Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinegara maju, kebanyakan perempuan hamil dalam keadaan sehat dan bergizi baik.
Mereka melahirkan bayinya dirumah sakit atau rumah sakit bersalin dan sedikit yang menjadi
subjek dari berbagai prosedur diagnostic yang infasif seperti dialami oleh kebanyakan pasien
rumah sakit. Bahkan untuk mereka yang memerlukan secsio sesarea, pembedahannya
berlangsung singkat (kurang dari satu jam), biasanya tidak ada komplikasi, kateterisasi urin,
kalau perlu sebentar (1-2 hari), dan jarang sekali memerlukan bantuan ventilasi pasca bedah.
Disamping itu, kebanyakan perempuan hamil tidak menggunakan antibiotic sistemik dan
tidak memerlukan perawatan lama sebelum persalinan (Tietjen, L, Bossemeyer, D &
McIntosh, N, 2004).
Dinegara-negara yang sedang berkembang infeksi pasca persalinan tetap menjadi
nomor dua dari perdarahan pasca persalinan yang menjadi penyebab kematian maternal, dan
menjadi penyebab utama komplikasi maternal dari persalinan. Hal ini masih tetap terjadi
sekalipun lebih dari 150 tahun yang lalu. Semmelweis dan holmes secara terpisah
mengatakan bahwa tidak hanya demam anak, sepsis puerperalis, juga disebarkan dari
perempuan lain keperempuan dari tangan dokter (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N,
2004).
Morbiditas postpartum dikatakan ada bila seorang ibu bersalin mengalami demam
yang bersuhu sekurangnya 380C (100,4F) pada dua kesempatan atau lebih dalam masa 10
hari setelah melahirkan, tidak termasuk 24 jam pertama (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).
Infeksi pascapartum terjadi pada sekitar 6 % kelahiran di Amerika serikat dan kemungkinan
besar merupakan penyabab utama morbiditas dan mortalitas maternal diseluruh dunia.
Organism yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptococcus dan bakteri
anaerobic. Infeksi staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klosrtidia lebih jarang
terjadi, tetapi merupakan organism pathogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum.
Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita yang tergolong
tidak miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87% untuk wanita miskin yang
melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang secara pasti telah dikenali dan yang dapat
meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, persalinan darurat, dan ketuban pecah
sudah 6 jam atau lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-faktor lain yang bisa
mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang kuat adalah anemia,
anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali mengalami pemeriksaan
melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa, pemakaian monitoring janin secara internal
tampaknya tidak mempengaruhi risiko infeksi rahim (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).
Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit,
meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang
sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik dan
kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ,
1994).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi post partum
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian infeksi post partum
b. Menjelaskan etiologi dari infeksi post partum
c. Menjelaskan factor predisposisi
d. Menjelaskan manifestasi klinis infeksi post partum
e. Menjelaskan patifisiologi infeksi post partum
f. Menjelaskan jenis-jenis infeksi postpartum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam


tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).
Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
(Saifuddin, 2006). Infeksi post partum atau puerperalis adalah semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan
dan perawatan masa post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo, 2007).
Jadi yang dimaksud dengan infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus
genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu 38oC. Infeksi post
partum/puerperalis ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah
persalinan (Bobak, 2004).

B. Etiologi

Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang
tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak,
2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran,
atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah
(vulva, vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya,
termasuk beberapa fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan
sekurang-kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela pneumonia,
adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen
(dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah
sakit.

C. Cara terjadinya infeksi pasca partum

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :


1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan
lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung
dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita
infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana
termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita
dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.

D. Faktor predisposisi

Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan antara lain :
1. Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga
terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk
menghambat masuknya bakteri.

2. Ketuban pecah dini

Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman
keorgan genital.
3. Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti
operasi.

4. Kontaminasi bakteri

Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu,
pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan
dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin
sterilisasinya.

5. Kehilangan darah

Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan
pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang
dapat menjadi jalannya masuk kuman.
E. Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak)
karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat
rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi
umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat, R. 1997).
F. Patofisiologi

Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi
dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan
limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibody

(limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung
selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan
jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan
dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel
fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga
membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman
(peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
G. Jenis-jenis infeksi post partum

1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada
wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan
melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah
lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan
yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada
plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher
rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang
samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak
enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka
biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran
kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak
terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan
suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen
bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi
penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi
menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur
(Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta
masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat
terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada
hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah
normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh
dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang
sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan
sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan
jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis
uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut
bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak
brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan
lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang
berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe
atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran
uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan.
Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5
mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya
unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala
rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2. Lymphogen
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

b. Dari robekan serviks

c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

2. Syok bakteremia

Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa
mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita
diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko
tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang
cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit
menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat.
Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian
bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan
bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG
menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti
hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk
menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular.
Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan
mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan
bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-
gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah
nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan
abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat.
Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung,
kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis
umum tinggi.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada
masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap
ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks
vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK,
biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga
memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil.
Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran
dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada
kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika
didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga
minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia

Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah
umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan
pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-
vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke
vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-
tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali
dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-
tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan
mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan
piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari
piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu
berkisar antara 39 – 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 – 160
kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia
hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak
meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi
setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus
pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian
diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis
pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus
dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

H. Komplikasi

1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)


2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya
emboli pulmoner.

3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah.
Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
I. Pencegahan dan penanganan

1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan


kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena
dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam
jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam
dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah.
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker;
yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi
yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2. Keluhan utama : adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah menderita penyakit yang
sama.
4. Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
5. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat
ini, frekuensi aktifitas seksual secara umum.
6. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena;
merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
7. Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
• Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
• Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
• Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus, keluaran, dan
nodul.
Pemeriksaan bagian dalam,
Inspeksi :
• Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
Palpasi :
• Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
• Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
• Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
• Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.

B. Diagnosa keperawatan :

• Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi


• Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
• Ansietas b.d perubahan status kesehatan

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi Setelah dillukakan tindakan selama 1x
24 jam di harapkan klien :
a.Nyeri berkurang Klien mengtakan :
• Menunjukkan ekspresi wajah rileks
• Meresa nyaman a. Kaji skala/intensitas nyeri
P: Provoking Incident
Q: Quality or Quantity of Pain
R : Region : radiation, relief
S : Severity (scale) of Pain
T : Time
b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres, Berikan
instruksi bila perlu.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri
b. relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
c. Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri
karena gerakan

2.Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

a.Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh klien dalam batas
normal Klien tamapak :
• Tidak mengalami komplikasi
• Suhu tubuh normal 36-37o c a. Kaji TTV
Suhu,TD,RR.nadi
b. Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
c. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) a. untuk mengtahui
keadaan umum klien
e. Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24jam
menunjukkan pneumonia pneumokokal.
f. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal
g. Untuk mempermudah dalam pembirian tindakan

3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

a.setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien tampak:
• Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi masalah
• Kecamasan klin berkurang
• Klien tidak tampak sedih
• Klien tampak rileks a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien.
Dorong ekspresi bebas akan emosi.
b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan a. Ketakutan dapat
terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostic
dan kemungkinan pembedahan
b. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.

D. IMPLIMENTASI
no diagnosa impelimentasi evaluasi

1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

a. mengkaji skala/intensitas nyeri


P: Provoking Incident
Q: Quality or Quantity of Pain
R : Region : radiation, relief
S : Severity (scale) of Pain
T : Time
b. menganjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres,
Berikan instruksi bila perlu.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. mempertahankan posisi semifowler sesuai indikasi S :
Klien Mengatakan Nyeri Berkurang
O:Klien Tampak Nyaman
A:intervensi di optimalakan
P:masalah teratasi
2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
a. mengkaji TTV
Suhu,TD,RR.nadi
b. memantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
c. memantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) S:
klien mengatakan panasnya menurun
O: klien tampak rileks
A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan
a. mengevaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong ekspresi
bebas akan emosi.
b. memberikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan S: klien mengatakan
tidak cemas
O: klien tamapk rileks
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

E. EVALUASI
no diagnosa Evaluasi
1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

S :Klien Mengatakan Nyeri Berkurang

O:Klien Tampak Nyaman


A:intervensi di optimalakan
P:masalah teratasi
2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolism

S:klien mengatakan panasnya menurun

O: klien tampak rileks


A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

S: klien mengatakan tidak cemas

O: klien tamapk rileks


A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh
manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).
Infeksi pacapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bisa
timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat
pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus), (Bobak, Lowdermilk, Jensen,
2004).
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah Streptococcus
haemoliticus anaerobic, Staphylococcus aureus, Escherichia Coli, Clostridium Welchii.
Selain itu ada juga beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat
menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : anemia, KPD, trauma, kontaminasi bakteri
dan kehilangan darah.
Adapun jenis-jenis infeksi pasca partum adalah : infeksi uterus (endometritis, miometritis,
dan parametritis), syok bakteremia, peritonitis,infeksi saluran kemih dan septicemia.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca partum dapat
berupa : Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan
kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu, Pemeriksaan dalam jangan
dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu, Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari
atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau
ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan
ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, Menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin, Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan
baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga
sterilitas, Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah, Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung
dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke
kamar bersalin, Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama,
Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang
baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
B. Saran
1. Bagi keluarga
a. Di harapkan keluarga dapat membantu ,mensupport, dan berpartisispasi dalam
proses persalinan.
b. Di harapkan keluarga memberikan perhatian terhadap klien.
2. Bagi Perawat
a. Di harapkan perawat dapat melaksanakan tugas dan perannya sebagai perawat
yang professional dengan melaksanakan prosedur dan asuhan keperawatan yang
menitikberatkan pada aspek psikologis bukan pada farmakologi.
b. Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapat berkolaborasi dengan
baik.
c. Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapat bekrja dan
menjalankan perannya dengan maksimal.
3. Bagi rumah sakit
a. Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu keperawatan dan kesehatan dengan
memberikan fasilitas yang memadai.

4. Bagi institusi pendidikan

a. Diharapkan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan khusunya dibidang keperawatan


guna menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Rayburn, WF dan Carey, JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakrta: Widya Medika
Chamberlain, G dan Dewhurst, SJ. (1994). Obstetri dan Ginekologi Praktis, Jakarta: Widya
Medika
Tiejen, L, Bossemeyer, D dan Mcintosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakrta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Kasdu dan Dini. (2005). Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara

http://bk17s.wordpress.com/2008/06/11/infeksi-alat-genital/
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12065/2/T1%20_462008062_BAB%20II.pd
f

Anda mungkin juga menyukai