Anda di halaman 1dari 49

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT PADA TRAUMA SISTEM MUSKOLOSKELETAL”

Dosen : Suib,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

1. ADISTY FARADILA 04.16.4390


2. ANDI JANNATUL MA’WAH 04.16.4391
3. ANDI THALIA 04.16.4392
4. ANISA LAELIA RAHMADANI 04.16.4393
5. APRILLIAWATI 04.16.4394
6. ARISKA OKTAVIANTI 04.16.4395
7. NANI YULIANI 04.15.4192

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna serta banyak kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam
hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadang kala
hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan
saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami
dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kelompok kami susun ini penuh manfaat,sehingga dapat di
ambil hikmah dari judul ini “KEGAWAT DARURATAN PADA
MUSKULOSKELETAL” sebagai tambahan dalam menambah referensi yang
telah ada.

Yogyakarta, 20 April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3

ASKEP TEORI.........................................................................................................3

BAB III ASKEP KASUS..........................................................................................28

BAB IV EBN ...........................................................................................................41

BAB V PENUTUP....................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun
di seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta
pertahun) kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat
ketiga dalam penyebab kematian dini dan kecacatan (Peden, 2004).
Laporan WHO 2004 mengutip angka kematian untuk dewasa, yaitu mereka
dengan cedera skor keparahan (ISS) dari 9 atau lebih tinggi (Mock, 2004). ISS
akan diuraikan secara lebih rinci dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka
kematian, termasuk pra-rumah sakit dan di rumah sakit, adalah 35% di negara-
negara berpenghasilan tinggi, namun meningkat menjadi 55% di negara
berpenghasilan menengah dan 63% di negara berpenghasilan rendah. Lebih
serius pasien cedera (ISS 15-24) mencapai rumah sakit menunjukkan
peningkatan enam kali lipat dalam mortalitas pada pasien berpenghasilan
ekonomi rendah.
Dalam sistem kesehatan yang canggih, korban dibawa ke rumah sakit terdekat
kemudian dilakukan manajemen komprehensif di instalasi gawat darurat.
Pengobatan berpusat pada evaluasi, resusitasi dan stabilisasi. Fase ini menyatu ke
perawatan definitif dalam operasi, dengan kontrol jalan napas, ventilasi, dan
bedah (pengelolaan perdarahan). Cedera muskuloskeletal pada awalnya stabil,
diikuti oleh pengobatan definitif. Level 2 atau 3 perawatan kritis mungkin
diperlukan untuk meminimalkan komplikasi dan mencegah kematian, dan
rehabilitasi berkepanjangan mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
korban dengan cedera otak dan kerusakan muskuloskeletal kompleks.

B. Rumusan Masalah

1
1. Apa saja yang termasuk kedalam trauma muskoloskeletal?
2. Bagaimana trauma muskoloskeletal dapat terjadi?
3. Bagaimana tindakan perawat untuk kasus trauma muskoloskeletal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kasus apa yang masuk kedalam trauma muskoloskeletal
2. Mengetahui proses terjadinya trauma muskoloskeletal
3. Mengetahui peran dan fungsi perawat dalam menangani kasus trauma
muskoloskeletal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata : ( Muskulo : otot, Skeletal : tulang). Muskulo
atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh (ilmu = Myologi). Skeletal atau
osteo adalah tulang kerangka tubuh (ilmu = Osteologi ).

1. Sistem Muskuloskeletal
a. Otot (muscle)
b. Tulang (skeletal)
c. Sendi
d. Tendon : jaringan ikat yang menghubungkan otot dan tulang .
e. Ligamen : jaringan ikat yang mempertemukan kedua ujung tulang
f. Bursae : kantong kecil dari jaringan ikat, antara tulang dan kulit,
antara tulang dan tendon atau diantara otot .
g. Fascia : jaringan penyambung longgar di bawah kulit atau
pembungkus otot, saraf dan pembuluh darah.
2. Sistem Skeletal
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang, yang terbagi dalam 2 bagian
besar : Axial dan appendicular
a. Axial skeletal: Tulang kepala, tengkorak otak 8 buah, tengkorak
wajah 14 buah ,tulang telinga 6 buah , tulang Hyoid (Tulang lidah di
pangkal leher) 1 buah , tulang belakang dan pinggul 26 buah,
kerangka dada 25 buah.
b. Appendicular skeletal/ rangka pendukung gerak:
 Ekstremitas atas, tulang yang membentuk anggota gerak atas
= 64 buah .
 Ekstremitas bawah, tulang yang membentuk anggota gerak
bawah = 62 buah.

3
B. Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Fungsi tulang secara umum:
1. Formasi kerangka (penentu bentuk dan ukuran tubuh).
2. Formasi sendi (penggerak).
3. Perlengketan otot .
4. Pengungkit.
5. Menyokong berat badan .
6. Proteksi (membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak,
seperti otak, jantung dan paru) .
7. Haemopoesis (pembentukan sel darah (red marrow) .
8. Fungsi Imunologi: RES sumsum tulang membentuk limfosit B dan
makrofag.
9. Penyimpanan Mineral (kalsium & fosfat) dan lipid (yellow marrow)
Fungsi tulang secara khusus:
1. Sinus-sinus paranasalis: menimbulkan nada pada suara.
2. Email gigi: memotong, menggigit dan menggilas makanan.
3. Tulang kecil telinga: mengkonduksi gelombang suara.
4. Panggul wanita: memudahkan proses partus.
Fungsi otot adalah Sebagai alat gerak aktif, menyimpan cadangan makanan,
memberi bentuk luar tubuh.

C. Pengertian Cedera Muskoloskeletal


Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
(Reeves, Charlene, 2001: 248).
Cedera musculoskeletal adalah suatu cedera yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Cedera jaringan lunak musculoskeletal dapat berupa vulnus
(luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sparain),

4
putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan
gangguan saraf.
Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi.
Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler)yang
sekaligue menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur Fraktur ini juga disebut fraktur
dislokasiTulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
menbentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).

Macam-macam cedera musculoskeletal yaitu :


a. Kontusio
b. Sprain
c. Strain
d. Dislokasi
Kontusio
a. Definisi
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung
mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008:
69). Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul misalnya :
pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
b. Etiolog

Etiologi dari kontusio adalah benturan benda keras, pukulan, tendangan atau
jatuh.
c. Tanda dan Gejala
a) Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh
darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
b) Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
c) Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan
kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).

5
d. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih
rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan
keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi
Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau
terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.
Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993:
192). Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan di
daur ulang oleh makrofaga.
Warna biru atau ungu yang terdapat pada kontusio merupakan hasil
reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan
dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan. Tubuh harus
mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam
sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah
dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus
baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi
bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono
Satmoko, 1993: 192).
e. Penatalaksanaan Medis
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
a) Tinggikan daerah injury.
b) Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan
menurunkan rasa tidak nyaman.
c) Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam pertama
(20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
d) Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak

6
e) Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada
indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Wahid 2013, penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah
sebagai berikut:
a. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
b. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat
pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
c. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan.

Sprain
a. Definisi

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menjepit
atau memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan
pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul
sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament
atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Fungsi ligamen
adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu melakukan mobilitas. Ligamen
yang sobek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri (Brunner & Suddart,2001: 2355)
b. Etiologi
a) Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
b) Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi
normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c. Tanda dan gejala
a) Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.

7
b) Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
c) Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
d) Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.
d. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang
disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong atau
mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi
pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah
raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi
lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357).
e. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi

Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan


nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg
peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
a) Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C.
b) Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung).
c) Posisi ditinggikan jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
d) Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri
hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10
hari tergantung jaringan yang sakit.

8
e) Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan
yang sakit.
Strain
a. Definisi
Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Strain adalah
bentuk cedera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo
tendinous. (Wahid, 2013). Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan
peregangan yang berlebihan atau stres lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin,
2008: 69).

Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulo-tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-
tendinous terjadi pada persambungan antara otot dan tendon. Strain adalah
“tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan atau stres
yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan
perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
b. Etiologi
a) Strains terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak
seperti pada pelari atau pelompat.
b) Adanya pergerakan yang terlalu cepat atau tidak disengaja serta meliputi
pukulan, tendangan, trauma, gerakan menjepit dan gerakan memutar.
c) Pada strains akut terjadi ketika otot terjulur dan berkontraksi secara
mendadak.
d) Strains kronik terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan
atau tekana berulang-ulang menyebabkan terjadinya tendonitis
(perdangan pada tendon). (Wahid, 2013).
c. Tanda dan Gejala

9
a) Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi
b) Nyeri mendadak.
c) Edema.
d) Spasme otot.
e) Haematoma. (Wahid, 2013)
d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah
yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot
belum siap, terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring
(otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin
Rasjad,1998).
e. Penatalaksanaan Medis
a) Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan.
b) Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
c) Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
d) Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung
selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin
untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan
memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan
perawatan konservatif.

10
Dislokasi
a. Definisi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali
sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,


dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansyur, dkk. 2000). Dislokasi adalah terlpasnya kompresi jaringan tulang
dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya.
(Wahid, 2013).
b. Etiologi
1) Cedera olahraga
Olahraga yang biasa menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki
serta olahraga yang beresiko jatuh, misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2) Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3) Terjatuh
a) Terjatuh dari tangga.
b) Faktor predisposisi (pengaturan posisi).

11
c) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
d) Trauma akibat kecelakaan.
e) Trauma akibat kecelakaan.
f) Terjadi infeksi di sekitar sendi (Wahid, 2013).
c. Tanda dan Gejala

Nyeri terasa hebat. Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan
segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan
kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah
klavikula.
a) Nyeri.
b) Perubahan kontur sendi.
c) Perubahan panjang ekstremitas.
d) Kehilangan mobilitas normal.
e) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi.
f) Deformitas.
g) Kekakuan. (Wahid, 2013).
d. Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong


kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-
kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium
dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan
tangan mengarah, lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan
bawah karakoid).
e. Penatalaksanaan Medis
a) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
b) Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan
ke rongga sendi.

12
c) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
d) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus
3-4 kali sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
e) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan. (Wahid, 2013)

Fraktur
a. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu
gangguan atau masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang
menyebabkan perubahan bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada
tulang. Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat dimana terdapat persambungan
tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang
terjadi pada tulang femur.
b. Etiologi
Menurut Apley & Solomon (1995: 239), etiologi yang menyebabkan fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
 Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
 Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :

13
 Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
 Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
 Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

d. Manifestasi Klinis
Menurut Apley & Solomon (1995: 244), manifestasi klinis yang muncul pada
fraktur:
1. Kelemahan pada daerah fraktur
2. Nyeri bila ditekan atau bargerak
3. Krepitasi
4. Deformitas
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok

14
D. Pathway

15
E.

Penilaian Awal Trauma Muskuloskeletal


16
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu
diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial
assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan

1) Fase Pra-Rumah Sakit

a. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
b. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita
mulai diangkut dari tempat kejadian.
c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu
kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
2) Fase Rumah Sakit
a. Perencanaan sebelum penderita tiba
b. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang
mudah dijangkau
c. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau
d. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-
waktu dibutuhkan.
e. Pemakaian alat-alat proteksi diri
2. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Dua jenis triase :
a. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
b. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Pederita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
3. Primary Survey
a. Airway dengan kontrol servikal
1) Penilaian
 Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

17
 Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan airway

 Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi

 Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid

 Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

 Pasang airway definitif sesuai indikasi.

3) Fiksasi leher
4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
5) Evaluasi
b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1) Penilaian

 Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi

 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan


terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-
otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

 Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

 Auskultasi thoraks bilateral

2) Pengelolaan

 Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)

 Ventilasi dengan Bag Valve Mask

18
 Menghilangkan tension pneumothorax

 Menutup open pneumothorax

 Memasang pulse oxymeter

3) Evaluasi
c. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan
1) Penilaian

 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

 Mengetahui sumber perdarahan internal

 Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak


diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.

 Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

 Periksa tekanan darah

2) Pengelolaan

 Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

 Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi


pada ahli bedah.

 Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah


untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).

 Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

 Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien


fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

 Cegah hipotermia

19
3) Evaluasi
d. Disability
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
e. Exposure/Environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
4. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
c. Evaluasi resusitasi cairan

 Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal

 Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi
tanda-tanda syok

F. Proses penyembuhan fraktur


Proses penyembuhan fraktur menurut Apley & Solomon (1995: 240), adalah sebagai
berikut :
1. Tahap Pembentukan Hematom
Dimulai setelah fraktur sampai hari ke 5 (lima) terjadi perdarahan, dalam 24 jam
pertama terbentuk darah dan fibrin yang masuk ke daerah fraktur, setelah 24 jam
pertama, suplai darah meningkat ke daerah fraktur dan terbentuk hematom. Hematom
berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Tahap Proliferasi Seluler
Proses ini terjadi sampai hari ke 12 (dua belas). Pada area fraktur, periosteum
endosteum dan sum-sum tulang yang mensuplai sel, berubah menjadi fibro kartilago,
kartilago hialan dan jaringan penunjang, fibrosa terjadinya osteogenesis dengan cepat.
3. Tahap Pembentukan Kalus
Enam sampai sepuluh hari setelah cidera, jaringan granulasi berubah menjadi bentuk
prakalus, prakalus menjadi puncak ukuran maksimal pada 14 (empat belas) – 21 (dua
puluh satu) hari setelah cidera.
4. Tahap Osifikasi Kalus

20
Ini terjadi sampai minggu ke 12 (dua belas). Membentuk osifikasi dan kalus
intermediate pada minggu ke 3 (tiga) sampai 10 (sepuluh) kalus menutupi tulang.
5. Tahap Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklast, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai
dengan bentuk aslinya.

G. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Henderson (1997), Bruner dan Suddarth’s (1995) adalah :
1. Syok
2. Infeksi
3. Nekrosis vaskuler
4. Malonian
5. Non Union
6. Delayed union
7. Kerusakan arteri
8. Sindroma kompartemem
H. Prinsip Penanganan Fraktur
Penatalaksanaan sebagai alat triase. Secara Umum Menurut Long (1996), penanganan
pada fraktur dibagi menjadi beberapa hal antara lain:
1. Penanganan langsung
a. Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau pertahankan gerakan diatas dan
dibawah tulang yang fraktur sebelum dan transplantasi
b. Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi oedema
c. Kirim pasien untuk pertolongan emergency
d. Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang pendek untuk sedini mungkin
dapat melihat perubahan waktu, pernafasan, dan suhu.
2. Imobilisasi
a. X-Ray
b. Fiksasi eksternal bidai dan gips
c. Traksi
d. Fiksasi internal jarum, plat, skrup, kawat
e. Bone Scans, termogram atau MRI Scans f. Arteriogram, dilakukan bila ada
kerusakan vaskuler g. CCT kalau banyak kerusakan otot
3. Penanganan pada tulang terbuka
a. Debridemen untuk membersihkan kotoran atau benda asing
b. Pemakaian toksoid tetanus
c. Kultur jaringan dan luka
d. Kompres terbuka
e. Pengobatan dengan antibiotic
f. Penutupan luka bila ada benda infeksi
g. Imobilisasi fraktur menurut Handerson (1997) imobilisasi fraktur yaitu
mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah dalam bentuk semula

21
(anatomis) imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi
bagian tulang yang rusak.

Cara-cara yang dapat dilakukan meliputi:


1. Reposisi atau reduksi
a. Manipulasi atau Close reduction adalah tindakan non bedah untuk
mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan
lokal anestesi ataupun umum.
b. Open reduction adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan.
Sering dilakukan dengan internal fiksasi menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedulari rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi
dan komplikasi berhubungan dengan anestesia.
2. Traksi, alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang. Ada dua macam yaitu:
a. Skin traction (traksi kulit) adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plaster langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48 – 72 jam).
b. Skeletal traction adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang
cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan
pins atau kawat ke dalam tulang.
3. Imobilisasi setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah dipastikan
pada posisi baik hendaknya diimobilisasi dan gerakan anggota badan yang
mengalami fraktur diminimalisir untuk mencegah fragmen tulang berubah posisi.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung, mengetahui
tempat dan type fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodic.
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
J. Asuhan Keperawatan

22
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
4) Disability
Pemeriksaan keempat anggota gerak dan juga pemeriksaan neurologis dengan
menggunakan Gassglow Coma Scale.
5) Exposure
Membuka pakaian pasien dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan
lagi atau tidak, setelah itu pasien diberikan selimut.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas/istirahat
a) kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
b) Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardi
d) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e) Cailary refil melambat
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Masa hematoma pada sisi cedera
h) Neurosensori
i) Kesemutan
j) Deformitas, krepitasi, pemendekan
k) Kelemahan
3) Kenyamanan
a) Nyeri tiba-tiba saat cidera
b) Spasme/ kram otot
4) Keamanan
a) Laserasi kulit
b) Perdarahan
c) Perubahan warna
d) Pembengkakan local

23
2. Diagnose keperawatan dan Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang atau hilang dan klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri..

b. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan kehilangan volume cairan (darah)


berlebih
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, resiko syok hipovolemik tidak terjadi.
Kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, TTV dalam batas nomal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.
Intervensi :
1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran urine).
Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status
cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine,
pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/ hari merupakan tanda-
tanda terjadinya syok kardiogenik.
2) Kaji sumber kehilangan cairan.
Rasional: Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.
Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga haris
diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
3) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan.\

24
Rasional: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukkan
terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah.
4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
Rasional: Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
5) Pantau frekuensi dan irama jantung.
Rasional: Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukankomplikasi
disritmia.
6) Kolaborasi :Pertahankan pemberian cairan melalui intravena.
Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.
c. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cedera jaringan luka
sekunder akibat fraktur terbuka.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam, integritas jaringan membaik secara optimal.
Kriteria hasil : Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi :
1) Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada pasien.
Rasional: menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan
luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akam dilakukan.
2) Lakukan perawatan luka :
a) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
Rasional: perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman langsung kearea luka
b) Kaji keadaan luka dengan teknik membuka balutan, mengurangi stimulus nyeri.
Jika perban melekat kuat, diguyur dengan NaCl.
Rasional: manajemen membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke kasa
dapat mengurangi stimulus nyeri dan padat menghindari terjadinya perdarahan
pada luka osteomielitis kronis akibat kasa yang kering karena ikut mengering
bersama pus.
3) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.

25
Rasional: apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu dikaji
ulang faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan jaringan luka.
4) Kolaborasi:Kolaborasi dengan tim bedah untuk dilakukan bedah perbaikan pada
kerusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.
Rasional: Bedah perbaikan dilakukan terutama pada pasien fraktur terbuka
dengan luka yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman yang ideal.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
1) Penampilan yang seimbang
2) melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3) mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan


pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi dan Implementasi :

1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

26
e. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

1) Pantau tanda-tanda vital.


R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka,
dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
1) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb
dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
2) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
BAB III

ASKEP KASUS
An A berusia 20 tahun mengalami kecelakaan saat pulang kuliah, dibawa oleh polisi ke IGD
pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien tampak sesak nafas sehingga sulit untuk
bernafas, tampak mengerang, korban mengalami perdarahan hebat serta terdapat Fraktur terbuka
daerah femur Dextra disertai nyeri. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tulang merobek
kulit dan otot pada femur dextra, diameter luka 10 cm, terdapat perdarahan sebanyak ± 1000cc,
kuku kaki kanannya sianosis, CRT > 3 detik, nadi cepat dan lemah, ujung jari- jari dingin,
frekuensi nadi 110 x/menit, TD = 80/60 mmHg, SPO2 : 80, RR 30x/Menit, Suhu 37,5°C.

 Pengkajian

Nama : An A
Umur : 20 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

27
Status : pelajar
 Keluhan Utama : pasien datang dengan kondisi sesak nafas, nyeri hebat
dipaha sebelah kanan
 Mekanisme cedera : pasien datang ke IGD post KLL terdapat fraktur femur
dextra terbuka, tulang merobek kulit dan otot dengan diameter luka 10 cm, terjadi
pendarahan sebanyak ±1000cc, CRT > 3 detik, sianosis kuku kaki kanan.

 Pengkajian primer

 Airway : tidak terdapat obstruksi jalan nafas

 Breathing : irama nafas tidak teratur, terlihat sesak dengan RR: 30x/ menit,
terdapat pernafasan cuping hidung

 Circulation : nadi 110x/menit, sianosis ujung kuku kaki kanan, CRT > 3 detik
terdapat pendarahan sebanyak ±1000cc pada femur kanan, akral teraba dingin,
SPO2 : 80

 Disability : kesadaran somnolen, GCS : E (3), M (6), V (2), respon pupil (+),

 Exposure : terdapat deformitas pada femur dextra, abrasi disekitar patela dan
siku, dan luka laserasi pada fremur dextra dengan diameter luka 10cm, terdapat
edem di extremitas bawah

 Anamnesa : tidak ada alergi (makanan, debu, minuman, obat-obatan),


penyebab peristiwa karena kecelakaan lalu lintas, TTV ( TD 80/60 mmHg, N :
110x, RR: 30x, T: 37,5 SPO2 : 80

 Pengkajian sekunder

 Kepala : tidak terdapat luka, tidak ada nyeri dan odem dan sianosis
ataupun perdarahan pada mata, mulut, telinga serta hidung

 Leher : tidak ada luka, tidak terdapat nyeri ataupun pembengkakan pada
leher pasien

28
 Dada : paru-paru (tidak ada pergerakan otot interkosta, gerakan dada
simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat nyeri tekan didada, pernafasan
meningkat, tidak terdapat jejas, suara sonor, suara nafas vesikuler serta tidak
terdapat suara tambahan), Jantung (tidak tampak iktus jantung, Nadi meningkat,
suara jantung lup dup S1 dan S2 tidak ada mur mur).

 Abdomen : bentuk datar dan simetris, tidak ada jejas, peristaltic usus baik ±
20x/ menit, suara timpani, tidak ada nyeri tekan, turgor baik

 Extremitas : atas ( kekuatan otot baik 5/5, terdapat abrasi disiku ), bawah
( terdapat fraktur femur dextra terbuka, laserasi diameter 10cm, terlihat tulang
menonjol/ deformitas, edem daerah sekitar fraktur)

 Neurologi : terdapat erythema, suhu kulit area fraktur hangat, terdapat odem
dan nyeri tekan sekitar fraktur

 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan rongsen : daerah femur dextra menunjukkan tampak fraktur tebuka


atau tulangnya menonjol keluar

 Data focus

DS :

1. Pasien mengatakan nyeri didaerah paha kanan

2. Psien mengatakan sulit menggerakkan kakinya

3. Pasien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke posisi duduk

DO :

1. Pasien tampak meringis

2. Pasien tampak mengegrang

3. Pasien tampak sesak nafas

29
4. Tampak tulang femur dextra merobek dan menembus kulit

5. Terdapat deformitaa

6. Odeme

7. Luka laserasi berdiameter 10cm pada femur dextra

8. Terdapat abrasi di lutut serta siku

9. Jari kuku kaki terdapat sianosis

10. Terdapat pendarahan sebanyak ± 1000cc

11. TTV : Td= 80/60 MmHg, Nadi=110x/mnt, Suhu=37,7C, Rr=30x/mnt,

12. Crt > 3detik

13. Spo2 = 80

B. Analisa Data

Symptom Etiologi Problem

DS Perdarahan Syok Hipovolemik


 Pasien mengatakan nyeri
didaerah paha kanan
 Psien mengatakan sulit
menggerakkan kakinya
DO
 Tampak tulang femur
dextra merobek dan
menembus kulit
 Terdapat deformitaa
 Odeme
 Luka laserasi berdiameter
10cm pada femur dextra
 Terdapat abrasi di lutut
serta siku
 Jari kuku kaki terdapat
sianosis

30
 Terdapat pendarahan
sebanyak ± 1000cc
 TTV : Td= 80/60 MmHg,
Nadi=110x/mnt,
Suhu=37,7C,
Rr=30x/mnt,
 Crt > 3detik
 Spo2 = 80
DS Agen cidera fisik Nyeri akut
 Pasien mengatakan nyeri
didaerah paha kanan
 Psien mengatakan sulit
menggerakkan kakinya
 Pasien mengatakan
kesulitan berpindah dari
berdiri ke posisi duduk
DO
 Pasien tampak meringis
 Pasien tampak
mengegrang
 Tampak tulang femur
dextra merobek dan
menembus kulit
 Terdapat deformitas
 Luka laserasi berdiameter
10cm pada femur dextra
 Terdapat abrasi di lutut
serta siku

DS Trauma Vaskuler Gangguan integritas jaringan


 Pasien mengatakan nyeri
didaerah paha kanan
DO
 Tampak tulang femur
dextra merobek dan
menembus kulit
 Terdapat deformitaa
 Odeme
 Luka laserasi berdiameter
10cm pada femur dextra
 Terdapat abrasi di lutut
serta siku
 Jari kuku kaki terdapat
sianosis
 Terdapat pendarahan

31
sebanyak ± 1000cc
 TTV : Td= 80/60 MmHg,
Nadi=110x/mnt,
Suhu=37,7C,
Rr=30x/mnt,
 Crt > 3detik
 Spo2 = 80

C. Prioritas Diagnosa

1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan DS = Pasien


mengatakan nyeri didaerah paha kanan, Psien mengatakan sulit menggerakkan kakinya.
DO = Tampak tulang femur dextra merobek dan menembus kulit, Terdapat deformitaa,
Odeme, Luka laserasi berdiameter 10cm pada femur dextra, Terdapat abrasi di lutut serta
siku, Jari kuku kaki terdapat sianosis, Terdapat pendarahan sebanyak ± 1000cc, TTV :
Td= 80/60 MmHg, Nadi=110x/mnt, Suhu=37,7C, Rr=30x/mnt, Crt > 3detik, Spo2 = 80
2. Nyeri akut behubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan DS = Pasien
mengatakan nyeri didaerah paha kanan, Psien mengatakan sulit menggerakkan kakinya,
Pasien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke posisi duduk, Pasien tampak
meringis, Pasien tampak mengegrang, Tampak tulang femur dextra merobek dan
menembus kulit, Terdapat deformitas, Luka laserasi berdiameter 10cm pada femur dextra,
Terdapat abrasi di lutut serta siku.
3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan trauma vaskuler ditandai dengan DS =
Pasien mengatakan nyeri didaerah paha kanan, DO = Tampak tulang femur dextra
merobek dan menembus kulit, Terdapat deformitaa, Odeme, Luka laserasi berdiameter
10cm pada femur dextra, Terdapat abrasi di lutut serta siku, Jari kuku kaki terdapat
sianosis, Terdapat pendarahan sebanyak ± 1000cc, TTV : Td= 80/60 MmHg,
Nadi=110x/mnt, Suhu=37,7C, Rr=30x/mnt, Crt > 3detik, Spo2 = 80

D. Intervensi

N DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


O
1. Syok Setelah diberikan Pengurangan  Untuk menentukan
hipovolemik tindakan keperawatan perdarahan luka rencana tindakan
berhubungan selama 3x24 jam ( 4028) keperawatan
dengan diharapkan perdarahan  Monitor ttv  Balut tekan
perdarahan pasien dapat teratasi  Monitor intake dan berfungsi untuk
dengan kriteria hasil : output secara menghentikan
Keparahan syok akurat adanya perdarahan

32
hipovolemik (0419)  Monitor nadi  Ganti balutan agar
1. Penurunan tekanan didaerah lokasi mencegah adanya
nadi veriper (1 : 3) perdarahan kelembaban dan
2. Penurunan tekanan  Gunakan balutan resiko infeksi
arteri rata-rata ( 1:3 ) tekan pada bagian  Kebanyakan
3. Penurunan sistol dan yang berdarah gerakan dapat
diastole ( 1:3 )  Ganti atau memperparah
4. Melambatnya waktu tambahkan balutan perdarahan
pengisian kapiler  Tempatkan area  Kolaborasikan
(1:3) yang mengalami dengan dokter
5. Meningkatnya laju perdarakan pada dalam tindakan
jantung (1:3) posisi yang lebih debridemen luka
6. Nadi lemah dan tinggi
halus (1:3)  Intruksikan pasien
7. Aretmia (1:3) membatasi gerakan
8. Nyeri dada ( 1:3) atau aktivitas
9. Meningkatnya laju  Kolaborasi dokter
nafas ( 1:3)
10. Penafasan dangkal
(1:3)
11. Ronci (1:3)
12. PCO2 menurun
( 1:3)

Keterangan
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan

2. Nyeri akut Setelah diberikan Pemberian analgesic  Monitor untuk


berhubungan tindakan keperawatan (2210) memantau
dengan agen selama 3x24 jam  Monitor ttv perkembangan
cidera fisik diharapkan nyeri akut sebelum dan kondisi pasien
pasien dapat teratasi sesudah  Memposisikan
dengan kriteria hasil : pemberian pasien dalam
Tingkat nyeri (2102) analgesic kandisi yang
1. Nyeri yang  Tentukan lokasi nyaman agar
dilaporkan (1:3) dan keparahan dapat
2. Panjangnya nyeri menurunkan
episode nyeri  Berikan cemas
(1:3) kebutuhan  Tanda-tanda efek
3. Expresi nyeri kenyamanan yang samping analgesic
wajah (1:3) dapat menurunkan (gatel,
4. Mengeluarkan nyeri kemerahan,
keringat (1:3)  Ajarkan tanda- bengkak )

33
5. Ketegangan otot tanda efek  Kolaborasikan
(1:3) samping dari dokter untuk
6. Frekuensi nafas analgesic pemberian dosis
(1:3)  Kolaborasikan obat analgesik
7. Denyut nadi dengan dokter
radial (1:3)
8. Tekanan darah
menurun (1:3)

Keterangan
5. Berat

6. Cukup berat

7. Sedang

8. Ringan

3. Gangguan Setelah diberikan Perawatan luka (3660)  Mengetahui


integritas jaringan tindakan keperawatan  Monitor kriteria luka
berhubungan dalam 3 x 24 jam karakteristik luka  Mengetahui luas
dengan trauma diharapkan gangguan ( warna,ukuran luka
faskuler integritas jaringan dan bau )  Mempermudah
ppasien dapat teratasi  Ukur luas luka prawatan luka
dengan kriteria hasil :  Cukur rambut  Membersihkan
Perfusi jaringan perifer didaerah sekitar luka dan
(0407) : luka sesuai mengurangi resiko
1. Suhu kulit ujung kebutuhan infeksi
kaki dan tangan  Singkirkan benda-  Agar keluarga tau
berubah ( 1:3) benda pada luka dan paham
2. Kekuatan denyut ( pasir/kotoran) penangan luka dan
nadi karotis (1:3)  Edukasikan mengetahui tanda
3. Kekuatan denyut keluarga infeksi
brakialis (1:3) mengenai  Mempermudah
4. Kekuatan denyut penanganan luka perawatan,penang
radial (1:3) dan tanda infeksi anan yang tepat
5. Tekanan darah  Rujuk pasien dan dan penyembuhan
sistolik dan diastole kolaborasi dengan luka
(1:3) dokter
6. Nilai rata-rata
tekanan darah (1:3)
7. Edema perifer (1:3)
8. Nekrosis (1:3)
9. Muka pucat (1:3)
10. Kelemahan otot

34
(1:3)
11. Kerusakan kulit
(1:3)
Keterangan
9. Berat
10. Cukup berat
11. Sedang
12. Ringan

35
E. Implementasi

N
Hari/tgl Jam Dx Implementasi respon TTD
o
1. Minggu / 28 08.40 Syok  Memonitor ttv Ds
April 2019 hipovolemik  Menekan area perdarahan  Keluaga pasien
(Deep) mengatakan pasien
mengalami KLL,
dan sempat pingsan
Do
 TTV : Td= 80/60
MmHg,
Nadi=110x/mnt,
Suhu=37,7C,
Rr=30x/mnt,

 Crt > 3detik
 Spo2 = 80

09.10  Memberikan terapi cairan Ds


sesuai advice dokter  Keluarga pasien
bersedia untuk
dilakukan pemberian

Do
terapi cairan pada
pasien ₰
 Terpasang Iv Nacl
seabanyak 1000cc /
7 jam

36
09.25  Mengalokasikan daerah Ds
luka agar lebih tinggi dari  Keluarga pasien
jantung menerima arahan
 Mengintruksikan keluarga yang diberikan
pasien agar pasien tidak
banyak bergerak Do

perawat

Keluarga pasien

tampak mengerti
dengan arahan yang
diberikan
10.00  Berkolaborasi dengan Ds
dokter rujukan tindakan  Keluarga pasien
oprasi bersedia untuk

Do

dilakukan oprasi

Dokter menyarankan

untuk dilakukan
tindakan oprasi
08.40 Nyeri akut  Mengkaji lokasi dan tingkat Ds
nyeri  Pasien mengerang
Do
 Dari skala nyeri 1-
10 didapatkan nyeri

dengan skala 8
09.10  Memberikan terapi Ds
analgesic sesuai
dokter
advice  Keluarga
bersedia
pasien
untuk ₰
diberikan terapi
analgesic
Do
 Pasien telah
diberikan obat sesuai

37
advice dokter
09.25  Ajarkan kepada keluarga Ds
mengenai efek samping dari  Keluarga pasien
analgesic mengata mengerti
dengan yang
disampaikan oleh
perawat
Do
 Keluarga pasien

tampak menerima
dengan informasi
yang diberikan oleh
perawat

08.40 Kerusakan  Mengkaji karakteristik luka Ds


integritas  Melakukan debridement  Pasien mengerang
jarinan pada luka  Keluarga pasien
 Mengajarkan perawatan mengatakan
luka kepada keluarga agar mengerti dengan
terhindar dari infeksi informasi yang
disampaikan
Do
 Pasien
kesakitan
tampak
ketika

dilakukan tindakan
debridement
 Keluarga pasien
tampak mengerti
dengan informasi
yang disampaikan

38
11.00  Merujuk pasien ke ruang Ds
operasi sesuai advice dokter  Keluarga pasien
bersedia untuk
dilakukan tindakan
oprasi pada pasien\
Do
 Diberikan atau

dilakukan tindakan
oprasi sesuai
dengan advice
dokter

F. Evaluasi

No Dx Hari / Tgl / Jam Evaluasi TTD


1. Syok Hipovolemik Minggu S
28 April 2019
13.50
 Keluarga pasien bersyukur
perdarahannya sudah berhenti
karena

 Keluarga pasien mengatakan bersedia
pasien diberikan tindakan terapi cairan
 keluarga pasien mengatakan sempat cemas
dengan keadaan pasien
O
 TTV : Td= 110/60 MmHg,
Nadi=100x/mnt,Suhu=37,5C, Rr=28x/mnt,
 Crt 2 detik
 Spo2 = 90
A

39
 Tujuan tercapai sebagian
P
 Monitor ttv
 Pertahankan terapi cairan sesuai advice
dokter
 Intruksikan keluarga pasien agar pasien
jangan banyak bergerak
 Edukasi keluarga terkait kedaan pasien
2. Nyeri Akut Minggu S
28 April 2019  Pasien mengerang, dan mengatakan
13.50 nyerinya sedikit berkurang
 Pasien mengatakan nyeri ketika hendak
bergerak ataupun bergeser
 Keluarga pasien mengatakan pasien
membutuhkan bantuan ketika hendak
bergerak atau bergeser
O
 TTV : Td= 110/60 MmHg,
Nadi=100x/mnt,Suhu=37,5C, Rr=28x/mnt,


Crt 2 detik
Spo2 = 90 ₰
 Skala nyeri 5
A
 Tujuan tercapai sebagian
P
 Monitor ttv sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
 Tentukan lokasi dan keparahan nyeri
 Berikan kebutuhan kenyamanan yang
dapat menurunkan nyeri
 Kolaborasikan dengan dokter

40
3. Kerusakan integritas Minggu S
jaringan 28 April 2019  Keluarga pasien mengatakan cemasnya
13.50 sedikit berkurang setelah dilakukan
tindakan
 Keluarga pasien mengatakan mengerti
dengan arahan yang diberikan perawat
terkait perawatan luka
O


TTV : Td= 110/60 MmHg,
Nadi=100x/mnt,Suhu=37,5C, Rr=28x/mnt,
Crt 2 detik

 Spo2 = 90
A
 Tujuan tercapai sebagian
P
 Monitor karakteristik luka Ukur luas luka
 Edukasikan keluarga mengenai
penanganan luka dan tanda infeksi

41
BAB IV

EBN

ANALISIS JURNAL 1

PROBLEM :

Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya WMSD pada aktivitas kerja


antara lain adalah beban kerja (work load), postur kerja, pengulangan
(repetisi) dan durasi aktivitas. Postur kerja buruk menyebabkan pembebanan
statis pada jaringan lunak tertentu secara kontinyu sehingga berpotensi terjadi
gangguan dan penurunan kondisi otot, tulang dan sendi dan pada akhirnya
dapat berdampak pada performansi kerja dan produktivitas pekerja.

INTERVENSI :
Melakukan terapi ke ahli pijat/urut, konsumsi obat penghilang nyeri otot yang
dijual bebas dan terapi menggunakan balsem gosok atau minyak urut saat
mengalami keluhan muskuloskeletal.

COMPARE :
Di dalam jurnal ini, terdapat tindakan selain Tehnik Distraksi Dan Relaksasi
untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien berupa terapi farmakologi yaitu
Analgesik yang merupakan bagian dari penatalaksanaan nyeri.

OUTCOME :
Prevalensi gangguan muskuloskeletal jenis chronic lebih tinggi daripada jenis
acute, dapat dilihat dari hasil uji statistik yang menunjukkan signifikansi
perbedaan keluhan muskuloskeletal dalam 12 bulan terakhir dan dalam 7 hari
terakhir. Penurunan prevalensi terbesar dalam 12 bulan terakhir dan dalam 7
hari terakhir terjadi untuk segmen kaki kiri (51% menjadi 5%) diikuti oleh
segmen tangan kanan (75% menjadi 25%). Hal ini menunjukkan untuk
gangguan muskuloskeletal pada kaki dan tangan dominan untuk jenis chronic

42
yang dapat segera dipulihkan dengan upaya-upaya yang dilakukan pekerja
seperti telah dijelaskan sebelumnya.

ANALISIS JURNAL 2

43
PROBLEM :

Penerapan posisi kerja yang ergonomis akan mengurangi beban kerja dan
secara signifikan mampu mengurangi kelelahan atau masalah kesehatan yang
berkaitan dengan postur kerja serta memberikan rasa nyaman kepada tenaga
kerja terutama dalam pekerja yang monoton dan berlangsung lama, jika
penerapan ergonomi tidak dapat terpenuhi akan menimbulkan
ketidaknyamanan atau munculnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu. Salah
satu dampak kesehatan yang muncul sebagai akibat dari postur kerja yang
tidak ergonomis adalah musculoskeletal disorder (MSDs).

INTERVESI :
Tenaga kerja diobservasi dengan mengamati postur tubuh dan selanjutnya
menyesuaikan dengan lembar observasi Rapid Entire Body Assesment
(REBA) kemudian dilanjutkan dengan wawancara untuk pengisian lembar
Nordic Body Map (NBM) yang berguna dalam mengetahui tingkat keparahan
keluhan muskuloskeletal responden.

COMPARE :
Di dalam jurnal ini, terdapat tindakan selain Tehnik Distraksi Dan Relaksasi
untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien berupa terapi farmakologi yaitu
Analgesik yang merupakan bagian dari penatalaksanaan nyeri.

OUTCOME :
Hasil penelitian postur tubuh dengan memperhatikan posisi kerja dalam penelitian dapat
diketahui bahwa mayoritas pekerja pengelasan melakukan pekerjaan dengan kategori postur
tubuh sedang dengan skor REBA berada di antara 4 sampai dengan 7. Posisi kerja pada
pekerja pengelasan dapat diamati melalui bagaimana postur tubuh pekerja pada saat bekerja.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia postur tubuh adalah bentuk tubuh atau sikap badan
yang terlihat dari ujung rambut sampai ujung kaki.

44
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3).
Dimana jika tidak segera ditangani maka akan muncul komplikasi yang berupa
Syok, Infeksi, Nekrosis vaskuler, Malonian, Non Union, Delayed union,
Kerusakan arteri,Sindroma kompartemem.
B. Saran
Sebaiknya dalam penanganan trauma muskoloskeletal yang lebih khususnya
fraktur, tenaga kesehatan harus cepat dan tanggap sehingga dapat mengurangi
resiko munculnya komplikasi pada pasien.

45
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Nasional 2007, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
(2008).
Smeltzer, SC., O’Connell, & Bare, BG., (2003). Brunner and Suddarth’s textbook of
Medical Surgical Nursing, 10th edition, Pennsylvania: Lippincott William &
Wilkins Company.
Lanros, N. E., et al. (1997) Emergency Nursing: with Certification Preparation &
Review. Connecticut: Appleton & Lange.

46

Anda mungkin juga menyukai