Anda di halaman 1dari 308

STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM

MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL


TAHUN 2011 - 2018

SKRIPSI

Penyusun:
Rasyd El Farizy
(20140510160)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN


INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017/2018

i
HALAMAN JUDUL

STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM


MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL TAHUN 2011
– 2018

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana


Strata Satu
Pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan
Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Skripsi

Disusun Oleh:

RASYD EL FARIZY

20140510160

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
2018

ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM


MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL TAHUN 2011 –
2018

RASYD EL FARIZY
20140510160

Telah dipertahankan, dinyatakan Lulus dan disahkan dihadapan


Tim Penguji Skripsi Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada;
Hari/tanggal : Sabtu, 1 September 2018
Waktu : 08.00 WIB
Tempat : E4 003

Tim Penguji:

Dr. Surwandono, M.Si.


Ketua Tim Penguji

Dr. Sidik Jatmika, M.Si. Sugito, S.IP, M.Si.


Penguji I Penguji II
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya adalah asli


dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
sarjana, baik di Universitas Muhammadiyah maupun
perguruan tinggi lain.

Dalam skripsi saya tidak terdapat karya, ide dan


pendapat orang lain, terkecuali tertulis dengan jelas
referensi yang dicantumkan dalam skripsi dengan
disebutkan nama dan dicantumkan daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan


apabila dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian
dengan pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik dan diproses sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 6 September 2018

Rasyd El Farizy

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena berkat Rahmat dan Karunia –Nya lah penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skrispi ini, Shalawat serta
salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta para Sahabat dan Umat-Nya hingga akhir
zaman, amin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Judul dari skripsi prnulis adalah “Strategi
Pemerintah Indonesia dalam Membendung Terorisme
Global tahun 2011 - 2018”.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan
baik aspek kuantitas maupun kualitas penelitian yang
dijelaskan. Semua ini berdasarkan pada keterbatasan yang
dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik
yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan
dari Allah SWT.
Salam Hormat,

Rasyd El Farizy

v
ABSTRAK

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk


mengetahui strategi pemerintah Indonesia dalam
membendung terorisme global tahun 2011 - 2018. Penulis
juga akan membahas mengenai. Dalam peneltian ini akan
menjelaskan tentang strategi apa saja yang dilakukan
pemerintah Indonesia dalam membendung terorisme
global yang mengancam keamanan dan keresahan
masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analisis. Pengumpulan data
menggunakan dua metode yaitu metode berbasis dokumen
dan metode berbasis internet. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan konsep CIST atau Countering Ideological
Support for Terrorism. Konsep CIST adalah konsep yang
memadukan soft approach dan hard approach dalam
penindakan terorisme yaitu melalui Strategical counter
terrorism, operational counter terrorism dan resolving
regional conflict.
Kata kunci: Terorisme, Indonesia, CIST

vi
ABSTRACT

This research is aimed at finding the Indonesian


government's strategy in stemming global terrorism in
2011-2018. The author will also discuss about. In this
research, it will explain what strategies the Indonesian
government is doing in stemming global terrorism that
threatens the security and unrest of the community. The
method used in this study is descriptive analysis. Data
collection uses two methods, document-based methods
and internet-based methods. In this study the author uses
the concept of CIST or Countering Ideological Support for
Terrorism. The CIST concept is a concept that combines a
soft approach and hard approach in terrorism action,
namely through strategic counter terrorism, operational
counter terrorism and resolving regional conflict.
Keywords: Terorisme, Indonesia, CIST

vii
MOTTO

“TUJUAN MANUSIA HIDUP ADALAH UNTUK


BERIBADAH dan BERMANFAAT BAGI
MANUSIA LAINNYA.”

“HIDUP ADALAH TENTANG MENGISI dan


MEMBUANG. MENGISI DENGAN HAL
POSITIF DAN MEMBUANG HAL NEGATIF”

viii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk :

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, rahmat,


hidayah, rezeki dan semua yang saya butuhkan, Allah
SWT selalu memberikan kelancaran untuk segala
urusan dalam menyusun skripsi ini.

2. Kedua orangtua saya Halim Baruna dan Maria Ulfah


atas segala pengorbanan, perjuangan, kasih sayang dan
dedikasinya.

3. Akademisi, Praktisi, dan Masyarakat Umum

ix
UCAPAN TERIMAKASIH

1. Terimakasih kepada teman sehidup – sesurga, seperjuangan,


adinda Zahratul Mulazamah tiada kata yang dapat
menggambarkan betapa bersyukurnya aku atas kehadiranmu
disisiku.

2. Teman seperjuangan dari semester satu atas segala


keramahan, persaudaraan, kebaikan, dan kegilaannya Jalu,
Agan, Rifqy, Thoriq, Pandu, Budi, Denina dan Kiky semoga
kita nanti bertemu di surgaNya. Abizar suwun bro wis dadi
konco stress haha. Pakde Azis dan Ricko suwun yoo wes
dadi konco kentelku

3. Dosen Pembimbing terbaik bpk. Surwandono atas segala


kesabaran dan dedikasinya kepada kami dalam membimbing
dan mengarahkan skripsi kami.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................. ii


HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .....................iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .......................iv
KATA PENGANTAR ............................................v
ABSTRAK ..........................................................vi
ABSTRACT ....................................................... vii
MOTTO........................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................... ix
UCAPAN TERIMAKASIH .....................................x
BAB I .................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................... 1
B. Rumusan Masalah ................................. 13
C. Kerangka Berpikir .................................. 14
D. Hipotesa ................................................. 28
E. Tujuan Penelitian ................................... 32
F. Metode Penelitian ................................. 33
G. Jangkauan Penelitian ............................. 34
H. Sistematikan Penulisan .......................... 35
BAB II ................................................................. 38
SEJARAH TERORISME ........................................ 38
A. Definisi Terorisme.................................. 40
B. Sejarah Terorisme.................................. 57
C. Terorisme Modern................................. 81
D. Hubungan antara Terorisme dan Agama,
Terorisme dan Politik, dan Terorisme dengan
Ekonomi ......................................................... 85
E. Perang Melawan Terorisme Global ....... 99
BAB III .............................................................. 105
TERORISME DI INDONESIA ............................. 105
A. Sejarah Kontemporer Terorisme di
Indonesia ..................................................... 110
B. Sebab Terorisme di Indonesia ............. 147
C. Dampak Terorisme di Indonesia.......... 174
D. Bentuk dan Pola Terorisme di
Indonesia ..................................................... 178
BAB 4 ............................................................... 187
STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL ............ 187
A. Strategic Counter Terrorism ................ 189
B. Operational Counter Terrorism ........... 244
C. Resolving Regional Conflict ................. 262
BAB V ............................................................... 275
KESIMPULAN ................................................... 275
Daftar Pustaka .................................................. 281
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme merupakan isu

keamanan baru yang muncul dalam

realitas perpolitikan global. Isu

terorisme sebagai isu kontemporer

mulai muncul ketika peristiwa 11

September 2001 di Amerika Serikat

yaitu ketika teroris melakukan

penyerangan gedung kembar World

Trade Center (WTC) yang

menyebabkan tewasnya 2753 korban

1
1
jiwa dan juga pentagon. Setelah

peristiwa ini kemudian Amerika

mersepon dengan mengeluarkan

kebijakan war on terrorism atau

perang melawan terorisme. Melalui

pidatonya di depan kongres dan

seluruh rakyat Amerika pada tanggal

20 September 2001, Bush menyatakan

akan menumpas habis jaringan

1
Ashley Southall, “Man Killed in 9/11 Attacks Is
Identified by DNA Testing” The New York Times
(https://www.nytimes.com/2017/08/07/nyregion/9-
11-victim-identified-by-dna-testing.html diakses
tanggal 20 Oktober 2017)

2
terorisme global termasuk di dalamnya

Al – Qaeda.2

Perang melawan terorisme

adalah kampanye multidimensi seperti

dimensi militer, intelejen, diplomatik,

dan domestik. Dimensi militer yaitu

terlibat perang-perang di Afghanistan,

Iraq, dan operasi rahasia di Yaman.

Dimensi intelijen terdiri reorganisasi

kelembagaan dan peningkatan yang

cukup besar dalam pendanaan dari

2
Washington Post, “President Bush Address the
Nation” The Washington Post
(https://www.washingtonpost.com/wp-
srv/nation/specials/attacked/transcripts/bushaddress
_092001.html diakses tanggal 20 Oktober 2017)

3
Amerika pengumpulan intelijen

kemampuan, program global

menangkap tersangka teroris dan

interning mereka di Teluk

Guantánamo, diperluas bekerjasama

dengan badan-badan intelijen Asing,

dan pelacakan dan intersepsi

pembiayaan teroris. Dimensi

diplomatik termasuk melanjutkan

upaya untuk membangun dan

mempertahankan sebuah koalisi global

organisasi dan negara-negara mitra

dan diplomasi publik sebagai

kampanye untuk melawan anti

4
Amerika di Timur Tengah. Dimensi

domestik AS perang melawan

terorisme mensyaratkan antiterorisme

undang-undang baru, seperti USA

PATRIOT Act; lembaga keamanan

baru, seperti Department of Homeland

Security; penahanan preventif ribuan

tersangka; pengawasan dan program-

program pengumpulan intelijen oleh

National Security Agency (NSA),

Federal Bureau of Investigation (FBI)

dan pemerintah daerah; memperkuat

prosedur tanggap darurat; dan

langkah-langkah peningkatan

5
keamanan Bandara, perbatasan dan

acara-acara publik.3

Perang melawan terorisme

mendapat respon dunia global.

Sentimen islamophobia atau ketakutan

terhadap islam pun meyebar luas.

Acap kali pelaku terorisme adalah

seorang muslim kemudian melekatkan

cap teroris kepada muslim. Organisasi

– organisasi dengan basis muslim

militan seperti Al – Qaeda, IS, dan

Taliban semakin menegaskan cap

3
Richard Jackson, “War on terrorism” Encyclopedia
Britannica (https://www.britannica.com/topic/war-
on-terrorism diakses tanggal 20 Oktober 2017)

6
tersebut. Terlebih lagi IS atau Islamic

State selalu menampilkan kekejaman

dan kebrutalan yang sesungguhnya

tidak mencerminkan nilai – nilai islam

yang cinta dengan perdamaian. Negara

– negara di timur tengah seperti

Afghanistan, Iraq dan Suriah menjadi

korban kebijakan ini. Dengan dalih

memberantas organisasi ‘sarang

teroris’ Amerika Serikat melegitimasi

penyerangan ke negara – negara

tersebut.

Indonesia pun tak luput dari

tudingan Amerika sebagai ‘sarang

7
teroris’. Hamzah Haz wakil presiden

Indonesia saat itu kemudian menepis

tudingan tersebut mentah – mentah,

bahkan melakukan pendekatan

terhadap tokoh-tokoh yang dalam

pandangan AS di Anggap sebagai

fundamentalis, seperti Ja’far Umar

Thalib (Laskar Jihad), Habib Riziq

Syihab (FPI), dan Abu Bakar Ba’syir

(MMI). 4 Namun pendekatan humanis

seorang wakil pemimpin negara

kepada para pemimpin organisasi

islam tersebut nyatanya tetap membuat

4
Mardenis, Pemberantasan Terorisme, Jakarta,
Rajawali Pers, 2011

8
AS ngotot bahwa tokoh – tokoh dari

organisasi islam tersebut memiliki

jaringan dengan terorisme global dan

berbahaya bagi keamanan.

Di Indonesia aksi terorisme

juga muncul silih berganti. Mulai dari

tragedi Bom Bali I pada tanggal 12

Oktober 2002, Bom Hotel JW Marriot

pada Agustus 2003, Bom di depan

Kedutaan Australia tahun 2004, Bom

Bali II tanggal 1 Oktober 2005, Bom

Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton

tanggal 17 Juli 2009, hingga tragedi

bom bunuh diri di Kafe Starbucks dan

9
penyerangan di kawasan Sarinah pada

awal tahun 2016 dan bom bunuh diri di

kampung melayu pada tanggal 24 Mei

2017. Aksi – aksi terorisme di

Indonesia diduga dilakukan oleh

kelomopok Jamaah Islamiyah.

Kelompok ini kerap kali dituduh

menjadi pelaku aksi – aksi terorisme

dan bom bunuh diri. Bom Bali I dan II,

Bom di Keduataan Australia, dan Bom

JW Marriot diduga dilakukan oleh

kelompok JI. Kemudian ketika Islamic

State atau IS yang berpusat di Irak dan

Suriah memimpin aksi terorisme

10
global, aksi – aksi teror seperti Bom di

Sarinah dan Bom kampung melayu

diklaim dilakukan oleh jaringan IS di

Indonesia. Terbaru adalah tragedi bom

bunuh diri yang meledak di tiga gereja

dan Mapolrestabes Surabaya pada

tahun 2018.

Diperlukan strategi dan

rumusan yang pas dalam penanganan

dan pemberantasan terorisme di

Indonesia. Revisi undang – undang

tentang terorisme jangan sampai

melupakan hak – hak asasi dan

mengedepankan humanisme dalam

11
penanganan tindak terorisme. Dalam

penangkapan pelaku terorisme juga

harus disertai dengan asas

profesionalisme dan keadilan yang

dapat menimbulkan sentimen

kebencian dan memunculkan bibit –

bibit kebencian yang dapat menjadi

teror baru dengan sasaran kepolisian.

Pelaku – pelaku aksi teror di Indonesia

mengatasnamakan islam sehingga

peran ulama dan pemuka agama dalam

memberikan pencerahan kepada

jamaahnya sangat diperlukan.

Penanganan dengan pendekatan yang

12
manusiawi tanpa ada kebencian

didalamnya dimungkinkan dapat

menekan aksi – aksi terorisme di

Indonesia. Berdasarkan latar belakang

diatas penulis ingin mengumpulkan

berbagai data dan menuliskan hasilnya

dalam “Strategi Pemerintah Indonesia

dalam Membendung Terorisme Global

tahun 2011 – 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang

masalah diatas dapat ditarik rumusan

masalahnya sebagai berikut :

13
Bagaimana strategi pemerintah

Indonesia dalam membendung

gerakan Terorisme global tahun

2011 – 2017 ?

C. Kerangka Berpikir

Konsep Counter – Terrorism

Dalam skripsi ini dibutuhkan konsep

dan strategi khusus untuk membendung

terorisme global. Konsep Counter

Terorism atau Kontra Terorisme kiranya

dapat membantu penulis dalam memahami

upaya – upaya apa saja yang dapat

dilakukan dalam penanganan terorisme.

Disini penulis menggunakan strategi

14
kontra terorisme yaitu Countering

Ideological Support for Terrorism atau


5
CIST . Strategi ini cukup relevan

digunakan sebagai rujukan dalam

pembendungan dan pemberantasan

terorisme karena kedekatan antara

Amerika Serikat dan Indonesia dalam isu

terorisme.

Pendekatan utama dalam melawan

ideologi terorisme atau CIST ini adalah

untuk memperhitungkan perbedaan

konteks, orientasi dan basis pada aliran –

aliran kepercayaan yang berbeda. Dalam

5
Anne Aldis dan Graeme P. Herd, THE IDEOLOGICAL
WAR ON TERROR, New York, Routledge, 2007, hal: xvii

15
konteks ini, Amerika Serikat lebih

menekankan tentang pertarungan ide

kelompok moderat melawan ide kelompok

ekstremis dalam islam.

Pendekatan ini dilakukan dengan

menekankan pemberantasan terorisme

mulai dari ideologi hingga penanganan

pelaku teror di lapangan dengan tujuan

terciptanya keamanan dan kebebasan bagi

seluruh masyarakat dalam menjalani

hidup. Menjadikan kehidupan seluruh

manusia dalam kedamaian tanpa bayang –

bayang ketakutan ancaman teror adalah

hak setiap manusia yang harus dilindungi.

16
Oleh karena itu, dilakukan strategi –

strategi dalam CIST seperti; Strategic

counter terrorism, Operational counter

terrorism, dan Resolving regional conflict.

Strategi ini berpedoman pada strategi

yang dilakukan oleh Departemen

Pertahanan dan Departemen Luar Negeri

Amerika Serikat.

Pertama, strategic counter terrorism.

Strategi kontra terorisme ini bertujuan

untuk melawan ideologi terorisme dengan

metode – metode yang lebih soft. Strategi

yang digunakan melalui Ideologi dengan

paham ekstrimisme yang menjadi

17
pedoman para pelaku terorisme dilawan

dengan lebih sering dimunculkannya

Islam yang lebih moderat. Pemahaman

yang salah tentang islam harus diluruskan

dan wajah islam yang cinta damai harus

dimunculkan. Pemerintah dapat

bekerjasama dengan media dalam

mempromosikan dan menampakkan

kemoderatan dan toleransi dalam

beragama. Media yang kini bermacam –

macam bentuknya dapat membantu dalam

melawan terorisme dengan cara

menampilkan kelompok – kelompok yang

toleran dan moderat. Tujuan terorisme

18
yang menimbulkan ketakutan, keresahan

dan ketidakamanan dapat ditampilkan di

media bahwa masyarakat bersatu dan tidak

takut dengan terorisme

Pendidikan merupakan salah satu

sarana dalam membendung ideologi dan

pemahaman yang keliru dalam beragama.

Melalui sekolah dapat ditananamkan dan

dibentuk karakter seseorang dengan

pemahaman agama yang benar dan potensi

munculnya pelaku terorisme dengan

pemahaman islam yang salah ini dapat

ditekan. Melalui kurikulum yang

mengedepankan pendidikan karakter dan

19
dibarengi dengan program Presiden

Jokowi yaitu revolusi mental, sekolah

menjadi agen penerus bangsa dengan

melahirkan manusia – manusia Indonesia

yang cinta damai. Melalui workshop –

workshop dan seminar tentang bahaya

terorisme dengan menampilkan data, fakta

dan narasumber seperti mantan pelaku

teror dan anggota kelompok terorisme

dapat digunakan untuk mengajak dan

memberitahukan kepada masyarakat

bahwa yang dilakukan oleh para teroris

tersebut adalah salah dan membahayakan

keberlangsungan kehidupan. Seminar –

20
seminar tentang pemahaman nilai – nilai

Pancasila sebagai dasar negara dengan

nilai – nilai luhur yang harus dihargai dan

menjadi pedoman dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Kerjasama antara Eksekutif dan

Legislatif yaitu antara pemerintah dan

DPR dalam mengatur payung hukum,

yaitu undang – undang yang mengatur

tentang tindak pidana terorisme

merupakan langkah nyata dalam

melindungi masyarakat baik korban

maupun pelaku teror. Perancangan undang

– undang tersebut tentunya tetap

21
mengedepankan asas kemanusiaan.

keadilan, dan menjunjung tinggi nilai

demokorasi.

Kedua, Operational counter

terrorism. Strategi yang kedua ini

dilakukan untuk membendung pergerakan

terorisme dalam operasional mereka,

sehingga dapat melemahkan sampai ke sel

– selnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan

agar pemerintah melalui lembaga –

lembaga terkait dapat memonitor terduga

teroris, kolaborator, pendukung, dan

simpatisan kelompok – kelompok radikal

terorisme ini. Sinergitas antara Intelejen,

22
TNI, BNPT, POLRI tentunya dibutuhkan

agar kesuksesan dalam upaya counter

terrorism dapat berjalan dengan baik.

Apabila menggunakan cara yang

dilakukan oleh Departemen Pertahanan

Amerika Serikat terdapat lima elemen

dalam upaya operasional ini yaitu security,

military operations, humanitarian

support, military to military contacts and

conduct of operations.

Kelima elemen tersebut merupakan

langkah – langkah yang harus dilakukan

untuk memutus jaringan ekstrimis

terorisme dan membuat mereka tidak

23
dapat bertahan. Dengan memahami

budaya, ide, bahasa, dan kebiasaan musuh

memudahkan dalam mengalahkan mereka.

Mereduksi peran dan pengaruh pimpinan

organisasi ekstrimis melalui operasi

militer sehingga dapat memutus

komunikasi, ide dan pesan dengan

anggotanya. Operasi – operasi militer dan

perencanaan strategi yang matang dalam

mencegah aksi terorisme dapat

meminimalisir dampak ‘teror’ yang

membuat resah, ketakutan, dan

menimbulkan korban jiwa. Selain operasi

militer dilapangan, dalam era kemajuan

24
teknologi ini juga dibutuhkan operasi

dalam dunia maya. Ketika aksi terorisme

sudah terjadi, bantuan operasi dapat

dilakukan untuk melumpuhkan tindakan di

lapangan yang menyangkut nyawa orang

banyak. Bantuan kemanusiaan yang

diberikan juga merupakan salah satu cara

untuk memutus pesan para ekstrimis

teroris dalam melakukan aksinya. Strategi

ini tentunya membutuhkan dukungan dari

pemerintah dalm hal pendanaan.

Ketiga, resolving regional conflict.

Untuk menekan ancaman dari kekerasan

politik dalam sistem internasional,

25
komunitas internasional harus

mengembangkan kapabilitas untuk

mengakhiri konflik regional dengan cara

negosiasi politik. Konflik regional di

beberapa daerah seperti di Palestina, Iraq,

Suriah, dan Afghanistan merupakan

produsen terbesar kekerasan HAM, arus

pengungsi, dan teroris. Di kawasan Asia

Tenggara, termasuk di Indonesia konflik

regional juga dapat menjadi pemicu

munculnya bibit – bibit terorisme. Konflik

di Mindano, Filipina, Poso dan Maluku di

Indonesia adalah konflik yang

memberikan efek pada kemunculan aksi

26
radikal. Sebuah pemikiran umum yang

salah di Barat bahwa pihak yang bertikai

pada waktunya akan kehabisan tenaganya

sehingga akan berhenti sendiri terbukti

salah ketika Al – Qaeda menyerang AS.

Indonesia dalam hal ini dan Komunitas

internasional harus meningkatkan

kapabilitas dalam mengakhiri konflik

tersebut dengan cara negosiasi. Dengan

metode mediasi dan diberikan ruang untuk

diplomasi dan negosiasi dapat mereduksi

ekstremisme ideologi dan ekstremisme

politik. Sehingga para pelaku teror

tersebut bisa bergabung ke dalam arus

27
utama politik dan mengakhiri konflik. 6

Namun untuk mewujudkannya dibutuhkan

pengetahuan yang relevan, alat yang

membangun proses perdamaian dan

alokasi dana yang cukup. Terorisme dapat

muncul dengan motif ekonomi. Kekerasan

yang muncul karena motif ekonomi dapat

ditangani dengan investasi yang tepat.

D. Hipotesa

Berdasarkan penjelasan diatas,

hipotesa yang dapat diambil dari strategi

pemerintah Indonesia dalam membendung

terorisme global tahun 2011 – 2017 adalah

6
Ibid, hal.125.

28
menggunakan konsep CIST (Countering

Ideological Support for terrorism) yang

meliputi:

a. Strategic counter terrorism

yaitu melawan ideologi

radikal dengan cara

mempromosikan ideologi

lebih moderat melalui

media, pendidikan,

seminar – seminar dan

workshop bahaya laten

terorisme dan melalui

kerjasama antara eksekutif

dan legislatif dalam

29
mengatur payung hukum

tentang terorisme.

b. Operational counter

terrorism yaitu

menghentikan operasional

terorisme melalui lembaga

yang berwenang dengan

dasar kelima elemen

security, military

operations, humanitarian

support, military to

military contacts and

conduct of operations.

30
c. Resolving regional conflict

yaitu lebih mengedepankan

ruang mediasi melalui

diplomasi dan negosisasi

dalam penyelesaian konflik

dan memberikan

kesempatan yang adil

dalam menyamapikan hak

– haknya. Peningkatan dan

pemerataan kesejahteraan

dengan investasi yang tepat

diperlukan untuk menekan

potensi kekerasan dan

radikalisme.

31
E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini

adalah secara umum adalah untuk

memenuhi tanggung jawab penulis

sebagai mahasiswa dalam menyelesaikan

tugas akhir sebagai syarat kelulusan di

jenjang strata satu, sedangkan secara

khusus adalah untuk mengetahui strategi

yang dilakukan pemerintah Indonesia

dalam membendung terorisme global

periode 2011 – 2017. Diharapkan dengan

penelitian ini dapat menambah informasi

tentang strategi - strategi pemberantasan

32
terorisme di Indonesia dalam penelitian –

penelitian yang telah ada sebelumnya.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode penelitian

yang digunakan oleh penulis adalah

metode deskriptif analisis. Pengumpulan

data menggunakan dua metode yaitu

metode berbasis dokumen dan metode

berbasis internet. Metode berbasis

dokumen yang digunakan mengacu pada

dokumen sekunder yang berbasis pada

dokumen primer seperti buku – buku,

literatur , dan jurnal yang berkaitan dengan

topik penelitian ini. Metode berbasis

33
internet digunakan untuk menunjang

dalam pengumpulan data karena dalam

penelitian ini dibutuhkan informasi faktual

berkenaan dengan topik yang penulis

angkat.

G. Jangkauan Penelitian

Jangkauan penelitian merupakan hal

yang penting untuk diperhatikan dalam

sebuah penelitian. Diberikannya batasan

penelitian, bertujuan untuk memfokuskan

penelitian ini pada aspek waktu dan

permasalahan yang sedang dibahas.

Sehingga penelitian ini lebih terfokus dan

tidak melebar. Dalam penelitian ini,

34
dibatasi hanya berfokus pada strategi yang

dilakukan pemerintah Indonesia dalam

menghadapi ancaman terorisme global

pada rentang tahun 2011 – 2017. Dimulai

tahun 2011 karena pada tahun tersebut

dibuatnya UU tentang intelejen yang baru

hingga pada tahun 2017 dalam masa

kepemimpinan presiden Joko Widodo.

H. Sistematikan Penulisan

Penulisan skripsi terdiri dari lima bab

dan masing-masing bab termuat beberapa

permasalahan sebagai berikut:

Bab I berisi ketentuan-ketentuan

pokok dalam penyususnan skripsi yaitu

35
latar belakang, pokok permasalahan,

kerangka pemikiran/teori, hipotesa, tujuan

penelitian, metode penelitian, jangkauan

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II penulis akan membahas tentang

definisi, sejarah terorisme internasional

dan perang melawan terorisme global.

Bab III penulis akan membahas

tentang sejarah terorisme di Indonesia

mencakup berbagai masalah ekonomi,

sosial, dan budaya sebagai pemicu,

dampak dan tipe terorisme Indonesia.

Bab IV penulis akan membahas

tentang strategi – strategi yang dilakukan

36
oleh pemerintah Indonesia dalam

membendung terorisme global tahun 2011

– 2017.

Bab V Dalam bab terakhir skripsi ini

berisi kesimpulan dari hasil penelitian

yang telah ada di bab – bab sebelumnya.

37
BAB II
SEJARAH TERORISME

Seringkali di media atau kita

mendengar tentang terorisme. Kemudian

timbul dalam benak kita pertanyaan

mendasar tentang definisi terorisme.

Setiap orang memiliki pandangan dan

pemahaman masing – masing tentang

terorisme, tetapi kurang presisi,

terkonsentrasi dan benar – benar

menjelaskan apa itu terorisme.

Pendefinisian yang kurang presisi ini

didapatkan dari media modern dalam

mengkomunikasikan sebuah pesan yang

rumit dan membelit dalam durasi yang

38
singkat sehingga menggiring kekacauan

dalam melabeli sebuah tingkat tindak

kekerasan sebagai terorisme. Pilihlah

salah satu surat kabar dan nyalakan TV,

walaupun dalam satu media yang sama,

salah satunya dapat ditemukan perbedaan

tindakan seperti pengeboman bangunan,

pembunuhan kepala negara, pembunuhan

massal warga sipil oleh unit militer,

peracunan produk supermarket,

kesemuanya dideskripsikan sebagai


7
tindakan terorisme. Satu hal yang

terpenting adalah semua penggunaan

7
Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Brooking
Institution Press, Washington DC, 2003.

39
istilah tersebut bahwa terorisme adalah

buruk.

A. Definisi Terorisme

Terdapat kesulitan dalam

mendefinisikan kata terorisme. Banyak

peneliti dan organisasi internasional

mencoba mendefinisikan tentang

terorisme menyebabkan berbagai definisi

yang kemudian muncul. Mendefinisikan

terorisme adalah sebuah problematis,

tetapi penting untuk memahami secara

komprehensif tentang fenomena ini.


8
Lawrencia Ashie dalam tesisnya

8
Lawrencia Ashie, An Analysis Of Globalization As A
Catalyst For International Terrorism,

40
memberikan beberapa definisi terorisme

yang telah dihimpun dari berbagai sumber

diantaranya adalah:

a) “Terorisme merujuk pada

taktik kriminal pengekangan

konflik, yang melibatkan

beberapa tindakan kekerasan

yang sama yang akan

dikualifikasikan sebagai

kejahatan perang jika keadaan

perang terjadi - serangan yang

disengaja terhadap warga sipil,

non-kombatan dan pihak

(http://ugspace.ug.edu.gh/bitstream/handle/1234567
89/8641 diakses tanggal 17 April 2018)

41
ketiga, pembunuhan yang

disengaja, pengambilan para

sandera dan pembunuhan

tahanan (orang-orang yang

diculik)”

b) “Terorisme adalah serangan

apa pun, atau ancaman

serangan, terhadap sasaran

yang tidak bersenjata, yang

dimaksudkan mempengaruhi,

mengubah, atau mengalihkan

keputusan besar politik."

c) "Ini secara umum didefinisikan

sebagai penggunaan kekerasan

42
dan intimidasi yang disengaja

yang diarahkan pada khalayak

luas untuk memaksa

masyarakat atau

pemerintahnya menyetujui

tuntutan-tuntutan yang

bermotif politik atau

ideologis."

d) “Penggunaan kekerasan

dengan tujuan menciptakan

ketakutan di khalayak yang

lebih luas untuk mencegah

berbagai pihak melakukan

sesuatu, atau, sebaliknya,

43
untuk memaksa mereka

melakukan suatu perilaku

tertentu.”

e) “Setiap tindakan atau ancaman

kekerasan, apa pun motif atau

tujuannya, yang terjadi untuk

kemajuan, agenda kriminal

individu atau kolektif,

menyebabkan teror di antara

orang-orang, menyebabkan

ketakutan dengan melukai

mereka, atau menempatkan

hidup mereka, kebebasan atau

keamanan dalam bahaya, atau

44
bertujuan untuk menyebabkan

kerusakan lingkungan atau

instalasi atau properti publik

atau swasta atau untuk

menduduki atau menyita

mereka, atau bertujuan untuk

membahayakan sumber daya

nasional”

f) “Terorisme adalah penggunaan

atau ancaman terencana untuk

menggunakan kekerasan oleh

individu atau kelompok

subnasional terhadap

nonkombatan untuk

45
mendapatkan tujuan politik

atau sosial melalui intimidasi

terhadap audiensi yang besar di

luar yang ada pada korban

langsung.”

Menurut ahli hukum Amerika

Selatan, Terorisme adalah bentuk

klasik dari tindakan kriminal seperti

pembunuhan, pembakaran,

penggunaan bahan peledak, tetapi

berbeda dari kriminal biasa dalam

pengeksekusian dalam niat yaitu

dengan sengaja menyebabkan panik,

46
kekacauan, dan teror dalam

masyarakat.9

Pemerintah Amerika Serikat –

sebagai pemimpin dalam upaya perang

melawan terorisme global – tidak

memiliki satu definisi yang

komprhensif mengenai terorisme.

Departemen Luar Negeri AS sebagai

contohnya mendefinisikan terorisme

sebagai “kekerasan yang dimotivasi

dan bermotif politik yang dilakukan

terhadap target non-kombatan yaitu

warga sipil dan personel militer yang

9
Brian M. Jenkins, International Terrorism: The Other
World War, St. Martin Press, California, 1990.

47
pada saat kejadian tidak bersenjata

oleh kelompok subnasional atau agen

rahasia dengan maksud mempengaruhi

massa. Dalam deifinisi ini

mengkarakterisasi korban sebagai non

– kombatan, kemudian non –

kombatan diinterpretasi termasuk

warga sipil dan personel militer yang

sedang tidak bertugas atau tidak

bersenjata. Kemudian Departemen

Pertahanan mendefinisikan terorisme

sebagai penggunaan kekerasan untuk

menciptakan ketakutan (yaitu, teror,

ketakutan psikis) untuk (1) alasan

48
politik, (2) agama, atau (3) ideologi

(ideologi adalah sistem keyakinan

yang berasal dari pandangan dunia

yang membingkai kondisi sosial

politik manusia)”. Terdapat tiga

elemen utama dalam perbedaan

definisi antara Departemen Pertahanan

dan Departemen Luar Negeri.

Perbedaan pertama adalah ancaman

yang bukan lagi sebagai penggunaan

namun menjadi termasuk didalamnya.

Perbedaan kedua adalah perbedaan

non – kombatan diabaikan, perbedaan

ketiga adalah dorongan agama dan

49
ideologi secara eksplisit

teridentifikasi. Meskipun demikian,

kedua definisi tersebut membagi

kedalam lima elemen yang sama yaitu:

kekerasan, motivasi politik, pelaku

kejahatan, korban dan audiens.10

Sebuah pendekatan yang

menarik untuk masalah

mendefinisikan terorisme diambil oleh

dua peneliti Belanda dari Universitas

Leiden, Alex Schmid dan Albert

Jongman. Mereka mengumpulkan 109

10
Mahdi Mohamad Nia, From Old to New Terrorism:
The Changing Nature of International Security, Global
Studies Journal, 2010.

50
definisi resmi dan akademis terorisme

dan menganalisisnya untuk mencari

komponen utama mereka. Mereka

menemukan bahwa unsur kekerasan

termasuk dalam 83,5 persen dari

definisi dan tujuan politik di 65 persen,

sementara 51 persen menekankan

unsur yang menimbulkan ketakutan

dan teror. Hanya 21 persen dari

definisi yang disebutkan kesewenang-

wenangan dan penargetan

sembarangan, dan hanya 17,5 persen

termasuk viktimisasi warga sipil,

nonkombat, netral, atau pihak luar.

51
Melihat lebih dekat pada berbagai

definisi yang dikutip oleh Schmid dan

Jongman menunjukkan bahwa definisi

resmi terorisme adalah cukup mirip11

Kesulitan dalam

mendefinisikan terorisme terjadi

karena makna dari kata tersebut

berubah secara berkala selama dua

ratus tahun. 12 Dalam pemaknaan kata

terorisme sendiri tidak bisa lepas dari

dari nilai subjektifitas. Keterbatasan

pemunculan pemaknaan ini

11
Ariel Merari, Terrorism As A Strategy Of Insurgency,
University of California Press, California, 2007.
12
Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Brooking
Institution Press, Washington DC, 2003.

52
dikarenakan bergantung pada

penyebab konflik, batasan waktu,

jumlah korban dan pesan yang

disampaikan oleh pelaku teror.

Giovanna Borradori dalam Philosophy

in a Time of Terror menafsirkan ulang

secara mendalam dan mengkritisi

berbagai fenomena global, termasuk

terorisme. Menurutnya, istilah

terorisme merupakan tafsir yang

pragmatis dan banyak terselubung di

dalamnya berbagai kepentingan, baik

ekonomi, politik, budaya, dan lain

sebagainya. Begitu juga menurut

53
pandangan Jurgen Habermes tentang

penafsiran makna terorisme yang

begitu sepihak dan tendensius.

Penggolongan terorisme tidak lagi

menjadi “crime against state” saja.

Kini, berkembang menjadi “crime

againts humanity” atau kriminalitas

terhadap kemanusiaan. atau bahkan

menjadi “crime againts conscience”

yang dapat diartikan sebagai

kriminalitas terhadapa hati nurani.13

Pada satu titik, setidaknya,

semua orang setuju: "Terorisme"

13
Mubarok, Stigmatisasi Pemberitaan Terorisme di
Media Massa, Universitas Diponegoro, 2010.

54
adalah istilah yang merendahkan. "Ini

adalah kata dengan konotasi intrinsik

negatif yang secara keseluruhan

diterapkan pada musuh dan lawan

seseorang, atau kepada mereka yang

tidak setuju dan sebaliknya akan lebih

memilih untuk abaikan "Apa yang

disebut terorisme. Brian Jenkins telah

menulis," Dengan demikian

tampaknya bergantung pada sudut

pandang seseorang. Penggunaan

istilah itu mengandung pengertian

moral jika satu pihak dapat berhasil

melampirkan label teroris kepada

55
lawannya, maka ia secara tidak

langsung telah membujuk orang lain

untuk mengadopsi sudut pandang

moralnya." Oleh karena itu keputusan

untuk memanggil seseorang atau label

beberapa organisasi "teroris" menjadi

hampir subjektif tidak dapat dihindari,

tergantung pada apakah seseorang

bersimpati dengan atau menentang

orang / kelompok / penyebab yang

bersangkutan. Jika seseorang

mengidentifikasi dengan korban

kekerasan, misalnya, maka

tindakannya adalah terorisme. Namun,

56
jika seseorang mengidentifikasi

dengan pelaku, tindakan kekerasan itu

dianggap lebih simpatik, jika bukan

cahaya positif (atau, paling buruk,

ambivalen), dan itu bukan terorisme.14

B. Sejarah Terorisme

Kata terorisme "pertama kali

dipopulerkan selama Revolusi Prancis.

Berbeda dengan penggunaannya yang

kontemporer, pada waktu itu terorisme

memiliki konotasi positif yang bisa

dipastikan. Sistem atau régime de la

terreur atau yang berarti pemerintahan

14
Hoffman, opcit.,

57
teror berasal dari tahun 1793 – 1794

diadopsi sebagai sarana untuk membangun

ketertiban selama periode anarkis gejolak

dan pergolakan yang mengikuti

pemberontakan 1789, dan memang

banyak revolusi lainnya. Oleh karena itu,

tidak seperti terorisme seperti yang

umumnya dipahami saat ini, berarti

kegiatan revolusioner atau anti pemerintah

yang dilakukan oleh entitas non-state atau

subnasional, Régime de la terreur adalah

instrumen pemerintahan yang dijalankan

oleh negara revolusioner yang baru

dibentuk, yang dirancang untuk

58
mengkonsolidasi kekuatan baru

pemerintah dengan mengintimidasi

kontrarevolusioner, subversif, dan semua

pembangkang lain yang dianggap rezim

baru sebagai ‘musuh rakyat’. Komite

Keamanan Umum dan Pengadilan

Revolusioner ("Pengadilan Rakyat" di

zaman modern vernakular) dengan

demikian diberikan kekuasaan yang luas

untuk penangkapan dan penghakiman,

secara terbuka dihukum mati oleh

guillotine yang dihukum karena kejahatan

pengkhianatan .

59
Abad ke sembilan belas dan awal abad

ke-20 menyaksikan munculnya beberapa

gerakan teroris internasional. Contoh-

contoh kaum populis Rusia dan anarkis

Prancis dan Italia melahirkan para peniru

di Balkan, Armenia, India, dan di tempat

lain. Dekade sebelum Perang Dunia I

adalah masa perubahan politik dan

ekonomi yang mendalam. Ini adalah masa

revolusi industri dan ekspansi kapitalisme

yang panjang. Itu melihat apogee dari

beberapa kerajaan kolonial (Prancis,

Inggris, Rusia) dan kemunduran orang lain

(Austria dan Turki). Lenin menggunakan

60
istilah "imperialisme" untuk

menggambarkan kecenderungan

ekspansionis yang membayangi

kehancuran kerajaan-kerajaan besar, yang

dilihatnya sebagai fase akhir kapitalisme.

Keseimbangan kekuasaan yang mendasari

ketertiban Westfalen runtuh dengan

Perang Besar 1914 - 1918, yang juga

menandai akhir, atau awal akhir,

hegemoni dunia Eropa, yang secara

konklusif mati pada 1945. Itu adalah

sebuah sistem, apalagi, yang tidak berdaya

61
untuk menghancurkan nasionalisme

embrio yang mengancamnya.15

Dari perspektif teoritis, Karl Heinzen

dari radikal Jerman (1809-1880) adalah

inisiator awal terorisme sebagai sarana sah

perjuangan revolusioner. Ditulis pada

puncak demam setelah revolusi tahun

1848. Esainya "Der Mord" berkembang

jauh pada konsep tyrannicide: "Ketika

musuh-musuh kita telah mengajari kita

untuk melakukannya, kita

menganggapnya sebagai prinsip

15
Gérard Chaliand dan Arnaud Blin, The Golden Age of
Terrorism, Brooking Institution Press, Washington DC,
2003.

62
pembunuhan, baik individu maupun

massa, adalah kebutuhan penting dan

instrumen dalam pembuatan sejarah.

"Dengan asumsi jubah apostolik, Heinzen

mengintegrasikan filsafat tyrannicide,

munculnya masyarakat demokratis dan

ideologi revolusioner. seperti juara

tyrannicide, Heinzen berusaha untuk

mendamaikan prinsip-prinsip moralitas

tradisional. (yang melarang pembunuhan)

yang membenarkan revolusi. Hasilnya

adalah kacau balau, tetapi paling tidak

Heinzen adalah salah satu pendiri filsafat

modern terorisme, di mana seluruh

63
penduduk, dan tidak lagi hanya sebuah

negara, dianggap target sah. Ia juga salah

satu yang pertama untuk mengenali

potensi teknologi yang menakutkan di

tangan para teroris, memungkinkan

kelompok individu kecil untuk

mendatangkan kerusakan besar di

lingkungan perkotaan. Heinzen sendiri

tidak pernah menerapkan prinsip-

prinsipnya, dan serangan teroris selama

paruh pertama abad kesembilan belas

tidak pernah mencapai skala yang

dibayangkannya. Banyak yang

mengikutinya, Heinzen membuat

64
kesalahan dengan menghubungkan

terorisme dengan pemusnahan massal.

Namun, hingga saat ini, ketika terorisme

menyerang pemerintah melalui penduduk

sipil mereka, masyarakat secara

keseluruhan umumnya tidak ditargetkan

untuk kepentingan mereka sendiri, kecuali

oleh terorisme negara.

Gelombang teror 1870-1914 berakhir

dengan konsekuensi pembunuhan yang tak

terhitung jumlahnya. Pembunuhan

Archduke Franz Ferdinand dari Austria

dan istrinya pada 28 Juni 1914, di Sarajevo

memicu salah satu konflik terbesar dalam

65
sejarah, yang kemudian dikenal sebagai

The Great War. Pembunuhan adalah

pekerjaan bukan anarkis, dengan siapa

masyarakat pada umumnya secara

otomatis mengasosiasikan terorisme -

seperti yang terjadi saat ini dengan Islamis

- tetapi dari revolusioner nasionalis Serbia.

Era terorisme anarkis telah berakhir;

bahwa nasionalis baru saja dimulai.

Pembunuhan itu tidak menyebabkan

perang tetapi memberi percikan yang

menyalakannya.

Pada 1930-an, makna "terorisme"

diterapkan secara khusus pada rezim

66
otoriter otoritarian dari Fasis Italia, Nazi

Jerman, dan Rusia Stalinis oleh para

pemimpin kediktatoran mereka terhadap

warga negara mereka sendiri.16

Setelah Perang Dunia Kedua,

terorisme digunakan untuk merujuk pada

pemberontakan kejam yang kemudian

dituntut oleh kelompok nasionalis atau

antikolonialis pribumi yang muncul di

Asia, Afrika, dan Timur Tengah pada

akhir 1940 -an dan 1950-an untuk

menentang kekuatan Eropa yang sedang

berlangsung. Negara-negara seperti Israel,

16
Hoffman, locit.,

67
Kenya, Siprus dan Aljazair, misalnya,

berutang kemerdekaan mereka setidaknya

sebagian untuk gerakan politik nasionalis

yang menggunakan terorisme melawan

kekuatan kolonial. Itu juga selama periode

ini bahwa "politik kanan" yang disebut

"kekuatan kebebasan" datang ke mode

sebagai hasil dari legitimasi politik bahwa

komunitas internasional (yang simpati dan

dukungannya secara aktif didekati oleh

banyak dari gerakan-gerakan ini)

diberikan kepada perjuangan untuk

pembebasan nasional dan penentuan nasib

sendiri. Simpati dan dukungan para

68
pemberontak meluas ke segmen penduduk

negara kolonial itu sendiri, yang

menciptakan kebutuhan akan bahasa yang

lebih netral dan secara politis lebih netral

daripada "teroris" dan "terorisme" untuk

menggambarkan kaum revolusioner dan

kekerasan. Mereka melakukan apa yang

dianggapnya untuk membenarkan "perang

pembebasan." Banyak negara-negara

dunia ketiga baru dan negara-negara blok

komunis juga secara khusus mengadopsi

bahasa sehari-hari ini, dengan alasan

bahwa siapa pun atau gerakan apa pun

yang berperang melawan "kolonialisme"

69
dan / atau dominasi Barat tidak dapat

digambarkan sebagai "teroris" tetapi

sebenarnya dianggap sebagai "pemburu

kebebasan.”

Posisi ini mungkin yang paling

terkenal dijelaskan oleh Ketua Organisasi

Pembebasan Palestina (PLO) Yasir Arafat,

ketika ia berbicara kepada Majelis Umum

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan

November 1974. "Perbedaan antara kaum

revolusioner dan teroris," Arafat

menyatakan, "kebohongan dalam alasan

bahwa setiap pertarungan." Selama akhir

1960-an dan 1970-an, terorisme terus

70
dilihat dalam konteks revolusioner.

Namun, penggunaan ini sekarang

diperluas untuk memasukkan kelompok

separatis nasionalis dan etnik di luar

kerangka kolonial atau neokolonial serta

organisasi radikal, yang sepenuhnya

dimotivasi oleh ideologi. Kelompok

minoritas nasionalis yang diasingkan atau

diasingkan - seperti PLO, kelompok

separatis Quebec, FLQ (Front de

Liberation du Québec), Basque ETA

(Euskadita Askatasuna, atau Freedom for

the Basque Homeland), dan bahkan

kelompok irredentist Maluku Selatan yang

71
tidak teridentifikasi mencari kemerdekaan.

dari Indonesia diadopsi sebagai sarana

untuk menarik perhatian pendahulu anti-

kolonial mereka, untuk menarik simpati

dan dukungan internasional. Pada waktu

yang hampir bersamaan, ekstremis politik

sayap kiri - kebanyakan diambil dari

organisasi mahasiswa radikal dan gerakan

Marxis / Leninis / Maois di Eropa Barat,

Amerika Latin dan Amerika Serikat -

mulai membentuk kelompok-kelompok

teroris yang menentang intervensi

Amerika di Vietnam dan apa yang mereka

mengklaim sebagai ketidakadilan sosial

72
dan ekonomi yang tidak dapat dipecahkan

dari demokrasi kapitalis negara-modern

yang liberal.

Meskipun para pemikir revolusioner

etno-nasionalis / separatis dan ideologis

revolusioner terus membentuk

pemahaman kita yang paling mendasar

tentang istilah tersebut, tidak lama

kemudian "terorisme" digunakan untuk

menunjukkan fenomena yang lebih luas

dan kurang jelas. Pada awal 1980-an,

misalnya, terorisme dianggap sebagai

sarana yang diperhitungkan untuk

73
mengacaukan Barat sebagai bagian dari

konspirasi global yang luas.

Dengan demikian, pada tahun 1990-an

"terorisme" mulai dimasukkan oleh

beberapa analis dalam "fenomena area abu

– abu." Dengan demikian istilah terakhir

datang untuk digunakan untuk

menunjukkan "ancaman terhadap

stabilitas negara bangsa oleh aktor non-

negara dan proses dan organisasi non-

pemerintah" ; untuk menggambarkan

kekerasan yang mempengaruhi" daerah

yang sangat luas atau daerah perkotaan di

mana kontrol telah bergeser dari

74
pemerintah yang sah ke kekuatan

setengah-politik, setengah-kriminal baru

"; atau hanya untuk kelompok bersama

dalam satu kategori berbagai konflik di

seluruh dunia yang tidak lagi sesuai

dengan pengertian perang yang diterima

secara tradisional sebagai pertempuran

antara kekuatan bersenjata dari dua atau

lebih negara yang mapan, tetapi malah

melibatkan kekuatan tidak teratur sebagai

satu atau lebih dari para pejuang.

Terorisme telah mengubah maknanya lagi

dari fenomena individual kekerasan

subnasional ke salah satu dari beberapa

75
elemen, atau bagian dari pola yang lebih

luas, konflik non-negara.

Serangan teroris 11 September 2001,

tak terelakkan lagi, mendefinisikan ulang

kembali terorisme. Pada hari itu, sembilan

belas teroris milik kelompok yang

menamakan dirinya al Qaeda (atau al-

Qa'ida) membajak empat pesawat

penumpang segera setelah mereka lepas

landas dari bandara di Boston, Newark,

New Jersey dan Washington, DC. Dua dari

pesawat itu kemudian dengan sengaja

terbang ke menara kembar World Trade

Center di New York City. Kedua struktur

76
runtuh segera sesudahnya. Pesawat ketiga

juga menabrak Pentagon, di mana

Departemen Pertahanan AS berada,

merusak bagian barat daya bangunan.

Sementara itu, penumpang di pesawat

keempat menyadari serangan lain dan

berjuang untuk menundukkan para

pembajak. Dalam jarak pendek

berikutnya, pesawat berputar di luar

kendali dan menabrak ladang di pedesaan

Pennsylvania. Hampir tiga ribu orang

tewas dalam serangan itu. Untuk

menempatkan bahwa korban tewas dalam

perspektif, di seluruh abad ke-20 tidak

77
lebih dari empat belas insiden teroris telah

menewaskan lebih dari seratus orang. Dan

hingga 9/11 tidak ada operasi teroris yang

pernah menewaskan lebih dari lima ratus

orang. Di antara yang tewas adalah

penduduk sekitar delapan puluh negara

yang berbeda, meskipun jumlah terbesar

korban jiwa sejauh ini adalah warga

negara AS. Memang, lebih dari dua kali

lebih banyak orang Amerika meninggal

pada 9/11 daripada telah dibunuh oleh

teroris sejak 1968 - tahun yang diakui

sebagai tanda munculnya terorisme

internasional modern.

78
Dampak dari peritsiwa 9/11 tersebut

kemudian membuat presiden Amerika

kala itu , Bush menyatakan perang

melawan terorisme. Dalam pidatonya ia

menyatakan "Bangsa kami merasa ngeri,"

lanjutnya, "tapi itu tidak akan diteror."

Namun ketika presiden mengalamtkan

pada sidang gabungan khusus dari

Kongres AS pada 20 September 2001, dia

berulang kali menggunakan kata "teror" —

yaitu , "keadaan terancam atau sangat

ketakutan," menurut definisi OED —

daripada fenomena politik "terorisme."

"Perang melawan teror," kata presiden

79
yang terkenal, "dimulai dengan al-Qaida,

tetapi tidak berakhir di sana." Al – Qaida

dengan pemimpinnya Osama bin Laden

menjadi sasaran Amerika Serikat karena

dianggap bertanggung jawab atas

peristiwa serangan tersebut. Amerika

beranggapan bahwa Saddam Hussein -

presiden Iraq kala itu - memiliki andil

dalam peristiwa tersebut kemudian

menjustifikasi invasi mereka ke Iraq pada

tahun 2003. Bush menganggap negara –

negara seperti Iran, Iraq, dan Korea utara

sebagai “poros kejahatan” dan diangggap

membenci kebebasan AS dan mengancam

80
AS dengan senjata pemusnah massal yang

mereka miliki.

Perang melawan terorisme pada abad

21 kemudian didefiniskan ulang oleh Bush

sebagai “perang suci” melawan kejahatan

dalam pemahaman ahli Bahasa universitas

Stanford Geoffrey Nunberg, untuk

"mencakup kekuatan gelap yang

mengancam 'peradaban' dan ketakutan

yang ditimbulkannya."

C. Terorisme Modern

Terorisme modern cenderung dalam

praktiknya target utamanya adalah warga

sipil, fenomena ini sebenrnya berasal dari

81
evolusi umum struktur politik dan

kemunculan media massa17. Era terorisme

modern dapat dikatakan telah dimulai

pada tahun 1968 ketika Front Populer

untuk Pembebasan Palestina (PFLP)

membajak pesawat El Al dalam perjalanan

dari Tel Aviv ke Roma. Ketika

pembajakan pesawat telah terjadi

sebelumnya, ini adalah pertama kalinya

bahwa mereka membajak pesawat yang

membawa penumpang berkebangsaan

Israel sebagai simbol perjuangan mereka.

17
Gérard Chaliand dan Arnaud Blin, Introduction,
Brooking Institution Press, Washington DC, 2003, hal:
25

82
Tindakan ini adalah yang pertama

kalinya menggunakan sandera untuk

tuntutan yang dibuat secara terbuka

terhadap pemerintah Israel. Kombinasi

dari peristiwa unik ini, ditambah dengan

jangkauan operasi yang luas, mendapat

perhatian media yang signifikan. Pendiri

PFLP, Dr. George Habash mengamati

bahwa tingkat jangkauan jauh lebih besar

daripada pertempuran dengan tentara

Israel di wilayah operasi mereka

sebelumnya. "Setidaknya dunia

membicarakan tentang kita sekarang."18

18
Subhan M, Pergeseran Orientasi Terorisme Islam di
Indonesia, Journal of International Relations, 2016

83
Terorisme pada tahun 1970 – 1980an

memiliki tujuan agar dilihat oleh orang

banyak bukannya mematikan banyak

orang. Berbeda dengan terorisme

internasional seperti Al – Qaeda dan IS

yang mendeklarasikan untuk berjihad dan

membunuh segala musuh – musuhnya.

Terorisme modern memiliki jaringan, sel,

dan support global di negara – negara

lain.19

19
Paul Wilkinson, Terrorism versus Democracy,
Routledge, New York, hal: 8

84
D. Hubungan antara Terorisme dan
Agama, Terorisme dan Politik, dan
Terorisme dengan Ekonomi

a. Terorisme dan Agama

Bagi beberapa ahli, agama

bukanlah penyebab langsung

terorisme, tetapi hanya

pembenaran untuk itu, karena

mereka menganggapnya sebagai

sarana memobilisasi dukungan.

"Permohonan terhadap agama

cenderung menjadi cara

membingkai atau

merepresentasikan sebuah

perjuangan dalam hal bahwa

85
konstituensi potensial akan

memahami daripada determinan

pilihan strategis." Pembenaran

untuk faktor agama sering

ditempatkan berdampingan

dengan nasionalistik, atau terang-

terangan. ambisi politik. "Doktrin

radikal dapat sangat

mempengaruhi bagaimana orang

menafsirkan situasi mereka,

menanggapi upaya untuk

memobilisasi mereka, dan memilih

di antara strategi alternatif

tindakan politik." Telah terbukti

86
bahwa kelompok teroris biasanya

mengadopsi pesan ideologis yang

menarik untuk perekrutan yang

lebih besar. Satu perubahan yang

patut dicatat selama beberapa

tahun terakhir di bidang terorisme,

adalah peningkatan jumlah

kelompok teroris yang

membenarkan tindakan mereka

atas dasar keyakinan agama.20

20
Lawrencia Ashie, An Analysis of Globalization as a
Catalyst for International Terrorism,
(http://ugspace.ug.edu.gh/bitstream/handle/1234567
89/8641/An%20Analysis%20of%20Globalization%20a
s%20a%20Catalyst%20for%20International%20Terrori
sm%20-%202015.pdf?sequence=1&isAllowed=y
diakses tanggal 27 April 2018)

87
Terorisme agama dilihat oleh

para praktisi sebagai tindakan

transendental. Dibenarkan oleh

otoritas keagamaan, hal tersebut

memberikan dorongan penuh

kepada para pelaku yang menjadi

‘alat ilahi’. Jumlah dan identitas

para korban tidak penting. Tidak

ada hakim yang lebih tinggi dari

penyebab teroris telah

mengorbankan dirinya. Para

pelaku serangan pertama, yang

hanya berhasil sebagian pada

World Trade Center pada tahun

88
1993, pertama-tama memperoleh

fatwa dari Sheikh Omar Abdel

Rahman.21

Agama Islam cenderung

dikaitkan dengan kekerasan

terorisme oleh sejumlah besar

masyarakat global. Namun etika

agama Islam menekankan

“hubungan yang teratur dan damai

dan mengutuk segala kekerasan

terhadap korban yang tak

berdaya”. Sekali lagi, “Hukum

Islam melarang semua kekerasan

21
Blin, opcit.,

89
kecuali dalam hukuman resmi

kejahatan, pertahanan diri

melawan musuh dalam perang

yang sah sebagaimana diatur oleh

hukum. “Metode dan tindakan

teroris Islamis itu, bertentangan

dengan hukum Islam. Prasangka

tentang satu atau lebih agama lain

di antara orang beriman dari

berbagai agama adalah karena

informasi dan ketidaktahuan yang

tidak memadai. Semakin banyak

orang berkenalan menjadi satu

sama lain, semakin besar realisasi

90
untuk kolaborasi yang didukung

semua agama di dunia, daripada

persaingan yang disebarkan oleh

beberapa orang.22

b. Terorisme dan Politik

Terorisme merupakan salah

satu dari bentuk political violence.

Berdasarkan definisi terorisme

diatas, salah satu elemen penting

dari terorisme adalah motivasi

politik. Bahkan terdapat konsensus

diantara para ahli teroris bahwa

politik merupakan prinsip

22
Ashie, opcit.,

91
fundamental dari terorisme. Dalam

memahami istilah terorisme perlu

untuk memberikan batasan yang

lebih spesifik dan membedakannya

dengan bentuk political violence

yang lainnya. Konsep terorisme

modern sering dikaitkan dengan

tindak kekerasan yang dilakukan

oleh individu dan kelompok

daripada oleh negara, dan terjadi

pada masa damai daripada sebagai

bagian dari perang konvensional.

Meskipun penggunaan asli istilah

tersebut dalam konteks politik

92
merujuk pada kekerasan dan

penindasan negara (“Pemerintahan

Teror” dalam Revolusi Perancis),

berdasarkan definisi yang

dikemukakan oleh Departemen

Luar Negeri AS istilah terorisme

lebih mengarah kepada

pemberontakan daripada

kekerasan oleh negara.23

Untuk membedakan terorisme

dengan bentuk kriminal dan

kekerasan lain, dapat dituliskan

bahwa terorisme adalah:

23
Merari, locit.,

93
 Tak terhindarkan

bermotif dan bertujuan

politik

 Kekerasan, atau

ancaman kekerasan

 Dirancang untuk

memiliki dampak

psikologis jangka

panjang bagi korban

atau target langsung

 Dilakukan oleh

organisasi dengan

rantai komando atau

struktur sel

94
konspiratorial yang

teridentifikasi (yang

anggotanya tidak

mengenakan seragam

atau tanda identitas)

atau oleh individu atau

sekelompok kecil

individu yang secara

langsung dipengaruhi,

termotivasi, atau

diilhami oleh tujuan

ideologis atau contoh

dari gerakan teroris

yang telah ada dan /

95
atau para

pemimpinnya.

 Dilakukan oleh

kelompok subnasional

atau entitas nonstate.

c. Terorisme dan Ekonomi

Tampaknya ada perbedaan

pendapat tentang masalah situasi

ekonomi yang menjadi penyebab

terorisme. Cukup banyak peneliti

yang mempercayai situasi

ekonomi seperti kemiskinan dan

kesenjangan pendapatan

menciptakan ketegangan di antara

96
mereka yang terkena dampak

karena mereka cenderung

mengembangkan sentimen yang

terkait dengan diskriminasi, dan

karena itu, ketegangan politik yang

merupakan masalah kekhawatiran

untuk terorisme. Namun,

cendekiawan lain mengaku

kesulitan untuk membangun

hubungan langsung antara situasi

ekonomi dan terorisme

"Kemiskinan dapat memunculkan

kebencian dan keputusasaan dan

dukungan untuk ekstremisme

97
politik." Munculnya fanatisme

telah umumnya dikaitkan dengan

keterbelakangan dan kegagalan

negara, yang pada gilirannya

mungkin tidak memiliki sarana

untuk menggagalkan tindakan

tersebut. Juga, ada anggapan

bahwa negara yang kekurangan

secara ekonomi dan kurangnya

legitimasi memberi ruang bagi

kelompok teroris untuk

berkembang. Ada indikasi bahwa

anggota yang tergabung dengan

banyak kelompok teroris biasanya

98
tidak miskin atau tidak

berpendidikan, membuat

hubungan antara terorisme dan

sosial kondisi cukup buram24.

E. Perang Melawan Terorisme Global

Sejak terjadinya peristiwa 9/11 di AS,

perang melawan terorisme global

disuarakan melalui pidato presiden Bush.

Kemudian, perang melawan terorisme

global diikuti di berbagai belahan dunia

lainnya seiring masih adanya tindakan –

tindakan terorisme global yang terjadi dan

mengancam berbagai aspek kehidupan.

24
Ashie, opcit.,

99
Dalam fenomena internasional, terorisme,

sederhananya adalah ‘harga yang harus

dibayar Barat, terutama AS untuk

melakukan hegemoni. Setelah tindakan

terorisme sejak peristiwa 9/11 banyak

terjadi tindakan terorisme yang terjadi

yang telah menimbulkan banyak korban

jiwa dan juga kerugian material maupun

non material.

100
Pada tahun 2016 menurut data Indeks

Global Terorisme, negara – negara di

kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara

merupakan kawasan yang menjadi target

teroris dan memiliki korban terbanyak

dibanding kawasan – kawasan lainnya.

Pada tahun tersebut terdapat 4.732


13512

JUMLAH SERANGAN DAN KEMATIAN


PADA TAHUN 2016
Kematian Serangan
5949
4732

4716
3137

1450

870
826
630

469

120
107
86

65
58

39

12
6

serangan teroris yang menewaskan 13.512

101
korban jiwa. Diikuti oleh kawasan Asia

Selatan dengan 3.137 serangan dengan

5949 kematian. Prsentase kematian dalam

sebuah serangan paling tinggi ada di

kawasan sub Sahara dengan 4,8 kematian

dalam sebuah serangan25.

Serangan – serangan terorisme global

kini didominasi oleh kelompok –

kelompok radikal yang mengatasnamakan

agama seperti Islamic State atau IS yang

merupakan kelompok terorisme global

berbahaya. Ancaman teror ini telah

25
Data oleh Institut Economy for Peace tentang
Indeks Terorisme Global tahun 2017

102
menimbulkan dampak nyata di negara

asalnya yaitu Irak dan Syiria yang

menimbulkan banyak penderitaan dan

korban jiwa. Upaya – upaya dalam perang

melawan terorisme global terus dilakukan

dengan berbagai macam strategi dan

berbagai negara di dunia termasuk

Indonesia. Dalam penelitian ini

menggunakan strategi CIST atau

Countering Ideological Support for

Terrorism.

103
104
BAB III
TERORISME DI INDONESIA

Terorisme dan islam adalah

ibarat pancing dan kail yaitu saling

berkaitan satu sama lain. Dengan

penduduk yang berjumlah 260 juta dan

87,2% adalah muslim menjadikan

islam sebagai agama mayoritas di


26
Indonesia. Melimpahnya jumlah

populasi umat islam di Indonesia tidak

lantas diikuti dengan kesatuan dan

26
World Fact Book: Indonesia,Central Intelligence
Agency,
(https://www.cia.gov/library/publications/resources/t
he-world-factbook/geos/id.html; diakses tanggal 26
Juli 2018)

105
persatuan umat. Hal ini dapat dilihat

dari berbagai macam organisasi dan

aliran dengan corak islam yang ada di

Indonesia. Sebagai negara yang

menganut sistem demokrasi, Indonesia

melalui undang – undang memang

mengizinkan warganya mendirikan

organisasi dengan corak islam namun

dengan syarat harus menggunakan

Pancasila sebagai landasan

ideologinya. Hal ini termaktub dalam

UU Nomor 17 tahun 2013 yang

106
mengatur tentang organisasi

kemasyarakatan (ormas). 27

Akar dari aksi ekstremisme di

Indonesia dapat dilacak sejak

Indonesia baru saja memproklamirkan

kemerdekaannya. Pendirian negara

demokrasi dengan ideologi Pancasila

rupanya ditolak oleh seorang tokoh

nasional yang juga seorang sahabat

Soekarno yaitu Kartosuwiryo.

Kemudian terjadilah pemberontakan

27
Indah Mutiara Kami, Sah Jadi UU Ini Isi Lengkap
Perppu Ormas,
(https://news.detik.com/berita/3698291/sah-jadi-uu-
ini-isi-lengkap-perppu-ormas diakses 28 Agustus
2018)

107
yang dipimpin oleh Kartosuwiryo

dengan cara mendirikan Negara Islam

Indonesia (NII) pada tanggal 4 Juli

1949.28 Cita – cita Kartosuwiryo untuk

mendirikan negara dengan ideologi

islam dan menolak ideologi Pancasila

hingga kini belum pudar. Hal ini

berdasarkan dari munculnya

organisasi – organisasi dan tokoh –

tokoh yang juga berkeinginan agar

negara Indonesia menjadi negara

islam. Organisasi tersebut bahkan

kemudian melahirkan aktor – aktor

28
Suaib Tahir, Ensiklopedi Pencegahan Terorisme,
BNPT, Jakarta, 2016. Hal 20

108
yang banyak menjadi dalang dari

serangkaian aksi terorisme di

Indonesia seperti Jama’ah Islamiyah

yang juga memiliki koneksi dengan Al

– Qaeda. 29
Keinginan tersebut

semakin diperkuat oleh kemunculan

organisasi ekstremisme internasional

seperti Islamic State (IS) yang juga

memiliki cita – cita mendirikan

kekhalifahan islam di dunia namun

menggunakan cara – cara yang tidak

islami.

29
Fransisco Galamas, Terrorism In Indonesia: An
Overview, IEEE, 2015

109
A. Sejarah Kontemporer Terorisme di
Indonesia

Dengan jatuhnya rezim Suharto

pada tahun 1998, pemerintah

Indonesia menghadapi kekerasan

komunal dan main hakim sendiri yang

luas di banyak wilayah — Sulawesi

Tengah, Maluku, dan Maluku Utara,

ditambah dengan gerakan separatis di

Aceh dan Timor - timor. Efek

kumulatif dan urgensi mendesak dari

Konflik-konflik ini, yang bertanggung

jawab atas ribuan kematian, kerusakan

infrastruktur, dan pergolakan umum,

menutupi ancaman yang ditimbulkan

110
oleh kelompok-kelompok jihadis

transnasional selama jangka waktu

ini.30

Pemerintah Indonesia

menindaklanjuti insiden-insiden yang

tidak menargetkan pemerintah sebagai

perilaku kriminal normal yang

mengandung sedikit substansi dan

percaya bahwa masalah terorisme

tidak bukan suatu ancaman serius bagi

negara.31.Sifat rumit dari Islam radikal

30
Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia,
Cambridge University Press, California, 2015. h.214-
217
31
Sidney Jones,Indonesian Government Approaches
to Radical Islam since 1998, Columbia University
Press, New York, 2013, hal:120

111
Indonesia (keterkaitan kelompok-

kelompok radikal yang keras dan tanpa

kekerasan), serangan-serangan 9 / 11,

dan tekanan AS berikutnya untuk

berbuat lebih banyak

(mengidentifikasi kelompok-

kelompok radikal Indonesia sebagai

teroris dan menyerukan pembubaran

mereka oleh Indonesia) masih tidak

menimbulkan kekhawatiran besar dan

dipandang dengan skeptisisme umum

oleh pihak berwenang Indonesia dan

112
masyarakat luas 32 . Pada periode ini

kekerasan antar agama dan masyarakat

sedang marak terjadi di Indonesia.

Pada bulan Agustus 2000, Presiden

Indonesia saat itu Abdurrahman

Wahid berbicara kepada Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang

menyatakan bahwa Gelombang

disintegrasi mengancam keberadaan

negara kesatuan dan persatuan

nasional.33 Ketika rezim Suharto jatuh

32
Kirk Johnson, The Longue Duree: Indonesia’s
Response To The Threat Of Jihadist Terrorism 1998–
2016, NPA, California, 2016, hal: 10
33
Michael Malley, Indonesia: The Erosion of State
Capacity, Brookings Institution Press, Washington DC,
2003, hal: 191–92.

113
pada tahun 1998 dan selama tahun-

tahun ke depan naiknya negara menuju

pemerintahan yang demokratis,

Indonesia menghadapi segudang

tekanan domestik yang beragam dan

meluas yang akan menjadi ancaman

signifikan terhadap kedaulatan dan

integritas nasional. Dua ancaman

utama akan muncul selama jangka

waktu ini didasarkan pada peningkatan

yang tiba-tiba dan tajam dari

penggunaan kekerasan politik oleh

aktor domestik. Yang pertama terdiri

dari peningkatan sentimen publik

114
provinsi yang mendukung aksi politik

melalui cara-cara kekerasan dan non-

kekerasan untuk gerakan separatis

baru dan yang telah berusia puluhan

tahun di berbagai bidang seperti Timor

Timur, Ambon, Aceh, dan Papua.Yang

kedua akan dikaitkan dengan

meluasnya gelombang kekerasan

massal yang meletus antara orang

Kristen dan Muslim, dan kemunculan

laskar – laskar islam.

Gerakan separatis bersenjata dan

konflik komunal dan laskar yang

digerakkan akan bertanggung jawab

115
atas kematian sekitar 22.000 warga

sipil dan kombatan, hampir dua juta

orang terlantar, kerusakan

infrastruktur yang tak terhitung, dan

pergolakan umum di seluruh negeri.34

Efek kumulatif dan tekanan urgensi

politik dari dua sumber utama konflik

tidak hanya akan mengalihkan

perhatian negara, tetapi juga

menyerukan alokasi sumber daya yang

terbatas dan kapasitas terbatas. Lebih

jauh lagi, tekanan-tekanan domestik

34
Edward Aspinall, How Indonesia Survived:
Comparative Perspectives on State Disintegration and
Democratic Integration, Columbia Univ. Press, New
York, 2013, hal:125

116
gabungan ini menutupi ancaman

terhadap keamanan nasional dan

selanjutnya memungkinkan kondisi

untuk peningkatan mobilisasi

kelompok-kelompok jihadis domestik

dan transnasional selama jangka waktu

ini dan mengikuti ditahun-tahun

berikutnya.

Lengsernya kekuasaan

Soeharto yang cepat dan gejolak

politik berikutnya yang diperparah

oleh lembaga-lembaga negara sipil

yang lemah memberikan banyak ruang

bagi gerakan di banyak provinsi

117
dengan keinginan lama untuk otonomi

atau kemerdekaan untuk membuat

tawaran mereka sekali lagi.35 Beberapa

gerakan ini telah berlangsung lama

seperti yang terjadi di Timor Timur,

Aceh, dan Papua (Irian Jaya)

sementara yang lain melihat sentimen-

sentimen ini mendapatkan ‘angin

segar’ di daerah seperti Riau dan

Ambon. 36 Pemicu sentiment separatis

baik gerakan baru maupun lama di

provinsi-provinsi adalah keluhan yang

didasarkan atas eksploitasi sumber

35
Michael Malley, opcit, hal: 195
36
Kirk Johnson, opcit, hal: 11

118
daya alam dan kurangnya perlakuan

yang adil secara ekonomi dan politik

oleh pemerintah pusat.37 Timor Timur

akan menjadi provinsi pertama dan

satu-satunya yang menerima

kemerdekaan langsung dari Indonesia

setelah desakan dan bantuan dari

komunitas internasional digabungkan

dengan referendum yang diawasi

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada

tahun 1999 yang melihat 78% pemilih

Timor Leste untuk kemerdekaan.

Kemerdekaan Timor Leste didapatkan

37
Edward Aspinall, opcit, hal: 127

119
dengan biaya yang tinggi dan

pengorban dari para pejuang TNI, pro

Indonesia, dan pro kemerdekaan yaitu


38
sebanyak 2000 orang tewas. Tidak

ingin daerahnya kembali lepas, rakyat

Indonesia dan Pemerintah berjuang

sekuat tenaga demi mempertahankan

kedaulatan negaranya.

Sentimen separatis di Aceh

menginginkan berdirinya Darul Islam

atau Negara Islam Indonesia (NII),

pemberontakan tahun 1948 – 1962

dimana para pemberontak Aceh saat

38
Michael Malley, opcit, hal: 196-197

120
itu bergabung dengan Kartosuwiryo

melawan Soekarno dengan


39
demokarisnya. Konsesi otonom

diberikan kepada wilayah oleh

Republik kemudian hanya akan

memperkuat keinginan untuk merdeka

di tahun-tahun mendatang. Sejak akhir

tahun 1976, gerakan ini mengambil

perjuangan bersenjata melalui

pembentukan Gerakan Aceh Merdeka


40
(GAM). Melalui penggunaan

39
Solahudin, The Roots of Terrorism in Indonesia:
From Darul Islam to Jema’ah Islamiyah, terj. Dave
McCrae, : Cornell University Press, New York, 2013,
hlm: 38–39
40
Ibid

121
kekuatan brutal, Suharto memobilisasi

militer Indonesia dan menjadikan

Aceh sebagai zona militer. Dengan

sekitar 12.000 tentara, militer

Indonesia mampu mengurangi dampak

GAM tetapi bukannya tanpa biaya

ribuan jiwa sipil dalam proses. Pada

malam keberangkatan Soeharto pada

tahun 1998, penemuan kuburan massal

memunculkan kembali kebencian

yang terfokus di Jakarta. Kebencian ini

dimanifestasikan ke dalam perekrutan

dan dukungan lebih lanjut untuk GAM

— mencapai sebanyak 10.000 anggota

122
— serta pembentukan kelompok

aktivis non-kekerasan berbasis

universitas, Pusat Informasi

Referendum Aceh (SIRA) pada

1999.41 Pada tahun yang sama, SIRA

akan lanjutkan untuk mengorganisir

demonstrasi massa dengan lebih dari 1

juta dari 4 juta penduduk provinsi.

Selama jangka waktu ini, penggunaan

taktik gerilya dan terorisme oleh GAM

memungkinkan mereka untuk

mendominasi daerah pedesaan

sementara Tentara Indonesia

41
Michael Malley, opcit, hal: 198

123
menguasai pusat-pusat perkotaan

utama —situasi yang serupa dengan

yang dialami selama pemberontakan

DI lebih dari tiga dekade

sebelumnya.42

Pada tahun 2000, gencatan

senjata ditengahi antara pemerintah

dan pimpinan GAM namun

pertempuran berlanjut secara

sporadis. 43 Dari tahun 1998 hingga

2001, eskalasi gerakan dan

pertempuran mendekati hilangnya

42
Edward Aspinall, opcit, hal: 135
43
Kirk Johnson, opcit

124
hampir 3.000 jiwa.44 Selain itu, GAM

menyumbang 33% dari total serangan

teroris yang dilakukan terhadap

pemerintah Indonesia yang

menewaskan 106 jiwa dan melukai


45
124 jiwa lainnya. Ancaman besar

kedua terhadap integritas nasional dari

negara yang baru mendemokratisasi

adalah munculnya kekerasan komunal

yang terjadi di daerah-daerah seperti

Sulawesi Tengah, Kalimantan,

Maluku, dan Maluku Utara. 46

44
Michael Malley, opcit, hal: 200 - 201
45
National Consortium for the Study of Terrorism and
Responses to Terrorism (START), 2016)
46
Adrian Vickers, opcit, hal: 214 - 217

125
Pola serangan teroris JI setelah

Bali-I, JI akan dengan keras

mengklaim keinginannya untuk

menargetkan "far enemy" yang terdiri

dari institusi atau simbol barat dan

turis asing serta target "near enemy"

seperti umat Katolik setempat. Dengan

penangkapan dan persidangan Imam

Sumadra, salah satu mastermind Bom

Bali I, pembenaran ini ditegaskan

kembali secara publik di dalam

penahanan Samudra ketika dia

menyatakan bahwa sasaran diwakili,

“Tempat berkumpulnya teroris

126
internasional - yaitu, Israel / Yahudi,

Amerika, Australia dan negara-negara

lain yang terlibat dalam penghancuran

Afghanistan selama Ramadhan 2001.

Serangan Bom Bali I pada

tanggal 12 Oktober 2002 membuat

pemerintah Indonesia melihat bahwa

serangan teroris merupakan suatu

ancaman yang patut diperhatikan.

Tewanya 200 orang dan membuat 300

orang terluka bukanlah suatu kejadian

yang dapat dianggap enteng. Pelaku

bom tersebut kemudian mengarah

kepada jaringan Jama’ah Islamiyah

127
atau JI, sebuah organisasi yang

memiliki keterkaitan dengan jaringan

teroris global yaitu Al – Qaeda yang

kemudian memungkinkan pemerintah

mendapatkan bantuan dan

mengalokasikan sumber daya untuk

meresponnya.47

Merespon terjadinya aksi

tersebut, pemerintah Megawati kala itu

kemudian menerbitkan Perpu Nomor 1

tahun 2002 yang kemudian disahkan

menjadi UU Nomor 15 tahun 2003

tentang Pemberantasan Tindak Pidana

47
Kirk Johnson, opcit.

128
Terorisme. Tragedi Bom Bali I

kemudian diikuti dengan Bom Hotel J

W Marriott tahun 2003, Kedutaan

Australia tahun 2005, dan Bom Bali

tahun 2005. Serangkaian aksi bom

yang terjadi menjadi alasan

diterbitkatnya perpu dan kemudian

disahkan menjadi undang – undang

guna menindak para pelaku terorisme.

Undang – undang tersebut menjadi

landasan hukum bagi pemerintah

untuk menindak pelaku terorisme. 48

48
Ibid

129
Setelah pemboman

sebelumnya dan setelah pemboman

Bali kedua pada tahun 2005 (Bali-II),

sentimen publik sangat berbalik

melawan teroris lagi. Pergantian

pendapat ini membuka pintu bagi

pihak berwenang Indonesia —

bersamaan dengan dukungan kontra

terorisme dari pemerintah AS dan

Australia — untuk semakin

meningkatkan upaya penegakan

hukum. Selain diterbitkannya payung

hukum berupa undang – undang,

pemerintah Indonesia juga

130
bekerjasama dengan AS membentuk

unit kesatuan polisi yang bertugas

khusus dalam menindak pelaku

terorisme. Unit tersebut adalah

Detasemen Khusus 88 atau Densus 88.

Densus 88 adalah mekanisme yang

digunakan oleh POLRI untuk

mengelola rencana dan kebijakan

kontraterorisme, mengatur pelatihan,

dan menangani pendanaan serta

mengerahkan tim-tim kontra-teroris di

seluruh negara.49

49
Ibid

131
POLRI juga membentuk

Satgas Anti-teror dan Bom (ATB)

yang bertanggung jawab langsung

kepada Kapolri. ATB terdiri dari

personil polisi terbaik yang memiliki

hubungan dengan polisi asing.

KAPOLRI juga mendirikan unit polisi

lain untuk menangani upaya-upaya

kontra-terorisme. Badan ini menjadi

inti dari Detasemen Khusus 88

(Densus 88) yang secara resmi

didirikan pada tahun 2004. Institusi

kedua adalah lembaga intelijen.

Indonesia memiliki tiga badan intelijen

132
utama, Badan Intelijen Nasional (BIN,

Badan Intelijen Negara), Badan

Intelijen Strategis (Bais) TNI, dan

intelijen Polisi Nasional, ditambah

unsur-unsur intelijen di Kementerian

Kehakiman, Departemen Keuangan,

dan juga melalui PPATK. Untuk

tujuan ini, dimulai pada tahun 2002

undang-undang baru akan disusun

dengan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan (PPTAK)

ditugaskan secara khusus untuk

pemantauan dan penegakan anti-

pencucian uang dan regulasi kontra

133
pembiayaan terorisme. Namun,

masalahnya adalah bahwa lembaga-

lembaga ini beroperasi secara

independen satu sama lain dan tidak

berfungsi sebagai "komunitas

intelijen" klasik.50

Dua tema dapat dilihat dalam

ancaman tunggal yang ditimbulkan

oleh terorisme transnasional jihad

dalam jangka waktu ini. Pertama,

kelompok-kelompok radikal jihadis

domestik akan bertahan dengan aksi-

50
Ali Muhammad, Indonesia’s Way To Counter
Terrorism 2002—2009: Lesson Learned, Journal of
Government and Politics Vol.5 No.2, 2014, hal: 192.

134
aksi kekerasan teror ke dalam dan

sepanjang rentang waktu ini dari 2009-

2016, yang dilihat melalui al-Qaeda

Noordin Top untuk Kepulauan Melayu

(AQA) dan Mujahidin Indonesia

Timur (MIT) Santoso. Kedua,

bangkitnya perang sipil di Suriah dan

Irak antara 2011 – 2013 dan

munculnya faksi jihadis yang saling

terkait secara internasional dengan Al

– Qaeda yaitu Al – Nusra Front dan

Islamic State of Iraq and Syria atau

ISIS yang kemudian menjadi Islamic

State atau IS pada tahun 2014 - akan

135
melihat peremajaan pengaruh

kelompok teroris transnasional di

banyak bagian dunia. Mengenai

Indonesia, IS akan memperluas

strategi globalnya ke jaringan lebih

lanjut, memasukkan ke dalam desain

global mereka, dan mengembangkan

kelompok jihadis domestik yang

aktif.51

Bersama kedua tema ini,

jangka waktu ini dapat dibagi lagi

menjadi dua bagian berbeda dengan

berbagai cara, cara, dan sifat dari

51
Kirk Johnson, opcit

136
keseluruhan ancaman yang diajukan

para jihadis kepada negara. Yang

pertama akan dimulai dengan tindakan

dan ketahanan kelompok-kelompok

radikal dalam negeri seperti JI, JAT,

Top AQA, lintas Tanzim, dan

kemudian MIT yang dipimpin oleh

Santoso, yang melakukan apa yang

Jones dan IPAC dijuluki, "Low-tech

dan low-casualty," - Dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya -

serangan berbasis balas dendam

terhadap simbol-simbol POLRI dan

137
pemerintah dari tahun 2009 hingga

2012 dan seterusnya.52

Pada Juli 2009, sebuah

serangan kompleks yang terdiri dari

dua bom bunuh diri terpisah di hotel

Marriot dan Ritz Carlton di pusat

distrik bisnis Jakarta yang

mengakibatkan kematian 9 orang dan

lebih dari 50 orang terluka,

mengguncang negara itu dari jatuhnya

"jihad". 306 Pihak berwenang dengan

52
IPAC,”Violent Extremism”, Institute For Policy
Analysis of Conflict
(http://www.understandingconflict.org/en/conflict/in
dex/4/Violent-Extremism diakses tanggal 17 Agustus
2018)

138
cepat mengetahui bahwa Top telah

sekali lagi mengatur, merencanakan,

dan melakukan serangan dengan

mantan anggota JI dan elemen berbeda

dari kelompok sempalan jihadis yang

tersebar di seluruh kepulauan. 307

Pada bulan Juni tahun itu, operasi

besar kedua yang direncanakan gagal

ketika rencana untuk membunuh SBY

diungkap dan digagalkan oleh POLRI

dan Densus-88. Dengan pihak

berwenang sekarang dalam pengejaran

dan selama melakukan berbagai

serangan, para pemimpin AQA akan

139
terbunuh dalam tembak-menembak

dengan POLRI dan Densus-88 yang

mengakibatkan TOP terbunuh pada

September 2009 dan Dulmatin pada

Maret 2010.

Munculnya perang saudara

Suriah dan munculnya IS akan

menghidupkan kembali ideologi jihad

transnasional yang akan mengubah

ruang lingkup ancaman jihadis

Indonesia. Pertama, karena benih

untuk peremajaan seperti itu telah

diletakkan dan dipelihara dengan

keinginan yang terus menerus untuk

140
fokus pada musuh “dekat” dan “jauh”

melalui cara-cara kekerasan oleh

banyak kelompok jihadis Indonesia

domestik dari tahun 2009 – 2012.

Bersama-sama, faktor-faktor

ini akan menimbulkan tiga ancaman

utama bagi Indonesia: Pertama,

kebangkitan kembali penyatuan dan

solidaritas kelompok jihadis domestik

melalui pernyataan IS atau baiat,

dukungan atau kesetiaan. Kedua,

jumlah foreign fighters Indonesia yang

belum pernah terjadi sebelumnya -

dilaporkan berpotensi mencapai 800

141
orang (meskipun mungkin sekitar

500–600 orang yang dihadang oleh

pihak berwenang, terbunuh dalam aksi

tempur, atau pulang) - telah ditarik ke

wilayah tersebut membawa ancaman

yang unik. Akhirnya, faktor ketiga

terletak pada keinginan IS untuk

memperluas jangkauannya dengan

penggabungan wilayah Asia Tenggara,

disponsori dan berafiliasi dengan

provinsi, berpotensi di Sulawesi atau

ke utara langsung di pulau tetangga

dari Filipina barat daya.

142
Konflik Suriah telah berfungsi

untuk secara bersamaan

menggembleng dan menyatukan

kelompok-kelompok jihadis domestik

yang berbeda di sepanjang dua front.

Jihadis individu dan kelompok jihadis

radikal akan dipaksa untuk

menyelaraskan afiliasi mereka dan

janji bai'at baik kepada ANF AQ atau

IS dengan tidak ada kelompok yang

memegang kendali penuh atas para

jihadis Indonesia. JI tepat, Majelis

Mujahidin Indonesia, Jamaah

Anshorul Syariat (JAS) - sebuah

143
cabang militan yang melahirkan dari

JAT dengan putra-putra Ba'asyir

(Abdul Rahim dan Abdul Roshid)

karena janji Ba'asyir kepada IS - terus

mempertahankan keselarasan

tradisional dukungan dan upaya untuk

AQ dan ANF.322 Sementara

pendukung kuat fundamentalisme

Islam dan penggunaan jihad bersenjata

untuk mencapai tujuannya, kelompok-

kelompok ini tidak setuju dengan

ideologi, cara, dan cara IS -

pembunuhan massal Muslim dan non

kafir yang tidak bersalah. —Tidak

144
melihat IS sebagai Kekhalifahan yang

berinkarnasi dan tereinkarnasi di

bawah kepemimpinan Ibrahim al-

Baghdadi.

Serangan yang terjadi di

kawasan Sarinah di jalan M.H

Thamrin pada 14 Januari 2016 di pusat

kota Jakarta menjadi panggung bagi

para teroris untuk menunjukkan

eksistensi mereka setelah cukup lama

vakum. Pada peristiwa bom Thamrin

ini menewaskan 8 orang dan 24 orang

mengalami luka – luka. Kemudian

terjadi bom yang meledak di Terminal

145
Bus Kampung Melayu di Jakarta

Timur pada tanggal 24 Mei 2017 yang

menewaskan 5 orang polisi dan

melukai 10 orang. Dan yang terbaru

adalah ledakan di depan tiga gereja

besar di Kota Surabaya di Jawa Timur

sekaligus kota terbesar kedua di

Indonesia setelah Jakarta. Ledakan

terjadi di depan Gereja Santa Maria

Tak Bercela Jalan Ngagel Utara No.1,

Baratajaya, Gubeng. Sementara dua

gereja lain yang juda mengalami

ledakan adalah GKI Diponegoro

Surabaya, dan GPPS Sawahan di Jalan

146
Arjuno yang menimbulkan 10 orang

korban jiwa serta 41 orang korban

luka.

B. Sebab Terorisme di Indonesia

Tindakan terorisme terjadi karena

berbagai faktor. Beberapa faktor

diidentifikasi sebagai penyebab

munculnya tindakan terorisme yang juga

terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah

faktor ideologi, psikologi, ekonomi, dan

budaya53

53
Club de Madrid, Addressing the Causes of Terrorism,
Club de Madrid, 2015, hal: 5

147
a. Faktor Ideologi dan Fanatisme

Terhadap Agama

Para pelaku teror atau biasa

disebut jihadis di Indonesia

melakukan aksi teror dengan cara

meledakkan Bom di tempat

tertentu termotivasi salah satunya

karena menurut pemahaman

mereka adalah salah satu jalan

menuju surga. Menafsirkan islam

sesuai dengan kebutuhan mereka

dan memakai ayat sebagai

legitimasi untuk melakukan

kekerasan bahkan pembunuhan

148
bukanlah sesuatu yang dapat

dibenarkan. Pelaku teror atau biasa

disebut jihadis ini mengistilahkan

tindakan mereka sebagai ‘jihad’

atau membela agama islam dengan

cara berperang. Bahkan

berdasarkan riset Indonesian

Institute for Society Empowerment

(INSEP) tahun 2012 menyebutkan

bahwa 45 persen motif aksi teror

adalah ideologi agama.54

54
Yohanes Enggar: Lawan Terorisme BNPT Berikan
Pembekalan Mahasiswa Baru, Kompas.com,
(https://edukasi.kompas.com/read/2018/08/14/2333
0431/lawan-terorisme-bnpt-berikan-pembekalan-
mahasiswa-baru-its diakses 23 Agustus 2018)

149
Komentator Barat sering

menggunakan — atau

penyalahgunaan — istilah-istilah

yang diambil dari agama Kristen

dan menerapkannya pada Islam.

Salah satu yang paling umum

digunakan adalah

fundamentalisme. Seperti yang

kita ketahui, dalam penerapan

aslinya itu berarti seseorang yang

percaya pada dasar-dasar agama,

yaitu Alkitab dan tulisan suci.

Dalam arti itu setiap Muslim

adalah fundamentalis yang percaya

150
pada Al-Qur'an dan Nabi. Namun,

cara yang digunakan di media,

berarti fanatik atau ekstremis, itu

tidak menerangi pemikiran

Muslim atau masyarakat Muslim.

Fundamentalis adalah istilah yang

digunakan sejak tahun 1920 untuk

merujuk kepada kelompok

konservatif yang paling religius

dalam agama Kristen.

Dalam Yudaisme, Islam dan

agama-agama lain, istilah ini

digunakan untuk merujuk pada

sayap konservatif ekstrem yang

151
dikenali oleh Karen Armstrong

sebagai "bentuk-bentuk

spiritualitas yang diperangi," yang

telah muncul sebagai respon

terhadap krisis yang dirasakan ”-

yaitu ketakutan bahwa modernitas

akan mengikis atau bahkan

membasmi iman dan moralitas

mereka. Dalam konteks Kristen,

ini adalah konsep yang

bermanfaat. Dalam konteks

Muslim itu hanya membingungkan

karena menurut definisi setiap

Muslim percaya pada dasar-dasar

152
Islam. Tetapi bahkan umat Islam

berbeda dalam ide-ide mereka

tentang bagaimana, dan sejauh

mana, untuk menerapkan ide-ide

Islam ke dunia modern.

Arus utama Sunni Islam

mungkin adalah bentuk yang

paling luas, toleran dan tentu saja

yang memiliki jumlah pengikut

terbesar — hampir sembilan puluh

persen Muslim adalah Sunni.

Namun, pemikiran Wahhābī

dalam Sunni percaya pada

interpretasi harfiah dari Al-Qur'an.

153
Ini mendominasi Arab Saudi, yang

memiliki populasi kecil sekitar

sepuluh juta tetapi pengaruh besar

karena pendapatan minyaknya dan

sebagai penjaga kota suci Mekah

dan Madinah. Pemikiran ini akan

menginterpretasikan semuanya

dalam Al-Qur'an secara harfiah:

dengan demikian memotong

tangan, kematian karena

perzinahan, dan sebagainya

Para Islamis Sunni — baik

militan maupun damai — percaya

bahwa salah satu tujuan utama

154
mereka adalah memurnikan agama

Islam dari segala kenajisan, seperti

pemikiran dan nilai Barat dari luar

dan inovasi dan interpretasi pasca-

Nabi dari dalam. Memang, banyak

yang melihat ancaman dari orang-

orang Muslim yang tidak murni

dari masa lalu dan masa depan

yang membutuhkan lebih banyak

perhatian. Untuk para militan, kita

dapat melihat bahwa serangan

teroris melayani tiga tujuan:

mereka

mengurangi pendapatan rezim

155
murtad, mereka mengusir dan

membunuh orang asing dan kafir

juga mereka menghukum umat

Islam yang tidak hidup sesuai

dengan syariah. Untuk Islamis

non-kekerasan, pemurnian Islam

sangat penting untuk tujuan

mereka. Seperti kaum militan,

mereka tidak percaya bahwa Islam

dapat memperoleh kembali

puncaknya selama ia dikuasai oleh

Barat yang sekuler.

Keinginan untuk kembali

memurnikan ajaran islam ini

156
disebut juga sebagai Salafisme

yang mengacu pada gerakan

memurnikan dalam Islam yaitu

berusaha kembali ke filsafat agama

salaf as-shalih - tiga generasi

pertama dari komunitas Islam

setelah berdirinya Islam oleh Nabi

Muhammad. Dalam salafi ini

terdapat istilah salafi jihadis yang

salah seorang tokohnya adalah

Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah

menampilkan dirinya sebagai

pembela sejati dari Sunni Islam

ortodoks. Dia mengundang umat

157
Islam untuk kembali ke Qu’ran dan

Sunnah Nabi (jalan dan

praktiknya). Dia menekankan

kemurnian Islam yang tidak

terkontaminasi oleh berbagai

inovasi. Sebagai penganut aliran

yurisprudensi Islam Hambali, dia

menentang pandangan yang

dipegang oleh beberapa ulama

Islam di jamannya bahwa metode

rasional seperti filsafat diperlukan

untuk memahami iman Islam. Ibnu

Taimiyah menganggap ini sama

dengan mengatakan bahwa Nabi

158
Muhammad tidak memahami ayat-

ayat Al Qur'an yang diturunkan

kepadanya oleh Allah. Dalam

pandangannya, ajaran iman harus

berasal dari Quran dan hadits yang

berwibawa (ucapan Nabi), bukan

dari logika.

Selain itu peran dari

pemahaman kelompok khawarij

yang mengunakan cara – cara

kekerasan dalam menegakkan

islam. Bagi mereka islam adalah

jihad dan jihad adalah dengan cara

pembunuhan, teror, dan perang.

159
Walaupun secara institusi khawarij

telah musnah, namun pengaruh

dan corak keberislaman kelompok

ini masih sering diadopsi dan

dipraktekkan oleh beberapa

kelompok yang mengatasnamakan

umat islam yang menggunakan

jalan perang dan memusuhi bahkan

membunuh umat islam yang tidak

sesuai dengan keyakinan yang

mereka anut.55

b. Faktor Psikologi

55
Muhammad Haidar Assad, ISIS Organisasi Paling
Mengerikan Abad Ini, Jakarta Selatan, Zahira, 2014,
hal: 119

160
Terdapat ciri – ciri terorisme

yang disepakati oleh para ahli yang

membedakan terorisme dengan

kejahatan kriminal biasa, yaitu:

Pertama, terdapat tujuan yang jelas

dan terencana dalam terorisme.

Artinya, teror yang dilakukan

bukan sebagai tujuan utama tetapi

ada maksud dan tujuan yang

sesungguhnya di balik perilaku

teror yang dilakukan.

Kedua, motivasi terorisme bisa

bersifat patologis tetapi bisa juga

bersifat politik, walaupun para

161
teroris umumnya adalah kumpulan

orang-orang yang normal yang

sama sekali jauh dari karakteristik

abnormal atau patologis dalam

kesimpulan penelitian terbaru yang

dilakukan oleh sejumlah psikiater

dan psikolog. Ketiga, ditujukan

kepada khalayak atau massa

dengan jumlah yang banyak.

Alasan utamanya adalah karena

pesan akan lebih cepat

tersampaikan dengan banyaknya

massa dan khlayak yang

berkumpul. Keempat, perubahan

162
sosial dan politik adalah tujuan

utama dalam melakukan tindakan.

Kelima, terorisme melibatkan

suatu kelompok atau organisasi

yang terdiri dari para pemimpin

dan para pengikut.

Ada lima lantai menuju

terorisme, yaitu : Pertama yaitu

lantai dasar. Pada lantai dasar ini

terdapat interpretasi psikologis

tentang kondisi materil, persepsi

terhadap kejujuran dan adekuasi

identitas. Kedua yaitu lantai

pertama. Pada tahap ini adalah

163
mencari cara untuk meningkatkan

kondisi yang dipengaruhi oleh

peluang mobilitas dan suara

individual. Ketiga yaitu lantai

kedua. Pada tahap ini adalah

pengaruh pesan persuasif yang

menyatakan bahwa akar persoalan

mereka adalah musuh luar yang

dipimpin Amerika. Keempat yaitu

lantai ketiga. Pada tahap ini adalah

mulai menganut moralitas yang

mendukung terorisme; mereka

mulai terpisah dari moralitas

mainstream umat Islam. Mereka

164
mulai menganut moralitas “the end

justify the mean”. Kelima, lantai

keempat. Pada tahap ini adalah

menganut gaya berpikir us vs them

kita lawan mereka, kebaikan

melawan kejahatan, hitam dan

putih. Muncul legitimasi

psikologis untuk menyerang

kekuatan-kekuatan setan dengan

segala cara. Keenam, lantai

kelima. Pada tahap ini adalah

mengambil peran secara langsung

mendukung aksi terorisme.

c. Faktor Ekonomi

165
Terorisme berkembang di

lingkungan yang penuh

keputusasaan, penghinaan,

kemiskinan, penindasan politik,

ekstremisme dan pelanggaran hak

asasi manusia; ia juga berkembang

dalam konteks konflik regional dan

pendudukan asing; dan ia

mendapat keuntungan dari

kapasitas negara yang lemah untuk

mempertahankan hukum dan

ketertiban. 56 Dengan keterbatsan

56
United Nations Reports of the Secretart General’s
High Level Panel on Threats, Challenge and Change
(2004), diakses pada tanggal 12 Agustus 2017 dari
http://www.un.org/secureworldreport2.pdf, hal. 2.

166
negara dalam memakmurkan

rakyatnya terdapat celah bagi

jaringan kelompok terorisme

dalam merekrut anggotanya.

Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Djelantik,

ketidakpastian ekonomi dan

tingkat ekonomi yang pas – pasan

di dalam negeri membuat

masyarakat ingin mencari

penghidupan yang lebih layak

diantaranya adalah dengan cara

menjadi Tenaga Kerja Luar Negeri

atau TKI. Menjadi seorang TKI

167
pun bukan sesuatu yang gratis,

dibutuhkan biaya dari membayar

kepada seorang agen dan biaya –

biaya lainnya. Hal ini yang

membuat menjadi seorang

‘Jihadis’ adalah sebuah

kesempatan untuk mendapatkan

kehidupan yang lebih baik.57

Seperti yang dilakukan oleh

Islamic State atau IS yang

mengiming – imingi siapa saja

yang bersedia bergabung akan

57
Sukawarsini Djelantik, Terrorism in Indonesia: The
Emergence of West Javanese Terrorists, International
Graduate Student Conference Series No. 22, 2016,
hal: 7

168
mendapatkan gaji yang besar dan

hidup yang berkecukupan. Para

pengangguran dan orang – orang

yang putus asa menjadi ‘korban’

dari ketidakmampuan pemerintah

dalam memberikan lapangan

pekerjaan dan pekerjaan yang

layak bagi seluruh rakyatnya

tentunya akan tergiur dengan

tawaran tersebut. Bagi sebagian

orang yang tertarik untuk

bergabung, angan – angan untuk

memiliki kehidupan yang layak

dapat mereka capai ‘hanya’ dengan

169
cara mereka bergabung dengan

kelompok teroris ini.

d. Faktor Budaya

Isu-isu yang telah

dikemukakan oleh para ahli yang

berpartisipasi dalam kelompok

kami berkisar pada gagasan bahwa

terorisme sering muncul sebagai

tanggapan terhadap budaya

keterasingan yang didorong oleh

konflik budaya daripada sebagai

tanggapan terhadap budaya

nasional tertentu. Kita dapat

memikirkan budaya keterasingan

170
dan penghinaan sebagai semacam

medium pertumbuhan di mana

proses radikalisasi dimulai dan

ekstremisme jahat datang untuk

berkembang. Faktor budaya

(termasuk keluhan etnis dan

agama) cenderung terkait dengan

insentif individu, ideologi politik,

dan tujuan ekonomi. Narasi dan

kenangan sejarah dapat memberi

teroris apa yang mereka lihat

sebagai alasan dan sebab mereka

untuk terlibat dalam kekerasan.

Konflik lokal, serta budaya yang

171
lebih luas dalam kelompok agama,

atau bahkan antara suku menjadi

panggung untuk rekrutmen.

Konflik di Maluku, Sulawesi,

dan Kalimantan adalah konflik

komunal yang melibatkan identitas

kesukuan dan agama. Pertikaian

komunal di dalam pulau-pulau

Maluku, khususnya di sekitar kota

Ambon, akan menjadi salah satu

yang paling keras dan berdarah

dari semua, dan lebih lanjut

menunjukkan kompleksitas politik

dan sosial yang unik yang terlibat

172
dalam konflik-konflik ini.

Demografi Ambon terdiri dari satu

pendukung protestan Kristen,

termasuk kantor pemerintahan

provinsi, hingga imigrasi Muslim

menghasilkan perpecahan yang

lebih bahkan.58

Pada tahun 1999, orang Kristen

Kristen Protestan menggembar-

gemborkan gagasan pembentukan

negara Kristen yang terpisah.

Belakangan tahun itu, penduduk

Kao menyerang, membunuh

58
Michael Malley, opcit, hal: 205

173
ratusan dan mengusir 10.000

muslim. Kejadian tersebut

kemudian memicu amarah dan

sentimen publik. Demontrasi besar

– besaran kemudian tak terelakkan

disebabkan sentiment publik

tersebut. Diperkirakan 100.000

massa memenuhi Jakarta dan

mendeklarasikan Holy War atau

perang suci.

C. Dampak Terorisme di Indonesia

Tindakan terorisme memilik

dampak terhadap aspek ekonomi, sosial,

politik, hukum dan budaya. Akibat dari

174
aksi yang dilakukan oleh para ekstrimis di

Indonesia, selain menimbulkan korban

jiwa juga mengahbiskan energi dan biaya

yang tidak sedikit. Serangan teroris pada

peristiwa Bom Bali I membuat

perekonomian Bali terpuruk. Negara –

negara asing yang menjadikan Bali

sebagai salah satu destinasi wisatanya

mengeluarkan ‘travel warning’ kepada

para warga negaranya yang ingin

berkunjung ke Bali. Tentunya hal ini

mempengaruhi perekonomian Bali yang

mengandalkan pariwisatanya sebagai

sumber pemasukan daerahnya.

175
Semenjak terjadinya Bom Bali I yang

menewaskan banyak turis asing mau tak

mau membuat negara luar pun ikut campur

. Negara seperti Australia dan Amerika

kemudian membantu Indonesia yang

secara sumber daya belum cukup

mumpuni dalam pemberantasan terorisme.

Bantuan tersebut berupa dana yang

digunakan untuk pemberantasan terorisme

dan bantuan pelatihan aparat yaitu densus

88 yang bertugas menindak pelaku di

lapangan.

Penerbitan payung hukum sebagai

landasan dalam penindakan terorisme pun

176
dimulai sejak era Megawati yaitu dimulai

dari Perpu Nomor 1 tahun 2002 yang

kemudian disahkan menjadi UU Nomor

15 tahun 2003 hingga kemudian yang

terakhir direvisi dan disahkan pada 25 Mei

2018 lalu. Budaya toleransi yang menjadi

nilai – nilai dalam membangun persatuan

dan berkehidupan berbangsa dan

bernegara menjadi tak berarti ketika

dihadapkan dengan ideologi para

terorisme yang berpaham bahwa

kebenaran hanyalah milik mereka dan

kaum yang sama dengan mereka.

177
D. Bentuk dan Pola Terorisme di
Indonesia

Terorisme memiliki beberapa tipologi

yaitu berdasarkan pada tujuan dan ciri juga

berdasarkan skala aksi dan organisasinya

dibagi menjadi terorisme nasional,

internasional dan transnasional. 59

Tipe Tujuan Ciri – ciri

Terorisme Bermotif Dilakukan

subrevolusio politis, oleh

ner (teror dilakukan kelompok

dari bawah) dengan cara kecil, bisa

menekan juga

59
Budi Hardiman, Terorisme: Paradigma dan Definisi,
IMPARSIAL, Jakarta, 2003, hal. 6-7.

178
pemerintah individu,

dengan sulit

tujuan untuk diprediksi

mengubah kadang sulit

kebijakan dibedakan

atau hukum, apakah

perang psikopatolo

politis gis atau

dengan criminal.

kelompok

rival,

menyingkirk

an pejabat

tertentu

179
Terorisme Menindas Berkemban

represif individu g menjadi

atau teror massa,

kelompok yaitu

oposisi yang adanya

menjadi aparat teror,

musuh polisi

penindas rahasia,

yaitu rejim teknik

otoriter/ penganiaya

totaliter an,

dengan cara penyebaran

likuidasi rasa curiga

dan

kalangan

180
rakyat,

memunculk

an paranoia

pemimpin.

Skala

Terorisme intra-nasional Jaringan orga

teritorial negar

Terorisme Internasional 1. Diarah

– aset a

2. Diorga

organis

3. Bertuju

kebijak

181
Terorisme transnasional Jaringan glob

tatanan dunia b

terorisme tran

dari terorisme

Pola serangan teroris di

Indonesia juga memiliki perbedaan.

Dahulu kelompok JI yang berafiliasi

dengan Al – Qaeda musuh yang

mereka targetkan adalah far enemy

atau musuh jauh dan kini kelompok

JAD yang berafiliasi dengan IS

182
menargetkan near enemy. 60 Hal ini

dapat dipahami karena IS membangun

model terorisme baru yakni “oto

terorisme”. 61
Jika terorisme Al –

Qaeda mengarah keluar atau faenemy

yaitu menargetkan keluar yaitu anti

barat, menargetkan tentara, warga,

atau kepentingan asing khususnya

Amerika sedangkan oto terorisme IS

atau terorisme ke dalam atau near

enemy menargetkan tentara atau umat

60
CNN Indonesia, Perbedaan Pola Jihad dan Sepak
Terjang Teroris di Indonesia
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/201805171
94034-20-299072/perbedaan-pola-jihad-dan-sepak-
terjang-teroris-di-indonesia diakses 28 Agustus 2018)
61
Haidar Assad, opcit, hal: 135 - 136

183
muslim yang berbeda keyakinan dan

ideologi dengan mereka. 62 Hal ini

dapat dilihat dari pola serangan

jaringan Al – Qaeda dan jaringan IS

seperti pada Bom Bali I yang

menewaskan warga negara asing,

penyerangan kedubes AS, dan

pengemboman hotel JW Marriot yang

dianggap sebagai simbol – simbol

barat. Perbedaan terletak juga pada

kombatan yang dahulu semuanya

adalah laki – laki sedangkan kini

perempuan dan anak – anak ikut

62
ibid

184
menjadi kombatan. Penggunaan

perempuan dan anak-anak menurut

pengamat teroris Adhe Bakti

dilegitimasi oleh kelompok ISIS

karena tengah terdesak dan tidak

punya cara lain lagi dan kesulitan

mencari pelaku laki – laki. Selain itu

penggunaan perempuan dan anak-anak

dalam aksi teror oleh kelompok teroris

yang berafiliasi dengan ISIS dianggap

dapat meningkatkan tingkat

keberhasilan terornya.63

63
CNN Indonesia, ibid

185
186
BAB 4
STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA
DALAM MEMBENDUNG TERORISME
GLOBAL

Dalam membendung terorisme global

pemerintah Indonesia dapat menggunakan

pendeketan Countering Ideological Support

for Terrorism. Pendekatan ini dilakukan

dengan menekankan pemberantasan terorisme

mulai dari ideologi hingga penanganan pelaku

teror di lapangan dengan tujuan terciptanya

keamanan dan kebebasan bagi seluruh

masyarakat dalam menjalani hidup.

Menjadikan kehidupan seluruh manusia dalam

kedamaian tanpa bayang – bayang ketakutan

ancaman teror adalah hak setiap manusia yang

187
harus dilindungi. Oleh karena itu, dilakukan

strategi – strategi dalam CIST seperti;

Strategic counter terrorism, Operational

counter terrorism, dan Resolving regional

conflict. Dalam melakukan strategi CIST

diperlukan sinergi antara pemerintah,

masyarakat, organisasi dan lembaga terkait

agar dapat berjalan dengan baik. CIST adalah

upaya dan langkah – langkah strategi yang

dilakukan pemerintah Indonesia dalam

melakukan pembendungan terorisme global

maupun domestik. Dalam CIST terdapat soft

strategy dan hard strategy.

188
A. Strategic Counter Terrorism

Strategi kontra terorisme ini adalah

upaya menggunakan metode yang soft.

Dalam strategic counter terrorism ini

pemerintah Indonesia menyasar ideologi

yang digunakan oleh para teroris sebagai

pembenaran atas tindakan mereka.

Ideologi adalah pesan kuat yang

memotivasi dan mendorong manusia biasa

untuk bertindak. Ideologi, sistem singkat

yang dinamis dan berkembang, diciptakan

oleh interpretasi peristiwa oleh para

ideolog. Ideologi, bukan kemiskinan atau

buta huruf, adalah pendorong utama

189
kekerasan yang bermotif politik. Ideologi

membingkai struktur organisasi,

kepemimpinan dan motivasi keanggotaan,

rekrutmen dan dukungan, dan membentuk

strategi dan taktik yang diadopsi oleh


64
suatu kelompok. Karena terorisme

adalah produk sampingan dari

ekstremisme ideologis, pemerintah dan

masyarakat harus mengembangkan

respons ideologis untuk menyulitkan

kelompok teroris agar kerugian secara

64
Rohan Gunaratna, Ideology In Terrorism And
Counter Terrorism, New York, Routledge, 2007, hal:
40.

190
material dan tidak ada lagi nyawa yang

mati sia – sia.

Dalam pelaksanaan Strategic

Counter Terrorism ini dapat dilakukan

melalui beberapa cara yaitu

mempromosikan ideologi lebih moderat,

pendidikan, seminar – seminar dan

workshop bahaya laten terorisme dan

melalui kerjasama antara eksekutif dan

legislatif dalam mengatur payung hukum

tentang terorisme.

a. Mempromosikan Ideologi

Moderat

191
Pelaku teror di Indonesia

menggunakan ideologi yang

mereka percayai sebagai

pembenaran dalam setiap tindakan

mereka. Peran jaringan terorisme

global seperti Islamic State of Iraq

and Syiria (ISIS) yang kemudian

menjadi Islamic State (IS) dengan

ideologi salafi jihadisnya yang

berbahaya bagi persatuan dan

kedamaian. IS ini mengadopsi

paham kelompok khawarij yang

mengedepankan kekerasan dan

perang sebagai jalan untuk

192
mencapai perdamaian. Kelompok

khawarij ini kemudian

mengatasnamakan islam dan

menganggap islam mereka adalah

yang paling murni dan benar.

Pembunuhan khalifah umat islam,

Sayydina Ali adalah tindakan

esktremisme pertama yang

dilakukan oleh anggota kelompok

khawarij Abdurrahman bin

Muljam. Mereka beranggapan

seorang Ali, pemimpin umat islam

193
kala itu telah keluar dari islam

sehingga sah untuk dibunuh.65

Ideologi IS ini kemudian

diadopsi oleh kelompok –

kelompok islam radikal di

Indonesia. Kelompok – kelompok

seperti Mujahidin Indonesia Timur

(MIT) pimpinan Santoso dan

Jama’ah Ansharut Khilafah (JAK)

dengan Aman Abdurrahman dan

Abu Bakar ba’asyir sebagai

pemimpin spiritual menggunakan

65
Muhammad Haidar Assad, ISIS Organisasi Paling
Mengerikan Abad Ini, Jakarta Selatan, Zahira, 2014,
hal: 113

194
metode dan tujuan yang sama

dengan IS.66 Cita – cita IS adalah

mendirikan kekhalifahan islam

yang menggunakan cara – cara

khwarij. Dipimpin oleh seorang

yang mereka sebut sebagai

khilafah atau pemimpinnya kala

itu, Abu Umar al – Baghdadi

beberapa ajaran dalam ideologi IS

adalah:

1. Takfiri. Pandangan yang

dipahami oleh kelompok

66
Institute for Policy Analysis of Conflict, Disunity
among Indonesian ISIS Supporters and the Risk of
More Violence (IPAC Report No. 25) (Jakarta: IPAC,
2016)

195
ini yaitu mengkafirkan

madzhab atau kelompok

mana saja yang berbeda

dengan dirinya adalah

salah. IS bahkan memiliki

kebijakan mengeluarkan

“Kartu Tanda Bukan

Kafir” bagi setiap

anggotanya yang berlaku

selama tiga bulan dan

membuat siapa saja yang

memilikinya akan bebas

dari hukuman. Nalar takfiri

ini menganggap negara dan

196
sistem kenegaraan yang

berlaku di berbagai negara

berpenduduk muslim saat

ini adalah system kafir.

Demikian pula lembaga

negara, pemerintahan ,

polisi dan tentara juga kafir

sehingga patut diperangi.

2. Anti pada nilai – nilai cinta

kasih dan rahmat sekaligus

mendukung dan

menjunjung tinggi nilai –

nilai kekerasan dan

kekejaman. Bagi IS,

197
perdamaian dan solusi bagi

seluruh perbedaan dan

perselisihan dapat

diselesaikan dengan jalan

kekerasan dan kekejaman.

3. Menuduh bid’ah atau sesat

segala akulturasi budaya

dengan ajaran islam dan

segala peninggalan sejarah

islam. Namun bid’ah

mereka tafsirkan secara

serampangan dan sesuka

hati mereka.

198
4. Salah kaprah mengenai

konsep jihad. Pemaknaan

tentang jihad bagi mereka

hanyalah sekedar perkara

perang dan perang.

Pemaknaan jihad menjadi

tereduksi.

5. Di Indonesia, bahkan IS

menyatakan bahwa

Pancasila adalah thogut

atau berhala dan akan

memerangi konsep

Pancasila.

199
Dibutuhkan peran serta

pemerintah, organisasi islam

moderat, dan masyarakat dalam

meng-counter ideologi para

ekstrimis ini. Ketua BNPT Suhardi

Alius menyatakan mengalami

keterbatasan personel untuk

melakukan deradikalisasi terhadap

para napi terorisme. Karena itu,

BNPT menggandeng sejumlah pihak

untuk melakukan deradikalisasi

termasuk organisasi masyarakat

200
keagamaan seperti NU dan

Muhammadiyah.67

Muhammadiyah dan Nahdatul

Ulama atau NU sebagai organisasi

Islam terbesar di Indonesia

menyatakan bahwa IS adalah

bertentangan dengan Islam itu

sendiri. Peran penting dari

Muhammadiyah, NU juga Majelis

Ulama Indonesia atau MUI

dibuthkan dalam menampilkan

67
Lalu Rahadian, PBNU Minta Dukungan Penuh
Pemerintah untuk Bantu Deradikalisasi,
https://tirto.id/pbnu-minta-dukungan-penuh-
pemerintah-untuk-bantu-deradikalisasi-cLrE diakses
27 Agustus 2018

201
wajah islam yang sesungguhnya

yaitu islam yang Rahmatan lil

Alamin yaitu sebagai rahmat bagi

seluruh umat. Islam yang menjadi

rahmat adalah islam yang penuh

dengan kedamaian dan toleransi dan

penuh cinta kasih. Bagaimana

mungkin menjadi ‘rahmat’ jika cara

– cara yang digunakan adalah

kekerasan berupa pembunuhan yang

membabi buta dan kekerasan –

kekerasan lainnya. Islam yang

menjadi rahmat adalah islam yang

202
mengedepankan jalan damai

sebelum perang.

Konsep islam yang dipahami

oleh IS bukanlah konsep islam yang

dibawa oleh Rasulullah sebagai

uswatun khasanah atau suri tauladan

yang baik. Dalam melakukan

tindakan terorisme atau dalam istilah

mereka ‘jihad’ seringkali

menggunakan ayat – ayat Al –

Qur’an dan Hadis yang dimaknai

secara sepenggal dan secara literal.

Muhammadiyah dan NU merupakan

organisasi islam moderat yang dapat

203
menjadi benteng dari paham –

paham ‘radikal’ yang dapat

mengarah kepada ekstrimisme.

Konsep jihad yang

digunakan kelompok radikal

ekstrimis seperti IS direduksi

menjadi hanya sekedar perang dan

perang. Padahal dalam sebuah

penelitian disebutkan bahwa dalam

23 tahun kenabian Nabi Muhammad

atau 8000 hari jumlah hari dimana

Nabi berperang mulai dari persiapan

dan sebagainya hanyalah 800 hari.

Artinya total peperangan Nabi

204
Muhammad hanyalah 10% selama

beliau menjadi nabi dan rasul.

Bahkan, penelitian lain

menyebutkan hanya 1% dari masa

kenabian digunakan untuk

berperang. Organisasi seperti IS

menggunakan yang 10% dan 1% itu

untuk membentuk keislaman yang

ekstrim, sadis, dan beringas.68

Padahal jihad sendiri bukan

hanya dengan berperang secara fisik

di medan perang. Bahkan Nabi

Muhammad menyebut perang

68
Muhammad Haidar Assad, opcit, hal: 128 – 129

205
hanyalah jihad kecil dan jihad besar

adalah melawan hawa nafsu. Iming –

iming yang digunakan oleh para

perekrut ‘mujahidin’ agar tertarik

bergabung adalah agar kelak mati

syahid atau mati dengan jalan yang

mulia dan kelak mendapatkan

imbalan berupa bidadari dengan

jalan jihad dan berperang. Padahal

sejatinya ada banyak jalan menuju

syahid salah satunya melalui jihad

besar yaitu melawan hawa nafsu.

206
Nabi Muhammad pun tak syahid di

medan perang. 69

Perihal tentang jihad ini,

MUI sebagai institusi yang

menaungi organisasi – organisasi

muslim Indonesia pernah

mengeluarkan fatwa No. 3 Tahun

2004 tentang terorisme. Dalam

fatwanya dengan jelas menetapkan

bahwa "terorisme adalah kejahatan

terhadap kemanusiaan dan

peradaban dan ancaman serius

terhadap kedaulatan negara,

69
Ibid, hal: 129

207
perdamaian dan keamanan dunia,

dan kesejahteraan masyarakat."

Fatwa itu juga membedakan makna

'terorisme' dan 'jihad'. Menurut MUI,

terorisme bersifat merusak (ifsad)

dan anarkis atau chaotic (faudha);

tujuannya adalah untuk menciptakan

dan / atau menghancurkan yang lain;

tidak memiliki tujuan yang jelas dan

tanpa batas. Sebaliknya, 'jihad'

adalah perbaikan (ishlah), bahkan

jika menggunakan perang, tujuannya

hanya untuk membela Islam atau

membela orang-orang yang

208
tertindas. Jihad mengikuti aturan

yang ditetapkan dalam ajaran Islam.

Dalam jihad, musuh jelas dan bukan

serangan sembarangan terhadap

warga sipil. Melakukan tindakan

teror, apakah tindakan dilakukan

secara pribadi atau kolektif, adalah

haram dalam Islam; tetapi

melakukan jihad adalah wajib.70

Fatwa MUI dengan jelas

menetapkan bahwa "bom bunuh diri

dilarang dalam Islam (haram) karena

70
Ali Muhammad, Indonesia’s Way To Counter
Terrorism 2002—2009: Lesson Learned, Journal of
Government and Politics Vol.5 No.2 August 2014, hal:
194

209
itu adalah bentuk keputusasaan (al-

ya'su) dan bentuk penghancuran diri

(ihlak an-nafs), terlepas dari apakah

itu berkomitmen di zona damai (dar

al-shulh / dar al-salam / dar al-

dakwah) atau di zona perang (dar al-

harb). "Upaya untuk mencari

kemartiran (Amaliyah al-Istisyhad)

diperbolehkan karena merupakan

bagian dari jihad bin-nafsi yang

dilakukan di zona perang (dar

alharb) atau dalam situasi perang

untuk menciptakan ketakutan (irhab)

dan kerusakan / kerugian lebih besar

210
kepada musuh Islam, termasuk

tindakan yang dapat membunuh

aktor itu sendiri. 'Amaliyah al-

istisyhad berbeda dari bunuh diri71

Fatwa MUI ini dapat menjadi

pedoman bagi organisasi –

organisasi dan individu – individu

terhadap sikapnya mengenai

terorisme. Pertama, fatwa MUI

dapat memainkan peran penting

dalam melawan radikalisme dan

terorisme karena komunitas Muslim

menggunakannya sebagai referensi

71
Ibid

211
agama. Kedua, jika fatwa disebarkan

secara luas dan terorganisasi dengan

baik ke dalam komunitas Muslim

yang lebih luas, itu dapat mencegah

kaum muda Muslim bergabung

dengan jaringan teroris atau

mencegah mereka melakukan

serangan bom bunuh diri72

Konsep ukhuwah atau

persatuan dapat digunakan sebagai

cara untuk melawan terorisme.

Konsep ini cocok dengan konteks

keindonesiaan yang memiliki

72
Ibid, hal: 195

212
Pancasila sebagai pemersatu bangsa

Indonesia yang didalamnya sudah

mencakup segala nilai – nilai mulai

dari keTuhanan, kemanusiaan,

persatuan, musyawarah dan keadilan

sosial. Nilai – nilai islam yang

terdapat pada surat Al – Anbiya ayat

107 yaitu islam yang rahmatan lil

alamin yaitu islam yang penuh cinta

kasih selaras dengan nilai luhur

dalam Pancasila yang dimiliki oleh

bangsa Indonesia ini dan harus selalu

ditanamkan kepada seluruh rakyat

Indonesia. Bhineka Tunggal Ika

213
harus dapat dimaknai dan dipahami

bahwa perbedaan adalah sebuah

keniscayaan dan rahmat yang

diberikan Tuhan apabila dapat


73
dikelola secara harmonis.

Penyebarluasan fatwa ulama dan

konsep ukhuwah diperlukan dengan

bantuan media. Persatuan dalam

islam dan kerukunan antar umat

beragama yang ada di Indonesia

harus semakin ditonjolkan menjadi

bukti bahwa Islam bukanlah seperti

yang dipertontonkan oleh kelompok

73
Muhammad Haidar Hassan, opcit, hal: 184

214
– kelompok ekstrimis itu. Dalam

membantu meluruskan dan

menampilkan citra Islam yang

toleran dan damai akan lebih efektif

melalui peran media cetak, TV, radio

dan internet. Sejalan dengan konsep

ukhuwah ini dalam kongres

Pancasila ke X di UGM menteri luar

negeri Indonesia Retno Marsudi

menyatakan bahwa Pancasila

merupakan perekat kemajemukan

bangsa. Sedangkan menurut Mahfud

MD Indonesia adalah negara

religious nation state atau negara

215
kebangsaan yan berketuhanan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa

yang percaya akan kuasa Tuhan

YME dan keimanan kepada Tuhan

dilembagakan dalam bentuk agama –

agama yang mengatur tata

kehidupan manusia dan juga hukum

– hukum. Sedangkan hubungan

antara negara dengan agama adalah

negara melindungi pemeluk agama

dalam menjalankan ajaran agamanya

sebagai hak asasi.

b. Membendung Terorisme

Melalui Pendidikan

216
Pendidikan merupakan salah

satu metode yang dapat dilakukan

dalam pembendungan terorisme

global. Setiap warga negara

Indonesia berhak memperoleh

pendidikan, bahkan dijamin dalam

UUD 1954 pasal 31 yang isinya74:

1) Setiap warga negara berhak

mendapat pendidikan

(2) Setiap warga negara wajib

mengikuti pendidikan dasar dan

74
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, Undang –
Undang Dasar 1945, Jakarta, 2002,
http://dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses 22 agustus 2018

217
pemerintah wajib

membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu

sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta ahlak mulia

dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur

dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya dua puluh persen dari

anggaran pendapatan dan belanja

218
negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah

untuk memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan pendidikan

nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi

dengan menunjang tinggi nilai-

nilai agama dan persatuan

bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan

umat manusia.

Pendidikan dapat diperoleh

secara formal dan nonformal.

219
Pendidikan formal dapat

diperoleh melalui institusi

pendidikan berjenjang mulai dari

SD hingga Perguruan Tinggi.

Sedang pendidikan non-formal

adalah pendidikan di luar

sekolah dan dapat diperoleh

melalui keluarga, masyarakat,

dan lembaga – lembaga kursus.75

Salah satu pendidikan non-

formal pertama yang kita terima

dimulai dari keluarga. Mulai dari

75
Sulfasyah dan Jamaludin Arifin, Implikasi
Pendidikan Nonformal Pada Remaja, Jurnal
Equilibrium Pendidikan Sosiologi Vol. IV, 2016, Hal: 1-
2

220
keluarga seseorang dapat

terpapar paham ekstrimisme atau

tidak. Para pelaku teror pastilah

memiliki keluarga yang

seharusnya peran keluarga

adalah mencegah agar salah satu

anggota keluarganya tidak

melakukan aksi tersebut.

Penguatan peran keluarga

sebagai benteng dari ideologi

ekstrim menjadi langkah awal

dalam membendung aksi

terorisme di Indonesia.

221
Keberhasilan pendidikan

Indonesia adalah ketika nilai –

nilai luhur Pancasila dapat

tertanam dalam setiap tindakan

rakyatnya. Pendidikan

kewarganegaraan (PKn) dan

Pendidikan Agama menjadi

mata pelajaran yang wajib bagi

jenjang pendidikan SD hingga


76
SMA. Diberikannya mata

pelajaran wajib PKn dan

Pendidikan Agama adalah sesuai

76
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen
Kurikulum 2013,
(http://yogyakarta.kemenag.go.id/file/file/dikmad/ld
ue1388737894.pdf diakses 23 Agustus 2018)

222
dengan amanat undang – undang

agar kelak tercipta para penerus

bangsa yang cerdas, beriman dan

berkahlak mulia. Nilai – nilai

toleransi, perdamaian, dan nilai –

nilai luhur lainnya tidak hanya

sekedar diajarkan di dalam kelas

namun juga harus dalam praktik

bermasyarakat.

Propaganda kelompok

terorisme global seperti IS

banyak menyasar anak muda

dengan mengajarkan

pemahaman tentang agama yang

223
salah. Pemerintah melalui BNPT

juga banyak melakukan seminar

– seminar dan pembekalan di

kampus mengenai bahaya laten

terorisme. Beberapa diantaranya

diadakan di UMY dan ITS

dengan materi dan narasumber

pelaku mantan teroris. 77

c. Payung hukum penindakan

terorisme

77
Yohanes Enggar, Lawan Terorisme BNPT Berikan
Pembekalan Mahasiswa Baru ITS,
(https://edukasi.kompas.com/read/2018/08/14/2333
0431/lawan-terorisme-bnpt-berikan-pembekalan-
mahasiswa-baru-its), BHP UMY, Pelaku Terorisme
Sasar Generasi Muda, http://www.umy.ac.id/pelaku-
terorisme-sasar-generasi-muda.html diakses 23
Agustus 2018)

224
Dalam penindakan aksi

terorisme terdapat Undang –

undang Nomor 15 Tahun 2003

tentang pemberantasan tindak

pidana terorisme. Sebelumnya

undang – undang tersebut adalah

Perpu Nomor 1 Tahun 2002 yang

kemudian disahkan menjadi

undang – undang pada era

pemerintahan Megawati. Undang –

undang tersebut kemudian

diusulkan direvisi pada

pemerintahan Joko Widodo pada

tahun 2016. Wacana revisi uu

225
terorisme dicetuskan pertamakali

oleh mantan ketua BNPT Ansyad

Mbai pada tahun 2010 namun baru

terealisasi pada tahun 2016 dan

menjadikan tragedi serangan

terorisme di Sarinah sebagai

momentum.78

Menurut Tito Karnavian

diperlukan revisi dalam mengatur

tentang pencegahan, mengatur

78
Ging Ginanjar, Revisi UU Terorisme Dikhawatirkan
akan Merugikan Warga,
(https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2
016/01/160120_indonesia_revisi_uu_teror diakses 24
Agustus 2018), Tirto.id, Poin-Poin Krusial yang Perlu
Dicermati dari RUU Terorism, (https://tirto.id/poin-
poin-krusial-yang-perlu-dicermati-dari-ruu-terorisme-
cKpw diakses 24 Agustus 2018)

226
kriminalisasi perbuatan baru,

penguatan hukum acara, dan

mengatur kegiatan rehabilitasi atau


79
deredikalisasi. Sejak awal

Agustus lalu, Indonesia telah

menolak ISIS dan melarang

pengembangan ideologinya di

Indonesia, namun aparat hukum

hanya mampu menjerat hukum

pendukungnya jika terbukti

melakukan tindak pidana. Minggu

79
Wilujeng Kharisma, Tito Karnavian: UU Terorisme
Perlu Direvisi, (http://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/2016/08/07/tito-karnavian-uu-
terorisme-perlu-direvisi-376830 diakses 24 Agustus
2018)

227
(24/08/2017), Polres Depok juga

membebaskan seorang warga

Depok yang memasang bendera

ISIS di rumahnya, karena dianggap

"cuma ikut-ikutan" dan tidak

terkait dengan organisasi teroris.

Aparat hukum Indonesia juga tidak

mampu melakukan tindakan

hukum apapun, walaupun

sejumlah anggota masyarakat

terbukti melakukan "sumpah setia"

untuk mendukung ISIS secara

terbuka.80

80
BBC, Revisi UU Terorisme Dikhawatirkan Akan
Merugikan Warga,

228
Menurut Tito Karnavian,

urgensi dalam merevisi undang –

undang tersebut dikarenakan saat

ini belum cukup kuat. Isi undang -

undang itu hanya dua yakni

kriminalisasi perbuatan yang

sebetulnya sudah ada di KUHP dan

diangkat ke perbuatan teror dengan

ancaman hukuman diperberat dan

hukum acara yang dipermudah

agar penegak hukum mampu

mengungkap pelaku bom Bali.81

(https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2
016/01/160120_indonesia_revisi_uu_teror diakses 24
Agustus 2018)
81
Wilujeng Kharisma, opcit

229
Revisi Undang – undang ini

tidak berjalan mulus, beberapa

pihak mengkritisi revisi ini

dikarenakan pasal – pasal yang

diajukan akan mengancam hak

asasi manusia (HAM) terutama


82
hak sipil dan berpendapat.

Seperti dalam pasal – pasal tentang

penyadapan, penangkapan, ujaran

kebencian, dan peran TNI dalam

pemberantasan terorisme.

Dalam revisi UU pasal 1

definisi terorisme yang disepakati

82
Ging Ginanjar, Ibid

230
adalah ancaman kekerasan yang

menimbulkan suasana teror atau

rasa takut secara meluas,

menimbulkan korban yang bersifat

massal, dana tau menimbulkan

kehancuran objek vital yang

strategis, lingkungan hidup,

fasilitas publik, atau fasilitas

internasional dengan motif

ideologi, politik atau gangguan


83
keamanan. Pasal 12 A yaitu

83
Akbar Bhayu Tamtomo , INFOGRAFIK: Pasal-pasal
Penting dalam UU Antiterorisme,
(https://nasional.kompas.com/read/2018/05/28/144
55721/infografik-pasal-pasal-penting-dalam-uu-
antiterorisme diakses 24 Agustus 2018)

231
setiap orang yang dengan sengaja

menjadi anggota atau merekrut

orang untuk menjadi anggota

korporasi yang ditetapkan

pengadilan sebagai organisasi

terorisme dipidana paling singkat 2

tahun dan paling lama 7 tahun.

Pendiri, pemimpin, dan pengurus

atau orang yang mengendalikan

korporasi juga bisa dipidana

dengan pidana paling singkat 3

tahun dan paling lama 12 tahun.

Dengan pasal ini organisasi –

organisasi seperti JI dan JAD

232
beserta anggotanya yang telah

ditetapkan pengadilan dapat

langsung dipidana.

Pasal 12 B tentang pelatihan

militer. Setiap orang yang dengan

sengaja menyelenggarakan,

mengikuti pelatihan paramiliter,

pelatihan militer, atau pelatihan

lain dengan maksud

merencanakan, mempersiapkan,

atau melakukan tindak pidana

terorisme atau ikut berperang di

luar negeri untuk tindak pidana

terorisme, dipidana paling singkat

233
4 tahun dan paling lama 15 tahun.

Dengan pasal ini, WNI yang

selama ini banyak melakukan

pelatihan di Suriah dapat

dipenjara. Pasal 13 A tentang

penghasutan. Setiap orang yang

memiliki hubungan dengan

organisasi Terorisme dan dengan

sengaja menyebarkan ucapan,

sikap, atau perilaku, tulisan, atau

tampilan dengan tujuan untuk

menghasut orang atau kelompok

orang untuk melakukan kekerasan

atau ancaman kekerasan yang

234
dapat mengakibatkan tindak

pidana terorisme, dipidana paling

lama 5 tahun.

Dalam revisi UU ini juga

disebutkan tentang pelibatan anak

dalam aksi terorisme yaitu pada

pasal 16 A dengan ancaman

pidananya ditambah sepertiga.

Pelibatan anak dalam aksi teorisme

terjadi ketika Bom meledak di

Surabaya. Dalam aksi tersebut

melibatkan satu keluarga termasuk

anak – anak yang masih dibawah

umur.

235
Mengenai waktu penahanan

diatur dalam pasal 25 tentang

waktu penahanan yaitu selama 270

hari atau 9 bulan. Dalam pasal ini

juga mengatur bahwa penahanan

harus menjunjung tinggi hak asasi

manusia. Setiap penyidik yang

melangar ketentuan tersebut bisa

dipidana sesuai dengan ketentuan

perundang – undangan. Tentang

penangkapan diatur dalam pasal 28

yaitu memberikan kewanangan

kepada polisi untuk melakukan

penangkapan terduga teroris

236
selama 21 hari sebelum menjadi

tersangka atau membebaskannya.

Menurut Setara Institue bentuk

penangkapan atau penahanan

seseorang yang belum jelas status

hukumnya dalam satu tindakan

pidana merupakan tindakan yang

sewenang – wenang. Dalam

ICCPR, penahanan hanya

dibenarkan terhadap seseorang

dengan status hukum yang jelas

dengan durasi waktu yang rasional

untuk sesegera mungkin dibawa ke

pengadilan. Dengan demikian,

237
konstruksi Pasal 28 UU Terorisme

adalah norma yang berpotensi

menimbulkan pelanggaran hak

asasi manusia. Hal ini

bertentangan dengan KUHAP

Pasal 21 ayat 1 dan 2.

Penangkapan untuk kepentingan

pemeriksaan sebelum seseorang

ditetapkan menjadi tersangka

seharusnya tetap mengacu kepada

KUHAP Pasal 21 Ayat 1 dan 2

yakni 1 x 24 jam atau penetapan

tersangka yang disertai dengan

238
penahanan yang didasarkan pada

dua alat bukti yang sah.84

Tentang penyadapan diatur

dalam pasal 31 dan 31 A dalam

keadaan mendesak penyidik dapat

langsung melakukan penyadapan

selama 3 hari tanpa izin terlebih

dahulu ke pengadilan. Dalam pasal

43A dimuat tentang pencegahan

tindak pidana terorisme yaitu

84
Setara Institute, Pernyataan Pers Setara Institute
Tentang Catatan Kritis Atas Draf Ruu Tentang
Perubahan Atas Uu No. 15 Tahun 2003, (http://setara-
institute.org/wp-
content/uploads/2016/03/2016_Maret-3_Catatan-
Kritis-atas-Revisi-UU-No.-15-tahun-2003-tentang-
Terorisme.pdf diakses 28 Agustus 2018)

239
pemerintah wajib melaksanakan

pencegahan tindak pidana

terorisme. Dalam upaya

pencegahan tindak pidana

terorisme, pemerintah melakukan

langkah antisipasi secara terus

menerus yang dilandasi dengan

prinsip perlindungan hak asasi

manusia dan prinsip kehati-hatian.

Pencegahan dilaksanakan melalui

kesiapsiagaan nasional, kontra-

radikalisasi, deradikalisasi dan

240
akan diatur dalam peraturan

pemerintah.85

Peran dan tugas BNPT

disebutkan dalam pasal 43 E-H

yaitu merumuskan,

mengoordinasikan, dan

melaksanakan kebijakan, strategi,

dan program kesiapsiagaan

nasional, kontra radikalisasi, dan

deradikalisasi. Disebutkan juga

bahwa BNPT ditugaskan untuk

mengoordinasi antar penegak

85
KumparanNEWS, Isi Lengkap UU Terorisme,
(https://kumparan.com/@kumparannews/isi-
lengkap-uu-antiterorisme diakses 26 Agustus 2018)

241
hukum dalam penanggulangan

terorisme.

Selain itu terdpat pula UU No

17 tahun 2011 tentang intelijen

negara yaitu termuat dalam pasal

31 yang isinya Badan Intelijen

Negara memiliki wewenang

melakukan penyadapan,

pemeriksaan aliran dana, dan

penggalian informasi terhadap

sasaran yang terkait dengan: a.

Kegiatan mengancam kepentingan

dan keamanan nasional meliputi

ideologi, politik, ekonomi, sosial,

242
budaya, pertahanan dan keamanan,

dan sektor kehidupan masyarakat

lainnya, termasuk pangan, energi,

sumber daya alam, dan lingkungan

hidup. b. Kegiatan terorisme,

separatisme, spionase, dan

sabotase yang mengancam

keselamatan, keamanan, dan

kedaulatan nasional, termasuk

yang sedang menjalani proses

hukum.” Wewenang yang dimiliki

oleh BIN tersebut sesuai fungsi

BIN pada pasal 6 yaitu

mengamankan kepentingan

243
nasional namun tetap sesuai

dengan nilai demokrasi dan

HAM.86

B. Operational Counter Terrorism

Strategi yang kedua ini dilakukan

untuk membendung pergerakan terorisme

dalam operasional mereka, sehingga dapat

melemahkan sampai ke sel – selnya. Hal

ini dilakukan dengan tujuan agar

pemerintah melalui lembaga – lembaga

terkait dapat memonitor terduga teroris,

86
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, UU
Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara,
(http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-17-
tahun-2011-tentang-intelijen-negara-2/ diakses 27
Agustus 2018)

244
kolaborator, pendukung, dan simpatisan

kelompok – kelompok radikal terorisme

ini.

Adapun dalam upaya counter

terrorism ini terdapat lima elemen dalam

upaya operasional yaitu security, military

operations, humanitarian support,

military to military contacts and conduct


87
of operations. Upaya membendung

terorisme ini harus berdasarkan landasan

hukum dan prinsip – prinsip kemanusiaan.

Dalam penindakan terorisme di

Indonesia sesuai dengan UU No 15 tahun

87
Anne Aldis dan Graeme P. Herd, The Ideological
War On Terror, New York, Routledge, 2007, hal: xvii

245
2003 BNPT bertugas mengoordinasikan

antar lembaga penegak hukum. Setelah

dibentuk pada tahun 2010, BNPT telah

melakukan program – program dalam

menanggulangi terorisme. Sejak tahun

2003 undang – undang dalam penindakan

terorisme telah dibuat. Pada tahun 2004

densus 88 – satuan polisi khusus - yang

bertugas menangkap terduga teroris

dibentuk. Namun, hingga tahun 2018 ini

aksi – aksi terorisme seperti pengeboman

masih saja terjadi.

Penindakan di lapangan dalam

menindak terduga teroris dilakukan oleh

246
densus 88. Operasi penangkapan yang

dilakukan oleh densus 88 adalah demi

menciptakan keamanan bagi masyarakat.

Data dari BNPT sudah 800 orang pelaku

yang sudah ditangkap dan dipidana. 88

Dalam hal security yang dalam hal ini

dilakukan oleh Densus 88 seringkali

mengabaikan prinsip – prinsip HAM.

Secara penindakan terorisme Densus 88

telah menangkap para terduga dan pelaku

terorisme. Namun, dalam penindakannya

seringkali densus 88 mengabaikan HAM

88
Tirto.id, Tumpulnya BNPT Melempemnya
Deradikalisasi, (https://tirto.id/tumpulnya-bnpt-
melempemnya-deradikalisasi-kr) diakses 27 Agustus
2018

247
pelaku. Pada tahun 2007 beredar video

tentang kekerasan yang dilakukan oleh

anggota Densus 88 terhadap terduga

teroris. Dalam video tersebut terdapat Hak

atas hidup dan hak atas aman dilanggar

oleh Densus 88.89 Dalam beberapa kasus

juga beberapa kali Densus 88 salah

menangkap terduga teroris. Pada tahun

2015 dua orang menjadi korban salah

tangkap Densus 88 dan dalam proses

penangkapan terduga teroris ini disinyalir

89
Fathiyah Wardah, Komnas HAM: Densus 88 Lakukan
Pelanggaran HAM,
(https://www.voaindonesia.com/a/1623461.html
diakses 27 Agustus 2018)

248
90
tidak sesuai prosedur penangkapan.

Kemudian tahun 2018 pasangan suami

istri menjadi korban salah tangkap Densus

88. Mereka diduga terlibat dalam aksi bom


91
yang terjadi di Surabaya. Indikasi

pengabaian HAM juga terjadi ketika

penangkapan Siyono dan MJ yang diduga

sebagai keompok terorisme yang tewas

ketika sedang dibawa oleh Densus 88.

90
Fajar Abrori, Kronologi Salah Tangkap Densus 88 di
Solo,
https://www.liputan6.com/news/read/2401439/kron
ologi-salah-tangkap-densus-88-di-solo
91
David Al Faruq, Pasutri Jadi Korban Salah Tangkap,
(https://nusantara.medcom.id/jawa-timur/peristiwa-
jatim/zNAwVv2k-pasutri-jadi-korban-salah-tangkap
diakses 28 Agustus 2018)

249
Penggunaan militer dalam operasi

penangkapan terorisme juga dilakukan

ketika penangkapan pimpinan Majelis

Indonesia Timur atau MIT Santoso di

Poso. Terlepas dari fakta-fakta di lapangan

- lingkup operasi yang terbatas dan

kurangnya sumber daya - serangan

berlanjut dengan MIT Santoso yang

melintasi batas waktu dengan memulai

kampanye habis-habisan melawan unit-

unit POLRI lokal dan Densus-88 di

seluruh wilayah Sulawesi yang

bergunung-gunung mulai tahun 2011 dan

berlanjut sampai hari ini. MIT akan lebih

250
lanjut menjadi kelompok jihadis utama di

Indonesia untuk pelatihan militan,

mengumpulkan dukungan dan anggota

dari Sumatra, Sulawesi, Kalimantan

Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa,

dan berfungsi sebagai salah satu elemen

dasar untuk inisiatif IS di wilayah tersebut

melalui kantor pusatnya dan "qaedah

aminah" —sebuah basis aman — di luar


92
Poso, Sulawesi. Pada tahun 2016

dimulailah operasi tinombala dalam

misinya menumpas habis kelompok MIT

92
Kirk Johson, The Longue Duree: Indonesia’s
Response To The Threat Of Jihadist Terrorism 1998–
2016, hal: 117

251
dan juga Santoso. Operasi Tinombala

adalah operasi di bawah komando Polda

Sulteng yang dimulai sejak 10 Januari

2016 dan melibatkan sekitar 2.000

personel gabungan TNI-Polri, antara lain

dari satuan Brimob, Kostrad, Marinir,

Raider, dan Kopasus. 93 Pada 18 Juli 2016

akhirnya Santoso tewas setelah baku

tembak dengan satuan tuga Tinombala.

Walaupun Santoso sebagai pimpinan MIT

telah tewas, operasi gabungan ini masih

93
Farouk Arnaz, Operasi Tinombala TNI-Polri Kepung
Santoso dari Segala Arah,
(http://www.beritasatu.com/nasional/364179-
operasi-tinombala-tnipolri-kepung-santoso-dari-
segala-arah.html diakses 28 Agustus 2018)

252
berlangsung dan beberapa kali

diperpanjang waktunya dan yang terakhir

adalah dilangsungkan Juli hingga

September. Hal ini dikarenakan lokasi

geografis berupa hutan yang luas dan

medan yang sulit dan masih adanya

anggota MIT yang berada disana. 94

Peran TNI dalam penindakan

terorisme kini juga sudah diatur dalam UU

Nomor 15 tahun 2003 pada pasal 41 I TNI

dalam mengatasi aksi terorisme

merupakan bagian dari operasi militer

selain perang, walaupun di tentang operasi

94
ibid

253
militer selain perang sudah ada dalam UU

TNI pasal 7 ayat 2 dan 3 tentang Operasi

Militer Selain Perang (OMSP) juga telah

diatur bahwa TNI dapat terlibat dalam

tugas selain perang jika terdapat keputusan

politik negara. Dalam mengatasi aksi

terorisme, dilaksanakan sesuai dengan

tugas pokok dan fungsi TNI. Ketentuan

lebih lanjut mengenai pelaksanaan

mengatasi aksi terorisme sebagaimana

pada ayat 1 diatur dengan Peraturan

Presiden. Peran TNI menurut panglima

TNI Jenderal Hadi Tjahjanto adalah sesuai

dengan pasal 34 Tahun 2004 UU TNI yaitu

254
tugas utama TNI adalah menjaga

kedaulatan negara dan terorisme

mengancam kedaulatan negara.95

Era digital juga memengaruhi tindakan

terorisme yang dulu hanya menggunakan

cara – cara tradisional dalam melakukan

propaganda dan perekrutan kini juga

menggunakan cara yang kontemporer.

Dapat dilihat dari cara IS merekrut

anggotanya yaitu melalui tiga metode:

pertama, dengan demonstrasi massal bai'at

yang dijanjikan dalam domain publik;

kedua, melalui saluran media sosial dan

95
Tirto.id, Poin-Poin Krusial yang Perlu Dicermati dari
RUU Terorism.

255
metode satu-satu dalam domain privat;

dan ketiga, melalui sistem penjara negara

di mana upacara berjanji massal dan

pribadi telah berlangsung. Hal ini cukup

rawan bagi Indonesia karena menurut data

dari Technasia, perusahaan media dan

teknologi swasta yang berbasis di

Singapura, yang melaporkan 35,4 juta

orang Indonesia sudah menggunakan

Facebook — populasi Facebook terbesar

kedua dan berkembang di dunia — dengan

4,8 juta lainnya terlibat di Twitter —

256
populasi terbesar keempat dan terus

bertambah di Dunia.96

Dengan cara ini, IS dapat merekrut

secara langsung melalui calon kandidat

melalui ruang obrolan, situs web yang

memposting berbagai dokumen dan blog

tertulis, dan penggunaan berkualitas tinggi

menghasilkan dan video yang sangat

grafis dari jihadis dalam aksi. Salah satu

situs tersebut adalah Millah Ibrahim, yang

menurut Fealy adalah salah satu situs pro-

IS yang paling banyak dikunjungi dan

96
Kirk Johnson, The Longue Duree: Indonesia’s
Response To The Threat Of Jihadist Terrorism 1998–
2016, hal: 78

257
utama, yang memiliki penghitung

pengunjung bahwa pada Januari 2016

digambarkan 700.000 pengunjung dari

yang 172.000 dipancarkan dari

Indonesia.97 Menurut pengamat terorisme

Solahudin situs ini digunakan oleh Aman

Abdurahman untuk mengunggah tulisan –

tulisannya yang digunakan sebagai

propaganda dan menjadi penggerak dalam

melakukan aksi terorisme.98 Kemkominfo

97
Ibid, hal: 79
98
Nursita Sari, Propaganda ISIS Banyak Diunggah di
Situs Web Milik Aman Abdurrahman,
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/17/1
8285471/propaganda-isis-banyak-diunggah-di-situs-
web-milik-aman-abdurrahman diakses 28 Agustus
2018.

258
kemudian merespon dengan memblokir

situs tersebut di Indonesia pada tahun

2015.

Kementerian komunikasi dan

informasi melalui adan permintaan Badan

Nasional Penanggulangan Terorisme

(BNPT) kemudian merespon dengan

memblokir 22 situs atau laman media

islam berdasarkan surat No

149/K.BNPT/3/2015 tentang

Situs/Website Radikal ke dalam sistem

filtering Kemkominfo. Kementerian

Komunikasi dan Informatika

(Kemkominfo) kemudian melakukan

259
pemblokiran melalui surat edaran kepada

para penyelenggara Internet Service

Provider (ISP) agar memasukkan daftar

22 situs ke dalam sistem filtering. Ada

empat kriteria kriteria khusus sebuah situs

dianggap radikal sehingga diblokir yaitu

Pertama, ingin melakukan perubahan

dengan cepat menggunakan kekerasan

dengan mengatasnamakan agama. Kedua,

Takfiri atau mengkafirkan orang lain.

Ketiga mendukung, menyebarkan dan

mengajak bergabung dengan ISIS dan

keempat memaknai jihad secara terbatas.99

99
Putu Merta Surya, Memblokir Radikalisme di Dunia
Maya,

260
Polri mjuga melakukan kepada mantan

napiter, termasuk bantuan ekonomi

kepada mereka dan keluarga mereka, turut

memperkuat deradikalisasi dalam jangka

panjang. Dengan begitu, secara tidak

langsung Polri dapat terus menjalin

hubungan dengan mereka, sambil

mengawasi mereka, dan menciptakan

jarak antara mereka dengan kelompok

mereka yang lama. Dengan cara yang

(https://www.liputan6.com/news/read/2206278/me
mblokir-radikalisme-di-dunia-maya diakses 28
Agustus 2018)

261
sama, Polri juga dapat terus menggali

informasi dari mereka. 100

C. Resolving Regional Conflict

Konflik regional merupakan salah satu

ancaman pada kedaulatan negara dan

memunculkan bibit – bibit ekstremisme.

Hal ini seperti yang telah penulis sebutkan

dalam Bab 3 ancaman besar kedua

terhadap integritas nasional dari negara

yang baru mendemokratisasi adalah

munculnya kekerasan komunal yang

100
Ihsan Ali Fauzi dan Solahudin, Deradikalisasi di
Indonesia: Riset dan Kebijakan dalam Kebebasan,
Toleransi dan Terorisme Riset dan Kebijakan Agama di
Indonesia, Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan
Paramadina Jakarta, 2017, hal: 239.

262
terjadi di daerah-daerah seperti Sulawesi

Tengah, Kalimantan, Maluku, dan Maluku


101
Utara. Konflik yang pernah terjadi

seperti konflik di Maluku menjadi tempat

bagi organisasi ekstrim untuk melakukan

jihad. Hal ini dilakukan oleh laskar jihad

ketika mengirim 3000 pasukan untuk ikut

berperang di Maluku pada saat konflik

Ambon Berlangsung. 102

Konflik yang membahayakan kawasan

regional di Asia Tenggara adalah konflik

yang terjadi di Filipina. Konflik di

Marawi, Pulau Mindanao, Filipina

101
Adrian Vickers, opcit, hal: 214 - 217
102
Kirk Johnson, ibid, hal: 29

263
merupakan konflik yang mengancam

keamanan regional. Konflik di Marawi

secara langsung yang berarti bahwa

pemerintah Presiden Jokowi harus

bertindak cepat dan tegas. Konflik di

Marawi yang melibatkan Kelompok

Maute dan Abu Sayyaf yang merupakan

kelompok penculik dan juga berafiliasi

dengan IS. Setidaknya 14 orang Indonesia

diketahui telah tewas dalam konflik

Marawi, dan polisi Indonesia telah

melakukan tujuh penangkapan yang

melibatkan orang Indonesia yang

berencana melakukan perjalanan ke

264
Mindanao atau sebaliknya mendukung IS.

Selain itu, di hari yang sama, IS merilis

video terbaru yang lebih agitatif lewat Al-

Hayat Media Center. Isinya, ajakan

kepada simpatisan “Daulah di Asia

Timur”, khususnya dari Malaysia dan

Indonesia, agar “berjihad” ke Marawi.

Seruan ini seringkali disikapi secara serius

oleh simpatisan ISIS. Beberapa bulan

sebelum serangan Marawi digelar, pesan

berantai agar ikut ke Filipina selatan

diserukan kepada para simpatisan di Asia

Tenggara. Hasilnya, puluhan pejuang

asing dinyatakan ikut bertempur.

265
Kehadiran mereka malah membuat konflik

Marawi makin rumit.Marawi juga telah

mengekspos setidaknya empat jaringan

yang beroperasi untuk memfasilitasi

perjalanan orang Indonesia ke Mindanao.

Salah satunya, kelompok Sulawesi

Mujahadin Indonesia Timur, memimpin

pemberontakan di luar Poso di Sulawesi

Tengah antara tahun 2011 dan 2016.

Penyampaian pesan oleh IS melalui media

Meskipun kemungkinan akibat serangan

besar-besaran Marawi di Indonesia adalah

rendah karena tidak adanya

pemberontakan yang ada untuk menarik

266
para pejuang, konflik Marawi dapat

mengilhami serangan teror lebih lanjut di

Indonesia. 103 Sejak perang Kota Marawi

berkecamuk, pemerintah Indonesia dan

Filipina mengetatkan pengamanan di Laut

Sulawesi.

Saat konflik komunal di Ambon dan

Poso, antara 1998-2001, ada hubungan

simbiosis antara milisi pemberontak di

Mindanao dan Indonesia. Mindanao kerap

jadi tempat pelarian teroris asal Indonesia.

Di sisi lain, Ambon dan Poso sering

103
Greg Raymond, Counterterrorism Yearbook 2018,
Barton, Australian Strategic Policy Institute, 2018, hal:
22

267
dijadikan pasar menguntungkan untuk

menjual senjata ilegal oleh para milisi

pemberontak Mindanao. Dua transaksi

simbiosis ini sering melewati Laut

Sulawesi dan ketika Marawi memanas,

pintu-pintu ini berusaha ditutup serapat

mungkin.104

Konflik regional di Mindanao sudah

berlangsung sejak tahun 1970 terjadi

karena keinginan minoritas muslim ingin

memiliki wilayah otonom di Mindanao.

Indonesia menjadi mediator perjanjian

104
Aqwam Fiazmi Hanifan, Inilah Jalur Para Militan
ISIS dari WNI ke Marawi, (https://tirto.id/inilah-jalur-
para-militan-isis-dari-wni-ke-marawi-cvja diakses 28
Agutus 2018)

268
damai MNLF-Filipina pada tahun 1993,

yang kemudian berujung pada

disepakatinya perjanjian damai pada 2

September 1996 di Manila, Filipina.

Dalam konflik di Mindanao,

Muhammadiyah menjadi bagian dari salah

satu International Contact Grup sebagai

fasilitator perdamaian di Filipina.

Muhammadiyah melalui tim yang

dikirmnya kemudian menyusun sebuah

program 5 tahunan untuk mengubah pola

organisasi MILF dari organisasi yang

berbasiskan organisasi perlawanan

bersenjata menjadi organisasi sosial

269
keagamaan yang berbasiskan organisasi

sosial, pendidikan, ekonomi sehingga

perdamaian di Mindanao akan lebih

mudah terwujud. 105

Pemerintah Indonesia dalam

penyelesaian konflik di Filipina

mengirimkan Tim Pengamat Indonesia

atau TPI dalam program International

Monitoring Team (IMT) yang

beranggotakan Malaysia, Brunei

Darussalam dan Uni Eropa tahun 2017 -

2018. IMT memiliki tugas untuk

105
Surwandono, Relevansi Pelembagaan Investasi
Ekonomi Berbasis Shariah Pada Masyarakat Muslim di
Mindanao, Jurnal Hubungan Internasional Vol.4 Edisi
1 April 2015, Hal: 39

270
memonitor situasi dan mendorong

terciptanya situasi kondusif di lapangan

yang mendukung proses negosiasi

perdamaian antara Pemerintah Filipina

dan Moro Islamic Liberation Front

(MILF). Pengiriman TPI ini sudah

berlangsung sejak tahun 2012 dan telah

mengirimkan 84 personil dengan unsur

militer dan sipil. Indonesia akan upayakan

dukungan aspek development, antara lain

melalui bantuan pendidikan atau

peningkatan kapasitas masyarakat

271
Mindanao, khususnya melalui Kerja Sama

Selatan-Selatan (KSS).106

Penyelesaian dengan jalan damai yaitu

melalui mediasi dan negosiasi harus lebih

diutamakan dalam penyelesaian konflik.

Tawaran yang dimiliki oleh mediasi dan

negosiasi lebih menguntungkan dua belah

pihak yang berkonflik. Peran pihak ke tiga

dalam mediator dalam proses negosiasi

penting adanya agar dapat menghasilkan

hasil yang win-win solution bagi kedua

belah pihak. Hal ini terbukti pada saat

106
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,
Penyambutan Tim Pengamat Indonesia (TPI) dalam
International Monitoring Team (IMT) di Filipina
Selatan, (

272
penyelesaian konflik antara Gerakan Aceh

Merdeka atau GAM dengan pemerintah

Indonesia. Konflik dalam negeri harus

diantisipasi dan diselesaikan agar konflik

komunal tidak terulang kembali.

Sedangkan konflik di kawsan Asia

Tenggara seperti di Filipina dan Myanmar,

Indonesia dapat terus berperan aktif agar

terjadi stabilitas di kawasan Asia Tenggra

dan tidak berpengaruh terhadap keamanan

dalam negeri. Sehingga terorisme global

tidak memiliki ruang dan akses untuk

berjihad. Indonesia, juga terus

mengupayakan perdamaian di kawasan

273
Timur Tengah seperti dalam konflik Israel

– Palestina dan mendorong organisasi

Internasional seperti PBB dan OKI dalam

penyelesaian konflik dengan jalan damai

demi terciptanya keamanan, perdamaian

dan stabilitas global.

274
BAB V
KESIMPULAN

Tindakan terorisme merupakan

ancaman bagi keamanan global, termasuk juga

di Indonesia. Terorisme telah berlangsung

sejak lama yaitu ketika dalam revolusi

Perancis yang kala itu digunakan oleh

Pemerintah Perancis untuk meredam

anarkisme. Peristiwa yang memengaruhi

terorisme sebagai isu ancaman global adalah

ketika pada tahun 2001 ketika gedung WTC

diserang oleh kelompok Al – Qaeda,

kelompok terorisme global yang kemudian

menjadi agenda utama Amerika yaitu Global

War on Teror yang dicetuskan oleh presiden

275
Bush. Asosiasi terorisme dengan islam

kemudian menimbulkan islamophobia atau

ketakutan terhadap islam dan menimbulkan

sentimen negatif terhadap islam.

Sejarah terorisme di Indonesia tidak

lepas dari berdirinya DI atau Darul Islam yang

didirikan oleh Kartosuwiryo pada tahun 1949

yang ingin mendirikan Negara Islam di

Indonesia. Ancaman terorisme global di

Indonesia muncul ketika peristiwa bom Bali

pada tahun 2001 yang didalangi oleh

kelompok Jamah Islamiyah yang berfiliasi

dengan Al – Qaeda. Kemudian berdirinya

kelompok Islamic State of Iraq and Syiria

276
yang kemudian menjadi IS menjadikan

ancaman terorisme di Indonesia tidak surut.

Banyak dari simpatisan – simpatisan dan

organisasi yang berafiliasi dengan IS dengan

ideologinya yang ekstrim dan radikal

melancarkan teror dan aksi di Indonesia dan

membahayakan keamanan dan meresahkan

masyarakat.

Dieperlukan sinergitas dari

Pemerintah dan rakyat Indonesia dalam

membendung terorisme. CIST yang

memadukan antara soft approach dan hard

approach yang terbagi atas Strategic counter

terrorism, Operational counter terrorism, dan

277
Resolving regional conflict digunakan sebagai

strategi dalam membendung terorisme global.

Strategic counter terrorism yaitu dengan cara

mempromosikan ideologi islam moderat yang

penuh cinta damai, toleransi dan rahmatan lil

alamin melalui organisasi islam dan ulama

untuk melawan ideologi teroris yang ekstrim

dengan bantuan media, melalui pendidikan

dan penanaman nilai – nilai luhur Pancasila

dalam pendidikan formal dan seminar –

seminar, dan payung hukum penindakan

terorisme yaitu UU No 15 Tahun 2003 tentang

pemberantasan tindak pidana terorisme yang

didalamnya secara komprehensif mencakup

278
tentang mulai dari definisi hingga penindakan

terorisme di Indonesia. Operational counter

terrorism yang menggabungkan soft approach

dan hard approach dilakukan oleh lembaga

penegak hukum yaitu kepolisian melalui

Densus 88, TNI, dan BNPT dengan BNPT

sebagai koordinatornya. Pelaksanaan operasi

yang bertujuan memutus sel dan jaringan

terorisme yang dianggap sebagai kejahatan

kemanusiaan bahkan kejahatan luar biasa

harus disertai dengan cara yang manusiawi.

Resolving regional conflict atau penyelesaian

konflik regional seperti yang terjadi di

Filipina, Myanmar dan Timur Tengah juga

279
terus diupayakan oleh Indonesia melalui

forum – forum dan mendorong organisasi

internasional seperti PBB dan OKI untuk ikut

membantu agar tercipta perdamaian,

keamanan, dan stabilitas global.

280
Daftar Pustaka
Buku
Assad, M. H. (2014). ISIS Organisasi Teroris Paling
Mengerikan Abad Ini. Zahira: Jakarta
Selatan.
Hardiman, B. (2003). Terorisme Paradigma dan
Definisi . In R. Marpaung, & A. Araf,
Terorisme Definisi Aksi dan Regulasi (pp.
6-7). Jakarta: IMPARSIAL.
Hoffman, B. (2003). Inside Terrorism. Washington
DC: Brooking Institution Press.
Suaib Tahir, A. M. (2016). Ensikopedi Pencegahan
Terorisme. Jakarta: BNPT.
E-Book
Aldis, A., & Herd, G. P. (2007). THE IDEOLOGICAL
WAR ON TERROR: Worldwide strategies
for counter-terrorism. New York:
Routledge.

281
Aspinall, E. (2013). “How Indonesia Survived:
Comparative Perspectives on State
Disintegration and Democratic
Integration. In M. K. Stepan, Democracy
and Islam in Indonesia (p. 127). New
York: Columbia University Press.
Atmasasmita, R. (2000). Pengantar Hukum
Pidana Internasional . Bandung : PT
Rafika Aditama .
Blin, G. C. (2007). The Golden Age of Terrorism.
In G. C. Blin, The History of Terrorism
from Antiquity to Al Qaeda (p. 175).
California: University of California Press.
Blin, G. C. (2007). Introduction. In G. C. Blin, The
History of Terrorism (p. 8). California:
University of California Press.
Galamas, F. (2015). Terrorism in Indonesia: An
Overview. IEEE.
Greg Raymond. (2018). Southeast Asia. In A. S.
Institute, Counter Terrorism Yearbook
2018 (p. 22). Barton: Australian Strategic
Policy Institute.
Gunaratna, R. (2007). Ideology In Terrorism and
Counter Terrorism Lessons from al

282
Qaeda. In A. A. Herd, The Ideological War
on Terror (p. 40). New York: Routledge.
Gunaratna, R. (2007). COMBATING AL JAMA’AH
AL ISLAMIYYAH IN SOUTHEAST ASIA. In
G. P. Anne Aldis, THE IDEOLOGICAL WAR
ON TERROR (p. 125). New York:
Routledge.
Ihsan Ali-Fauzi, S. (2017). Deradikalisasi di
Indonesia: Riset dan Kebijakan. In Z. A.
Ihsan Ali-Fauzi, Kebebasan, Toleransi dan
Terorisme Riset dan Kebijakan Agama di
Indonesia (p. 239). Jakarta Selatan: Pusat
Studi Agama dan Demokrasi Yayasan
Paramadina.
Jenkins, B. M. (1990). International Terrorism:
The Other World War. In J. Charles W.
Kegley, International Terrorism:
Characteristic, Causess, Controls (p. 28).
California: St. Martin Press.
Johnson, K. A. (2016). The Loinge Duree:
Indonesia's Response To The Threat of
Jihadist Terrorism 1998 - 2016.
California: Naval Postgraduate School.
Jones, S. (2013). Indonesian Government
Approaches to Radical Islam Since 1998.
In M. Kunker, & A. Stephen, Democracy

283
and Islam in Indonesia (pp. 109-116).
New York: Columbia University Press.
Klein, N. (2008). The Shock Doctrine . New York:
Metropolitan Books.
2011-tentang-intelijen-negara-2/
Malley, M. (2003). Indonesia: The Erosion of
State Capacity,” in State Failure and
State Weakness in a Time of Terror. In R.
I. Rotberg, State Failure and State
Weakness in a Time of Terror (pp. 191-
192). Washington DC: Brookings
Institution Press.
Mardenis. (2011). Pemberantasan Terorisme:
politik internasional dan politik hukum
nasional Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers.
Merari, A. (2007). Terrorism as Strategy of
Insurgency. In G. Chaliand, & A. Blin, The
History of Terrorism from Antiquity to Al-
Qaeda (pp. 13-14). California: University
of California Press.
Mubarok. (2010). Stigmatisasi Pemberitaan
Terorisme di Media Massa. Semarang:
Universitas Diponegoro.

284
Riyadi, R. K. (2008). Hukum Hak Manusia.
Yogyakarta: Pusham UII.
Solahudin. (2013). The Roots of Terrorism in
Indonesia: From Darul Islam to Jema’ah
Islamiyah. Sydney: University of New
South Wales Press.
Vickers, A. (2013). A History of Modern
Indonesia. California: Cambridge
University Press.
Wilkinson, P. (2011). Terrorism versus
Democracy. New York: Routledge.
Winarno, B. (2014). Dinamika Isu-Isu Glabal
Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.
E – Jurnal
Djelantik, S. (2006). “Terrorism in Indonesia: The
Emergence of West Javanese Terrorists.”
International Graduate Student
Conference Series No. 22, 7.
Muhammad, A. (2014). “Indonesia’s Way To
Counter Terrorism 2002—2009: Lesson
Learned.” Journal of Government and
Politics Vol.5 No.2, 192.

285
Nia, M. M. (2010). “From Old to New Terrorism:
The Canging Nature of International
Security.” Globality Studies Jurnal, 4.
Subhan, M. (2016). “Pergeseran Orientasi
Gerakan Terorisme Islam di Indonesia” .
Journal of International Relations, 59-67.
Sulfasyah, J. A. (2016). “Implikasi Pendidikan
Nonformal Pada Remaja” . Jurnal
Equilibrium Pendidikan Sosiologi , 1-2.
Surwandono. (2015). “Relevansi Pelembagaan
Investasi Ekonomi Berbasis Shariah Pada
Masyarakat Muslim di Mindanao.” Jurnal
Hubungan Internasional Volume 4 Edisi
1, 39.
Media Massa Online
Abrori, F. (2015, Desemeber 31). Kronologi Salah
Tangkap Densus 88 di Solo. Retrieved
from
https://www.liputan6.com/news/read/2
401439/kronologi-salah-tangkap-densus-
88-di-solo
Arnaz, F. (2016, Mei 10). Operasi Tinombala, TNI-
Polri Kepung Santoso dari Segala Arah.
Retrieved from Berita Satu:
http://www.beritasatu.com/nasional/36

286
4179-operasi-tinombala-tnipolri-kepung-
santoso-dari-segala-arah.html
BBC. (2014, Agustus 25). Revisi UU Terorisme
untuk 'Mencegah' ISIS . Retrieved from
BBC News Indonesia:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_
indonesia/2014/08/140825_isis_indones
ia_bnpt_tegas
CNN Indonesia. (2018, Mei 18). Perbedaan Pola
Jihad dan Sepak Terjang Teroris di
Indonesia . Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/nasional
/20180517194034-20-
299072/perbedaan-pola-jihad-dan-
sepak-terjang-teroris-di-indonesia
Erdianto, K. (2017, September 15). Tak Ada Lagi
Perdebatan, RUU Anti-terorisme Akan
Disahkan Awal Desember. Retrieved
from Kompas.com:
http://nasional.kompas.com/read/2017/
09/15/17091911/tak-ada-lagi-
perdebatan-ruu-anti-terorisme-akan-
disahkan-awal-desember
Faruq, D. U. (2018, Mei 16). Pasutri Jadi Korban
Salah Tangkap. Retrieved from
Nusantara:
https://nusantara.medcom.id/jawa-

287
timur/peristiwa-jatim/zNAwVv2k-
pasutri-jadi-korban-salah-tangkap
Fatimah, S. (2012, September 11). BNPT bantah
isu terorisme demi kenaikan anggaran.
Retrieved from Sindonews.com:
https://nasional.sindonews.com/read/67
1721/14/bnpt-bantah-isu-terorisme-
demi-kenaikan-anggaran-1347357019
Ginanjar, G. (2016, Januari 20). Revisi UU
Terorisme Dikhawatirkan akan
Merugikan Warga. Retrieved from BBC:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_
indonesia/2016/01/160120_indonesia_r
evisi_uu_teror
Hanifan, A. F. (2017, Agustus 25). Inilah Jalur
Para Militan ISIS dari WNI ke Marawi.
Retrieved from Tirto.id:
https://tirto.id/inilah-jalur-para-militan-
isis-dari-wni-ke-marawi-cvja
Harususilo, Y. E. (2018, Agustus 14).
Kompas.com: Lawan Terorisme BNPT
Berikan Pembekalan Mahasiswa Baru.
Retrieved from
https://edukasi.kompas.com/read/2018/
08/14/23330431/lawan-terorisme-bnpt-
berikan-pembekalan-mahasiswa-baru-its

288
Kami, I. M. (2017, 24 Oktober). Sah Jadi UU Ini Isi
Lengkap Perppu Ormas. Retrieved from
detikNews:
https://news.detik.com/berita/3698291/
sah-jadi-uu-ini-isi-lengkap-perppu-ormas
Kharisma, W. (2016, Agustus 7). Tito Karnavian:
UU Terorisme Perlu Direvisi. Retrieved
from Pikiran Rakyat: http://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/2016/08/07/tito-
karnavian-uu-terorisme-perlu-direvisi-
376830
Kharisma, W. (2016, Agustus 7). Tito Karnavian:
UU Terorisme Perlu Direvisi. Retrieved
from Pikiran Rakyat: http://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/2016/08/07/tito-
karnavian-uu-terorisme-perlu-direvisi-
376830
KumparanNEWS. (2017, Mei 25). Isi Lengkap UU
Terorisme. Retrieved from
https://kumparan.com/@kumparannew
s/isi-lengkap-uu-antiterorisme
Sari, N. (2018, April 17). Propaganda ISIS Banyak
Diunggah di Situs Web Milik Aman
Abdurrahman. Retrieved from
Kompas.com:
https://megapolitan.kompas.com/read/2

289
018/04/17/18285471/propaganda-isis-
banyak-
Southall, A. (2017, Agustus 7). Man Killed in 9/11
Attacks Is Identified by DNA Testing: The
New York Times. Retrieved from The
New York Times:
https://www.nytimes.com/2017/08/07/
nyregion/9-11-victim-identified-by-dna-
testing.html
Surya, P. M. (2015, April 2). Memblokir
Radikalisme di Dunia Manya. Retrieved
from Liputan6:
https://www.liputan6.com/news/read/2
206278/memblokir-radikalisme-di-dunia-
maya
Thamtomo, A. B. (2018, Mei 28). INFOGRAFIK:
Pasal-pasal Penting dalam UU
Antiterorisme. Retrieved from
Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2018
/05/28/14455721/infografik-pasal-pasal-
penting-dalam-uu-antiterorisme
The Economist. (2016, Januari 21). The eastern
fringe of the Muslim world worries about
Islamic State's influence. Retrieved from
The Economist:
https://www.economist.com/news/asia/

290
21688918-eastern-fringe-muslim-world-
worries-about-islamic-states-influence-
after-jakarta
Tirto.id. (2018, Mei 14). Poin-Poin Krusial yang
Perlu Dicermati dari RUU Terorisme.
Retrieved from https://tirto.id/poin-
poin-krusial-yang-perlu-dicermati-dari-
ruu-terorisme-cKpw
Wardah, F. (2018, Maret 18). Komnas HAM:
Densus 88 Lakukan Pelanggaran HAM.
Retrieved from
https://www.voaindonesia.com/a/16234
61.html
Washington Post. (2001, September 20). The
Washington Post Online: Text: President
Bush Address the Nation. Retrieved
Oktober 23, 2017, from The Washington
Post Online:
https://www.washingtonpost.com/wp-
Internet
Institute For Policy Analysis of Conflict. (2016,
Mei 13). IPAC. Retrieved from Violent
Extremism:
http://www.understandingconflict.org/e
n/conflict/index/4/Violent-Extremism.

291
Ashie, L. (2015, Agustus). AN ANALYSIS OF
GLOBALIZATION AS A CATALYST FOR
INTERNATIONAL TERRORISM. Retrieved
from
http://ugspace.ug.edu.gh/bitstream/han
dle/123456789/8641/An%20Analysis%2
0of%20Globalization%20as%20a%20Cata
lyst%20for%20International%20Terroris
m%20-
%202015.pdf?sequence=1&isAllowed=y
BHP UMY. (2016, Juli 28). Pelaku Terorisme Sasar
Generasi Muda. Retrieved from
http://www.umy.ac.id/pelaku-terorisme-
sasar-generasi-muda.html
Central Intelligence Agency. (2018, July 12). The
World Fact Book: Indonesia. Retrieved
from Central Intelligence Agency:
https://www.cia.gov/library/publications
/the-world-factbook/geos/id.html
DPR RI. (2002). Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia: Undang - Undang Dasar 1945.
Retrieved from
http://dpr.go.id/jdih/uu1945
DPR RI. (2015, Januari 25). RISALAH RAPAT
DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI
DENGAN BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) .

292
Retrieved from DPR.go.id:
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/
K3-23-
186ebed3d2a72e30fb7100e75236837b.p
df
Encyclopedia Britannica. (2016, Oktober 14). Al-
Qaeda Islamic militant organization:
Encyclopedia Britannica. Retrieved from
Encyclopædia Britannica :
https://www.britannica.com/topic/al-
Qaeda
Institute for Economics and Peace. (2015,
November). Global Terrorism Index.
Retrieved from economicsanpeace.org:
http://economicsandpeace.org/wp-
content/uploads/2015/11/Global-
Terrorism-Index-2015.pdf
Institute for Economy and Peace. (2017). Global
Terrorism Index 2017. Sydney: Institute
for Economy and Peace.
Institute for Policy Analysis of Conflict. (2016).
DISUNITY AMONG INDONESIAN ISIS
SUPPORTERS AND THE RISK OF MORE
VIOLENCE. Jakarta: IPAC.
Jackson, R. (2017, April 27). War on terrorism:
Encyclopædia Britannica. Retrieved from

293
www.britannica.com:
https://www.britannica.com/topic/war-
on-terrorism
Kebudayaan, K. P. (2012, Desember). Dokumen
Kurikulum 2013. Retrieved from
http://yogyakarta.kemenag.go.id
Kemenkumham. (2014). Peraturan.go.id: Proses
Pembentukan Undang-Undang.
Retrieved from Peraturan.go.id:
http://peraturan.go.id/welcome/index/p
rolegnas_pengantar.html
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat. (2014,
Oktober 8). UU Nomor 17 Tahun 2011
Tentang Intelijen Negara. Retrieved from
ELSAM :
http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-
nomor-17-tahun-
Muladi. (2004, Januari 28). Penanggulangan
Teroris Sebagai Tindak Pidana Khusus.
bahan seminar PengamananTeroris
Sebagai Tindak Pidana Khusus. Jakarta .
National Consortium for the Study of Terrorism
and Responses to Terrorism (START).
(2016). Global Terrorism Database.
Retrieved from www.start.umd.edu/gtd:
https://www.start.umd.edu/gtd/search/

294
Results.aspx?page=15&search=Indonesia
&expanded=no&charttype=line&chart=o
vertime&ob=GTDID&o d=desc#results-
table.
Setara Institute. (2016, Maret 15). Pernyataan
Pers Setara Institute Catatan Kritis
tentang Revisi UU No 15 Tahun 2003.
Retrieved from http://setara-
institute.org/wp-
content/uploads/2016/03/2016_Maret-
3_Catatan-Kritis-atas-Revisi-UU-No.-15-
tahun-2003-tentang-Terorisme.pdf
UNHR OHCR. (n.d.). UNHR OHCR : What are
human rights? Retrieved from ohcr.org:
http://www.ohchr.org/EN/Issues/Pages/
WhatareHumanRights.aspx
United Nation Secretary General. (2004). The
Secretary-General’s High-level Panel
Report on Threats, Challenges and
Change, A more secure world: our shared
responsibility. United Nation.

295

Anda mungkin juga menyukai