Anda di halaman 1dari 30

BRIEF PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH TERAPI MUSIK TERADAP KUALITAS TIDUR PASIEN

DENGAN HIPERTENSI DI RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

PENELITIAN PRE & POST TEST EXPERIMENT

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Pada Program Studi Keperawatan Strata 1

STIKES RS.Baptis Kediri

Oleh:

ENDRO NOPFANTIYANTO AKAS

NIM: 01.2.16.00537

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA 1

STIKES RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu

periode (wajan juni, 2011). Pada pemeriksaan darah akan didapat dua angka.

Angka yang lebih tinggi diperoleh saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang

lebih rendah saat jantung berrelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari

120/80 mmhg didefinisikan normal. Pada hipertensi biasanya terjadi jika pada

tekanan darah 140/90 mmhg atau ke atas (alfeus manuntung, 2018). Pada sebagian

besar penderita hipertensi tidak mengalami gejala, meskipun tidak sengaja

beberapa gejala terjadi bersamaan dan dapat dipercaya berhubungan dengan

tekanan darah tinggi, gejala yang di maksud adalah sakit kepala, pusing dan

kelelahan. Yang bisa saja terjadi baik pada pernderita hipertensi, maupun pada

tekanan darah normal (alfeus manuntung, 2018). Jenis kelamin juga erat

hubungannya dengan hipertensi, dimana masa muda dan paruh baya lebih

cenderung tinggi penyakir hipertensi pada laki laki dan pada wanita lebih tinggi

setelah usia 55 tahun ketika sorang wanita mengalami menopause (depkes, 2010).

Penatalaksanaan hipertensi antara lain pencegahan pada sasaran individu yang

memiliki tekanan darah tinggi, riwayat hipertensi, gaya hidup terkait denan usia

yang meningkatkan tekanan darah, asupan tinggi natrium, inaktifitas fisik, dan

keputusan terapi untuk pasien hipertensi berdasarkan tingkat peningkatan tekanan

darah (brashers, dalam waja juni, 2011). Tindakan nonfarmakologis dapat

1
dijadikan sebagai pendamping atau pendukung terapi farmakologis yang sudah

didapatkan diantaranya adalah terapi musik klasik.

Data Global Status Report on Noncommunicable Disesases 2010 dari

WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita

hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang posisi

puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Amerika menempati posisi dengan

35%. Di kawasan Asia Tenggara, 36% orang dewasa menderita hipertensi

(Depkes, 2010). Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan bahwa terdapat 1

milyar orang di dunia menderita hipertensi dan 2/3 diantaranya berada di Negara

berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang pada tahun 2011. Prevalensi

hipertensi diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025

sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi, sedangkan di

Indonesia angkanya mencapai 31,7% (Kemenkes RI, HKS 2013). Data jumlah

penderita hipertensi yang diperoleh dari Dinkes Propinsi Jawa Timur terdapat

275.000 jiwa penderita hipertensi pada tahun 2010. Kediri menduduki urutan

keempat dengan jumlah penderita hipertensi sebanyak 38.626 jiwa (Dzikrina,

2011). Data dari Dinas Kesehatan Kota Kediri bagian Yankes melaporkan tahun

2012 jumlah kunjungan kasus hipertensi sebesar 45.937. Pada sebagian besar

penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun penderita mengalami

gejala yang timbul secara bersamaan dan yang dipercayai berhubungan dengan

tekanan darah tinggi, gejala yang di maksud adalah sakit kepala, perdarahan pada

hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada

penderita hipertensi, maupun pada seorang dengan tekanan darah normal. Jika

hipertensi berat dan menahun dan tidak diobati dapat menimbulkan sakit kepala,

2
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, kegelisahan, pandangan kabur yang terjadi

akibat kerusakan otak, mata, dan jantung serta ginjal (alfeus manuntung, 2018).

Komplikasi hipertensi dapat mengakibatkan stroke ketika hipertensi sudah kronik

ditandai apabila arteri ateri darah di otak mengalami penebalan ataupun hipertropi

sehingga aliran darah ke daerah otak berkurang sehingga mengakibatkan

arterosklerosis pada otak (corwin, dalam alfeus manuntung, 2018). Pemeriksaan

diasnostik sangat diperlukan untuk menetapkan diagnosa diantaranya pemeriksaan

hitung darah lengkap, kimia darah, cek elektrolit, dan pemeriksaan urin (wajan

juni, 2011).

Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh

darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke, pengurangan

frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan gejala. Target

tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan oleh berbagai studi pada

pasien hipertensi dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan

darah sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg (arieska,

2015). Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan resiko terjadinya

penyakit stroke, jantung, dan gagal ginjal kongestif. Keberhasilan terapi

bergantung pada pendidikan kesehatan pasien, pemilihan obat yang tepat, dan

tindak lanjut yang cermat (alfeus manuntung, 2018). Non farmakologis Menjalani

pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan

secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan

kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor

risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana

tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka

3
waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau

didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk

memulai terapi farmakologi (arieska, 2015). Terapi non farmakologis seperti

terapi musik klasik dapat menurunkan tekanan darah penderita hipertensi baik

menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik (andhika, 2016).

4
1.2 Identifikasi Masalah

Penyebab Angka kejadian


hipertensi: hipertensi di
hipertensi
Hipertensi primer rumah sakit
1. Usia adalah 65%
2. Stress psikologis
3. Hereditas Penatalaksanan :
Hipertensi 1 Nonfarmakologis
sekunder: 1) Akupresur
1. Kelainan 2) Ramuan Cina
pembuluh darah 3) Terapi Herbal
ginjal 4) Pijat
5) Aromaterapi
2. Hipertiroid
6) Biofeedback
3. Kelainan 7) Meditasi
kelenjar adrenal 8) Terapi Musik Klasik
4. Neurogenik 9) Relaksasi Napas Dalam
5. Kehamilan (Ritu Jain, 2011)
(alfeus manuntung, 2 farmakologis
2018). 1) Calcium channel blocker (CCB)
2) Diuretik
3) Nitrat
4) Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
(pedoman tatalaksana hipertensi pada
penyakit kardiovaskuler. 2015)

EDOMAN
Gambar 1.1 Identifikasi masalah pengaruh terapi musik klasik terhadap
TATALAKSANA
kualitas tidur pasien hipertensi.
5) HIPERTENSI
Hipertensi adalah kondisi kronik dimana tejadi beberapa faktor penyebab
PADA PENYAKIT
antara lain penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab hipertensi primer
6) KARDIOVASKUL
Usia, Stres,s psikologis, Hereditas, dan Hipertensi sekunder adalah kelainan
AR
pembuluh darah ginjal, Hipertiroid, Kelainan kelenjar adrenal, Neurogenik

,Kehamilan. Penatalaksanaan dari hipertensi selain penatalaksanaan dengan obat

juga dengan penatalaksanaan nonfarmakolokis diantaranya akupuntur, meditasi,

pola makan, pijat, aromaterapi, terapi musik, relaksasi nafas dalam.

Penelitian ini menerapkan terapi nonfarmakologis terapi musik klasik

untuk mengetahui adalah pengaruh terhadap tekanan darah penderita hipertensi

karena terapi ini dapat dilakukan dengan mudah dan singkat, serta dapat dilakukan

5
secara mandiri oleh pasien. Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisa pengaruh

terapi musik klasik ini terhadap penderita hipertensi di rumah sakit baptis kediri.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang didapat rumusan masalah yaitu, “Bagaimana

efektivitas terapi musik klasik terhadap kualitas tidur pada pasien hipertensi?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

1) Menjelaskan pengaruh terapi musik klasik terhadap kualitas tidur pasien

hipertensi di rawat inap.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) mengidentifikasi kualitas tidur sebelum diberikan terapi musik.

2) menganalisa pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur pasien.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1) Mengembangkan ilmu pengetahuan dengan penanganan secara non

farmakologis pada penderita hipertensi seperti terapi musik klasik

terhadap kualitas tidur pasien selain pemberian obat farmakologis.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Penderita Hipertensi

Sebagai alternatif pengobatan dengan terapi musik klasik dalam upaya

peningkatan kualitas tidur terutama pada pasien dengan hipertensi

selain dengan penggunaan obat farmakologis.

6
2) Bagi RS baptis kediri

Meningkatkan mutu pelayanan dan pengembangan program kesehatan

di rumah sakit dengan menggunakan terapi musik klasik sebagai

intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur pasien yang sedang di

rawat inap.

3) Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu keperawatan dalam

peningkatan kualitas tidur pasien.

4) Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi dalam peningkatan mutu pembelajaran dan

tambahan informasi intervensi keperawatan yang telah dibuktikan

secara ilmiah.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Hipertensi
2.1.1. Pengertian
Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah yang sama atau

melebihi 140 mmhg sistolik dan diastolik 90 mmhg. (alfeus, 2018)

Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan

sistolik lebih dari 140mmhg dan tekanan diastolik 90 mmhg.

Tekanan darah manusia secara alami berfluktasi sepanjang hari.

Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah

tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ mendapat suplay darah

termasuk jantung dan otak menjadi tegang (palmer, 2005 dalam

alfeus, 2018)

2.1.2. Klasifikasi

Menurut palmer dalam alfeus (2018) klasifikasi hipertensi

terbagi menjadi dua :

1. hipertensi primer

Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi,

sekitar 95%. Penyebabnya tidak iketahui jelas, walaupun dikaitkan

dengan kombinasi faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola

makan.

2. hipertensi sekunder

Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus

tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh

8
kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadapt

obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).

2.1.3. Penyebab

Etilogi yang pasti belom diketahui, namun sejumlah interaksi

energi homeostatik saling berkaitan. etikologi sekunder belum juga

pasti penyebabnya. Berikut bebrapa kondisi yang menjadi penyebab

terjadinya hipertensi sekunder (menurut wajan juni, 2011)

a) Penggunaan kontrasepsi hormonal ( esterogen)

b) Penyakit parenkim dan vakuler ginjal

c) Gangguan endokrin

d) Neurologik seperti tumor otak

e) Kehamilan

f) Luka bakar

g) Peningkatan volume intramuskular

h) Merokok

2.1.4. Tanda gejala

Pada sebagian besar hipertensi tanpa gejala atau disebut silent

killer. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara

lain : sakit kepala, palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting, ansietas,

keringat berlebih, tremor otot, nyeri dada, epitaksis, pandangan kabur

atau ganda, serta kesulutan tidur (wajan juni, 2011).

9
2.2. Konsep kualitas tidur

2.2.1. Pengertian

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan

reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat

dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup.

Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang

bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan

respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2012).

2.2.2. Jenis tidur

Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori

yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement –

REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye

Movement – NREM) (Asmadi, 2012).

a) Tidur REM

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak

sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat

sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot – otot

kendur, tekanan darah bertambah, garakan mata cepat (mata

cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung meningkat,

ereksi penis pada laki – laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan

jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu

dan metabolisme meningkat.

10
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka

akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut

1) Cenderung Hiperaktif.

2) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya

labil).

3) Nafsu makan bertambah.

4) Bingung dan curiga.

b) Tidur NREM

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam.

Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan

pada orang yang sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur

NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan

darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan

gerakan bola mata lambat.

Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing

tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.

Keempat tahap tersebut yaitu :

a) Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih

dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan

seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi

lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata

bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan

pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi

11
penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa. Seseorang

yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.

b) Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus

menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata

berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan –

lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan

turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang

berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik. Gelombang – gelombang

ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II berlangsung

sekitar 10 – 15 menit.

c) Tahap III

Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot

lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan,

dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat

dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG

memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2

siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit

untuk dibangunkan.

d) Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada

dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik

yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG

tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan

12
frekuensi 1 – 2 siklus/detik. Denyut jantung dan pernapasan

menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat terjadi

mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan

tubuh.

Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni tahap

V. Tahap kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah

tahap IV seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai

dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang

berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap sebelumnya.

Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi

mimpi.

2.3. Konsep terapi musik (klasik)

2.3.1. Definisi

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat

diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli

terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping

(Samuel, 2007 dalam Pratiwi 2014).

Musik klasik adalah komposisi musik yang lahir dari budaya

Eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk

membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan

sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat

kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan

menurunkan tingkat stress (Musbikin, 2009 dalam Pratiwi 2014).

13
2.3.2. Manfaat Terapi Musik

Peranan musik bagi tubuh adalah :

a) Dalam kehidupan psikofisik seseorang, musik merupakan

alat hiburan salah satu betuk stimulus yaang dapat

merangsang respons bayi sejak dikandung ibu (

habermayer 1999 dalam anik 2011)

b) Musik dapat berfungsi sebagai alat terapeutik, artinya

dapat menyembuhkan karena ritme internal yang tercipta

bagi pendengarnya akan mempengaruhi metabolisme tubuh

menjadi lebih baik.

c) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

d) Musik untuk tujuaan terpai akan bermanfaat bila dilakukan

ditempat khusus, dipandu oleh ahli/pakarnya

e) Dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Menurut prof utami munandar (guru besar fakultas psikologi

universitas indonesia) mengatakan :

a) Mendengarkan musik klasik sebenarnya merupakan bagian dari

bebrapa stimulasi yang biasanya diberikan

b) Makin sering dan teratur prangsangannya makin efektif

pengaruhnya

c) Musik akan merangsang perkembangan sel otak

2.3.3. hubungan musik dengan fungsi otak

1) Otak manusia terdiri dari belahan kanan dan kiri, otak mulai

terbentuk dari lahir.

14
2) Belahan otak kiri merupakan tempat untuk fungsi akademik

seperti kemampuan berbahasa dan logika

3) Otak kanan perkembangan artistik dan kreatif

4) Dari itu didapatkan pelaksanaan terapi musik dapat merangsang

stimulus peningkatan kedua otak.

(menurut anik 2011)

2.3.4. Mekanisme musik sebagai terapi

Setelah mendengarkan musik klasik implus atau rangsangan suara

akan diterima oleh daun telinga pembacanya. Kemudian telinga

memulai proses mendengarkan. Secara fisiologi pendengaran

merupakan proses dimana telinga menerima gelombang suara,

membedakan frekuensi dan mengirim informasi kesusunan saraf

pusat. Setiap bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran

udara akan diterima oleh telinga. Getaran tesebut diubah menjadi

implus mekanik ditelinga tengah dan diubah menjadi implus elektrik

ditelinga dalam yang diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke

korteks pendengaran diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus

(salah satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indara

dan diteruskan kebagian otak lain). Amigdala juga menerima sinyal

dari semua bagian korteks limbic (emosi /prilaku) seperti juga

neokorteks lobus temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada

pada manusia) parietal (bagaian otak tengah) dan oksipital (otak

belakang) terutama diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.

Talamus juga menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang

15
berfungsi untuk berfikir atau mengolah data serta infomasi yang

masuk ke otak). Di neokorteks sinyal disusun menjadi benda yang

difahami dan dipilah-pilah menurut maknanya, sehingga otak

mengenali masing masing objek dan arti kehadirannya. Kemudian

amigdala menjalankan sinyal ke hipokampus. Hipokampus sangat

penting untuk membantu otak dalam menyimpan ingatan yang baru.

Hal ini dimungkinkan karena hipokampus merupakan salah satu dari

sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area “ganjaran”

dan “hukuman”. Diantara motivasi-motivasi itu terdapat dorongan

dalam otak untuk mengingat pengalaman-pengalaman, pikiran-pikiran

yang menyenangkan, dan tidak menyenagkan . walaupun demikian

mendengarkan musik klasik tanpa mengetahui maknanya juga tetap

bermanfaat apabila mendengarkan dengan keikhlasan dan kerendahan

hati. Sebab musik klasik akan memberikan kesan positif pada

hipokampus dan amigdala sehingga menimbulkan suasana hati yang

positif. Selain dengan mendengarkan musik klasik kita juga dapat

memperoleh manfaat dengan hanya mendengarkan nya.

Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi

gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan

cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan

implus saraf ke nukleus-nukleus dibatang otak yang mengendalikan

fungsi sistem saraf otonom cabang simpatis saraf otonom bereaksi

langsung pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan

beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan

16
peningkatan tekanan darah (Primadita, 2011).

2.4. Keaslian Penelitian


Tabel 2.1 pengaruh terapi musik klasik terhadap kualitas tidur pasien rawat
inap rs baptis kediri
VARIABE DESA
NO JUDUL HASIL
L IN
1 Pengaruh Terapi Independen Pra Rata-rata skor responden mengenai
Modalitas: Terapi : eksper kualitas tidur lansia sebelum diberikan
Musik Terhadap Terapi imen terapi musik yaitu 6,64
Kualitas Tidur musik Rata-rata skor responden
Lansia Yang Dependen: mengenai kualitas tidur lansia sesudah
Mengallami Kualitas diberikan terapi musik yaitu 5,27.
Insomnia Di Panti tidur lansia Hasil uji statistik Shapiro Wilk
Tresna Werdha diperoleh nilai P = 0,000, ada
Teratai pengaruh terapi musik terhadap
Palembang kualitas tidur yaitu rata-rata skor
(Trilia1, Budi kualitas tidur sebelum diberikan terapi
Santoso2, Yanti musik adalah 6,64 dan rata-rata skor
Adriyani3, 2013) kualitas tidur sesudah diberikan terapi
musik adalah 5,27.
2 Pengaruh Terapi Independen Quasi Kualitas tidur pada kelompok
Musik Terhadap : eksper kontrol dan kelompok intervensi
Kualitas Tidur Terapi iment sebelum diberikan terapi musik
Pada musik didapatkan hasil P value 0,758 maka
Lansia Di Bpstw Dependen: dapat disimpulkan tidak ada perbedaan
Yogyakarta Unit Kualitas rerata skor kualitas tidur antara
Abiyoso tidur lansia kelompok yang tidak diberikan terapi
(Pulqueria N. Lay musik dan kelompok yang diberikan
Ximenes, Endang terapi musik sebelum kelompok
Nurul Syafitri*), intervensi diberikan
Thomas A. E. Hasil skor kualitas tidur pada
Amigo, kelompok kontrol sebelum dan setelah
September 2016) diberikan perlakuan yaitu 8,30 dan
9,15. Skor kualitas tidur pada
kelompok intervensi sebelum dan
setelah diberikan perlakuan yaitu 8,55
dan 4,30 dengan p value0,000.
3 Terapi Musik Independen Quasi Hasil penelitian juga menunjukkan
Rebana Mampu : eksper bahwa, data awal sebelum diberikan
Meningkatkan Terapi iment intervensi dari 56 responden sebanyak
Kualitas Tidur rebana 40 lansia (71,4%) mengalami
Lansia (Iskim musik gangguan pola tidur sehingga memiliki
Luthfa1, Moch. Dependent kualitas tidur yang buruk
Aspihan2, 2017) Kualitas Hasil penelitian menunjukkan pada
tidur kelompok intervensi nilai p-value
sebesar 0,001 (lebih kecil dari ᾳ 0,05)
dengan prosentase 65%, sedangkan
pada kelompok kontrol nilai p-value
sebesar 0,157 (lebihbesar dari ᾳ 0,05)

17
dengan prosentase 9,99%.
Kesimpulannya, Terapi musik rebana
mampu meningkatkan kualitas tidur
pada lanjut usia dengan keberhasilan
tinggi
4 Pengaruh Terapi Independen Pra Dari hasil penelitian ini maka terlihat
Musik Terhadap t: terapi eksper Bahwa ada pengaruh terapi musik
Kualitas Tidur musik iment terhadap Kualitas tidur yang
Penderita Dependent: mengalami insomnia Sebelum dan
Insomnia Pada Insomnia sesudah diberikan intervensi.
Lanjut Usia usia lanjut
(Lansia)
Di Panti Jompo
Graha Kasih Bapa
Kabupaten Kubu
Raya
(Arina Merlianti
2014)
5 Perbedaan Independen Quasi Hasil uji hipotesis I menggunakan
pengaruh terapi t :terapi eksper Paired Sample T-test diperoleh nilai
musik dengan musik iment p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada
Terapi tertawa Terapi pengaruh terapi musik terhadap
terhadap tertawa peningkatan kualitas tidur pada lansia,
peningkatan Dependen : dan hasil uji hipotesis II menggunakan
Kualitas tidur Peningkata Paired Sample T-test diperoleh nilai
pada lanjut usia n kualitas p= 0,000 (p<0,05) yang berarti ada
(komala fardianti, tidur pengaruh terapi tertawa terhadap
2017) peningkatan kualitas tidur pada lansia.
Hasil hipotesis III menggunakan Mann
Whitney diperoleh nilai p=0,486
(p>0,05) yang berarti tidak ada
perbedaan pengaruh terapi musik
dengan terapi tertawa terhadap
peningkatan kualitas tidur pada lansia.
6 Pengaruh Musik .1 Variabel Quasy Ada Pengaruh Pemberian Terapi
Klasik Terhadap Independ Experi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Penurunan en : ment Tekanan Darah Pra-Hemodialisis.
Tekanan Darah Terapi Non -
Pada Pasien Pra Musik Equiva
Hemodialisis di Klasik. lent
Ruang Dahlia Blu 2. Variabel Contro
RSUP. Prof. DR. Dependen : l
R. D. Kandou Penurunan Group
Manado Tekanan Design
(Christiane Darah
Sarayar, Mulyadi,
Henry , 2013)

18
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual

Klasifikasi hipertensi menurut WHO:


1 HT ringan (140-159/90-99
mmHg)
2 HT sedang (160-179/100-109
mmHg)
3 HT berat (≥ 180/≥ 110 mmHg)

Penyebab
hipertensi: hipertensi Tanda gejala
Hipertensi primer (wajan juni,
4. Usia 2011):
5. Stress psikologis 1. Sakit kepala
6. Hereditas 2. Palpitasi
Hipertensi Penatalaksanan : 3. Kelelahan
sekunder: Nonfarmakologis 4. Nausea
6. Kelainan 5. Vomiting
pembuluh darah 1. Terapi Herbal 6. Ansietas
ginjal 2. Terapi diet 7. Tremor otot
7. Hipertiroid 3. yoga 8. Nyeri dada
8. Kelainan 4. Senam 9. Apitaksis
kelenjar adrenal aerobik 10. Pandangan kabur
9. Neurogenik 5. Relaksasi
progresif 11. kesulitan tidur
10. Kehamilan
(alfeus manuntung, 6. Terapi musik
2018). (triyanto, 2014)

EDOMAN
TATALAK Daun telinga

Hipokampus SANA
7) HI
amigdala PERT
kokhlea Telinga tengah

ENSI
hipotalamus PADA
Pelepasan
endomorfin
PENY
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap kualitas tidur pada
AKIT
Hipertensi di rumah sakit baptis Kediri.

8) KARD
19
IOVA
SKUL
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa hipertensi dibedakan 2 jenis

berdasarkan penyebab yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Dijelaskan

pula klasifikasi hipertensi menurut WHO. WHO mengklasifikasikan hipertensi

dalam 3 jenis yaitu ringan, sedang, dan berat. Hipertensi mengakibatkan beberapa

gejala yang khas seperti sakit kepala, palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting,

ansietas, tremor otot, nyeri dada, apitaksis, pandangan kabur, kesulitan tidur.

Untuk mencegah terjadinya gejala tersebut dapat dilakukan penatalaksanaan

dengan terapi nonfarmakologis seperti akupuntur, terapi musik, pijat, herbal,

meditasi.

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan intervensi secara

nonfarmakologis berupa terapi musik klasik terapi tersebut memberikan efek

relaksasi dimana setelah mendengarkan musik klasik implus atau rangsangan

suara akan diterima oleh daun telinga pembacanya. Kemudian telinga memulai

proses mendengarkan. Secara fisiologi pendengaran merupakan proses dimana

telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensi dan mengirim

informasi kesusunan saraf pusat. Setiap bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi

atau getaran udara akan diterima oleh telinga. Getaran tesebut diubah menjadi

implus mekanik ditelinga tengah dan diubah menjadi implus elektrik ditelinga

dalam yang diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks pendengaran

diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus (salah satu bagian otak yang

berfungsi menerima pesan dari indara dan diteruskan kebagian otak lain).

Amigdala juga menerima sinyal dari semua bagian korteks limbic (emosi /prilaku)

seperti juga neokorteks lobus temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada

pada manusia) parietal (bagaian otak tengah) dan oksipital (otak belakang)

20
terutama diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual. Talamus juga

menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang berfungsi untuk berfikir atau

mengolah data serta infomasi yang masuk ke otak).

Di neokorteks sinyal disusun menjadi benda yang difahami dan dipilah-

pilah menurut maknanya, sehingga otak mengenali masing masing objek dan arti

kehadirannya. Kemudian amigdala menjalankan sinyal ke hipokampus.

Hipokampus sangat penting untuk membantu otak dalam menyimpan ingatan

yang baru. Hal ini dimungkinkan karena hipokampus merupakan salah satu dari

sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area “ganjaran” dan

“hukuman”. Diantara motivasi-motivasi itu terdapat dorongan dalam otak untuk

mengingat pengalaman-pengalaman, pikiran-pikiran yang menyenangkan, dan

tidak menyenagkan. Walaupun demikian mendengarkan musik klasik tanpa

mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila mendengarkan dengan

keikhlasan dan kerendahan hati. Sebab musik klasik akan memberikan kesan

positif pada hipokampus dan amigdala sehingga menimbulkan suasana hati yang

positif. Selain dengan mendengarkan musik klasik kita juga dapat memperoleh

manfaat dengan hanya mendengarkannya. (Primadita, 2011).

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian :

Ada pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur pasien hipertensi di rumah

sakit baptis kediri.

21
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan atau Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian rancangan yang digunakan adalah TRUE

EXPERIMENT (PRE & POSTTEST CONTROL GROUP DESIGN). True

experiment adalah rancangan yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab

akibat dengan melakukan kontrol/kendali. Dalam rancangan ini terdapat dua

kelompok yang dipilih secara random kemudian diberi test untuk mengetahui

keadalaan awal dan hasil.

Tabel 4.1 Rancangan penelitian true Experiment pre & posttest Control Group
Design Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap kualitas tidur pasien
dengan hipertensi di rumah sakit baptis kediri.

Subjek Pra-tes Perlakuan Pasca-tes


K-A O1-A I1 O2-A
Time 1 Time 2 Time 3

K-A : Subjek dengan intervensi terapi musik klasik.


O1-A : Pengukuran kualitas tidur sebelum diberikan terapi musik klasik.
O2-A : Pengukuran kualitas tidur sesudah diberikan terapi musik klasik.
I1 : Intervensi terapi musik klasik selama 15 menit.

4.2. Kerangka Kerja (Frame Work)


Populasi:
Semua Penderita Hipertensi di RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

Qouta Sampling

Sampel:
Penderita Hipertensi di rumah sakit baptis kediri yang Memenuhi Kriteria Inklusi

Pengukuran kualitas
tidur menggunakan
quasioner PSQI

22
Terapi musik klasik
selama 15 menit

Uji normalitas

Analisis data untuk mengetahui pengaruh efektivitas


dengan menggunakan uji statistik
Komparasi wilcoxon

Kesimpulan hasil analisis data

Penyajian data

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian pengaruh Terapi Musik Klasik


Terhadap kualitas tidur pasien dengan hipertensi di rumah sakit
baptis kediri.

4.3. Populasi, Sampel, dan Sampling

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian yaitu semua penderita hipertensi di rumah sakit

baptis Kediri pada bulan Desember 2019-Januari 2020 sejumlah 78

pasien dengan rincian bulan Desember 40 pasien dan Januari 38

pasien

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi di

rumah sakit baptis kediri yang memenuhi kriteria inklusi.

23
4.3.2.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Penderita hipertensi yang bersedia diteliti.

2. Penderita hipertensi yang berumur 20 sampai 69 tahun.

3. Penderita hipertensi yang mempunyai keadaan emosi

mental yang baik.

4. Penderita hipertensi yang kooperatif.

5. Penderita hipertensi di rawat inap bangsal

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Penderita hipertensi yang mengalami gangguan

pendengaran.

2. Penderita hipertensi dengan gangguan kesadaran

4.3.2.3. Besar Sampel

Populasi yaitu penderita hipertensi sejumlah 78 pasien.

Berdasarkan teknik pengambilan sampling menggunakan Quota

sampling, maka peneliti menetapkan responden dalam

penelitian sebanyak 40 orang.

4.3.3. Sampling

Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quota

sampling yaitu teknik penentuan sampel dalam kuota menetapkan

setiap strata populasi berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai

pengaruh terbesar variabel yang akan diselidiki.

24
4.4. Identifikasi Variabel

4.4.1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi musik klasik.

4.4.2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitar tidur pasien

hipertensi.

4.5. Pengumpulan dan Analisis Data

4.5.1. Pengumpulan Data

4.5.1.1. Instrumen Pengumpulan Data

1) Bentuk Instrumen

Intrument dari penelitian ini menggunakan quasioner

kualitas tidur PSQI yang bisa dibaca oleh peneliti maupun

respondent

2) Uji Instrumen

Uji isntrument menggunakan uji validitas sesuai keadaan

respondent

4.5.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 21 April – 21 Mei

2020 di RS. Baptis Kediri.

4.5.1.3. Proses Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data sebanyak 1 kali

pengukuran yaitu sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

Jumlah yang diteliti sebanyak 40 responden. Kemudian peneliti

mengelompokkan responden dalam dua kelompok, yaitu 20

25
responden dengan intervensi relaksasi napas dalam dan 20

responden dengan intervensi terapi musik klasik.

4.5.2. Analisis Data

4.5.2.1. Analisis deskriptif.

Data yang diperoleh dilakukan tabulasi sesuai dengan

pengelompokan data umum dan data khusus hasil pengambilan

data dari quasioner kualitas tidur pre-test dan post-test sebanyak

1 kali pengukuran untuk mempermudah analisa data

menggunakan uji statistik. Peneliti pertama kali melakukan

pengambilan data sebelum dan sesudah diberikan intervensi

pada kedua kelompok.

4.5.2.2. Analisis inferensial

Analisis yang digunakan dalam melakukan uji hipotesis untuk

mengetahui pengaruh intervensi yang diberikan peneliti

menggunakan uji komparasi wilcoxon dengan hasil data

quasioner PSQI sebelum dan sesudah pemberian terapi.

Pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan analisa data

dan masing-masing tujuan khusus penelitian.

4.6. Masalah Etik (Ethical Clearance)

4.6.1. Informed Consent (Lembar Persetujuan Menjadi Responden)

Informed Consent diberikan kepada responden setelah responden

setuju untuk menjadi subjek penelitian.

4.6.2. Anonymity (Tanpa Nama)

26
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan

mencamtumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya cukup diberi

nomer atau kode tertentu.

4.6.3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiannya oleh peneliti. Penyajian atau pelaporan hasil riset

hanya terbatas pada kelompok data tertentu yang terkait dengan

masalah penelitian.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alimul asis, 2016.buku ajar ilmu keperawatan dasar.jakarta:salemba medika

Asmadi,2012.tehnik prosedural keperawatan :konsep dan aplikasi kebutuhan

dasar klien/asmadi.jakartasalemba medika

Jain ritu, 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan

Darah.jakarta:gramedia

Juni wajan, 2011.keperawatan kardiovaskuler. Jakarta:salemba medika

Manuntung alfeus, 2018. Terapi perilaku kognitif pada pasien hipertensi.

Malang:wineka media

Maryunani anik, 2011.senam hamil, senam nifas, terapi musik.jakarta:trans info

media

Potter perry, 2010.fundamental keperawatan buku 3 edisi 7.jakarta:salemba

medika

Suryana dayat, 2012. Terapi musik. Jakarta

https://books.google.co.id/books?id=DMpyDwAAQBAJ&printsec=frontcov

er&dq=Terapi+Musik:+Music+Therapy+2012&hl=en&sa=X&ved=0ahUK

Ewj2tL3irJXiAhXljOYKHaKLBfQQ6AEIKDAA#v=onepage&q=Terapi%

20Musik%3A%20Music%20Therapy%202012&f=false diakses pada

tanggal 10 mei 2019

Suryana dayat,2018. Terapi musik popolasi klien terapi musik.jakarta

https://play.google.com/store/books/details?id=6TB1DwAAQBAJ&rdid=bo

ok-

6TB1DwAAQBAJ&rdot=1&source=gbs_vpt_read&pcampaignid=books_b

ooksearch_viewport diakses pada tanggal 12 mei 2019

28
Triyanto endang, 2014.pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara

terpadu.yogyakarta:graha ilmu

Wartonah tarwoto, 2015. Kebutuhan dasar manusia dan proses

keperawatan.jakarta:salemba medika

29

Anda mungkin juga menyukai