Anda di halaman 1dari 2

Pancasila memiliki pengertian lima dasar. Lima dasar yang saling berkaitan.

Sila-sila dari
Pancasila yang saling berkaitan satu sama lain tidak bisa dipisahkan dan tidak bisa dibolak-balik
susunannya. Jika dibolak-balik maka akan memiliki makna yang berbeda. Isi dari Pancasila tidak
bertentangan dengan agama-agama yang berada di nusantara ini.

Pancasila sendiri, sila-silanya, tersusun secara sistematis, urut, runtut, dan tidak bisa diacak atau
dibolak-balik. Bagaimana tidak.? Urutan-urutan sila dalam Pancasila merupakan tahapan atau
tangga setiap manusia untuk menapak dari satu tangga ke tangga yang lain guna mencapai
kesempurnaan hidup, guna mencapai kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Sila-sila dalam
Pancasila merupakan rangkaian yang tersusun rapi dan bertahap yang juga merupakan alur yang
mesti dilalui setiap manusia untuk mecapai kebahagiaan yang hakiki.
(sila pertama) Setiap orang wajib ‘mengenal’ Tuhannya terlebih dahulu ( Ketuhanan yang Maha
Esa ) . ‘Mengenal’ Tuhan secara kafah (lengkap) jangan sepotong-potong. Harus mengenal Tuhan
(ma’rifatullah) sebagai suatu kesatuan (Esa). Jangan dipenggal-penggal sesuai dengan pemahaman
setiap nafsu manusia.
(sila kedua) Kalau manusia sudah ‘mengenal’ Tuhan (ma’rifatullah) secara benar dan secara
kafah/menyeluruh, maka otomatis manusia itu akan menjadi manusia sejati atau manusia yang
sesungguhnya. Manusia yang sebenarnya manusia, manusia yang utuh jiwa-raganya. Maksudnya
manusia sejati adalah manusia yang mengerti tata krama hidup, baik tata krama terhadap dirinya
sendiri, tata krama terhadap sesama, tata krama terhadap seluruh makhluk, tata krama terhadap
seluruh semesta raya, dan lebih-lebih tata krama terhadap Tuhan. Manusia yang utuh baik dari segi
tampilan (raga) maupun yang tersembunyi (jiwanya). Tampilan raganya berupa manusia dan
jiwanya juga manusia.
(sila ketiga) Kalau semua manusia sudah mengerti kesejatiannya sebagai manusia. Manusia yang
adil dan punya sopan santun, punya tata karma (beradab), maka apa masih ada kemungkinan
terjadinya korupsi, pertengkaran, dan peperangan ? Tidak kan ? Otomatis manusia itu akan bersatu
( Persatuan
Indonesia ). Bersatu dalam sebuah koridor pemahaman bahwa kita (manusia) dihadirkan di muka
bumi ini sebagi utusan Tuhan(kholifah) untuk menyebarkan rahmad dan kasih sayang terhadap
seluruh isi alam, apalagi terhadap sesama manusia.
(sila keempat) Kalau semua manusia telah menjadi seperti yang ada di sila kesatu, kedua, dan
ketiga, apa dalam kehidupan bermasyarakat lalu tidak ada perbedaan pendapat terhadap sesuatu ?
Tentu saja tetap ada tetapi perbedaan tersebut bukan lagi perbedaan kepentingan dan perbedaan
dalam hal yang buruk, melainkan perbedaan pendapat dalam koridor manusia yang beradab yang
telah mengenal Tuhannya. Karena perbedaan itu tetap ada, maka yang ada kemudian adalah sikap
musyawarah ( Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan ) Musyawarah yang terjadi bukan untuk mencari menangnya sendiri atau kuat-kuatan
pendapat. Musyawarah bukan lagi untuk menunjukkan kepandaian dan kepiawaian diri, tetapi
musyawarah yang berdasarkan Hikmah Kebijaksanaan yang tidak mementingkan diri atau
kelompok (adil) dan bermusyawarah dengan dasar kasih sayang (hikmah) dan penuh dengan
kebijakan (bijaksana).
(sila kelima) Kalau semua manusia bisa ‘duduk’ dengan tenang pada sila satu sampai keempat,
maka otomatis manusia itu akan adil ( keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia ). Adil bisa
terjadi kalau manusia itu mengenal Tuhan, menyadari hakikat dirinya sebagai manusia yang diutus
Tuhan di muka bumi, yang bertata karma, yang beradab, yang tidak didominasi perilaku
kebinatangan, yang jiwanya tidak dikuasai iblis, yang bersatu dan menyelesaikan masalah dengan
selalu bermusyawarah dengan cara-cara yang bijaksana dengan penuh hikmah untuk semata-mata
mencari Ridho Tuhan. Bangsa seperti inilah yang digadang-gadang bangsa di seluruh dunia
khususnya bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai