Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-


masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan
menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan
berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau angan-angan saja.
Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan
masalah. Perencanaan juga merupakan proses pemilihan alternative tindakan yang
terbaik untuk mencapai tujuan. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan
untuk mengerjakan sesuatu di masa akan datang, yaitu suatu tindakan yang
diproyeksikan di masa yang akan datang.

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi,


yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan
tata nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para
anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada
umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law)
dan Peraturan (Regulation).

James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian


tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu.

James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud


kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah. Pengertian ini menurutnya berimplikasi:

1
 Kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan,
 Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah,
 Kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah,
 Kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan
pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu,
 Kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan
dan bersifat memaksa (otoritatif)

Kebijakan Publik (Public Policy) adalah suatu aturan yang mengatur


kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya,
setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggaran yang
dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang
mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.

Sedangkan kebijakan kesehatan adalah sekumpulan keputusan yang dibuat


pemerintah berhubungan dengan kesehatan. Kebijakan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Kebijakan Kesehatan meliputi :

a. Keputusan berkaitan dengan kesehatan dibuat oleh legislatif, disusun ke dalam


undan-undang.
b. Peraturan dirancang untuk menggerakan program kesehatan
c. Keputusan yuridis yang berhubungan dengan kesehatan[2, 3]

Bentuk yang digunakan dalam desentralisasi akan menentukan kekuasaan


(wewenang) yang dimiliki dan dilakukan suatu lembaga kesehatan ditingkat
daerah[3, 4]. Tetapi bentuk yang digunakan tidak menentukan hubungan antara
pusat dan daerah. Jumlah kewenangan yang diperoleh daerah tergantung pada
fungsi-fungsi yang didesentraliser, termasuk besarnya wilayah yang diberi

2
tanggung jawab. Mekanisme partisipasi masyarakat, sumber keuangan ditingkat
daerah, praktek-praktek anggaran, cara pengendalian dan pengawasan yang
dipakai oleh tingkat yang lebih tinggi, pendekatan perencanaan dan sikap pegawai
pemerintah terhadap desentralisasi dan cara-cara kerja sama antar lembaga.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari kebijakan publik dan kebijakan kesehatan?
2. Bagaimana perencanaaan kebijakan kesehatan ?
3. Apa saja dasar – dasar kebijakan kesehatan serta kebijakan kesehatan di
Indonesia?
4. Bagaimana permasalahan gizi buruk dan penyebab gizi buruk pada balita ?
5. Bagaimana program kebijakan perbaikan gizi buruk pada balita di Provinsi
Kepulauan Riau Kabupaten Bintan?
6. Bagaimana upaya pemerintah di Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten
Bintan dalam upaya penanganan gizi buruk pada balita yang ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian kebijakan publik dan kebijakan
kesehatan.
2. Mengetahui dan memahami perencanaaan kebijakan kesehatan.
3. Mengetahui dan memahami dasar – dasar kebijakan kesehatan serta
kebijakan kesehatan di Indonesia.
4. Mengetahui permasalahan gizi buruk dan penyebab gizi buruk pada balita.
5. Mengetahui dan memahami program kebijakan perbaikan gizi buruk pada
balita di Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Bintan.
6. Mengetahui dan memahami upaya penanganan gizi buruk pada balita yang
di lakukan pemerintah di Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Bintan
7. Sebagai bentuk pemenuhan tugas Mata Kuliah Epidemiologi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan


A. Kebijakan

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-


masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah
sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau
angan-angan saja. Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk
menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses
pemilihan alternative tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan.
Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu di
masa akan datang, yaitu suatu tindakan yang diproyeksikan di masa yang akan
datang.

Sebelum dibahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan kesehatan dan


kebijakan publik, kita perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai konsep
kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal


organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi
rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam

4
berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation).

Contoh kebijakan adalah:

1. Undang-Undang,

2. Peraturan Pemerintah

3. Keputusan Presiden

4. Keputusan Menteri

5. Peraturan Daerah

6. Keputusan Bupati

7. Keputusan Direktur

Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan


wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat
makro, meso, dan mikro. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual
dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, menerapkan, secara kritis
menilai, dan mengkomunikasikan substansi kebijakan.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri


masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli.
Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-
50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan.

b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari


administrasi.

c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan.

5
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan.

e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai.

f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik

eksplisit maupun implisit.

g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang

waktu.

h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar

organisasi dan yang bersifat intra organisasi.

i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-


lembaga pemerintah.

j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

B. Kebijakan Publik
Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu
ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative
allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-
nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan
juga mengartikan kebijakan publik sebagai a projected program of goal,
value, and practice atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai
dalam praktek-praktek yang terarah.
Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno
(2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang
mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan.
Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan
yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan
faktor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo

6
Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan
antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal.
Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik,
yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami,
karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur,
karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh. Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2)
menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah
untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose
to do or not to do” ( apapaun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau
untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik
adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan
keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan
publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu
guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik.
Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam
ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat
pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

7
C. Kebijakan Kesehatan

Pengertian “kesehatan” merupakan landasan pemahaman terhadap


“kebijakan kesehatan”.Pengertian kesehatan telah banyak disampaikan oleh
para ahli di antaranya:

a. Suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk (anatomi) dan fungsi
tubuh (fisiologi) dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya (Perkin,
1938).
b. Keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental dan sosial yang tidak hanya
terbatas pada terbebas dari berbagai penyakit atau kelemahan [WHO
(1947) dan UU Nomor 9 Tahun 1960].
c. Keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan
segala faktor keturunan dan lingkungannya (WHO, 1957)
d. Keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa oleh ahlinya tidak
mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau
kelainan (White 1977)
e. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi
(UU 23 Tahun 1992)
f. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, sosial maupun
spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi (UU 36 Tahun 2009)
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara fisik, mental,
sosial maupun spritual yang diindikasikan tidak adanya keluhan ataupun tidak
terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan sehingga memungkinkan untuk
hidup produktif baik secara sosial maupun secara ekonomi.
Apabila pengertian „kesehatan‟ dihubungkan dengan pengertian
„kebijakan‟ sebagaimana dikemukakan sebelumya, maka “kebijakan
kesehatan” dapat diartikan sebagai suatu rangkaian konsep, asas, ketentuan
pokok, dan keputusan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok pelaku

8
politik yang menjadi pedoman dan dasar pelaksanaan kegiatan untuk
mencapai keadaan seimbang yang dinamis antara fisik, mental, sosial maupun
spritual yang diindikasikan tidak adanya keluhan ataupun tidak terdapat tanda-
tanda penyakit atau kelainan agar masyarakat dapat hidup produktif baik
secara sosial dan maupun ekonomi.
Oleh sebab itu, suatu kebijakan kesehatan semestinya memperhatikan
faktor-faktor tersebut sehingga derajat kesehatan yang optimal sebagai
dampak yang diharapkan dari kebijakan tersebut dapat dicapai secara optimal.
Perlu ditambahkan bahwa berbagai penelitian menunjukkan bahwa dari
faktor-faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya disusul oleh faktor perilaku; sedangkan faktor pelayanan
kesehatan dan genetika menempati urutan berkutnya.
Tujuan dari kebijakan kesehatan pada hakekatnya adalah untuk
menyediakan pola pencegahan (preventive), pelayanan yang terfokus pada
pemeliharaan kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (curative),
pemulihan kesehatan (rehabilitative) dan perlindungan terhadap kaum rentan.
Oleh sebab itu kebijakan kesehatan yang baik harus berpihak pada kelompok-
kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai masalah
kesehatan dan bertujuan jangka panjang.

2.2 Merencanakan Kebijakan Kesehatan

Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus


diperhatikan. Menurut Azwar (1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. Bagian dari sistem administrasi


Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara
keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya merupakan salah satu
dari fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan administrasi yang tidak

9
didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang
baik.

2. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan

Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-menerus


dan berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya sekali bukanlah
perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang berkelanjutan antara
perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi lain yang dikenal.
Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya
telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan. Demikian seterusnya
sehingga terbentuk suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir.
3. Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan.
Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat dilaksanakan,
akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat ini, tetapi juga
pada masa yang akan datang.
4. Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yamg mampu menyelesaikan
berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaian masalah
dan ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus disesuaikan
dengan kemampuan. Dalam arti penyelesaian masalah dan ataupun tantangan
tersebut dilakukan secara bertahap, yang harus tercermin pada pentahapan
perencanaan yang akan dilakukan.
5. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara
garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
6. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam
arti bersifat wajar, logis, obyektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah

10
disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak logis serta
tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumber daya bukanlah
perencanaan yang baik.

2.3 Dasar – dasar Kebijakan Kesehatan Serta Kebijakan Kesehatan di


Indonesia
 Dasar kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan

Memahami dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan


upaya mewujudkan nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai landasan untuk
berpikir dan bertindak dalam pembangunan kesehatan. Nilai tersebut merupakan
landasan dalam menghayati isu strategis, melaksanakan visi, dan misi sebagai
petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan secara nasional
sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju
Indonesia Sehat, yang meliputi: perikemanusiaan, adil dan merata, pemberdayaan
dan kemandirian, pengutamaan dan manfaat.

1. Isu Strategis Pembangunan Kesehatan

Banyak masalah kesehatan dapat dideteksi dan diatasi secara dini di tingkat paling
bawah. Jumlah dan mutu tenaga kesehatan belum memenuhi kebutuhan.
Pemanfaatan pembiayaan kesehatan belum terfokus dan sinkron. Hasil sarana
kesehatan bisa dijadikan pendapatan daerah. Masyarakat miskin belum
sepenuhnya terjangkau dalam pelayanan kesehatan. Beban ganda penyakit dapat
menimbulkan masalah lainnya secara fisik, mental dan sosial.

2. Visi Strategis Pembangunan Kesehatan

Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan kesehatan tersebut dan juga


dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah, serta berbagai
kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan maka ditetapkan visi
pembangunan kesehatan oleh Departemen Kesehatan yaitu Masyarakat Yang
Mandiri Untuk Hidup Sehat.

11
Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di mana
masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu untuk mengenali, mencegah
dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari
gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan
kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak
mendukung untuk hidup sehat.

 Kebijakan kesehatan di Indonesia

Isu strategis

· Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum


optimal.

· Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum


optimal.

· Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang


memadai.

· Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan pembangunan


kesehatan masih terbatas.

Strategi kesehatan di Indonesia

· Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan.

· Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan.

· Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan.

· Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

· Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan.

12
2.4 Permasalahan Gizi Buruk dan Penyebab Gizi Buruk Pada Balita

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius


terhadap kualitas sumber daya manusia termasuk di Provinsi Kepulauan Riau.
Permasalahan gizi yang dimaksud antara lain kegagalan pertumbuhan pada awal
kehidupan seperti berat badan lahir rendah, stunting, Washing (gizi buruk) yang
akan berdampak pada pertunbuhan selanjutnya. Balita atau anak yang kekurangan
gizi nantinya akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan
sehingga berdampak pada rendahnya produktifitas di masa dewasa. Kurang gizi
yang dialami pada awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan resiko
gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular pada
usia dewasa.
Gizi buruk merupakan keadaan kurang gizi yang didisebabkan karena
kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu
lama. Gizi buruk dapar diartikan sebagai asupan gizi yang buruk diakibatkan oleh
buruknya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun
karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang
terserrapnya nutrisi dan makanan. Selain faktor kesehatan, banyak faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian gizi buruk ini antara lain, faktor ekonomi (daya
beli masyarakat), faktor pendidikan (pola asuh), faktor dari ketersediaan sumber
daya makanan (ketahanan pangan), pemberdayaan masyarakat, dll.
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat
sejak dahulu. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih
belum dapat ditanggulangi dengan baik. Hal ini menyebabkan jumlah keluarga
miskin semakin banyak dan daya beli terhadap pangan menurun. Lebih lanjut,
ketersediaan bahan makanan dalam keluarga menjadi terbatas yang pada akhirnya
berpotensi menimbulkan terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk. Kekurangan
gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian bayi dan balita.
Masalah gizi umumnya disebabkan oleh dua faktor utama, yakni infeksi penyakit
dan rendahnya asupan gizi akibat kekurangan ketersediaan pangan ditingkat
rumah tangga atau pola asuhan yang salah. Masalah gizi buruk dan gizi kurang

13
pada anak balita merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (Depkes RI, 2006).
Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan,
terutama masalah gizi kurang atau buruk. Hal ini disebabkan karena pada saat fase
balita akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita juga
cenderung susah makan dan asupanzat gizi yang tidak baik(Depkes RI, 2006).
Melalui penerapan perilaku keluarga sadar gizi, keluarga didorong untuk
memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 7 bulan dan
memberikan MP-ASI yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak usia 7-24
bulan. Bagi keluarga mampu, pemberian MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif
tidak bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan
keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah
dan mutu MP-ASI yang diberikan kepada bayi dan anak (Depkes RI, 2006).

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah


tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Sekarang ini masalah gizi
mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas
hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh.Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita
penyakit gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu
sebab akibat serta yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi
dan gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh masing – masing orang. Masalah gizi semula dianggap
sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan
medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan
produktivitas Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak.

14
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang
terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan
dalam kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong
terjadinya gangguan gizi terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan
makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu,
adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis
makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang
rapat Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok
kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain
masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan
orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh
dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa
nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur
luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang
hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi
yang dikeluarkan.Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana
berdasarkan berat badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak
yang sedang tumbuh merupakan masalah serius.

2.5 Program Kebijakan Perbaikan Gizi Buruk Pada Balita di Provinsi


Kepulauan Riau Kabupaten Bintan

Selama 2018 di Provinsi Kepulauan Riau Tepatnya ada 6 kecamatan yang


dengan catatan kasus gizi buruk. Diantaranya Kecamatan Seri Kuala Lobam,
Tambelan, Teluk Sebong, Gunung Kijang, Bintan Pesisir, dan Bintan Timur.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Bintan mencatat sebanyak 17 anak yang berdomisili di
6 kecamatan tersebut menderita gizi buruk. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)
Bintan, dr Gama Isnaeni mengatakan, gizi buruk yang diderita 17 anak-anak itu
diantaranya penyakit kepala membesar (hydrocephalus), kelainan bawaan dan

15
kecacatan (prematur sampai lumpuh) serta penyakit menyertai (jantung bocor
disertai sakit lainnya).

Maka dari itu pemerintah Provinsi mengeluarkan kebijakan yaitu Peraturan


Daerah Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun 2008 entang Penyerahan Urusan
Pemerintah Kabupaten Bintan Kepada Pemerintah Desa, Lampiran : Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan Nomor : 11 Tahun 2008 Tanggal : 19 Agustus 2008,
Rincian Urusan Pemerintah Daerah Yang Dapat Diserahkan Kepada Pemerintah
Desa yakni :

Di Bidang Kesehatan :

a. Penyelenggaraan upaya promosi kesehatan untuk pemberdayaan perilaku hidup


bersih dan sehat (PHBS), terutama yang berkaitan dengan pencegahan penyakit
menular dan tidak menular, upaya perbaikan gizi serta peningkatan derajat
kesehatan.

Dari data akuntabilitas kerja bab 3 Provinsi Kepualauan Riau Kabupaten Bintan di
dapat data sebagai berikut :

 Persentase balita gizi buruk

Pemerintah Kabupaten Bintan pada tahun 2012 dan tahun 2013 telah
menetapkan indikator “persentase balita gizi buruk” dibawah 1% dan realisasi
tercapai dibawah 1% yaitu 0,53% untuk tahun 2013 terealisasi 0,44 % berarti
adalah 100% capaiannya . Balita gizi buruk adalah status gizi balita sangat kurus
berdasar standar antropometri Berat badan dibanding tinggi badan atau panjang
badan (BB/TB) nilai ambang batas z score < - 3 SD. Presentase kasus gizi buruk
di Kabupaten Bintan tahun 2013 adalah 0,44% (54 kasus dari 10.974 balita
ditimbang). Angka presentase balita gizi buruk di Kabupaten Bintan tahun 2010
sampai dengan tahun 2013 masih diatas angka nasional, jika dibandingkan dengan
presentase gizi buruk nasional (5.3%) dan Provinsi Kepulauan Riau (5.1%) yaitu
yaitu 2010 (0.18%), 2011 (0.20%), 2012 (0.40%) dan 2013 (0.44%), sedangkan
target nasional yaitu < 10%, hal ini menunjukkan angka keberhasilan penemuan

16
dan penanganan gizi buruk di Kabupaten Bintan sangat berhasil. Angka
presentase kasus gizi buruk cenderung sedikit meningkat sejak tahun 2010 sampai
dengan tahun 2013 karena semakin meningkatnya kinerja surveilans gizi di
Kabupaten Bintan sehingga sweeping/penjaringan status gizi balita di masyarakat
meningkat, hal tersebut didukung dengan adanya Instruksi Bupati Bintan Tentang
Pelaksanan Bulan Penimbangan Balita yang mentargetkan seluruh balita
ditimbang dan diukur tinggi/panjang badan di posyandu pada bulan April dan
November serta melakukan sweeping bagi balita yang tidak hadir di posyandu.

 Dari laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Bintan 2014 Bab 3 -


121 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan :

Untuk Tahun 2015 Cakupan Balita Gizi buruk mendapat perawatan di


Kabupaten Bintan terealisasi 100 % dari Target 100 % untuk Cakupan balita Gizi
buruk mendapat perawatan di Kabupaten Bintan Pada Tahun 2014 adalah dari
target 100 % terealisasi 100% sedangkan untuk Tahun 2013 terealisasi juga 100%.
Masalah gizi di masyarakat masih merupakan masalah yang serius di Indonesia,
hal ini terlihat masih tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang. Berdasarkan
data SUSENAS tahun 2005 prevalensi gizi kurang mencapai 28 persen (%) dan
gizi buruk 8,5 persen (%). Mencuatnya kembali pemberitaan media massa akhir-
akhir ini mengenai masalah gizi buruk yang ditemukan menunjukkan sistem
surveilans dan penanggulangan masalah gizi balita dari berbagai instansi terkait
masih belum optimal. Pemerintah Kabupaten Bintan terus berupaya dari tahun ke
tahun untuk memberikan perhatian terhadap penanganan kasus balita gizi buruk,
perhatian tersebut baik berupa besarnya anggaran yang dialokasikan untuk
penangganan balita gizi kurang serta memberikan perhatian dengan terus
mengintensifkan kinerja petugas kesehatan pada pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan kasus balita gizi buruk dari tahun ke
tahun. Ada dua Indikator yang digunakan untuk menilai status gizi balita yaitu :

(1) Melakukan penimbangan berat badan kemudian dibandingkan dengan umur


Balita (BB/U).

17
(2) Melakukan penimbangan berat badan kemudian dibandingkan dengan tinggi
badan Balita (BB/TB).

2.6 Upaya Penanganan Pemerintah Di Provinsi Kepulauan Riau


Kabupaten Bintan Dalam Mengatasi Gizi Buruk Pada Balita

Upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi buruk adalah penyuluhan


tentang pentingnya gizi seimbang bagi anak balita dan penganekaragaman
makanan di tingkat rumah tangga, serta memberikan makanan tambahan selama
90 hari bagi tiap penderita gizi buruk. Serta adapun upaya-upaya lain yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut :

(1) Meningkatkan kinerja surveilans gizi balita di masyarakat meningkat,

(2) Pelaksanan Bulan Penimbangan Balita yang mentargetkan seluruh balita


ditimbang dan diukur tinggi/panjang badan di posyandu pada bulan April dan
November,

(3) Melakukan sweeping bagi balita yang tidak hadir di posyandu, dan

(4) Melaksanakan penyuluhan tentang pola asuh dan manfaat gizi pada balita.

Seluruh balita yang menderita gizi buruk telah dilakukan penanganan dengan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pengobatan penyakit pada pusat-
pusat pelayanan kesehatan. Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi buruk
dan gizi kurang penduduk miskin dan desa tertinggal bertujuan untuk :

1. Mengurangi masalah gizi KEP terutama pada bayi, balita dan wanita usia
subur.

2. Menurunkan jumlah penderita anemia zat gizi besi pada Ibu hamil, wanita usia
subur dan anak sekolah.

3. Mencegah kebutaan akibat kekurangan Vitamin A pada Balita.

4. Mencegah terjadinya kekurangan iodium (GAKY) dan mikro lainnya.

18
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, Provinsi Kepulauan
Riau menduduki posisi terbaik dalam hal penanganan gizi buruk di Indonesia,
dengan angka kurang dari 13%. Hasil surveillance ini sudah dilakukan oleh
enumerator menunjukkan penurunan prevalensi stunting dan gizi buruk di Kepri.

Hal ini pastinya tidak terlepas dari peran Dinas Kesehatan Provinsi hingga Dinas
Kesehatan kota/kabupaten. Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinkes
Prov Kepri, Aniesaputri Junita, SKM, MPH mengatakan gizi buruk di Kepulauan
Riau menurun. "Hasil PSG (Pemantauan Status Gizi) tahun 2017 stunting Kepri
sebesar 20%. Hasil Riskesdas 2018, Prevalensi Gizi kurang sebesar 13%, Kepri
peringkat terbaik se-Indonesia," ujar Aniesaputri, Jumat (18/1/2019).

Aniesaputri Junita juga mengatakan beberapa program yang sedang


berjalan saat ini seperti: ASI Eksklusif, IMB (Inisiasi Menyusu Dini), Kelas Ibu
Hamil, SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang),
Posyandu di Puskesmas-Puskesmas dan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan
Anak). Menurut Aniesaputri Upaya untuk tahun2019 ini perlu penanganan yang
lebih komprehensif melalui pendekatan Life Cycle mulai dari 1000 HPK (Hari
Pertama Kehidupan), pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) pada remaja putri
dan ibu hamil KEK. Kerjasama yg kuat antara TPG (Tenaga Pengelola Gizi)
dengan Bidan Desa yang ada di wilayahnya masing-masing.

Aniesaputri juga menyarankan kepada pihak terkait seperti Bidan Desa atau
Petugas Gizi jangan sampai tidak tahu jika warganya mengalami kasus gizi buruk
ataupun stunting. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk rajin membawa
anaknya ke Posyandu agar terpantau tumbuh kembang anak secara teratur.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, simpulan dalam makalah ini adalah gizi


buruk yang diderita pleh balita di Provinsi Kepulauan Riau di akibatkan oleh oleh
buruknya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun
karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang
terserrapnya nutrisi dan makanan. Masalah gizi juga umumnya disebabkan oleh
dua faktor utama, yakni infeksi penyakit dan rendahnya asupan gizi akibat
kekurangan ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga atau pola asuhan yang
salah. Masalah gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita merupakan masalah
yang perlu ditanggulangi (Depkes RI, 2006). Balita merupakan salah satu
kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan, terutama masalah gizi kurang
atau buruk. Hal ini disebabkan karena pada saat fase balita akan terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita juga cenderung susah
makan dan asupanzat gizi yang tidak baik(Depkes RI, 2006).

Maka dari itu pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Bintan


melakukan upaya penanganan gizi buruk pada balita ini dengan cara penyuluhan
tentang pentingnya gizi seimbang bagi anak balita dan penganekaragaman
makanan di tingkat rumah tangga, serta memberikan makanan tambahan selama
90 hari bagi tiap penderita gizi buruk. Adapun upaya lain yang dilakukan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Bintan untuk penanganan gizi
buruk pada balita, antara lain:

(1) Meningkatkan kinerja surveilans gizi balita di masyarakat meningkat,

(2) Pelaksanan Bulan Penimbangan Balita yang mentargetkan seluruh balita


ditimbang dan diukur tinggi/panjang badan di posyandu pada bulan April dan
November,

(3) Melakukan sweeping bagi balita yang tidak hadir di posyandu, dan

20
(4) Melaksanakan penyuluhan tentang pola asuh dan manfaat gizi pada balita.

3.2 Saran

Sebagai saran dalam makalah ini, upaya penanganan gizi buruk pada balita
ini harus ditingkatkan lagi dikarenakan balita atau anak yang kekurangan gizi
nantinya akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan sehingga
berdampak pada rendahnya produktifitas di masa dewasa. Kurang gizi yang
dialami pada awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan resiko gangguan
metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular pada usia dewasa.
Maka dari itu harus kebijakan kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam upaya
penanganan ini harus di tingkatkan lagi untuk mengurangi atau mencegah hal-hal
yang tidak dinginkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adriani, M & B. Wirjatmadi. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita (Peranan


Mikrozinc pada Pertumbuhan Balita). Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.

Adriani, M. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta; Kencana


Prenadamedia Group.

Website dan Berkas Perundang-Undangan:

Informaction.org:

Akuntabilitas Kinerja Bab 3 Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan :


http://bintankab.go.id/master/wp-content/uploads/2015/09, Pada tanggal
11 Mei 2019, Pukul 21:23 WIB.

Akuntabilitas Kinerja Bab 4 Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan:


http://bintankab.go.id/master/wp-content/uploads/2014/10/,Pada tanggal
11 Mei 2019, Pukul 22:37 WIB.

Peraturan Bupati Bintan 47 Tahun 2018 Tentang Rencana Umun Penanaman


Modal Kabupaten :
http://jdih.bintankab.go.id/jdih21/assets/peraturan/18pbbintan047.pdf,
Pada tanggal 12 Mei 2019 Pukul 22:56 WIB.

Profil Kesehatan Kabupaten Bintan 2016: https://docplayer.info/56413769-Profil-


kesehatan-kabupaten-bintan-tahun-2016-dinas-kesehatan-kabupaten-
bintan.html, Pada tanggal 12 Mei 2019, Pukul 23:00 WIB.

22

Anda mungkin juga menyukai