
menyelesaikan keperluan dan kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan.
(Dachi, 2017)

Pada hakekatnya tujuan pelayanan publik di bidang kesehatan selain


untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal adalah juga untuk
memberikan kepuasaan kepada pengguna jasa pelayanan kesehatan (pasien).
Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu dituntut kualitas pelayanan prima,
sistematis dan komprehensif. Kepuasan pasien merupakan ukuran penting dari
kualitas pelayanan kesehatan karena menyediakan informasi tentang
keberhasilan penyedia dalam memenuhi harapan yang paling relevan bagi klien.
Kepuasan pasien berkorelasi dengan hasil yang penting, seperti kepatuhan yang

4
unggul, penurunan pemanfaatan layanan medis, litigasi malpraktik yang lebih
sedikit, dan prognosis yang lebih baik. (Xesfingi, 2016)

Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam


meninjau mutu pelayanan suatu rumah sakit. Pasien memasuki rumah sakit
dengan serangkaian harapan dan keinginan. Bila kenyataan pengalaman selama
mendapatkan pelayanan dirumah sakit lebih baik daripada yang diharapkannya
maka mereka akan puas, sebaliknya bila pengalaman selama mendapatkan
pelayanan di rumah sakit lebih rendah (lebih buruk) daripada yang mereka
harapkan maka mereka akan merasa tidak puas. (Suryawati, 2004)

Subyektivitas tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi obyektif bila
cukup banyak orang yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal. Oleh karena
itu, untuk mengkaji kepuasan pasien dipergunakan suatu instrumen penelitian
yang cukup valid disertai dengan metode penelitian yang baik. Di dalam situasi
yaitu rumah sakit harus mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented),
karena pasien adalah client yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang
dapat diperoleh suatu rumah sakit bila mengutamakan kepuasan pasien.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Konsep Kepuasan Pasien

Kebijakan kesehatan merupakan salah satu tugas utama aparatur


pemerintah dan berorientasi pada pelayanan masyarakat (publik) dalam
bentuk barang dan jasa pelayanan kesehatan. Pelayanan publik adalah
suatu cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus, menyelesaikan
keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Hal ini
mengandung pengertian bahwa pelayanan publik merupakan suatu usaha
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau suatu instansi
tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan bagi masyarakat
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam


rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publlik. Pelayanan publik di bidang kesehatan merupakan
aktivitas/manfaat yang ditawarkan oleh organisasi pelayanan kesehatan
atau tenaga kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan yang pada
umumnya bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Oleh sebab itu,
pelayanan publik di bidang kesehatan merupakan suatu produk pelayanan
yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha
tenaga kesehatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan.

Rumah sakit sebagai tingkat pelayanan lanjutan setelah


puskesmas tentunya harus mempunyai pelayanan yang lebih baik. Rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

6
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat(Listiyono, 2015).

Rumah sakit merupakan sarana untuk menghasilkan derajat


kesehatan bagi warga masyarakat. Kegiatan di rumah sakit
menyelenggarakan pelayanan melalui tindakan kesehatan secara merata
dengan mengutamakan penyembuhan berbagai jenis penyakit dan
pemulihan kesehatan yang diderita pasien dan dilaksanakan secara serasi
dan terpadu. Setiap rumah sakit melakukan strategi pelayanan
keperawatan profesional yang berorientasi pada kepuasan pasien agar
rumah sakit tetap berkembang. Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila
proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan dari rumah sakit kepada
konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan pasien.(Marthalena &
Nuryanto, 2017).

Kepuasan pelanggan atau pasien adalah perasaan senang atau


kecewa seseorang yang muncul setelah membanding hasil kinerja (hasil)
terhadap produk yang dipikirkan terhadap kinerja hasil yang diharapkan.
Kualitas pelayanan tidak bisa lepas dari kepuasan pelanggan. Pasien yang
mendapatkan pelayanan yang berkualitas optimal dari rumah sakit secara
otomatis akan menciptakan kepuasan pada pelanggannya.

Petugas kesehatan sudah seharusnya menganut paradigma


customer driven (berorientasi pada kepentingan masyarakat) dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat luas, mempersiapkan seluruh
perangkat untuk memenuhi paradigma tersebut secara sistematik sehingga
terwujud pelayanan publik yang berkualitas (yang sedapat mungkin
tangible, reliable, responsif, aman dan penuh empati dalam
pelaksanaannya). Untuk mencapai keadaan ini, setiap petugas kesehatan
diharapkan memahami prinsip-prinsip manajemen pelayanan modern,

7
antara lain: melakukan identifikasi kebutuhan client (pasien atau pengguna
jasa pelayanan kesehatan lainnya) yang sesungguhnya, menyediakan
pelayanan terpadu (one-stop-shop), membuat sistem yang mendukung
pelayanan client, mengusahakan agar semua orang atau karyawan
bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan, melayani keluhan client
dengan baik, terus berinovasi, menganggap bahwa karyawan sama
pentingnya dengan client, bersikap tegas tetapi ramah terhadap client,
menjalin komunikasi dan interaksi khusus dengan client serta selalu
mengontrol mutu pelayanan yang diberikan kepada client. (Dachi, 2017)
Sebagai pelayanan jasa, pelayanan publik di bidang kesehatan
memiliki minimal 3 karakteristik utama, yaitu:
1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan publik di bidang kesehatan pada
dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman (bukan suatu
obyek). Sebagian besar pelayanan publik di bidang kesehatan tidak
dapat dihitung, diukur, diraba atau diuji sebelum disampaikan untuk
menjamin mutu pelayanan. Jadi berbeda dengan barang yang
dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat diuji mutunya sebelum
disampaikan kepada konsumen.
2. Heterogenity, berarti pemakai jasa pelayanan publik di bidang
kesehatan (client) memiliki kebutuhan yang sangat heterogen.
Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin memiliki prioritas
yang berbeda. Demikian juga performance terus mengalami variasi
dari satu provider ke provider lainnya bahkan dari waktu ke waktu.
3. Inseparability, berarti produksi dan konsumi pelayanan publik di
bidang kesehatan tidak terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industri
pelayanan kesehatan adalah bahwa mutu pelayanan tidak direkayasa
ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan kepada
konsumen; tetapi mutu pelayanan terjadi selama pelayanan kesehatan

8
berlangsung, biasanya selama interaksi antara client dan penyedia jasa
(provider) atau antara pasien dan tenaga kesehatan.
Pada hakekatnya tujuan pelayanan publik di bidang kesehatan selain
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal adalah juga untuk
memberikan kepuasaan kepada pengguna jasa pelayanan kesehatan
(pasien). Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu dituntut kualitas
pelayanan prima, sistematis dan komprehensif. Keberhasilan dalam
mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari
kemampuan dan pemilihan konsep pendekatannya, salah satu di antaranya
adalah "Konsep A6". Konsep ini mengembangkan pola pelayanan prima
berdasarkan:
1. Ability (kemampuan petugas kesehatan)
Kemampuan petugas kesehatan meliputi kemampuan tenaga kesehatan
dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya, melaksanakan
komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan
public relations sebagai instrumen dalam membina hubungan ke dalam
dan keluar organisasi pelayanan kesehatan.
2. Attitude (sikap petugas kesehatan)
Sikap petugas kesehatan adalah perilaku atau perangai yang harus
ditonjolkan oleh tenaga kesehatan ketika menghadapi pasien (client).
3. Appearance (penampilan petugas kesehatan)
Penampilan petugas kesehatan adalah penampakan tenaga kesehatan baik
yang bersifat fisik maupun non fisik yang mampu merefleksikan
kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain.
4. Attention (perhatian petugas kesehatan)
Perhatian petugas kesehatan adalah kepedulian penuh terhadap pasien
(client) baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan
keinginannya maupun pemahaman atas saran dan kritiknya.

9
5. Action (tindakan petugas kesehatan)
Tindakan petugas kesehatan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus
dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada pasien (client).
6. Accountability (sikap tanggung jawab petugas kesehatan)
Sikap tanggung jawab petugas kesehatan adalah suatu sikap keberpihakan
kepada pasien (client) oleh tenaga kesehatan sebagai wujud kepeduliannya
untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian dan ketidakpuasan
pasien (client). (Dachi, 2017)
Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam
meninjau mutu pelayanan suatu rumah sakit. Ada empat aspek mutu yang
dapat dipakai sebagai indikator penilaian mutu pelayanan suatu rumah
sakit, yaitu:
1) penampilan keprofesian yang ada di rumah sakit (aspek klinis),
2) efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan berdasarkan
pemakaian sumber daya,
3) aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien,dan
4) aspek kepuasan pasien yang dilayani.
Pascoe (dalam Krowinsky dan Steiber) mendefinisikan kepuasan
pasien dari dua sisi yang berbeda (contrast model). Pasien memasuki
rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan. Bila kenyataan
pengalaman selama mendapatkan pelayanan dirumah sakit lebih baik
daripada yang diharapkannya maka mereka akan puas, sebaliknya bila
pengalaman selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih rendah
(lebih buruk) daripada yang mereka harapkan maka mereka akan merasa
tidak puas.
Linder Pelz (dalam Krowinsky dan Steiber)2 menyebutkan bahwa
kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang
beragam. Pelayanan yang dievaluasi dapat berupa sebagian kecil dari

10
pelayanan, misalkan salah satu jenis pelayanan dari serangkaian pelayanan
rawat jalan atau rawat inap,semua jenis pelayanan yang diberikan untuk
menyembuhkan seorang pasien sampai dengan sistem pelayanan secara
menyeluruh di dalam rumah sakit. Dia juga menyebutkan bahwa kajian
tentang kepuasan pasien harus dipahami sebagai suatu hal yang sangat
banyak dimensinya atau variabel yang mempengaruhinya.
Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subyektif, sulit untuk
diukur, dapat berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh,
sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia. Subyektivitas tersebut
bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi obyektif bila cukup banyak orang
yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal. Oleh karena itu, untuk
mengkaji kepuasan pasien dipergunakan suatu instrumen penelitian yang
cukup valid disertai dengan metode penelitian yang baik. Di dalam situasi
yaitu rumah sakit harus mengutamakan pihak yang dilayani (client
oriented), karena pasien adalah client yang terbanyak, maka banyak sekali
manfaat yang dapat diperoleh suatu rumah sakit bila mengutamakan
kepuasan pasien.
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang
hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah
sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien
yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang
lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit
karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
c. Citra positif rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan
ekonomi. Bertambahnya jumlah pasien yang berobat, karena ingin
mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini
mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan

11
ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit). Dalam studinya di
51 rumah sakit di Amerika Serikat terhadap sekitar 15.000 pasien,
Nelson, et al. (dalam Krowinski) menemukan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara penampilan rumah sakit dengan penampilan
finansial rumah sakit dalam analisis multivariatnya yang terbukti
kepuasan pasien berpengaruh secara positif pada penerimaan rumah
sakit, pendapatan bersih dan tingkat pengembalian aset rumah sakit.
d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) rumah sakit,
seperti, perusahaan asuransi, akan lebih menaruh kepercayaan pada
rumah sakit yang mempunyai citra positif.
e. Di dalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien
akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-
hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga
malpraktik tidak terjadi.
B. Dimensi dan Variabel Kepuasan Pasien
Menurut Tjiptono (2014: 74) kualitas pelayanan adalah segala
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan
konsumen. Layanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau servis yang
disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan,
hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap
dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen.
Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan nyata yang
mereka terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka
harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan.
Kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang
diberikan mampu sesuai dengan harapan pelanggan.

12
Salah satu catatan penting bagi pelaku pemberi layanan ,
bahwa dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan sisi
penampilan fisik para karyawan dalam meberikan pelayanan yang santun
dan beretika. Kepuasan pelayanan menurut Kepmenpan No
Kep/25/M/Pan/M.2014 adalah hasil pendapat dan penilaian terhadap
kinerja pelayanan yang diberikan aparatur penyelenggara pelayanan
publik. Secara umum, kepuasan dapat diartikan sebagai adanya
kebersamaan antara kinerja produk dan pelayanan yang diterima dengan
kinerja produk dan pelayanan yang diharapkan konsumen. Oliver (dalam
Sinambela, 2013: 146) memberikan pendapat bahwa kepuasan
keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan
perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.
Kepuasan pasien menurut Pohan (2007:144) dapat diukur dengan
indikator berikut ini :
1. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan.
Dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan tentang:
a. Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan
dibutuhkan.
b. Kemudahan tempat saat memperoleh layanan kesehatan, baik
dalam keadaan biasa ataupun dalam keadaan gawat darurat.
c. Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan kesehatan
itu bekerja, keuntungan dan tersedianya layanan kesehatan.
2. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan.
Dinyatakan oleh sikap terhadap:
a. Kompetensi teknik dokter dan atau profesi layanan kesehatan lain
yang berhubungan dengan pasien.
b. Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan
oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

13
3. Kepuasan layanan hubungan terhadap kesehatan, antar proses
termasuk manusia.
Ditentukan dengan melakukan pengukuran:
a. Sejauh mana ketersediaan layanan rumah sakit menurut penilaian
pasien.
b. Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan atau profesi
layanan kesehatan lain.
c. Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter.
d. Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis.
e. Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasehat dokter
atau pengobatan.
4. Kepuasan terhadap rencana sistem layanan kesehatan.
Ditentukan oleh sikap terhadap :
a. Fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan.
b. Sistem perjanjian, termasuk menungu giliran, waktu tunggu,
pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau
kepedulian personel, mekanisme pemecahan masalah dan
keluhhan yang timbul.
c. Lingkup dan sifat keuntungan layanan kesehatan ditawarkan.

Merkouris, et al., menyebutkan bahwa mengukur kepuasan pasien dapat


digunakan sebagai alat untuk:

a. evaluasi kualitas pelayanan kesehatan,


b. evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku
sehat dan sakit,
c. membuat keputusan administrasi,
d. evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan,
e. administrasi staf,
f. fungsi pemasaran,

14
g. formasi etik profesional.
Linder Pelz (dalam Krowinsky dan Steiber) mengajukan sepuluh
elemen sebagai faktor-faktor yang perlu diamati dalam mengkaji kepuasan
pasien, yaitu: keterjangkauan (accessibility), ketersediaan sumber daya
(availability of resources), kontinuitas pelayanan (continuity of care),
efektivitas (terhadap hasil) (efficacy atau outcomes of care), keuangan
(finance), humanitas (humaness), ketersediaan informasi (information
gathering), pemberian informasi (information delivering), kenyamanan
lingkungan (pleasantness of surrounding), serta kualitas dan kompetensi
petugas (quality atau competence).
Model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan Zeithalm
dan Parasuraman banyak dipakai sebagai landasan konsep penelitian
tentang kepuasan pasien di banyak tempat. Model ini menyebutkan bahwa
pertanyaan mendasar yang cukup sensitif untuk mengukur pengalaman
konsumen mendapatkan pelayanan tercakup dalam lima dimensi kualitas
pelayanan yaitu:
1. Daya Tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap merupakan suatu respon/kesigapan karyawan dalam
membantu konsumen/pelanggan dan memberikan pelayanan yang
cepat dan tanggap.
2. Keandalan (Reliability)
Keandalan adalah suatu kemampuan untuk memberikan
jasa/pelayanan yang dijanjikan, dengan akurat dan terpercaya. Artinya
pelayanan yang diberikan harus handal dan bertanggungjawab, serta
karyawan harus bersikap sopan dan ramah.
3. Jaminan (Assurance)
Jaminan adalah kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
pelayanan secara tepat, kualitas, keramah-tamahan, perkataan atau

15
kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam
memberikan informasi dan kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan konsumen terhadap perusahaan/instansi yang terkait
dalam memberikan pelayanan.
4. Perhatian (Emphaty) Sebuah perhatian adalah kemampuan dalam
memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi kepada
orang lain.
5. Kemampuan Fisik (Tangibles)
Kemampuan fisik adalah suatu bentuk penampilan peralatan personal,
fisik, media komunikasi, dan hal-hal yang lainnya yang bersifat fisik
(yang tampak/tangible).
Terdapat dua dimensi kepuasan pasien:
1) kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode
etik profesi: hubungan dokter pasien, kenyamanan pelayanan,
kebebasan menentukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi
tekhis, efektivitas pelayanan dan keamanan tindakan,
2) kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan: ketersediaan, kewajaran, kesinambungan,
penerimaan, ketersediaan, keterjangkauan, efisiensi, dan mutu
pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk dan
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi.
Mutu pelayanan serta kepuasan pasien adalah dua hal paling penting di
dalam pelayanan rumah sakit. Pasien merasa tidak puas akan
pelayanan kesehatan pada rumah sakit antara lain perawat dan dokter
tidak memberikan perhatian terhadap keluhan pasien serta keluarga,

16
kemudian dokter serta perawat yang tidak bersikap ramah, serta
sulitnya berinteraksi dengan petugas kesehatan(Toruan, 2017).
Jacobalis menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-
hari, ketidakpuasan pasien yang seringkali ditemukan yaitu berkaitan
dengan: sikap dan perilaku petugas rumah sakit, keterlambatan
pelayanan oleh dokter dan perawat, dokter tertentu sulit ditemui,
dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah
dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk
perawatan, aspek pelayanan “hotel” di rumah sakit serta kebersihan,
ketertiban, kenyamanan, dan keamanan rumah sakit. Sulit untuk
memenuhi kepuasan semua konsumen pada jasa kesehatan dimana
peranan interaksi psiko sosial merupakan “the art” dari pelayanan
medis. Banyak variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien
antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,
lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien.
Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik pasien yaitu: umur,
pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit.
Di dalam pelayanan rumah sakit, petugas yang sangat banyak
mendapatkan sorotan, karena sangat berpengaruh terhadap kepuasan
pasien yaitu dokter dan perawat. Bahkan kehadiran dan sentuhan
pelayanan perawat mempunyai proporsi pelayanan yang terbesar di
rumah sakit, sehingga tanpa mengabaikan pelayanan petugas yang lain,
maka pelayanan dokter dan perawat tentu saja merupakan pelayanan
yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih besar bagi manajemen
rumah sakit. Dokter bertanggung jawab secara etika medis (seperti
yang tercantum dalam sumpah Hipocrates) dan secara hukum.
Tanggung jawab dokter secara hukum dapat diartikan bahwa kelalaian
dan kesalahan yang secara medis mempunyai unsur: akibat sebenarnya

17
tidak dapat dibayangkan dan akibat tersebut tidak dapat dihindari,
maka bukan merupakan kesalahan dokter.
Bagi sebagian besar pasien kehadiran, penampilan, sapaan dan
perhatian dokter yang merawatnya sudah merupakan sebagian dari
pengobatan. Pasien ingin diperlakukan secara manusiawi, diperhatikan,
dan dipenuhi keinginan dan kebutuhannya. Di sisi lain, terdapat
benturan antara harapan pasien dengan dokter. Profesi dokter adalah
profesi yang “otonom” dan anggapan “dokter paling tahu” seringkali
menyebabkan dokter “tidak rela” bila diatur bahkan oleh atasannya
atau pihak manajemen rumah sakit dalam hubungannya dengan
keputusan profesinya terhadap pasien. Selain itu, seringkali dokter
kurang memperhatikan implikasi sosial ekonomi dari tindakan medis
yang diambilnya karena terfokus pada masalah klinis dengan dalih
kepentingan pasien.
Hughes menemukan bahwa dokter umum mempunyai nilai
lebih tinggi daripada dokter spesialis dalam hubungan interpersonal
dengan pasien. Demikian juga perawat, bidan, dan asisten dokter
mempunyai nilai tinggi untuk interaksi dengan pasien. Pasien juga
lebih menyukai dokter yang berbicara dengan mereka tanpa
membedabedakan, mau mendengarkan, bersedia menjawab pertanyaan,
menjelaskan kepada pasien dalam bahasa yang sederhana tentang
kondisi kesehatannya, dan mengikutsertakan pasien dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan, serta kemudahan
menjumpai dokter. Semua itu merupakan faktor yang meningkatkan
hubungan interpersonal dokter dengan pasien.
Krisner berpendapat bahwa interaksi dokter dengan pasien
merupakan bagian internal dari proses terapi dan merupakan kunci
proses kesembuhan. Dokter hendaknya berorientasi kemanusiaan,

18
memperhatikan pasien, serta profesional dalam bertindak. Pasien
dengan segala keanekaragamannya, baik segi kepribadian, pendidikan,
status sosial, serta tahapan penyakitnya sering bereaksi secara
emosional terhadap penyakitnya. Hal yang penting diperhatikan oleh
dokter sehingga setiap pasien mendapat pelayanan menyeluruh,
jasmani maupun rokhani.
Hampir semua pengambilan keputusan yang menyangkut
tindakan apa yang akan diberlakukan oleh dokter kepada pasien
dilakukan oleh dokter. Posisi yang tidak seimbang, karena informasi
dan pengambilan keputusan dikuasai oleh dokter atau petugas
kesehatan (supplier induced demand) dan di sisi lain konsumen tidak
tahu apa yang harus mereka konsumsi untuk mengatasi masalah
kesehatannya (consumer’s ignorance) merupakan salah satu ciri
pelayanan kesehatan.
Bila harapan dan keinginan pasien selama dirawat terpenuhi
maka pasien akan puas. Harapan pasien adalah hak pasien. Hak pasien
adalah kewajiban rumah sakit yang tentu saja harus diusahakan untuk
dipenuhi oleh pihak rumah sakit. Beberapa hak pasien, yaitu: mereka
berhak mendapatkan pelayanan yang manusiawi, asuhan keperawatan
yang bermutu, memilih dokter, mendapatkan “second opinion” dokter
yang merawat, menolak tindakan terhadap dirinya, mengajukan
keluhan dan memperoleh informasi tentang: penyakit yang diderita,
tindakan medis yang akan dilakukan oleh rumah sakit, kemungkinan
adanya penyulit tindakan medis, alternatif tindakan lain, prognosis
penyakit, serta perkiraan besarnya biaya pengobatan. Selain itu, pasien
juga berhak didampingi oleh keluarga dalam keadaan kritis,
mengakhiri pengobatan dan perawatan atas tanggung jawab sendiri,

19
serta berhak menjalankan agama dan kepercayaannya selama dirawat
di rumah sakit tanpa mengganggu pihak lain.
Selain hak, pasien juga mempunyai kewajiban dan kewajiban
ini tentu saja menjadi hak rumah sakit. Adapun kewajiban pasien,
yaitu: pasien dan keluarganya harus mentaati peraturan dan tata tertib
rumah sakit, pasien wajib menceritakan sejujur-jujurnya tentang segala
sesuatu tentang penyakitnya, pasien wajib mematuhi semua instruksi
dokter dalam rangka pengobatan penyakitnya, pasien (dan atau si
penanggungnya) wajib melunasi biaya atas semua pelayanan yang
telah diberikan oleh rumah sakit, pasien dan penanggungnya wajib
memenuhi semua perjanjian yang telah ditandatanganinya.
Pelayanan perawat merupakan pelayanan terbanyak yang
diperoleh pasien rumah sakit, khususnya pada pelayanan rawat inap.
Perawat merupakan tenaga di rumah sakit terbanyak (sekitar 40%) dan
paling banyak berinteraksi dengan pasien. Untuk memenuhi kepuasan
pasien, maka apa saja yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab
perawat merupakan hal yang harus dikaji.9 Keperawatan menurut
hasil Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah suatu
bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat
baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.
Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan, asuhan keperawatan
adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan
yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan

20
kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan dalam lingkup
wewenang serta tanggungjawab keperawatan.
Di Indonesia, standar asuhan keperawatan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI
No.660/Menkes/SK/IX/1987 dan dilengkapi dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pelayanan Medik (Dirjen Yanmed) Departemen
Kesehatan (Depkes) RI No.105/Yan Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang
Penerapan Standar Praktik Keperawatan Bagi Perawat Kesehatan di
Rumah Sakit. Mutu pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu:
1) profesionalisme keperawatan: keterampilan dan penguasaan
iptek keperawatan sesuai dengan standar dan metode yang
berlaku serta faktor kepribadian perawat yang harus bersikap
dan berperilaku sebagai “major caring profesion” dalam
interaksinya dengan pasien, keluarga pasien maupun profesi
lain.
2) Efektivitas dan efisiensi pemakaian peralatan dan fasilitas
keperawatan (keamanan, kenyamanan pasien serta terjangkau
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan). Kepuasan pasien
karena terpenuhinya harapan dan kebutuhan pelayananan
keperawatan. Sikap dan perilaku dokter, perawat dan petugas
lain di rumah sakit tinggi peringkatnya di dalam kepuasan
pasien. Walau hasil akhir (outcome) pelayanan kurang sesuai
dengan harapan pasien, pasien masih dapat memahaminya dan
tetap dapat merasakan kepuasannya, karena dilayani dengan
sikap dan perilaku yang menghargai perasaan dan martabatnya.
Selain faktor dokter dan pasien, masih banyak komponen lain yang
mempengaruhi kepuasan pasien. Komponen tersebut, yaitu: pelayanan

21
administrasi masuk dan administrasi selama pasien dirawat, keuangan,
pelayanan makan (bagi pasien rawat inap), pelayanan laboratorium dan
penunjang diagnostik lain, obat-obatan, kondisi ruang perawatan, serta
kebersihan-kenyamanankeamanan lingkungan rumah sakit.
C. Penelitian tentang Kepuasan Pasien di Rumah Sakit
Sudah banyak dilakukan penelitian tentang kepuasan pasien di rumah
sakit, baik untuk kepentingan memperoleh gelar (sarjana, master atau
doktor) atau penelitian untuk suatu kepentingan tertentu. Temuan dari
penelitian penelitian tersebut sangat bermanfaat bagi pihak manajemen
rumah sakit untuk melakukan perubahan dan pembenahan pelayanan
dalam rangka mewujudkan mutu pelayanan serta kepuasan pasien. Hanya
patut disayangkan karena penelitian-penelitian tersebut banyak yang hanya
menjadi “penghuni perpustakaan”, menjadi monumen ilmiah yang tidak
banyak dibaca dan dimanfaatkan oleh pihak lain yang berkepentingan.
Sepengetahuan penulis, sebagian besar penelitian tersebut membahas
tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan
pasien di rumah sakit. Penelitian tersebut membahas kepuasan pasien
terhadap keseluruhan pelayanan atau pelayanan tenaga kesehatan tertentu
(dokter, perawat), atau membahas berdasarkan kelas perawatan, pelayanan
rawat inap atau rawat jalan.
Penelitian yang ada lebih banyak meneliti pasien rawat inap daripada
pasien rawat jalan. Sebagian besar penelitian tersebut merupakan studi
kuantitatif yang dilakukan pengukuran terhadap serangkaian faktor atau
variabel yang menurut teori berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
Sebagian besar penelitian yang ada mengambil datanya secara cross
sectional dengan metode survey dan mempergunakan kuesioner
terstruktur. Data yang diperoleh diolah dengan variasi uji statistik baik

22
bivariat (korelasi Spearman atau korelasi Pearson atau uji chi square)
maupun multivariat.
Ada beberapa kesulitan untuk melakukan pengukuran kepuasan pasien,
yaitu:
a. pasien tidak mempunyai pengetahuan tentang standar kualitas
pelayanan,
b. pasien berada dalam keadaan tidak bisa mengekspresikan pendapatnya
secara obyektif,
c. para tenaga profesional dan pasien mempunyai tujuan yang berbeda,
d. kualitas tergantung kultur dan kebudayaan,
e. variasi karakteristik pasien seperti: umur, latar belakang pendidikan,
kelas sosial dan status pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haeruddin (2021) didapatkan bahwa
pasien yang berminat kembali atau melakukan kunjungan ulang ke RSUD
Haji Makassar dilihat dari mutu pelayanan dimensi jaminan (assurance)
ditemukan sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap minat
kembali pasien rawat inap. Semakin baik persepsi pasien terhadap jaminan
(assurance) perusahaan maka semakin tinggi minat kembali pasien. Dan
jika persepsi konsumen terhadap jaminan buruk maka minat kembali
pasien juga akan semakin rendah (Haeruddin, Alwi Khidri, 2021).
Selaras dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh
Roy Rocky Suprapto Baan (2020) mendapatkan tanggapan responden
mengenai dimensi assurance, dengan pernyataan bahwa bidan
memperkenalkan diri pada setiap pasien baru atau pada pergantian dinas,
sebagian besar pasien merasa tidak puas dan ada yang puas dengan bidan
memperkenalkan diri pada setiap pasien yang baru atau pada pergantian
dinas yang diberikan oleh RS. Bahagia Makassar, yang artinya tentang
faktor-faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi kepuasan pasien

23
maka dari itu dimensi kualitas pelayanan assurance yang berpengaruh
dominan terhadap peningkatan kepuasan pasien dikarenakan memberikan
jaminan yang memuaskan dari bidan RS Bahagia Makassar(Baan, 2020).
Adapun penelitian lain yaitu penelitian oleh Eka Masi Lumban Toruan
(2017) mengungkapkan hasil yang berbeda yaitu variabel kepedulian
(emphaty) memiliki pengaruh paling besar dengan kepuasan pasien rawat
inap dilihat dari kepedulian yang dilakukan petugas, seperti perawat dan
dokter bersikap ramah serta mengenal pasien kemudian pasien merasa
puas terhadap kepeduliaan karena perawat memberikan perhatian secara
khusus kepada pasien. Kemudahan bagi pasien untuk berinteraksi dan
bertemu dengan petugas kesehatan seperti dokter atau perawat merupakan
hal yang perlu yang harus dapat dilaksanakan oleh penyedia layanan agar
pasien merasa nyaman dan tenang selama perawatan di Rumah Sakit
(Toruan, 2017).
Menurut penelitian Grace Siama Juwita (2017), hal yang dapat
dilakukan rumah sakit dalam meningkatkan kepuasan pasien tersebut
diantaranya meningkatkan kehandalan petugas kesehatan dengan cara
mengikutsertakan petugas kesehatan dalam pelatihan-pelatihan atau
seminar sesuai profesi, memperbaiki cara komunikasi yang baik antara
tenaga kesehatan dengan pasien. Memenuhi sarana pelayanan yang kurang
sesuai dengan harapan pasien, terutama tentang kebersihan dan kerapian
ruangan rawat inap, petugas kesehatan sebaiknya bekerja dengan perhatian
khusus kepada pasien, perhatian, rasa peduli, dan memahami keluhan atau
kebutuhan pasien.
Selain itu, pada variabel daya tanggap perlu ketanggapan petugas
kesehatan untuk membantu pasien ke kamar mandi/wc, ganti pakaian,
makan atau minum jika pasien membutuhkan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa responden merasa sangat puas dengan aspek daya

24
tanggap (responsiveness), dengan ketanggapan memberikan layanan
keperawatan terhadap pasien. Penyedia jasa pelayanan kesehatan haruslah
mampu menanggapi setiap keluhan dari pasien. Dengan demikianndaya
tanggap yang tinggi dari pihak pengelola rumah sakit akan memberikan
rasa kepercayaan pada pasien bahwa mereka akan senantiasa selalu
tertolong. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dari peneliti
Rahmawati Nur’aeni (2020) yakni variabel yang paling besar pengaruhnya
dengan kepuasan pasien rawat inap adalah variabel responsiveness
(ketanggapan) (Nur’aeni et al., 2020).
Tingkat kepuasan pasien yang paling rendah menurut Yunissia Jibriel
Sondakh (2019) dipengaruhi oleh aspek bukti fisik (tangible), banyak
pasien yang mengeluhkan tentang bukti fisik yaitu diantaranya ketersedian
air ditoilet yang kadang tersedia kadang habis, kadang toilet kurang bersih
dimana banyak tissue bekas yang berserakan, wastafel yang tidak
berfungsi, tempat tidur yang tidak seragam dimana sebagian masih
menggunakan tempat tidur yang lama dan tidak nyaman saat digunakan
namun sudah ada tempat tidur yang baru (Sondakh et al., 2019).
Menurut Wilhelmina Kosnan (2020), ruang rawat inap merupakan
tempat yang paling lama bagi pasien untuk tinggal dibandingkan unit-unit
lainnya. Disinilah harapan dan keyakinan pasien akan memperoleh
pelayanan yanggsebaik-baiknya, sedang rumah sakit berusahaasemaksimal
mungkin dapat memberikan pelayanan sesuai harapan pasien. Maka dari
itu dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance serta emphaty
sebagai dimensi dari mutu pelayanan kesehatan berpengaruh dengan
kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit (Kosnan, 2020).
Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan. Jika
suatu instansi kesehatan akan melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, pengukuran tingkat kepuasan pasien harus

25
dilakukan. Melalui pengukuran tersebut, dapat diketahui sejauh mana
dimensi-dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan
dapat memenuhi harapan pasien. Kepuasan pelanggan mempunyai tempat
tersendiri dan merupakan hal yang sangat penting untuk bertahannya suatu
rumah sakit.

26
BAB 3

PENUTUP

Kepuasan merupakan sebuah taraf perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
atau dampak dari kinerja layanan yang di perolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Apabila pasien tidak puas
terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, maka pasien tidak akan mencari
layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, mudah di dapat
dan di jangkau.

Kepuasan akan terjadi apabila harapan dari pelanggan dapat terpenuhi oleh
pelayanan yang diberikan rumah sakit untuk dapat memanfaatkan kembali layanan
kesehatan, oleh karena itu perlu diperhatikan dan dievaluasi terus menerus kepuasan
dan harapan dari pelanggan serta diikuti dengan perbaikan-perbaikan pelayanan dan
pengelolaan yang efektif serta efisien akan membuat rumah sakit mempunyai daya
tahan dan daya saing yang tinggi untuk dapat menjaga kelangsungan rumah sakit
dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan membuat diferensiasi yang berbeda.

Berdasarkan hasil pembahasan dari berbagai penelitian mengenai pengaruh


mutu pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien rawat inap pada rumah sakit dapat
ditarik kesimpulan bahwa mutu pelayanan kesehatan (asscurance, emphaty,
responsiveness, tangible dan reliability) berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat
inap pada rumah sakit. Kelima variabel tersebut merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit. Hendaknya rumah
sakit agar senantiasa meningkatkan pelayanan guna tercapainya kepuasan pasien,
khususnya pada pasien rawat inap. Hal ini bisa dilakukan dengan lebih
memperhatikan terhadap kebutuhan dan keinginan pasien, peningkatan fasilitas
sarana dan prasarana, jaminan rasa aman dan nyaman, dan kepercayaan serta
pelayanan yang dijanjikan secara cepat, akurat dan pasti sehingga akan meningkatkan
kepuasan pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dachi A Rahmat. 2017. Proses dan Analisis Kebijakan Kesehatan (Suatu Pendekatan
Konseptual), Edisi I. Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama)

Layli, Rayhan. 2022. Pengaruh Mutu Pelayanan_Kesehatan dengan Kepuasan Pasien


Rawat Inap di Rumah Sakit : Literature Review. Jurnal Pendidikan Tambusai. Vol.6
No.2 Tahun 2022: 12746-12752.

Listiyono, R. A. (2015). Studi Deskriptif Tentang Kuaitas Pelayanan Di Rumah Sakit


Umum Dr . Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Pasca Menjadi Rumah Sakit
Tipe B.Jurnal Kebijakan dan Manageman Vol. 1 No.1, 1–7.

Haeruddin, Alwi Khidri, S. U. 2021. Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan terhadap


Kepuasan dan Minat Kembali di RSUD Haji Makassar. Jurnal Kesehatan, 4 No. 3(3),
282–288.

Marthalena, Y., & Nuryanto, M. (2017). Hubungan Kualitas Pelayanan Keperawatan


Di Rumah Sakit Umum Kartini Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2015. Ekombis Sains Jurnal Ekonomi Keuanga Dan Bisnis Universitas Sang
Bumi Ruwa Jurai, 02(02), 151–168.

Nur’aeni, R., Simanjorang, A., & . J. (2020). Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Izza Karawang. Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 6(2), 1097. https://doi.org/10.33143/jhtm.v6i2.1152

Pohan, I. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian Dan


Penerapan. Jakarta: EGC.

Sondakh, Y. J., Wowor, R. E., Kolibu, F. K., Kesehatan, F., Universitas, M., &
Ratulangi, S. (2019). Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat IV Lanud Sam Ratulangi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.

Suryawati, Chriswardani. 2004. Kepuasan Pasien Rumah Sakit (Tinjauan Teoritis dan
Penerapannya pada Penelitian). JMPK Vol 07/No.04/Desember/2004.

Toruan, E. M. L. 2017. Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan


Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Pelabuhan Medan (Prima Husada Cipta). 1(2), 6–
38.

28
Xesfingi, S., & Vozikis, A. 2016. Patient satisfaction with the healthcare system:
Assessing the impact of socio-economic and healthcare provision factors. BMC
Health Services Research, 16(1). doi:10.1186/s12913-016-1327-4 (21/8/2022)

Kosnan, W. 2020. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat


Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Merauke. Jurnal Ekonomi, Bisnis,
Dan Akuntansi, 21(4). https://doi.org/10.32424/jeba.v21i4.1538

29
DISKUSI KELAS

1. Kepuasan pasien berhubungan dengan penampilan petugas kesehatan, bagaimana


cara memaksimalkan poin ini? (Dessy Pottimau)
Penampilan petugas kesehatan termasuk dalam Standar Operasional yang
diterapkan di masing masing fasilitas pelayanan kesehatan dimana diharapkan
seluruh staff dalam faskes tersebut dapat terstandarisasi dan seragam dalam hal
penampilan saat bertugas. Bila ada staf yang melanggar maka dapat diberikan
teguran/sanksi yang sesuai agar poin ini dapat maksimal.

2. Tiap berapa lama sekali sebaiknya diukur kepuasan pasien? (Yanti Erawati)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi (PERMENPAN) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014
Tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, Penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan Survei
Kepuasan Masyarakat secara berkala minimal 1 (satu) kali setahun.

3. Salah satu faktor kepuasan pasien adalah daya tanggap, apakah hal tersebut
berhubungan dengan respon time pasien-petugas, dan berapakah respon time yg
tepat dimasing-masing unit di rumah sakit? (Christy Lipan)
Daya tanggap yang dapat memengaruhi kepuasan pasien dapat dinilai dari respon
time yang diberikan oleh petugas dalam hal merespon kebutuhan pasien. Respon
time ini diukur dari petugas menerima permintaan/keluhan pasien hingga pasien
menerima tindakan/feedback dari petugas kesehatan. Respon time yang
digunakan berdasarkan layanan yang diberikan seperti pada unit IGD, radiologi,
farmasi, laboratorium dan lainnya.

30
4. Apabila kepuasan pasien terhadap fasilitas tidak puas tapi ada keterbatasan dana,
alternatif apa yg bisa dilakukan? (Enternity Katuche)
Kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa variabel, maka bila terdapat
kekurangan di satu variabel, dapat dimaksimalkan dengan variabel lainnya.
Dalam hal ini bila pada bagian tangible (bukti fisik) fasilitas kurang memadai,
pelayanan kesehatan tersebut dapat memaksimalkan pada daya tanggap dan
empathy dari staff terhadap pasien.

31

Anda mungkin juga menyukai